Uji Efektivitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Sambung Rambat (Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan sambung rambat adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Asterales Famili : Compositae Genus : Mikania

Spesies : Mikania cordata (Burm.f.) B.L.Rob.

2.1.2 Nama daerah

Nama daerah dari tumbuhan sambung rambat adalah Areuy caputuheur (Sunda), Braja wengi, Sambung rambat (Jawa) (Heyne, 1987).

2.1.3 Habitat

Tumbuhan sambung rambat merupakan tumbuhan asli Amerika. Di Indonesia dapat ditemukan mulai dataran rendah sampai ± 1600 m di atas permukaan laut, terutama di daerah yang memiliki musim kemarau, di tempat-tempat yang mendapat cukup matahari, pada jurang yang curam dan pinggir sungai (Heyne, 1987).

2.1.4 Morfologi

Tumbuhan sambung rambat dapat membelit/menjalar, bercabang banyak, tinggi sampai 6 m dan memiliki batang kecil (Heyne, 1987). Helai daun berbentuk


(2)

hati atau bulat telur segitiga, pangkalnya bersegi tumpul dan memiliki ujung daun yang runcing. Tepi daun bergerigi, ukuran panjang daun 5-11 cm dan lebarnya 3-7 cm serta berwarna hijau. Bunga berbentuk bulat panjang dengan ujung agak runcing, berbunga empat dan berwarna putih dengan sedikit ungu (Neuwinger, 1996).

2.1.5Kandungan kimia

Daun sambung rambat mengandung flavonoid, glikosida, terpenoid/ steroid, saponin, tanin dan vitamin C (Chowdhury, dkk., 2010; Rahim, dkk., 2012; Barua, dkk., 2014). Kandungan terpenoid dari daun sambung rambat adalah golongan sesquiterpen lakton yang terdiri dari mikanolide, dihydromikanolide, deoxymikanolide, scandenolide sedangkan senyawa flavonoid dari daun sambung rambat adalah mikanin-3-O-sulfate dan nepetin (Aguinaldo, dkk., 2003; Ahmed, dkk., 2001). Selain itu, daun sambung rambat juga mengandung minyak atsiri seperti α-pinene, germacrene D, β-pinene, β-caryophyllene dan α-thujene (Bedi, dkk., 2003; Siddiqui, dkk., 2003).

2.1.6 Khasiat tumbuhan

Daun sambung rambat dapat menyembuhkan luka secara tradisional dengan cara meremas-remas daunya kemudian diletakkan pada luka (Heyne, 1987). Selain itu, dapat juga untuk mengatasi bengkak (Wiart, 2006), disentri, gatal-gatal, tukak lambung (Chowdhury, dkk., 2011), batuk, sakit mata, sakit kepala (Alam, dkk., 2013).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan suatu pelarut cair.


(3)

Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI., 2000).

2.2.1 Metode-metode ekstraksi

Menurut Depkes RI., (2000) bahwa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dibagi ke dalam dua cara yaitu:

a. Cara dingin

 Maserasi, adalah proses pengektraksian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

 Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

b. Cara panas

 Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.


(4)

 Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

 Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

 Infundasi, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

 Dekoktasi, adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Gel

Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh (Depkes RI., 1995).

Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 2005). Gel dapat diklasifikasikan sebagai gel anorganik dan gel organik. Sebagian besar gel anorganik dapat dicirikan sebagai sistem dua fase sedangkan gel organik termasuk dalam kelas satu fase. Gel dapat mengandung air disebut hidrogel, atau mengandung cairan organik disebut organogel (Sinko, 2006). Contoh bahan anorganik pembentuk gel


(5)

adalah bentonit sedangkan tragakan, hidroksipropilmetilselulosa, metilselulosa adalah bahan organik (Voigt, 1995). Gel mempunyai kekakuan yang disebabkan oleh jaringan yang saling menganyam dari fase terdispersi yang mengurung dan memegang medium pendispersi (Ansel, 2005).

Keuntungan sediaan gel :

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1995) adalah sebagai berikut: 1 kemampuan penyebarannya baik pada kulit

2 efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit 3 tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

4 kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikroba, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan bahan pengawet seperti metil dan propil paraben (Voigt, 1995).

