PRINSIP DAN PENGGUNAAN SISTEM UNTUK MENC

KELAS

A
Tugas Makalah Kelompok

PRINSIP DAN PENGGUNAAN SISTEM UNTUK
MENCIPTAKAN KULTUR SEKOLAH YANG IDEAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pengembangan Kultur Sekolah
Dosen Pengampu: Dr. JOHN SABARI, M.Si

Disusun Oleh:
1. TONI POERWANTI

(NIM 12155140022)

2. CORONA KRISTIN HARIWURDANI

(NIM 12155140028)

3. SUGIYANTO


(NIM 12155140030)

4. ZUKY IRIANI

(NIM 12155140037)

5. ASLANHADI

(NIM 12155140049)

6. BUDI SANTOSA

(NIM 12155140074)

7. SRI PURWANTI

(NIM 12155140085)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2013

KATA PENGANTAR
Semoga berkah dan keselamatan tercurah kepada kita semua. Puji syukur
ke hadirat Allah SWT, yang dengan berkah, rahmat, dan karunia-Nya telah
menuntun kelompok pemakalah menyelesaikan makalah berjudul “Prinsip dan
Penggunaan Sistem untuk Menciptakan Kultur Sekolah yang Ideal”.
Secara garis besar makalah ini membahas mengenai konsepsi umum
tentang prinsip dan penggunaan sistem. Tidak berhenti sampai di sana, kelompok
pemakalah memberanikan diri untuk merumuskan formulasi prinsip dan
penggunaan sistem dalam bentuk skema dan penjelasannya. Lebih jauh lagi,
kelompok pemakalah menyususn formulasi aplikatif sistem sebagai instrumen
untuk menciptakan kultur sekolah yang ideal. Kelompok pemakalah menjadikan
konsepsi tentang prinsip dan penggunaan sistem sebagai asumsi-asumsi dasar
yang disesuaikan dengan aspek-aspek yang dibutuhkan oleh suatu sistem.
Kelompok pemakalah memiliki keyakinan bahwa hasil refleksi ini akan
memunculan berbagai pandangan dari pihak lain, yang justru akan menambah
pengetahuan bagi kelompok pemakalah secara pribadi. Kelompok pemakalah

berharap agar makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai
penggunaan sistem sebagai instrument untuk menciptakan kultur sekolah yang
ideal. Kelompok pemakalah menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan, sehingga penulis mengundang saran, kritik, serta masukan
dari pembaca sekalian.
Yogyakarta, Oktober 2013
Kelompok pemakalah.

DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
...................................................................................................................................
BAB I

: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...........................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................4
C. Tujuan.......................................................................................4
D. Manfaat....................................................................................4


BAB II

: PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum tentang Sistem...............................................5
B. Prinsip dan Penggunaan Sistem secara Umum......................10
C. Penggunaan Sistem untuk Menciptakan Kultur Sekolah yang
Ideal........................................................................................17

BAB III

: PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................28
B. Implikasi.................................................................................28
C. Saran.......................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Kata “sistem” banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari,
dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Sistem terdiri dari beberapa
elemen yang memiliki fungsinya masing-masing dan bekerja secara sinergis.
Keberhasilan suatu sistem sangat ditentukan oleh elemen sistem dan
subsistem yang ada di dalamnya. Segala sesuatu dapat dijelaskan sebagai
suatu sistem. Antara lain sistem managemen, sistem pendidikan, sistem sosial,
sistem elektronika, dan lain sebagainya.
Sistem dianggap sebagai instrumen yang mampu digunakan untuk
meraih tujuan tertentu. Sistem dirancang untuk memudahkan proses dalam
meraih tujuan tersebut, bahkan jika sistem tersebut merupakan sistem yang
kompleks. Secara sederhana sebuah sistem, dapat dianalogikan seperti halnya
organ tubuh manusia, dimana setiap bagiannya memiliki peran dan fungsinya
masing-masing. Otak untuk berpikir, mata untuk melihat, tubuh untuk
bergerak, dan seterusnya. Saat hendak berbicara, tidak hanya fungsi mulut
saja yang dibutuhkan, tetapi fungsi otak untuk berpikir, fungsi badan untuk
ekspresi wajah maupun bahasa tubuh, menunjukkan adanya , ‘sistem’ yang
bekerja, yang menggerakkan organ-organ tersebut untuk mencapai tujuannya.
Ringkasnya, sistem merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item
penggerak. Perlu ditekankan bahwa sistem digunakan untuk meraih suatu

tujuan. Tanpa tujuan, sistem menjadi tidak terarah dan tidak terkendali. Setiap
sistem memiliki tujuannya masing-masing. Mengenali suatu sistem dapat
dilihat dari ada tidaknya suatu komponen maupun karakteristik agar sesuatu
disebut sebagai ‘sistem’. Kumpulan subsistem yang saling berhubungan dan
bekerjasama akan lebih mudah dalam mencapai tujuan yang diharapakan.

Konsepsi dasar mengenai prinsip dan penggunaan sistem, ternyata
dapat digunakan sebagai landasan untuk membangun sistem yang cocok
diterapkan dalam dunia pendidikan. Sistem tersebut harus dirancang
sedemikian rupa agar mampu bekerja dan berhasil dalam mencapai tujuan
pendidikan. Salah satu tujuan pendidikan adalah menciptakan kultur sekolah
yang ideal.
Pada dasarnya sistem mampu membentuk kultur sekolah yang
tengah berlaku dalam lingkungan sekolah, namun di sisi lain kultur sekolah
pun memiliki andil yang besar dalam menciptakan sistem dalam tingkatan
lokal, yakni di lingkungan sekolah tersebut. Berikut ilustrasinya:
SISTEM

KULTUR
SEKOLAH


LINGKUNGAN
SEKOLAH

Gambar 1. Hubungan saling mempengaruhi antara sistem dengan kultur
sekolah.
Hubungan saling mempengaruhi tersebut dapat menjadi faktor
penentu berhasil dan gagalnya suatu sistem, maupun baik dan buruknya suatu
sistem. Sama halnya dengan kultur sekolah itu sendiri. Bilamana kultur
sekolah yang berkembang masih jauh dari harapan maka sistem dapat
digunakan sebagai instrumen untuk memperbaiki dan menciptakan kultur
sekolah yang ideal. Sebaliknya, jika sistem yang ada memiliki banyak
kelemahan, maka kultur positif yang telah ada dapat digunakan untuk
mendorong

agar

sistem

yang


ada

mampu

mengatasi

kelemahan-

kelemahannya.
Berjalannya suatu sistem sangat tergantung pada komponen atau
subsistem-subsistem yang ada di dalamnya. Termasuk karakteristik sistem

yang terdiri dari beberapa aspek, yang fungsinya juga tidak kalah penting.
Tidak berhenti pada pembahasan mengenai konsepsi prinsip dan penggunaan
sistem, makalah ini lebih jauh akan membahas mengenai perluasan konsepsi
mengenai prinsip dan penggunaan sistem untuk menciptakan kultur sekolah
yang ideal.
Konsep kultur di dunia pendidikan berasal dari kultur tempat kerja di
dunia industri, yakni merupakan situasi yang akan memberikan landasan dan

