RANCANG BANGUN pH METER DENGAN SENSOR E-201C BERBASIS MIKROKONTROLER ARDUINO UNO UNTUK DITERAPKAN PADA MESIN PENCUCI FILM RADIOGRAFI SINAR-X -

RANCANG BANGUN pH METER DENGAN SENSOR E-201C BERBASIS
MIKROKONTROLER ARDUINO UNO UNTUK DITERAPKAN PADA
MESIN PENCUCI FILM RADIOGRAFI SINAR-X HA

LAMAN JUDUL
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Program Studi Fisika

oleh
MUCHAMAD NGAFIFUDDIN
4211412034

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

ii


iii

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:
Barang siapa menginginkan kebahagiaan didunia maka haruslah dengan ilmu,
barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di akhirat haruslah dengan ilmu,
dan barang siapa yang menginginkan kebahagiaan pada keduanya maka haruslah
dengan ilmu (HR. ibn Asakir).

Tiada kata seindah doa.

Learn from yesterday, Live for today, And hope for tomorrow (Albert Einstein).

Persembahan:
Untuk Ayah, Ibu dan adik
Untuk Guruku

Untuk Teman-temanku

v

PRAKATA

Bismillahirrohmanirrohim,
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Rancang
Bangun pH Meter dengan Sensor E-201C Berbasis Mikrokontroler Arduino
Uno untuk Diterapkan pada Mesin Pencuci Film Radiografi Sinar-X” dapat
diselesaikan dengan baik.
Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang.

2.


Prof. Dr. Zaenuri, S.E., M.Si., Akt., selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

3.

Dr. Suharto Linuwih, M.Si., selaku Ketua Jurusan Fisika Universitas Negeri
Semarang.

4.

Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si., selaku Kepala Program Studi Fisika
Universitas Negeri Semarang.

5.

Prof. Dr. Susilo M.S., dosen pembimbing I yang telah membimbing dengan
penuh kesabaran dan selalu memberikan arahan, saran, dan motivasi.

6.


Sunarno, S.Si., M.Si., dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan
dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.

7.

Dr. Agus Yulianto, M.Si., dosen penguji yang telah banyak memberikan
pengetahuan dan saran – saran yang membangun.

vi

8.

Dr. Agus Yulianto, M.Si., selaku dosen wali atas bimbingan, motivasi,
semangat dan arahan selama menempuh kuliah di tingkat sarjana.

9.

Rodhotul Muttaqin, S.Si yang telah memberikan saran dan masukan selama
penyusunan skripsi.


10. Bapak dan Ibu yang senantiasa mendoakan serta memberikan dukungan baik
secara moral maupun materiil yang tak henti-hentinya diberikan.
11. Moh Shofi Nur Utami dan Esti Melintang yang telah banyak membantu
dalam penyusunan skripsi mulai dari awal sampai akhir.
12. Sahabat Fisika 2012 yang selalu menyemangati dan memberikan doa kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
13. Sahabat Fisika Elins yang selalu menyemangati, mendukung, dan menjadi
teman sharing selama kuliah dan penelitian.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan karena keterbatasan yang dimiliki penulis. Akhir kata, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca
sekalian. Penulis juga mengharapkan saran dan kritik demi menyempurnakan
penelitian ini. Semoga penelitian yang telah dilakukan dapat menjadikan
sumbangsih bagi kemajuan dunia riset indonesia.
Semarang,14 Desember 2016

Penulis


vii

ABSTRAK
Ngafifuddin, M. 2016. Rancang Bangun pH Meter dengan Sensor E-201C
Berbasis Mikrokontroler Arduino Uno untuk Diterapkan pada Mesin Pencuci
Film Radiografi Sinar-X. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Pertama Prof. Dr.
Susilo M.S. dan Pembimbing Kedua Sunarno, S.Si., M.Si.