2.3.1 Hidroksi propil metil selulosa (HPMC)

Hidroksi propil metil selulosa dengan nama lain hypromellosum, memiliki berat molekul 10.000-1.500.000 (Rowe, dkk., 2009).

HPMC memiliki ciri-ciri serbuk atau granul putih, tidak berbau dan tidak berasa. Larut dalam air dingin, membentuk larutan koloid kental, praktis tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol (95%) dan eter, tetapi larut dalam campuran etanol dan diklorometana, campuran metanol dan diklorometana, serta campuran air dan alkohol (Rowe, dkk., 2009).

HPMC dalam formulasi farmasi digunakan sebagai bahan bioadhesif, zat penyalut, zat pendispersi, zat pengemulsi, penstabil emulsi, zat pembentuk film, membantu proses granulasi, bahan mukoadhesif, pengikat tablet,


(6)

peningkat viskositas dan digunakan untuk mengatur kecepatan pelepasan obat. HPMC juga digunakan secara luas dalam kosmetik dan produk makanan. HPMC bersifat nontoksik dan tidak menyebabkan iritasi serta memiliki viskositas yang stabil pada penyimpanan jangka panjang (Rowe, dkk., 2009).

HPMC tidak bercampur dengan zat pengoksidasi kuat. HPMC merupakan polimer nonionik, sehingga tidak membentuk kompleks dengan garam logam atau ion organik. Larutan HPMC stabil pada pH 3-11 dan memiliki pH 5,5-8,0 dalam 1% b/b air (Rowe, dkk., 2009).

Gambar 2.1 Rumus bangun HPMC

2.3.2 Propilen glikol

Propilen glikol (C3H8O2) merupakan cairan bening, tidak berwarna,

kental, praktis tidak berbau, manis, dan memiliki rasa yang sedikit tajam menyerupai gliserin. Propilen glikol larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air; mudah larut dalam eter, tidak larut dengan minyak mineral, tetapi dapat melarutkan beberapa minyak esensial (Rowe, dkk., 2009).


(7)

Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam berbagai formulasi farmasi parenteral dan nonparenteral. Pelarut ini umumnya lebih baik dari gliserin dan melarutkan berbagai macam bahan, seperti kortikosteroid, obat sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), alkaloid, dan banyak anestesi lokal. Propilenglikol juga digunakan sebagai humektan pada sediaan topikal dengan konsentrasi 15% (Rowe, dkk., 2009).

2.3.3 Metil paraben

Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi. Konsentrasi metil paraben untuk penggunaan topikal adalah 0,02-0,3% dan 0,18% jika dikombinasikan dengan propil paraben (Rowe, dkk., 2009).

Gambar 2.3 Rumus bangun metil paraben

Metil paraben (C8H8O3) berbentuk kristal tak berwarna atau bubuk

kristal putih dan tidak berbau. Metil paraben lebih efektif terhadap jamur daripada bakteri. Aktivitas antimikroba pa r a b e n meningkat dengan meningkatnya panjang rantai alkil dan dikombinasi dengan paraben yang memiliki efek sinergis, seperti etil-, propil-, dan butil paraben. Aktivitas metil paraben juga dapat ditingkatkan dengan penambahan eksipien lain seperti: propilen glikol dan phenylethyl alkohol. Metil paraben menunjukkan


(8)

aktivitasnya pada pH 4-8 dan efeknya berkurang dengan kenaikan pH (Rowe, dkk., 2009).

2.3.4 Propil paraben

Propil paraben (C10H12O3) berbentuk bubuk putih, kristal, tidak

berbau, dan tidak berasa. Propil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sediaan farmasi. Konsentrasi propil paraben untuk penggunaan topikal adalah 0,01-0,6% dan 0,02% jika dikombinasikan dengan metil paraben (Rowe, dkk., 2009).

Propil paraben menunjukkan aktivitas antimikroba pada pH 4-8. Efikasi pengawet menurun dengan meningkatnya pH karena pembentukan anion fenolat. Paraben lebih aktif terhadap ragi dan jamur daripada terhadap bakteri serta lebih aktif terhadap gram-positif dibandingkan bakteri gram-negatif. Aktivitas antimikrobanya meningkat jika dikombinasikan dengan paraben lainnya (Rowe, dkk., 2009).