arah untuk berlangsungnya suatu proses pembelajaran secara efisien dan
efektif. Salah satu ilmuwan yang memberikan sumbangan penting dalam hal
ini adalah Antropolog Clifford Geertz yang mendefinisikan kultur sebagai
suatu pola pemahaman terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara
eksplisit maupun implisit. Berdasarkan pengertian kultur menurut Clifford
Geertz tersebut di atas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilainilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang
dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang
ini dipegang bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi
maupun siswa, sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan
berbagai persoalan yang muncul di sekolah.
Upaya penciptaan kultur sekolah yang ideal harus didukung oleh
setiap elemen yang ada dalam sekolah. Elemen tersebut berperan sebagai
penggerak sistem. Kultur sekolah sendiri merupakan means-end (tujuan) yang
hendak dicapai dari pembangunan suatu sistem. Nilai, moral, sikap dan
perilaku siswa tumbuh berkembang selama waktu di sekolah, dan
perkembangan mereka tidak dapat dihindarkan yang dipengaruhi oleh
struktur dan kultur sekolah, serta oleh interaksi mereka dengan aspek-aspek
dan komponen yang ada di sekolah, seperti kepala sekolah, guru, materi
pelajaran dan antar siswa sendiri.
Oleh karennya, sistem sebagai instrument untuk menciptakan kultur

sekolah yang ideal hendaknya perlu dipahami sebagai modal utama untuk
mencapai visi dan misi sekolah. Penciptaan sistem yang baik adalah dengan
melibatkan seluruh elemen sekolah untuk menggerakkan sistem tersebut.

Setiap elemen memiliki fungsi penting yang secara bersama-sama bergerak
demi tujuan yang sama.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah, antara lain:
1. Bagaimana tinjauan umum tentang sistem?
2. Bagaimana prinsip dan penggunaan suatu sistem secara umum?
3. Bagaimana penggunaan sistem untuk menciptakan kultur sekolah yang
ideal?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tinjauan umum tentang sistem.
2. Mengetahui prinsip dan penggunaan suatu sistem secara umum.
3. Mengetahui penggunaan sistem untuk menciptakan kultur sekolah yang
ideal.

D. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik
manfaat teoritis maupun manfaat praktis. Secara teoritis, diharapkan makalah
ini dapat menambah pengetahuan mengenai konsepsi dasar prinsip dan
penggunaan sistem sebagai instrumen upaya penciptaan kultur sekolah yang
ideal. Diharapkan pula kedepan dapat dijadikan sebagai acuan untuk
penulisan dengan topik terkait. Manfaat praktisnya, antara lain:
1. Diharapkan penulisan makalah ini dapat menjadi masukan bagi pemerhati
pendidikan khususnya guru, agar sebagai bagian dari elemen penggerak
sistem memiliki kepercayaan diri dan rasa tanggung jawab dalam
menjalankan tugas dan fungsinya.

2. Bagi sekolah, agar dalam merancang sistem, terutama sistem managemen
sekolah agar melibatkan semua elemen penggerak sistem tanpa terkecuali,
agar tercipta kultur sekolah yang diharapkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum tentang Sistem.
1. Definisi sistem.
Banyak ahli yang mendefinisikan pengertian sistem. Beberapa
definisi sitem menurut para ahli, antara lain:
a. Menurut Ludwig Von Bartalanfy, sistem merupakan seperangkat unsur
yang saling terkait dalam suatu antar relasi diantara unsur-unsur
tersebut dengan lingkungan.
b. Menurut Anatol Raporot, sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan
perangkat hubungan satu sama lain.
c. Menurut L.Ackof, sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual
atau fisik yang terdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling
tergantung satu sama lainnya.
d. Gordon B.Davis menyatakan bahwa, sebuah sistem terdiri dari
bagian-bagian yang saling berkaitan yang beroperasi bersama untuk
mencapai beberapa sasaran atau maksud.
e. Raymond Mcleod menyatakan bahwa sistem adalah himpunan dari
unsur-unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu
kesatuan yang utuh dan terpadu.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka dapat dinyatakan
bahwa sistem adalah sekumpulan unsur atau elemen yang saling berkaitan
dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk
mencapai suatu tujuan. Sebagai contoh; sistem komputer. Sistem
komputer terdiri dari software, hardware, dan brainware. Ketiganya
merupakan elemen yang memiliki fungsinya masing-masing, dan saling

berhubungan. Pengoperasian komputer bertujuan untuk memudahkan
kerja manusia. Pengoperasian tersebut dapat berjalan karena sistem
komputer bekerja.
Dalam lingkup dunia pendidikan, dapat dicontohkan sistem
sekolah. Secara garis besar, sistem sekolah terdiri dari proses
pembelajaran, managemen sekolah, dan kultur sekolah. Ketiganya
merupakan elemen yang membentuk sistem persekolahan dengan
fungsinya masing-masing. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan
dan bekerja sama untuk mencapai visi dan misi sebagai tujuan sekolah.
2. Syarat-syarat sistem.
Kata sistem mensyaratkan bahwa ada unsur keteraturan yang
bekerja di dalamnya. Sistem dapat dianalogikan sebagaimana benda yang
bekerja secara mekanis. Oleh karenanya, agar suatu hal bisa disebut
sebagai sistem, maka harus memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat
sistem antara lain:
a. Sistem harus dibentuk untuk menyelesaikan masalah.
Merancang suatu sistem, berarti mempersiapkan elemenelemen yang dibutuhkan agar sistem dapat bekerja secara porposional
dan optimal. Sistem tersebut harus mampu mengatasi permasalahan
yang telah ada sebelumnya, termasuk memiliki kemampuan
memprediksi serta mampu mengatasi permasalahan yang akan timbul.
Sistem

dikatakan

mengakomodir

berhasil

kebutuhannya,

manakala

sistem

menghasilkan

tersebut

dapat

means-end

yang

diharapkan, dan mampu menyelesaikan masalah.
Penyelesaian masalah yang dihadapi termasuk means-end
suatu sistem. Dalam merancang suatu sistem, elemen-elemen sistem
dipersiapkan sedemikian rupa sesuai fungsinya. Penyelesaian masalah
dapat terjadi pada tingkat subsistem dan oleh sistem itu sendiri. Pada
tingkat subsistem, penyelesaian masalah dilakukan oleh elemen
sistem, yang berarti penyelesaian masalah oleh bagian dari sistem

secara parsial. Sedangkan pada tingkat sistem, penyelesaian masalah
terjadi pada tingkatan sistem sendiri atau dengan kata lain, dilakukan
oleh sistem secara utuh.
b. Elemen sistem harus mempunyai rencana yang ditetapkan.
Elemen sistem sebagai bagian dari sistem, disatukan dalam
pengorganisasian elemen. Setiap elemen berinteraksi dan terintegrasi
dalam

pengorganisasian

tersebut.