Kata kunci: Larutan fixer, sensor E-201C, arduino uno, pH meter digital
Proses pencucian film merupakan langkah untuk menghasilkan gambar tampak
yang berasal dari gambar laten hasil foto sinar-X. Salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil gambar adalah konsentrasi (pH) larutan fixer mesin pencuci
film. pH larutan dapat diukur dengan menggunakan pH meter, namun di
laboratorium fisika medik UNNES masih dengan cara manual. Pengukuran secara
manual ini tidak kompatibel dengan mesin pencuci film radiografi otomatis,
sehingga perlu dibuat alat pengukuran pH yang kompatibel dengan mesin pencuci
film radiografi otomatis. Pada penelitian ini telah dilakukan rancang bangun pH
meter digital berbasis mikrokontroler arduino uno dengan interfacing Personal

Computer (PC). Rancang bangun alat ini menggunakan sensor pH E-201C,
mikrokontroler arduino uno, dan menggunakan PC sebagai tampilannya.
Pengambilan data dilakukan menggunakan variasi larutan buffer. Hasil dari
karakterisasi sensor menunjukkan bahwa sensor memiliki nilai sensitivitas
46,2mV/pH pada suhu 28oC. Pengukuran pada larutan asam (pH < 7)
menghasilkan tegangan keluaran sensor yang bernilai positif, pada pengukuran
larutan netral (pH = 7) menghasilkan tegangan keluaran mendekati nol, dan pada
pengukuran larutan basa (pH > 7) menghasilkan tegangan yang bernilai
negatif.pH meter yang dibuat mampu mengukur pH pada rentang nilai pH 1,6
sampai dengan 11 dengan ketelitian 99%. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa alat yang telah dibuat layak digunakan sebagai alat ukur pH
pada mesin pencuci film radiografi.

viii

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii
PERNYATAAN .................................................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v
PRAKATA ............................................................................................................ vi
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB
1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3 Batasan Masalah ........................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.5 Manfaat Masalah .......................................................................................... 4
1.6 Sistematika Penulisan ................................................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6
2.1 Proses Pencucian Film Radiografi ............................................................... 6
2.1.1 Pengolahan Film Radiografi Secara manual .......................................7
2.1.1.1 Wetting ....................................................................................7

2.1.1.2 Developing ..............................................................................7
2.1.1.3 Rinsing ....................................................................................9
2.1.1.4 Fixing ......................................................................................9
2.1.1.5 Washing .................................................................................10
2.1.1.6 Drying ...................................................................................10

ix

2.1.2 Pengolahan Film Radiografi Secara Otomatis ..................................11
2.2 Larutan Fixer .............................................................................................. 13
2.3 Sensor pH ................................................................................................... 15
2.4 Mikrokontroler ........................................................................................... 18
2.5 Arduino ....................................................................................................... 18
2.5.1 Kelebihan Arduino ............................................................................19
2.5.2 Sistem Minimum ArduinoUno R3 ....................................................20
2.6 Penguat Sinyal ............................................................................................ 21
2.7 Interfacing dengan PC Berbasis USB ........................................................ 24
2.7.1 Interfacing .........................................................................................24
2.7.2 Komputer ..........................................................................................25
2.7.3 Delphi................................................................................................26

2.7.4 Universal Seri Bus (USB) .................................................................26
3. METODE PENELITIAN ............................................................................... 27
3.1 Tempat Penelitian ...................................................................................... 27
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 27
3.2.1 Alat ................................................................................................... 27
3.2.2 Bahan ................................................................................................ 28
3.3 Desain Penelitian ........................................................................................ 28
3.3.1 Perancangan Perangkat Keras pH Meter ..........................................28
3.3.2 Perancangan Perangkat Lunak pH Meter .........................................31
3.4 Pengujian Rangkaian .................................................................................. 32
3.5 Metode Pengambilan Data ......................................................................... 33
3.6 Alur Penelitian .............................................................................................34
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 35
4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................... 35
4.1.1 Hasil Karakterisasi Sensor ……………..………………………….37
4.1.1.1 Hasil Pengujian Sensor ........................................................37
4.1.1.2 Hasil Pengujian Rangkaian Pengkondisian Sinyal ..............38
4.1.1 Hasil Kalibrasi Alat ...........................................................................39