Gambar 2.4 Rumus bangun propil paraben

2.4 Kulit

Kulit merupakan organ terbesar dari tubuh manusia, 15% dari berat badan dewasa adalah kulit. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Fungsi utama kulit adalah sebagai pelindung. Kulit terdiri atas 650 kelenjar kelenjar keringat, 20 pembuluh darah,


(9)

60.000 melanosit, dan ribuan ujung saraf tepi. Kulit memiliki bagian

pelengkap seperti rambut, kuku dan kelenjar keringat/sebasea (Arisanty, 2013).

Gambar 2.5Struktur kulit 2.4.1 Epidermis

Epidermis adalah lapisan paling luar dan paling tipis dari kulit. Epidermis tidak memiliki pembuluh darah dan sistem persarafan. Fungsi epidermis adalah sebagai sistem imun yang pertama dari tubuh manusia atau dikenal dengan istilah

First Skin Immune System. Epidermis memiliki variasi ketebalan antara 0,4-0,6 mm dan memiliki 5 stratum/jenjang (Arisanty, 2013).

Menurut Arisanty (2013), epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam):

a. Stratum korneum adalah lapisan paling atas dari epidermis, terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.

b. Stratum lusidum: hanya terdapat pada telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis, terdapat sel mati yang tidak memiliki inti. c. Stratum granulosum: mengandung sel granular (granula lamelar) dan


(10)

d. Stratum spinosum: memiliki inti sel keratinosit besar. Lapisan ini merupakan hasil pembelahan sel yang berikatan dan melakukan migrasi sel ke arah atas.

e. Stratum basale (stratum germinativum) adalah lapisan paling dalam dari epidermis yang berlokasi dekat dermis. Sel ini merupakan sel hidup berinti karena mendapatkan difusi oksigen dan nutrisi dari dermis. Stratum germinativum merupakan sel yang mulai melakukan pembelahan sel (mitosis) pada proses regenerasi sel keratinosit epidermis.

2.4.2 Dermis

Dermis adalah lapisan kedua dari kulit yang merupakan jaringan ikat, memiliki banyak pembuluh darah, memiliki sistem persarafan. Dermis terdiri atas jaringan ikat, protein kolagen dan elastin, fibroblas, sistem imun ( makrofag, sel mast, limfosit) dan sistem saraf (korpuskel meissner, korpuskel pacini, ujung saraf tepi).

Dermis memiliki dua lapisan utama, yaitu papilare berfungsi sebagai penguat dari epidermis dalam satu ikatan membran dan lapisan retikuler yang memiliki pembuluh darah perifer yang banyak dan berikatan serta terdiri dari jaringan ikat padat (Arisanty, 2013).

Dermis memiliki beberapa reseptor sensori. Bagian pelengkap kulit terdapat di dermis seperti akar rambut, kelenjar ekrin, apokrin dan sebasea (Arisanty,2013).

2.4.3 Subkutis

Merupakan lapisan paling tebal dari kulit, terdiri atas jaringan lemak (paling besar), jaringan ikat dan pembuluh darah. Hipodermis memiliki fungsi


(11)

sebagai penyimpan lemak, kontrol temperatur dan penyangga organ di sekitarnya (Arisanty, 2013).

2.5 Luka

Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit atau membran mukosa yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh (Zederfeldt, dkk., 1986). Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka dapat dibagi menjadi 4 jenis:

a. Stadium I, luka superfisial (Non-Blanching Erithema): yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II, luka partial thickness: yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis.

c. Stadium III, luka full thickness: yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV, luka full thickness: yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas (Baroroh, 2011).

Salah satu jenis luka adalah luka sayat yang dapat dibagi menjadi dua yaitu luka insisi luka eksisi (Arisanty, 2013). Luka insisi adalah luka yang terjadi tanpa kehilangan banyak jaringan kulit disebabkan karena teriris benda tajam dimana terdapat robekan linier pada kulit dan jaringan dibawahnya serta memerlukan penyembuhan luka secara primer sedangkan luka eksisi adalah hilangnya kulit secara keseluruhan dan meluas sehingga menyebabkan banyaknya


(12)

jaringan yang hilang dan memerlukan penyembuhan luka secara sekunder (Arisanty, 2013; Baxter, 2013).