Pengorganisasian

elemen

menimbulkan hubungan interdependensi diantara elemen-elemen
sebagai unsur pembentuk sistem. Pengorganisasian, interaksi,
integrasi, dan interdependensi antar elemen tersebut dimaksudkan
untuk mencapai tujuan pokok. Berikut visualisasinya:
TARGET
Elemen
sistem/
subsitem
Grand
Planning

TARGET
Elemen
sistem/
subsitem

Elemen
sistem/
subsitem

TARGET

I
S

Plan

Plan

S

Elemen
sistem/
subsitem

T

Main Objection/
Tujuan utama

E
M

TARGET
pengorganisasian
interaksi
interdependensi
integrasi

Skema 1. Setiap elemen harus mempunyai rencana yang ditetapkan untuk
mencapai tujuan elemen (target).

Keterangan:

1) Pengorganisasian mencakup struktur dan fungsi organisasi.
Struktur organisasi bersifat hirearkhis, yakni terdapat tingkatan
terutama dalam wewenang, tanggung jawab yang dipikul, dan
distribusi tugas. Organisasi tidak akan berjalan tanpa adanya
fungsi dari setiap elemen maupun sub elemen.
2) Interaksi yakni saling keterhubungan antara bagian yang satu
dengan lainnya.
3) Interdependensi,

yakni

bagian

yang

satumempunyai

ketergantungan dengan bagian yang lainnya.
4) Integritas yakni suatu keterpaduan antara subsistem-subsistem
untuk mencapai tujuan.
5) Tujuan utama yakni pemusatan tujuan yang sama dari masingmasing subsistem.
Sebagai contoh, salah satu visi Sekolah Mengengah Kejuruan
adalah menghasilkan sumber daya manusia yang siap disalurkan di
dunia kerja, dunia industri. Untuk bisa disalurkan di dunia kerja dan
dunia industri, kualitas lulusan harus memenuhi syarat penguasaan
kompetisi dalam tiga ranah pendidikan, baik kognisi, afeksi, maupun
psikomotor. Pencapaian ‘goal’ dilakukan oleh sistem yang merupakan
penggabungan ‘goal’ dari setiap elemen/ subsitem, juga ‘goal’ yang
diraih oleh sistem secara utuh.
Proses pembelajaran yang mampu mencakup ketiga ranah
pendidikan dapat dilakukan dengan dukungan semua elemen, yakni
kurikulum, managemen sekolah, dan kultur sekolah. Setiap elemen
memiliki target dan deskripsi tugas masing-masing. Pencapaian target
setiap elemen harus diawali dengan perencanaan yang matang, mulai
dari input – proses – output. Target yang dicapai oleh elemen atau
subsitem diselaraskan menjadi tujuan utama sistem.
c. Adanya hubungan diantara elemen sistem.

Elemen sistem atau disebut juga dengan subsistem memiliki
hubungan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Dalam
menjalankan fungsinya, elemen sistem tidak bisa tanpa keterlibatan
elemen yang lain. Keberadaan setiap elemen diposisikan sebagai
pendukung dan penunjang diantara elemen-elemen sistem yang ada.
Kelebihan suatu elemen akan mampu menutupi kekurangan elemen
yang lain, demikian pula sebaliknya. Hubungan tersebut bersifat
mekanis, karena jika salah satu elemen mengalami ‘kemandegan’
maka sistem akan terganggu, bahkan sistem akan tidak berjalan.
Sistem yang tidak berjalan tentunya tidak dapat meraih main
objection-nya.
Ini berarti hubungan-hubungan seperti pengorganisasian,
interaksi, interdependensi, dan integrasi memang sengaja diciptakan
dalam sistem, untuk meraih tujuan utama. Hubungan-hubungan
tersebut memposisikan setiap elemen agar bekerja sama dengan solid.
d. Unsur dasar dari proses (baik berupa arus informasi, energi, maupun
material) lebih penting dari pada elemen sistem.
Penyataan di atas, sepintas terasa kontradiktif dengan
keharusan adanya elemen sistem sebagai unsur penting yang
membentuk suatu sistem. Namun demikian, pernyataan tersebut bukan
tanpa alasan. Elemen sistem lahir atau dibentuk dari unsur dasar
sebuah proses. Tanpa adanya unsur dasar dari proses maka elemen
sistem tidak akan ada. Elemen sistem dapat menentukan rencana,
mematok target, dan menyatakan fungsinya jika unsur dasar dari
proses telah ada, telah terklasifikasi, dan telah jelas kedudukannya.
e. Tujuan organisasi lebih penting dari pada tujuan elemen.
Tujuan organisasi menunjuk pada main objection, atau visi
dan misi organisasi yang hendak dicapai. Dalam sistem, meskipun
setiap elemennya memiliki target atau tujuan, namun semua tujuan

tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujuan organisasi secara utuh,
bukan keberhasilan yang bersifat parsial saja. Oleh karenanya
penyelarasan tujuan setiap elemen ke dalam tujuan utama organisasi
menjadi hal yang penting, agar sistem tidak terpecah. Keberhasilan
mencapai tujuan elemen dijadikan sebagai ‘kendaraan’ untuk meraih
keberhasilan sistem dalam mencetak ‘goal’ yang diharapkan.
3. Pembagian sistem secara garis besar.
Secara garis besar, sistem dapat dibagi menjadi dua, yakni sistem
fisik (physical system) dan sistem abstrak (abstrack system). Berikut
penjelasan singkatnya:
a. Sistem fisik (physical system), yakni kumpulan elemen-elemen atau
unsur-unsur yang saling berinteraksi satu sama lain secara fisik, serta
dapat diidentifikasikan secara nyata tujuan-tujuannya. Sebagai contoh
sistem

persekolahan.

Sistem

persekolahan

memiliki

elemen

diantaranya  sumber daya manusia baik organisasi sekolah
(menunjuk pada managemen, pengajar, karyawan) dan peserta
didiknya.
b. Sistem abstrak (abstract system), yakni sistem yang dibentuk akibat
terselenggaranya ketergantungan ide, dan tidak dapat diidentifikasikan
secara nyata, tetapi dapat diuraikan elemen-elemennya. Sebagai
contoh sistem teologi, dimana hubungan antara manusia dengan
Tuhan sebagai salah satu elemennya.
B. Prinsip dan Penggunaan Sistem secara Umum.
Prinsip dan penggunaan sistem menunjuk pada cara kerja, klasifikasi
atau jenis, karakteristik atau sifat-sifat yang melekat padanya, agar sistem
dapat bekerja. Berikut adalah deskripsinya msing-masing:
1. Model umum sistem.
Model umum sistem berarti bagai mana cara suatu sistem bekerja.
Secara umum, sistem memiliki dua model, yaitu:

a. Model sistem sederhana.
INPUT

PROSES

OUTPUT

Skema 2. Model sistem sederhana.
Contoh: data peserta didik (nama, presensensi, nilai,
partisipasi)  diproses  menjadi daftar nilai semester.
b. Model sistem kompleks.
Model sistem ini dikatakan kompleks karena terdapat banyak
input dan output.
Output 1

Input 1
Input 2

PROSES

Output 2
………

……..
Input n

Output n

Skema 3. Model sistem dengan banyak input dan output.
Contoh: Matriks  inputnya banyak, outputnya juga banyak.
Dalam hal ini misalnya penerimaan siswa baru di SMK favorit. Nilai
UN; hasil tes tertulis, wawancara, psikotes; minat terhadap pilihan
jurusan; kapasitas penerimaan; perangkingan pendaftar  diproses 
siswa yang diterima masuk SMK beserta pembagian kelas dan
jurusannya.
2. Klasifikasi sistem.
Klasifikasi sistem menunjuk pada beragam jenis sistem yang ada.
Berikut uraiannya:
a. Deterministic system.
Sistem dimana operasi-operasi (input – output) yang terjadi
di dalamnya dapat ditentukan atau diketahui dengan pasti. Contoh:

program computer, melaksanakan secara tepat sesuai dengan
rangkaian instruksinya.
b. Probabilistik system.
Sistem yang input dan prosesnya dapat didefinisikan, tetapi
output yang dihasilkan tidak dapat ditentukan dengan pasti. Ini
dikarenakan, selalu ada sedikit kesalahan/penyimpangan terhadap
ramalan jalannya sistem. Contoh: sistem penilaian ujian nasional,
meski dapat dipresiksi dari hasil kegiatan try out, namun tetap ada
penyimpangan.
c. Open system.
Sistem yang mengalami pertukaran energy, materi, atau
informasi dengan lingkungannya. Sistem ini cenderung memiliki sifat
adaptasi, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga
dapat meneruskan eksistensinya. Contoh: sistem keorganisasian
memiliki kemampuan adaptasi. Dalam sistem bisnis, kemampuan
adaptasi digunakan untuk menghadapi persaingan pasar yang berubah.
Perusahaan yang tidak dapat menyesuaikan diri akan tersingkir.
d. Closed system.
Sistem fisik dimana proses yang terjadi tidak mengalami
pertukaran materi, energy, atau informasi dengan lingkungan di luar
sistem tersebut. Contoh: reaksi kimia dalam tabung berisolasi dan
tertutup.
e. Relatively closed system.
Sistem yang tertutup, tetapi tidak tertutup sama sekali untuk
menerima pengaruh-pengaruh lain. Sistem ini dalam operasinya dapat
menerima pengaruh dari luar yang sudah didefinisikan dalam batasbatas tertentu. Contoh: sistem kemasyarakat suku Badui.
f. Artificial system.
Sistem yang meniru kejadian dalam alam. Sistem ini dibentuk
berdasarkan kejadian di alam, dimana manusia tidak mampu
melakukannya. Dengan kata lain, tiruan yang ada di alam. Contoh:

sistem simulasi kejadian alam dan imbas yang ditimbulkannya. Dalam
pembuatan bendungan, dibuat maket dengan berbagai simulasi
kejadian untuk mengetahuidaya dan tingkat ketahanan bangunan fisik
bendungan.
g. Natural system.
Sistem yang terbentuk dari kejadian alam. Contoh: laut, tata
surya, atmosfer, dan sebagainya.
h. Manned system.
Sistem penjelasan tingkah laku yang meliputi keikutsertaan
manusia. Contoh: sistem pembelajaran dengan penerapan modelmodel pembelajaran tertentu, misalkan behavioristik.
3. Karakteristik sistem.
Menurut Edhi Sutanta (2003), suatu sistem mempunyai
karakteristik atau sifat-sifat tertentu. Karakteristik sistem mempunyai
wilayahnya masing-masing sebagai unsur-unsur pembentuk sistem. Agar
lebih memudahkan pemahaman menganai karakteristik sistem, berikut ini
akan dideskripsikan mengenai sifat-sifat/karakteristik sebuah sistem,
beserta wilayahnya masing-masing:
a. Mempunyai komponen (components).
Komponen sistem adalah segala sesuatu yang menjadi bagian
penyususnan sistem. Komponen sistem dapat berupa benda nyata
ataupun abstrak. Komponen sistem disebut sebagai subsistem.
b. Mempunyai batas (boundary).
Batas sistem diperlukan untuk membedakan suatu sistem
dengan sistem yang lain. Tanpa adanya batas sistem maka sangat sulit
untuk menjelaskan suatu sistem, bates sistem akan memberikan
batasan scope tinjauan terhadap sistem.
c. Mempunyai lingkungan (environments).

Lingkungan sistem adalah segala sesuatu yang berada di luar
sistem. Lingkungan sistem, dapat menguntungkan ataupun merugikan.
Umumnya

lingkungan

yang

menguntungkan

akan

selalu

dipertahankan untuk menjaga keberlangsungan sistem, sedangkan
lingkunagn sistem yang merugikan akan diupayakan agar mempunyai
pengaruh seminimal mungkin, bahkan jika mungkin ditiadakan.
d. Mempunyai penghubung/antar muka (interface).
Penghubung
memungkinkan

setiap

(interface)

merupakan

komponen

saling

sarana
berinteraksi

yang
dan

berkomunikasi dalam rangka menjalankan fungsi masing-masing
komponen.

Interface

bertugas

menjembatani

hubungan

antar

komponen dalam sistem.
Sub-subsistem

Bounda r y

Subsistem

Sistem
Interface

Lingkungan
sistem

Skema 4. Wilayah karakteistik sistem yang meliputi komponen. Batas
sistem, lingkungan sistem, dan penghubung sistem.
Skema di atas menjelaskan mengenai bagaimana posisi
(wilayah) keempat karakter tersebut berada, baik sebagai pembentuk
sistem maupun bagaimana komposisi suatu sistem. Kesemuanya
menyatakan keterhubungan yang tidak terputus. Dalam komponen

sistem (subsistem) sangat dimungkinkan masih memiliki bagian
komponen yang lebih kecil lagi (sub-subsistem). Baik sistem,
subsistem, maupun sub-subsistem memiliki batasan dan interface.
Fungsinya sebagai alur kerja sama dan sebagai pembatas diantaranya,
agar tidak terjadi ketumpangtindihan peran dan fungsi, dan tidak
terjadi pula penyimpangan-penyimpangan aturan (batasan) yang sudah
ditetapkan.
e. Mempunyai masukan (input).
Masukan merupakan komponen sistem yakni, meliputi segala
sesuatu yang perlu dimasukkan ke dalam sistem sebagai bahan yang
akan diolah lebih lanjut, untuk menghasilkan keluaran yang berguna.
f. Mempunyai pengolahan (processing).
Pengolahan merupakan komponen sistem yang mempunyai
peran utama mengolah masukan agar menghasilkan keluaran yang
berguna bagi para pemakainya.
g. Mempunyai keluaran (output).
Keluaran merupakan komponen sistem yang berupa berbagai
macam bentuk keluaran yang dihasilkan oleh komponen pengolahan.
h. Mempunyai sasaran (objectives) dan tujuan (goal).
Dibangunnya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai
suatu tujuan, atau meraih harapan-harapan tertentu. Sistem tanpa
sasaran sama halnya tidak ada arah tujuan, atau tidak ada alasan yang
melatarbelakangi mengapa diperlukan suatu sistem sebagai instrument
mekanis untuk mewujudkan visi dan misi. Setiap komponen dalam
sistem perlu dijaga agar saling bekerja sama agar mampu mencapai
sasaran dan tujuan sistem.
i. Mempunyai kendali (control).
Setiap komponen dalam sistem perlu dijaga agar tetap
bekerja sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing. Oleh
karena itu dibutuhkan adanya kontrol. Kontrol ini bisa berwujud