Keterangan:

Gambar A: tepi luka ditahan oleh gumpalan darah dan juga bisa dengan jahitan

Gambar B: pada stadium ini berlangsung regenerasi epidermis

Gambar C: regenerasi epidermis sempurna dan jaringan parut yang padat (Robbins dan kumar, 1992) Penyembuhan luka secara primer yaitu penyembuhan dengan menyatukan kedua tepi luka berdekatan dan saling berhadapan serta akan menghasilkan jaringan granulasi yang sangat sedikit. Proses yang berlangsung adalah epitelisasi dan deposisi jaringan ikat yang terjadi selama 10-14 hari. Pada hari pertama setelah luka, garis insisi segera terisi bekuan darah dan terjadi reaksi radang. Pada hari kedua, terjadi reepitelisasi permukaan dan pembentukan jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosa yang menghubungkan kedua tepi celah subepitel. Selanjutnya terjadi sintesis kolagen yang dirangsang oleh makrofag.


(13)

Kolagen yang terbentuk akan merapatkan kedua tepi luka (Robbins dan kumar, 1992; Morison, 2003; Arisanty, 2013).

Penyembuhan luka secara sekunder adalah penyembuhan yang memerluka proses terbentuknya jaringan granulasi yang banyak dimana jaringan grnulasi tumbuh di bawah keropeng dan terjadi regenerasi epitel di bawah keropeng kemudian keropeng akan lepas setelah terjadi epitelisasi sempurna. Proses yang berlangsung dalam penyembuhan ini adalah proses granulasi (pertumbuhan sel), kontraksi (proses dimana daerah permukaan luka mengecil), epitelisasi (penutupan epidermis) (Morison, 2003; Arisanty, 2013).

Keterangan:

Gambar A: menunjukkan keadaan segera setelah terjadi luka Gambar B: penyembuhan di bawah keropeng

Gambar C: luka terbuka dengan jaringan granulasi

Gambar D: sebuah jaringan parut yang besar atau daerah epidermis baru yang tipis

(Robbins dan kumar, 1992)


(14)

2.6 Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2009). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling

(Arisanty, 2013).

Pada fase inflamasi terjadi pada awal kejadian atau saat luka terjadi hingga hari ke-3 atau ke-5. Pada fase ini terjadi dua respons yaitu respons vaskular dan respons inflamasi. Respons vaskular diawali dengan respons hemostatik tubuh selama 5 detik pasca luka yaitu pembuluh darah akan berkonstriksi di sekitar luka sehingga vasokonstriksi akan mengurangi pendarahan, kemudian pengaktifan trombosit dan pembentukan lapisan fibrin. Lapisan fibrin ini membentuk scab (keropeng) di atas permukaan luka. Respon inflamasi ditandai dengan pelepasan substansi vasoaktif seperti prostaglandin dan histamin yang mengakibatkan peningkatan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Vasodilatasi menyebabkan semakin banyaknya aliran darah ke sekitar luka yang menyebabkan bengkak, kemerahan, hangat/demam, ketidaknyamanan/nyeri. Kemudian sel darah putih yaitu neutrofil sebagai pertahanan seluler pertama akan memfagositosis jaringan yang mati, benda-benda asing dan bakteri, yang tidak dapat terfagositosis neutrofil akan diteruskan oleh makrofag sebagai sel pertahanan seluler kedua. Selanjutnya makrofag akan memfagositosis neutrofil. Proses ini disebut dengan proses debris (pembersihan) (Boyle, 2009; Febram, dkk., 2010; Arisanty, 2013).

Fase berikutnya adalah fase proliferasi atau granulasi (pelepasan sel-sel baru). Fase ini umumnya berlangsung pada hari ke-2 sampai ke-24. Pada fase ini


(15)

makrofag akan mengeluarkan fibroblast growth factor (FGF) dan faktor angiogenesis (AGF). FGF akan menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagen dan elastin. AGF akan merangsang pembentukan pembuluh darah yang baru. Kolagen dan elastin yang dihasilkan menutupi luka dengan membentuk matriks/ikatan jaringan baru yang dikenal dengan proses granulasi yang menghasilkan jaringan granulasi. Jaringan granulasi berproliferasi sehingga luka yang tadinya memiliki kedalaman, permukaannya menjadi rata dengan tepi luka. Kemudian terjadi proses epitelisasi yang dimulai dari tepi luka yang mengalami proses migrasi membentuk lapisan tipis (warna merah muda) menutupi luka. Sel pada lapisan ini sangat rentan dan mudah rusak. Sel mengalami kontraksi (pergeseran), tepi luka menyatu hingga ukuran luka mengecil (Febram, dkk., 2010; Arisanty, 2013).

Fase remodeling atau maturasi terjadi mulai hari ke-21 sampai lebih dari 2 bulan bahkan beberapa tahun setelah luka. Aktivitas utama yang terjadi adalah penguatan jaringan bekas luka dengan aktivitas remodeling kolagen dan elastin pada kulit. Kontraksi sel kolagen dan elastin terjadi sehingga menyebabkan penekanan ke atas permukaan kulit. Kolagen akan menguatkan ikatan sel kulit baru karena kulit masih rentan terhadap gesekan dan tekanan. Serabut-serabut kolagen akan menyebar dengan saling terikat dan menyatu sehingga berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan (Arisanty, 2013).

Kondisi lembab akan menyebabkan luka lebih cepat sembuh karena meningkatkan produksi faktor pertumbuhan seperti Fibroblas Growth Factor

yang akan merangsang pembentukan fibroblas. Selain itu proses angiogenesis juga lebih terangsang pada kondisi lembab (Arisanty, 2013).


(16)

2.7 Pengaruh Senyawa Kimia Tumbuhan Terhadap Penyembuhan Luka

2.7.1 Flavonoid

Flavonoid bertindak sebagai penampung radikal hidroksi dan superhidroksi atau memperlambat timbulnya sel nekrosis sehingga melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak (Robinson, 1995). Flavonoid dapat juga untuk mempercepat proses penyembuhan luka karena memiliki aktivitas antimikroba dan astringen, yang memiliki peran dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi (Barku, dkk., 2013). Flavonoid yang terdapat dalam daun sambung rambat adalah mikanin 3-O-sulfat yang memiliki aktivitas antivirus dan nepetin sebagai antioksidan (Nixon, 1995; Rufatto, dkk., 2012; Aguinaldo, dkk., 2003).

2.7.2Tanin

Tanin merupakan komponen yang banyak terdapat dalam ekstrak tanaman, bersifat antioksidan. Antioksidan berperan dalam perbaikan jaringan karena mencegah kerusakan jaringan yang merangsang proses penyembuhan luka (Barku, dkk., 2013). Tanin juga berkhasiat sebagai astringen yang mampu menciutkan luka, menghentikan pendarahan dan mengurangi peradangan (Wijaya, dkk., 2014). Selain itu juga dapat meningkatkan pembentukan fibroblas dan pembuluh darah baru yang berfungsi sebagai transportasi untuk pasokan makanan dan oksigen yang dibutuhkan oleh sel-sel yang sedang dalam perbaikan sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka (Choudhary, 2011).

2.7.3 Saponin

Saponin yang terdapat dalam tumbuhan dapat memacu pembentukan kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Mappa, dkk., 2013)


(17)

sedangkan menurut Yenti, dkk., (2011), saponin juga memiliki kemampuan sebagai antimikroba yang berfungsi membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi yang berat. Saponin juga dapat meningkatkan laju epitelisasi sehingga dapat mempercepat penutupan luka (Arun, dkk., 2013).

2.7.4Terpenoid/steroid

Terpenoid/steroid dikenal untuk mempercepat proses penyembuhan luka terutama karena memiliki aktivitas antimikroba dan astringen, yang memiliki peran dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi (Barku, dkk., 2013). Terpenoid yang terdapat pada daun sambung rambat adalah sesquiterpen lakton seperti mikanolide, dihydromikanolide, deoxymikanolide dan scandenolide (Aguinaldo, dkk., 1995).

Mikanolide, dihydromikanolide dan deoxymikanolide memiliki aktivitas antibakteri (Bakir, dkk., 2004; Facey, dkk., 2010). Menurut Ahmed, dkk. (2001) bahwa deoxymikanolide memiliki aktivitas analgetik terhadap mencit yang diinduksi oleh asam asetat sedangkan scandenolide memiliki aktivitas antiinflamasi.


(1)

jaringan yang hilang dan memerlukan penyembuhan luka secara sekunder (Arisanty, 2013; Baxter, 2013).