seperangkat aturan teknis dan segala tindakan nyatanya agar sistem
berjalan sebagaimana mestinya.
j. Mempunyai umpan balik (feed back).
Umpan balik diperlukan oleh bagian kendali (control system),
untuk mengecek terjadinya penyimpangan proses dalam sistem dan
mengembalikannya ke dalam kondisi normal.

KENDALI

Feed back

input

proses

Output

feedforward
Skema 5. Posisi komponen-komponen sistem, berkaitan dengan
prinsip/cara kerja sistem.
Pada dasarnya, pencapaian sasaran sistem berangkat dari
pencapaian sasaran oleh komponen sistem yang paling kecil. Bahkan
sub-subsistem pun dimungkinkan masih memiliki bagian sub yang
membentuknya. Prinsip/cara kerja sistem dilakukan secara mekanis
bahkan untuk hal yang sangat detail.
Prinsip/cara kerja sistem membentuk alur mekanis yang
dimulai dari ketersediaan input – pemrosesan – dihasilkan output.
Tidak berhenti sampai di sini, hasil (output) perlu diberikan umpan
balik. Umpan balik ini meliputi tindakan-tindakan baik berupa
analisis, filtering, koreksi, maupun penilaian (evaluasi) terhadap
output, yang nantinya dapat menjadi input kembali dalam berbagai
wujudnya (bisa energi, materi, dan informasi). Feedforward, selain
memiliki fungsi cross check terhadap input dan output, secara tidak

langsung juga berfungsi sebagai sumber perolehan input dalam alur
sistem lanjutan.
Sistem harus memiliki kendali. Kendali dalam hal ini berupa
seperangkat aturan kerja, kebijakan sistem, hirearkhi pertanggung
jawaban, serta pemimpin dalam berbagai tingkatan organisasi dalam
sistem. Prinsip/cara kerja kendali, terjadi pada setiap alur mekanis
sistem. Maksudnya agar sistem berjalan sebagaimana mestinya, tidak
terjadi penyimpangan-penyimpangan, mampu mencapai sasaran
dalam berbagai komponen terkecil sistem sampai sasaran sistem
dalam tingkatan induk (grand scop). Selain seperangkat aturan kerja,
kebijakan sistem, hirearkhi pertanggung jawaban, serta pemimpin
dalam berbagai tingkatan organisasi dalam sistem, kendali juga bisa
menunjuk pada masyarakat, terutama untuk sistem makro. Sedikit
contoh, misalnya; sistem sosial, sistem adat, sistem hukum.
C. Penggunaan Sistem untuk Menciptakan Kultur Sekolah yang Ideal.
Secara nyata, kultur sekolah merupakan bagian dari sistem, atau
sebagai salah satu unsur pembentuk sistem. Namun dalam porsi yang
berbeda, kultur sekolah justru menjadi tujuan sistem itu sendiri. Sistem
digunakan sebagai instrument untuk meraih tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal
ini, sistem juga sebagai instrument untuk menciptakan kultur sekolah yang
ideal. Memiliki kultur sekolah yang ideal merupakan tujuan yang termaktub
dalam visi dan misi setiap lembaga pendidikan.
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh
sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur
dan komponen sekolah, termasuk stakeholder pendidikan. Ini seperti cara
melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang
dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah menunjuk pada suatu sistem
nilai, kepercayaan, dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta
dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk
oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh

unsur dan personil sekolah, baik itu kepala sekolah, guru, staf, peserta didik,
dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Pengembangan budaya sekolah sebagai bagian dari unsur pembentuk
sistem dan sebagai tujuan sistem memiliki berbagai manfaat. Beberapa
manfaat yang bisa diambil dari upaya pengembangan budaya sekolah,
diantaranya:
1. Menjamin kualitas kerja yang lebih baik.
2. Membuka seluruh jaringan dan komunikasi dari segala jenis dan level,
baik komunikasi vertikal maupun horisontal.
3. Lebih terbuka dan transparan.
4. Menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi.
5. Meningkatkan rasa solidaritas dan rasa kekeluargaan.
6. Jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki.
7. Dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK.
Selain babarapa manfaat di atas, manfaat lain bagi individu (pribadi)
dan kelompok adalah:
1. Meningkatkan kepuasan kerja.
2. Pergaulan lebih akrab.
3. Disiplin meningkat.
4. Pengawasan fungsional bisa lebih ringan.
5. Muncul keinginan untuk selalu berbuat proaktif.
6. Memotivasi untuk terus belajar dan berprestasi.
7. Selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain,
dan diri sendiri.
Manfaat, baik dalam cakupan kelembagaan maupun manfaat bagi
individu tersebut, merupakan bentuk kultur sekolah yang diidam-idamkan
(kultur sekolah yang ideal). Dalam merancang sistem yang memiliki tujuan
untuk menciptakan kultur sekolah yang ideal, harus didasarkan pada prinsip
pengembangan budaya sekolah yang terintegrasi dengan sistem itu sendiri.
Prinsip-prinsip tersebut, antara lain:
1. Berfokus pada visi, misi, dan tujuan sekolah.

2. Penciptaan komunikasi formal dan informal.
3. Inovatif dan bersedia mengambil resiko.
4. Memiliki strategi yang jelas.
5. Berorientasi kinerja.
6. Sistem evaluasi yang jelas.
7. Memiliki komitmen yang kuat.
8. Keputusan berdasarkan konsnsus.
9. Sistem imbalan yang jelas.
10. Evaluasi diri.
Penciptaan sistem dengan salah satu tujuannya menciptakan kultur
sekolah yang ideal, harus memuat asas-asas pengembangan budaya sekolah,
antara lain: (1) kerjasama tim; (2) kemampuan; (3) keinginan; (4)
kegembiraan; (5) hormat; (6) jujur; (7) disiplin; (8) empati; serta (9)
pengetahuan dan kesopanan.
Dalam upaya penciptaan kultur sekolah yang ideal, sistem memiliki
kedudukan yang penting sebagai instrument untuk mewujudkannya. Ditinjau
dari posisi komponen-komponen sistem, yang berkaitan dengan prinsip/cara
kerja sistem, budaya organisasi merupakan salah satu input utamanya.
Budaya organisasi yang dimaksud, menunjuk pada konsep tentang budaya
organisasi dalam konteks persekolahan. Secara sederhana dapat dijelaskan
bahwa tujuan akhirnya adalah kultur sekolah yang ideal, dan input utamanya
adalah kultur organisasi sekolah yang selama ini telah dianut. Kelompok
pemakalah mencoba memformulasikan alur prinsip/cara kerja sistem, berikut
ini:

ANALISIS
+/-

FILTERING

kesesuaian

KOREKSI

Kesalahan dalam
sistem
Keputusankeputusan

EVALUASI
Feedback

Kultur sekolah
yang sudah ada

PROCESSING

Sebagai input

Kultur sekolah
yang ideal

Sebagai output

Feedback

Skema 6. Kultur sekolah sebagai input dan output.
Budaya organisasi sebagai salah satu input untuk menghasilkan
kultur sekolah yang ideal harus memiliki kemanfaatan, serta mendasarkan
pada prinsip dan asas pengembangan budaya sekolah. Dengan kata lain,
budaya organisasi sekolah serta budaya sekolah yang telah berlangsung (telah
ada) merupakan input yang diproses bersama dengan prinsip dan asas
pengembangan budaya sekolah.
Input dalam alur sistem ini menunjuk pada segala sesuatu baik itu
informasi, materi, maupun energi. Sebagai asumsi dasar jenis-jenis input
mentah

tersebut,

dapat

diidentifikasikan

dalam

aspek-aspek

yang

terkategorisasi. Berikut pemetaan aspek tersebut:
1. Dalam kategori informasi, input mentah dapat berupa:
a. Seperangkat kebijakan, baik kebijakan eksternal maupun internal.
b. Pengetahuan organisasi sekolah mengenai demografi lingkungan
sekolah maupun demografi warga sekolah.
c. Pengalaman yang dimiliki pihak sekolah sendiri maupun pengalaman
dari lembaga pendidikan lain yang dapat dijadikan sebagai masukkan
dalam upaya pengelolaan sumber daya manusia. Disebut sebagai
pengelolaan sumber daya manusia, karena manusia merupakan subjek
sekaligus objek pembangunan kultur itu sendiri. Demikian halnya
dalam membangun kultur sekolah yang ideal, diperlukan pengelolaan
sumber daya manusia di dalamnya.
2. Dalam kategori materi, input mentah dapat berupa:
a. Warga sekolah, meliputi pimpinan, guru, staf/karyawan, dan peserta
didik. Warga sekolah dalam hal ini menunjuk pada posisi warga
sekolah sebagai subjek (pelaku, pembawa, pengubah, dan penambah

kultur dalam lingkup sekolah), dan sebagai objek yang hendak
dijadikan sasaran ‘pemilik’ kultur sekolah yang ideal.
b. Kondisi sekolah, yang menunjuk pada kondisi fisik sekolah,
keberadaan fasilitas-fasilitas di dalamnya, sampai pada kondisi
lingkungan sekolah.
c. Rencana dan rumusan tujuan yang hendak dicapai oleh sekolah,
terutama yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas personel
yang mencakup seluruh warga sekolah.
3. Dalam kategori energi, input mentah dapat berupa:
a. Jumlah warga sekolah (baik pimpinan, guru, staf/karyawan, dan
peserta didik. Menunjuk pada banyak atau sedikitnya jumlah
keseluruhan warga sekolah maupun jumlah setiap cluster (jumlah
personel pada level managerial, jumlah pendidik, jumlah peserta didik,
dan jumlah staf).
b. Jumlah personel dalam setiap clusternya dapat untuk menentukan
kapasitas fungsional setiap cluster, termasuk kemampuan prediktif
munculnya hambatan yang bersumber dari cluster.
Input mentah dalam kategorisasi di atas bukanlah sebuah ‘harga
mati’, identifikasi aspek dalam kategori-ketegori tersebut terbuka terhadap
penjelasan-penjelasan yang rasional. Tidak menutup pula kemungkinan masih
terdapat aspek yang bisa dikategorikan di dalamnya selain aspek-aspek yang
telah disebutkan di atas.
Pada alur berikutnya, meskipun proses pengolahan informasi, energi,
dan materi telah menghasilkan keluaran yang berupa kultur sekolah yang
lebih baik (dari sebelumnya), namun alur sistem tidak berhenti hanya pada
tahapan ini. Sistem masih harus bekerja memberikan feedback (umpan balik).
Umpan balik ini meliputi sejumlah kegiatan seperti analisis; filtering; koreksi;
dan evaluasi. Serangkaian kegiatan ini memiliki tujuan antara lain:
1. Analisis

dilakukan

dengan

maksud

untuk

menemukan

dan

mengidentifikasi kelebihan maupun kelemahan sistem, dengan melihat
hasil (output). Dalam kerangka penciptaan kultur sekolah yang ideal,

maka dapat diketahui kultur sekolah yang diciptakan oleh sistem memiliki
sejumlah kelebihan dan kelemahan apa saja, dimana letak kebaikan
maupun keburukannya. Hal-hal semacam itu.
2. Filtering berkaitan dengan upaya sistem untuk menyaring, kultur apa saja
yang sesuai dan tidak sesuai dengan tujuan dan harapan yang ingin
dicapai.

Selanjutnya

dilakukan

langkah

‘mempertahankan’

atau

‘meninggalkan’ unsur-unsur kultur sekolah berdasarkan kesesuaiannya
(live or leave out).
3. Correction (koreksi), yakni langkah yang dilakukan untuk memeriksa
terjadinya kesalahan-kesalahan maupun penyimpangan-penyimpangan
dalam alur sistem. Tahapan ini juga dilakukan dengan melihat hasil
(output). Caranya dengan menelusur ketidaksesuaian hasil dan mencari
tahu penyebabnya. Koreksi juga bertujuan untuk memperbaiki alur kerja
sistem.
4. Evaluation (penilaian), yakni langkah lanjutan yang bertujuan untuk
memberikan penilaian hasil (output) yang telah mengalami proses alur
sistem berupa analisis, filtering, dan koreksi. Penilaian dijadikan sebagai
dasar untuk membuat keputusan-keputusan terkait dengan tindak lanjut
hasil yang dapat dijadikan sebagai input untuk pemrosesan selanjutnya.
Sama halnya, proses penilaian ini akan menghasilkan informasi, materi,
maupun energy yang telah terseleksi dan dapat dijadikan sebagai input
dalam alur sistem yang terus berputar.
Sistem yang bekerja optimal adalah sistem yang tidak berhenti
beroperasi meskipun telah menghasilkan output sebagai tujuan sistem. Sistem
bekerja secara mekanis dan berkelanjutan. Jika sistem berhenti pada tahap
input – proses – output saja, tanpa ada feedback dan kelanjutannya, maka
sistem tersebut akan menjadi statis. Pencapaian sistem hanya akan ‘begitubegitu saja’ tanpa ada peningkatan kualitas outputnya. Demikian halnya
dalam upaya penciptaan kultur sekolah yang ideal. Sistem harus tanggap dan
reaktif terhadap hal-hal yang mempengaruhi jalannya sistem. Oleh karenanya
fungsi unsur kendali dalam melakukan pengawasan dan seperangkat

kewenangan pengendalian lainnya harus tetap dilakukan pada setiap alur
kerja sistem.
Sistem harus dirancang sedemikian rupa agar ia peka terhadap
aspek-aspek yang mempengaruhi alur sistem. Selain faktor internal yang
dapat memberikan pengaruh terhadap sistem, sistem tersebut harus pula
dirancang agar peka terhadap faktor eksternal, dalam hal ini menunjuk pada
lingkungan sistem. Apalagi jika kultur sekolah yang ideal yang menjadi
tujuannya. Faktor eksternal memiliki sumbangan terhadap pembentukan,
wilayah sistem, serta prinsip kerja sistem.
Perumusan sistem ditinjau dari wilayah karakteristik sistem, diawali
dengan mengidentifikasi aspek-aspek yang berkaitan dengan karakteristik
sistem yang berfokus pada ‘wilayah’ sistem. Mengidentifikasi aspek-aspek
tersebut menjadi langkah yang penting, karena dengan mengetahui aspekaspek apa saja yang dibutuhkan dan berkaitan dengan pembentukan sistem,
maka langkah untuk memposisikan aspek-aspek tersebut akan menjadi lebih
terarah. Sistem memiliki prinsip kerja mekanis, artinya keteraturan,
merupakan hal utama agar sistem dapat berfungsi sebagaimana mustinya.
Mengenali bagian-bagian ‘wilayah’ sistem dimaksudkan agar aspek-aspek
yang dibutuhkan dan berkaitan dengan pembentukan sistem dapat teraplikasi
dengan baik. Berikut adalah formulasi wilayah karakteristik sistem untuk
menciptakan kultur sekolah yang ideal, yang diformulasikan oleh kelompok
pemakalah:

5
4
3
2
6
1

Skema 7. Formulasi penempatan aspek-aspek yang dibutuhkan dan terkait
dalam pembentukan sistem ke dalam karakteristik ‘wilayah’ sistem.
Skema 7 di atas merupakan bentuk penerapan formulasi dasar
sebagaimana tergambar dalam skema 4. Upaya untuk menciptakan kultur
sekolah yang ideal melalui sebuah sistem, selain dengan merumuskan detail
alur sistem, juga dengan menentukan aspek apa saja yang termasuk dalam
wilayah karakteristik sistem. Berikut akan dijelaskan secara rinci:
1. Sistem.
Menciptakan sebuah kultur sekolah yang ideal dilakukan oleh
sistem. Sistem dalam hal ini adalah sistem pendidikan yang diterapkan di
lembaga persekolahan. Pengertian tersebut, tentu memiliki cakupan yang
lebih sempit jika dibandingkan dengan sistem pendidikan dalam tataran
general. Sistem dirancang sedemikian rupa agar bekerja secara mekanis
untuk mencapai tujuan (dalam hal ini visi dan misi sekolah). Salah satu
visi dan misi sekolah adalah menciptakan kultur sekolah yang ideal.
Sistem harus diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
2. Komponen/subsistem.
Komponen sistem (subsistem) sebagai bagian-bagian pembentuk
sistem dengan fokus pada tujuan menciptakan kultur sekolah yang ideal,
dapat diidentifikasikan dalam tiga aspek utama sistem pendidikan, antara
lain: (1) managemen sekolah; (2) proses pembelajaran; dan (3) kultur
sekolah. Penentuan ketiga aspek tersebut mengadaptasi tiga aspek utama
pembentuk sistem pendidikan dalam tataran general.
Perlu diingat, mengapa kultur sekolah selain sebagai tujuan juga
sebagai komponen sistem, karena kultur sekolah berposisi sebagai input
dan output dalam alur sistem. Tiga aspek utama tersebut diposisikan
sebagai komponen sistem karena masing-masing memiliki fungsi
penggerak organisasi sekolah. Ketiganya sebagai ‘agen’ yang berkaitan
langsung dengan upaya penciptaan kultur sekolah yang ideal.
3. Sub-subsistem.

Sistem yang baik, terdiri dari komponen-komponen yang
membentuknya, dimana setiap komponen masih memiliki bagian
komponen yang lebih kecil lagi atau disebut dengan sub-subsistem.
Bahkan tidak jarang terdapat suatu sistem yang sub-subsistemnya masih
memiliki komponen yang lebih kecil lagi. Hal ini sesuai dengan prinsip
pengorganisasian dalam suatu sistem. Dalam upaya menciptakan kultur
sekolah

yang

ideal,

komponen-komponen

utama

sistem

seperti

managemen sekolah, proses pembelajaran, serta kultur sekolah memiliki
subsistemnya masing-masing, yakni:
a. Managemen sekolah, dilihat dari sisi pengorganisasian, terdiri dari: (1)
kepala sekolah sebagai pimpinan; (2) seperangkat organisasi seperti
sarana prasarana, kurikulum, kesiswaan, humas; (3) Komite sekolah;
serta (4) stakeholder.
b. Proses pembelajaran, dilihat dari sisi pengorganisasian sebagai
pembentuk subsistem, antara lain: (1) kurikulum; (2) pendidik dan
peserta didik; (3) berbagai fasilitas dan perangkat pembelajaran.
c. Kultur sekolah, dilihat dari sisi pengorganisasian sebagai pembentuk
subsistem, terdiri dari: (1) seperangkat aturan dan tata tertib di setiap
level; (2) kebiasaan yang tumbuh dan berkembang diantara warga dan
lingkungan sekolah; (3) cita-cita dan harapan yang hendak dicapai
terutama dalam penciptaan kultur sekolah itu sendiri.
Pengorganisasian berbagai input ke dalam komponen/subsistem
dan sub-subsistem akan diikuti dengan terciptanya hubungan-hubungan
yang interaktif, interdependentif, integrative secara otomatis. Dengan
demikian kultur sekolah yang ideal sebagai main objection akan dapat
terwujudkan. Meskipun masih dalam tataran teoritis, ini membentuk suatu
hipotesa bahwa penerapan sistem dengan alur demikian akan mampu
meraih tujuannya.
Tidak dipungkiri pula bahwa dalam pengoperasian sistem selalu
saja dapat dipastikan munculnya hambatan-hambatan yang dapat
mempengaruhi berjalannya sistem. Akan tetapi dengan pengorganisasian