Keterangan:

Gambar A: tepi luka ditahan oleh gumpalan darah dan juga bisa dengan jahitan

Gambar B: pada stadium ini berlangsung regenerasi epidermis

Gambar C: regenerasi epidermis sempurna dan jaringan parut yang padat (Robbins dan kumar, 1992) Penyembuhan luka secara primer yaitu penyembuhan dengan menyatukan kedua tepi luka berdekatan dan saling berhadapan serta akan menghasilkan jaringan granulasi yang sangat sedikit. Proses yang berlangsung adalah epitelisasi dan deposisi jaringan ikat yang terjadi selama 10-14 hari. Pada hari pertama setelah luka, garis insisi segera terisi bekuan darah dan terjadi reaksi radang. Pada hari kedua, terjadi reepitelisasi permukaan dan pembentukan jembatan yang terdiri dari jaringan fibrosa yang menghubungkan kedua tepi celah subepitel. Selanjutnya terjadi sintesis kolagen yang dirangsang oleh makrofag.


(2)

Kolagen yang terbentuk akan merapatkan kedua tepi luka (Robbins dan kumar, 1992; Morison, 2003; Arisanty, 2013).

Penyembuhan luka secara sekunder adalah penyembuhan yang memerluka proses terbentuknya jaringan granulasi yang banyak dimana jaringan grnulasi tumbuh di bawah keropeng dan terjadi regenerasi epitel di bawah keropeng kemudian keropeng akan lepas setelah terjadi epitelisasi sempurna. Proses yang berlangsung dalam penyembuhan ini adalah proses granulasi (pertumbuhan sel), kontraksi (proses dimana daerah permukaan luka mengecil), epitelisasi (penutupan epidermis) (Morison, 2003; Arisanty, 2013).

Keterangan:

Gambar A: menunjukkan keadaan segera setelah terjadi luka Gambar B: penyembuhan di bawah keropeng

Gambar C: luka terbuka dengan jaringan granulasi

Gambar D: sebuah jaringan parut yang besar atau daerah epidermis baru yang tipis

(Robbins dan kumar, 1992)


(3)

2.6 Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2009). Proses penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling (Arisanty, 2013).

Pada fase inflamasi terjadi pada awal kejadian atau saat luka terjadi hingga hari ke-3 atau ke-5. Pada fase ini terjadi dua respons yaitu respons vaskular dan respons inflamasi. Respons vaskular diawali dengan respons hemostatik tubuh selama 5 detik pasca luka yaitu pembuluh darah akan berkonstriksi di sekitar luka sehingga vasokonstriksi akan mengurangi pendarahan, kemudian pengaktifan trombosit dan pembentukan lapisan fibrin. Lapisan fibrin ini membentuk scab (keropeng) di atas permukaan luka. Respon inflamasi ditandai dengan pelepasan substansi vasoaktif seperti prostaglandin dan histamin yang mengakibatkan peningkatan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Vasodilatasi menyebabkan semakin banyaknya aliran darah ke sekitar luka yang menyebabkan bengkak, kemerahan, hangat/demam, ketidaknyamanan/nyeri. Kemudian sel darah putih yaitu neutrofil sebagai pertahanan seluler pertama akan memfagositosis jaringan yang mati, benda-benda asing dan bakteri, yang tidak dapat terfagositosis neutrofil akan diteruskan oleh makrofag sebagai sel pertahanan seluler kedua. Selanjutnya makrofag akan memfagositosis neutrofil. Proses ini disebut dengan proses debris (pembersihan) (Boyle, 2009; Febram, dkk., 2010; Arisanty, 2013).

Fase berikutnya adalah fase proliferasi atau granulasi (pelepasan sel-sel baru). Fase ini umumnya berlangsung pada hari ke-2 sampai ke-24. Pada fase ini


(4)

makrofag akan mengeluarkan fibroblast growth factor (FGF) dan faktor angiogenesis (AGF). FGF akan menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagen dan elastin. AGF akan merangsang pembentukan pembuluh darah yang baru. Kolagen dan elastin yang dihasilkan menutupi luka dengan membentuk matriks/ikatan jaringan baru yang dikenal dengan proses granulasi yang menghasilkan jaringan granulasi. Jaringan granulasi berproliferasi sehingga luka yang tadinya memiliki kedalaman, permukaannya menjadi rata dengan tepi luka. Kemudian terjadi proses epitelisasi yang dimulai dari tepi luka yang mengalami proses migrasi membentuk lapisan tipis (warna merah muda) menutupi luka. Sel pada lapisan ini sangat rentan dan mudah rusak. Sel mengalami kontraksi (pergeseran), tepi luka menyatu hingga ukuran luka mengecil (Febram, dkk., 2010; Arisanty, 2013).