sub-subsistem yang jelas maka kemunculan hambatan dapat diprediksi,
dapat segera diketahui, dan dapat segera diatasi.
4. Boundary.
Setiap sistem pasti memiliki batasan (boundary). Demikian
halnya dengan koponen/subsistem dan sub-subsistem. Boundary ini
menunjuk pada batasan yang dimiliki oleh setiap bagian maupun
tingkatan dalam sistem. Batasan berfungsi untuk memperjelas tugas dan
wewenang sistem, komponen/subsistem, serta sub-subsistem. Termasuk
fungsinya masing-masing. Batasan memiliki arti penting, agar tidak
terjadi over leap atau ketumpang tindihan fungsi masing-masing beserta
garis pertanggungjawaban setiap bagian. Batasan juga menjadikan sistem
akan fokus dalam meraih tujuan-tujuannya. Selain itu batasan berperan
pula ‘menangkal’ pengaruh-pengaruh dari luar yang akan berdampak pada
berjalannya sistem.
Dalam upaya penciptaan kultur sekolah yang ideal dengan
menggunakan sistem sebagai instrumennya, maka batasan sistem dalam
hal ini menunjuk pada fungsi kendali (kontrol), dimana fungsi ini
dipegang oleh:
a. Hirearkhi kepemimpinan, mulai dari kepala sekolah hingga tingkatan
kepemimpinan di bawahnya.
b. Tugas dan wewenang setiap subsistem sudah jelas.
c. Kebijakan (seperangkat aturan) yang mengatur bekerjanya sistem juga
sudah ada.
d. Penerapan reward and punishment dalam sistem.
5. Lingkungan sistem.
Lingkungan sistem dalam sistem persekolahan menunjuk pada
lingkungan alam maupun

sosial di luar sekolah. Lingkungan sistem

dalam hal ini juga menunjuk pada stakeholder yang memiliki hubungan
kontinuitas maupun hubungan incidental dengan sekolah sebagai sistem.
Berkaitan dengan penciptaan kultur sekolah yang ideal, masyarakat yang
tinggal di wilayah yang ditempati oleh sekolah turut mempengaruhi

berjalannya sistem. Masyarakat dalam hal ini tidak hanya menunjuk pada
masyarakat luas tetapi menunjuk pula pada entitas-entitas kelembagaan.
Ini dikarenakan, nilai-nilai sosial tidak hanya dimiliki oleh
masyarakat dalam artian kumpulan manusia yang tingga di wilayah
tertentu. Entitas kelembagaan pun memiliki nilai-nilai sosial yang turut
mempengaruhi

lingkungan

sistem.

Terutama

nilai-nilai

sosial

kemasyarakatan yang tumbuh dan berkembang di wilayah tersebut.
Prinsipnya, nilai-nilai positif senantiasa dipertahankan, sedangkan nilainilai negative tentu harus ditinggalkan.
6. Interface.
Hubungan komunikasi antar komponen sistem dapat terjadi dalam
keseharian berjalannya sistem. Komunikasi ini dapat bersifat formal
maupun informal. Komunikasi multi dimensional sangat dibutuhkan oleh
sistem dalam menjaga kerjasama dan hubungan yang sinergis. Interface
juga berfungsi sebagai saluran untuk pendistribusian kerja antar
komponen dan sub-subsistem. Pemenuhan sasaran dalam level subsistem
dikomunikasikan melalui interface ini agar sejalan dengan main objection
sistem secara utuh. Dalam lingkup penciptaan kultur sekolah yang ideal,
setiap komponen proaktif dalam mengkomunikasikan kebutuhankebutuhannya, kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya, bahkan
hubungan baik yang terjaga diantara individu-individunya.
Prinsip dan penggunaan sistem untuk menciptakan kultur sekolah
yang ideal, dipandang sebagai instrument wajib yang mampu mengolah
berbagai input dan memrosesnya menjadi output yang dicita-citakan. Namun
demikian alur kerja sistem selain bersifat mekanis, juga memiliki sifat
dinamis. Sistem tidak akan berhenti bekerja meskipun telah dihasilkan suatu
output. Keberhasilan dalam meraih tujuan senantiasa mengalami proses
recycling demi peningkatan kualitas setiap aspek yang dibutuhkan dalam
input hingga dicapainya tujuan sistem. Pada akhirnya, sistem tidaklah lebih
dari sekadar rancangan kerja, manakala manusia sebagai ‘penggerak’ sistem
enggan untuk berinovasi dan peka terhadap hal-hal yang mempengaruhi

jalannya sistem. Sistem adalah instrument kerja yang mengedepankan
kerjasama sinergis setiap komponen yang membentuknya, bahkan komponen
yang terkecil sekalipun tetap memiliki fungsinya yang determinan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem adalah sekumpulan unsur atau elemen yang saling berkaitan
dan saling mempengaruhi dalam melakukan kegiatan bersama untuk
mencapai suatu tujuan. Membangun suatu sistem diawali dengan memahami
konsep dasar mengenai prinsip dan penggunaan sistem. Sistem dirancang
untuk memudahkan dalam meraih visi dan misi. Penggunaan sistem, baik
dalam cakupan istilah maupun sistem sebagai sebuah instrument telah lama
diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan. Pendidikan sebagai aspek
penting dalam kehidupan manusia, juga menggunakan sistem dalam meraih
tujuannya.
Kultur sekolah selain sebagai input dan komponen sistem pendidikan
di lingkup persekolahan, ia juga merupakan tujuan dari penggunaan sistem itu
sendiri. Sistem bekerja secara teratur, kontinyu, terarah, dan dinamis. Sistem
memiliki kemampuan mengolah aspek-aspek yang dibutuhkan dan yang
terkait dengan means-end secara keseluruhan, yang menunjuk pada visi dan
misi sekolah. Kultur sekolah yang ideal merupakan modal utama dalam
membangun kualitas peserta didik khususnya, dan warga sekolah umumnya.
Keberadaan kultur sekolah sebagai modal sekaligus tujuan sistem, bukan
hanya masalah ‘bawaan’ saja, tetapi kultur ideal tersebut tercipta dari suatu
proses yang sistemik.
B. Saran

Sistem beroperasi secara terus-menerus, meskipun jika sistem
tersebut telah sampai pada tahap menghasilkan output, ia masih harus
mengalami serangkaian alur dalam sistem. Bukan untuk memperumit, tetapi
memang demikianlah dinamika prinsip dan penggunaan sistem. Setiap pihak
memiliki kesempatan untuk merancang sistem, berangkat dari asumsi-asumsi
dasar yang telah ada. Dalam tulisan ini, kelompok pemakalah mencoba
memformulasikan prinsip dan penggunaan sistem untuk menciptakan kultur
sekolah yang ideal.
Meskipun diakui bahwa rancangan tersebut masih sangat dangkal
dan masih bersifat umum, namun kelompok pemakalah tetap memiliki
keyakinan bahwa setiap pemerhati pendidikan, terutama guru sebagai
pendidik memiliki andil yang besar terhadap berjalannya sistem di sekolah.
Oleh karenanya, kelompok pemakalah menghimbau agar pendidik sebagai
bagian dari sistem, memiliki kepercayaan diri dan tanggung jawab yang besar
bahwa dirinya mampu memberikan pengaruh posistif bagi upaya penciptaan
kultur sekolah yang ideal.
C. Implikasi
Pemaparan konsepsi mengenai prinsip dan penggunaan sistem
beserta kemampuan sistem untuk menciptakan kultur sekolah yang ideal,
yang dituangkan dalam bentuk makalah ini diharapkan mendapat tanggapan
dari berbagai pihak. Kelompok pemakalah menyadari