Fase remodeling atau maturasi terjadi mulai hari ke-21 sampai lebih dari 2 bulan bahkan beberapa tahun setelah luka. Aktivitas utama yang terjadi adalah penguatan jaringan bekas luka dengan aktivitas remodeling kolagen dan elastin pada kulit. Kontraksi sel kolagen dan elastin terjadi sehingga menyebabkan penekanan ke atas permukaan kulit. Kolagen akan menguatkan ikatan sel kulit baru karena kulit masih rentan terhadap gesekan dan tekanan. Serabut-serabut kolagen akan menyebar dengan saling terikat dan menyatu sehingga berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan (Arisanty, 2013).

Kondisi lembab akan menyebabkan luka lebih cepat sembuh karena meningkatkan produksi faktor pertumbuhan seperti Fibroblas Growth Factor yang akan merangsang pembentukan fibroblas. Selain itu proses angiogenesis juga lebih terangsang pada kondisi lembab (Arisanty, 2013).


(5)

2.7 Pengaruh Senyawa Kimia Tumbuhan Terhadap Penyembuhan Luka

2.7.1 Flavonoid

Flavonoid bertindak sebagai penampung radikal hidroksi dan superhidroksi atau memperlambat timbulnya sel nekrosis sehingga melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak (Robinson, 1995). Flavonoid dapat juga untuk mempercepat proses penyembuhan luka karena memiliki aktivitas antimikroba dan astringen, yang memiliki peran dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi (Barku, dkk., 2013). Flavonoid yang terdapat dalam daun sambung rambat adalah mikanin 3-O-sulfat yang memiliki aktivitas antivirus dan nepetin sebagai antioksidan (Nixon, 1995; Rufatto, dkk., 2012; Aguinaldo, dkk., 2003).

2.7.2Tanin

Tanin merupakan komponen yang banyak terdapat dalam ekstrak tanaman, bersifat antioksidan. Antioksidan berperan dalam perbaikan jaringan karena mencegah kerusakan jaringan yang merangsang proses penyembuhan luka (Barku, dkk., 2013). Tanin juga berkhasiat sebagai astringen yang mampu menciutkan luka, menghentikan pendarahan dan mengurangi peradangan (Wijaya, dkk., 2014). Selain itu juga dapat meningkatkan pembentukan fibroblas dan pembuluh darah baru yang berfungsi sebagai transportasi untuk pasokan makanan dan oksigen yang dibutuhkan oleh sel-sel yang sedang dalam perbaikan sehingga dapat mempercepat penyembuhan luka (Choudhary, 2011).

2.7.3 Saponin

Saponin yang terdapat dalam tumbuhan dapat memacu pembentukan kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Mappa, dkk., 2013)


(6)

sedangkan menurut Yenti, dkk., (2011), saponin juga memiliki kemampuan sebagai antimikroba yang berfungsi membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi yang berat. Saponin juga dapat meningkatkan laju epitelisasi sehingga dapat mempercepat penutupan luka (Arun, dkk., 2013).

2.7.4Terpenoid/steroid

Terpenoid/steroid dikenal untuk mempercepat proses penyembuhan luka terutama karena memiliki aktivitas antimikroba dan astringen, yang memiliki peran dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi (Barku, dkk., 2013). Terpenoid yang terdapat pada daun sambung rambat adalah sesquiterpen lakton seperti mikanolide, dihydromikanolide, deoxymikanolide dan scandenolide (Aguinaldo, dkk., 1995).

Mikanolide, dihydromikanolide dan deoxymikanolide memiliki aktivitas antibakteri (Bakir, dkk., 2004; Facey, dkk., 2010). Menurut Ahmed, dkk. (2001) bahwa deoxymikanolide memiliki aktivitas analgetik terhadap mencit yang diinduksi oleh asam asetat sedangkan scandenolide memiliki aktivitas antiinflamasi.