x


4.2 Pembahasan ............................................................................................... 39
4.2.1 KarakterisasiSensor ..........................................................................40
4.2.2 Kalibrasi Alat ....................................................................................46
5. PENUTUP ........................................................................................................ 49
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 49
5.2 Saran ........................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 50
LAMPIRAN ......................................................................................................... 54

xi

DAFTAR TABEL
Tabel

Halaman

2.1 Tahap Pembuatan Radiografi Manual (Meredith & Massey, 1977) ............... 11
2.2 Urutan Pengolahan Radiografi .........................................................................13
2.3 Komponen Penyusun Fixer dan Fungsinya (Bushong, 2013 : 230) ................14
3.1 Bahan Penelitian...............................................................................................28
4.1 Hasil Pengujian Sensor ....................................................................................38
4.2 Hasil Pengujian Rangkaian Pengkondisian Sinyal ..........................................38
4.3 Hasil Kalibrasi Alat ..........................................................................................39

xii

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

2.1 Gambaran Skematis Proses Pencucian Film Otomatis
(Fosbinder & Orth, 2012 : 114) .......................................................................12
2.2 (a) Elektroda sensor pH, (b) Grafik hubungan pH dengan Tegangan
(Kurzweil, 2009) .............................................................................................17
2.3 (a) Sensor pH E-201C, (b) Rangkaian Sensor E-201C (Robot Wiki, 2014)....17
2.4 Sistem Minimum Arduino Uno (Rudiawan, 2014) ..........................................21
2.5 (a) Rangkaian Penguat Inverting, (b) Rangkaian Penguat Noninverting
(Perrin, 1998) ..................................................................................................22
2.6 Rangkaian Dasar Penapis Aktif Lolos Rendah Orde Pertama
(Lamba et al, 2014) .........................................................................................24
3.1 Skema Rancang Bangun pH Meter ..................................................................29
3.2 Skema Rangkaian Pengkondisian Sinyal .........................................................30
3.3 Rangkaian Power Supply 12 Volt ....................................................................30
3.4 Diagram Alir Program ....................................................................................32
3.5 Diagram Alir Penelitian ...................................................................................34
4.1 Alat Ukur pH Meter .........................................................................................35
4.2 Desain Tampilan pada PC ................................................................................36
4.3 Grafik Hubungan antara pH dan Tegangan Output Sensor .............................41
4.4 Elektroda pH (Emerson Process Management, 2010) .....................................41
4.5 Rangkaian Pengkondisian Sinyal .....................................................................44
4.6 Grafik Hubungan antara Tegangan Output Sensor dan Tegangan
Output Pengkondisian Sinyal ..........................................................................45
4.7 Grafik Perbandingan Hasil Pengukuran pH Digital 107 dan Alat
yang Dibuat .....................................................................................................47

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.
2.
3.
4.
5.

Halaman

Data Penelitian ..................................................................................................54
Perhitungan Rangkaian Pengkondisian Sinyal ..................................................55
Program .............................................................................................................57
Reaksi Larutan Buffer ........................................................................................62
Dokumentasi ......................................................................................................63

xiv

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem pengukuran
mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, khususnya untuk
mengetahui nilai dari suatu besaran fisis. Pengukuran menghasilkan karakteristik
sistem yang menunjukkan suatu kuantitas (Himbert, 2009). Hasil pengukuran
dapat dinyatakan dalam angka dan satuan, misalnya pengukuran pH, suhu,
intensitas cahaya dan lain-lain. Secara umum pengukuran besaran fisis masih
dilakukan secara manual, tetapi tidak sedikit juga yang sudah menggunakan
sistem otomatis. Kebutuhan akan otomatisasi dan informasi yang lebih cepat,
mendorong manusia untuk mengembangkan atau menemukan alat supaya lebih
efisien dalam penggunaannya. Dengan memanfaatkan mikrokontroler sebagai
sistem kontrol sangat membantu proses pekerjaan menjadi lebih efisien
dibanding dikerjakan secara manual oleh manusia sehingga dapat meminimalkan
kesalahan yang terjadi. Perangkat yang memanfaatkan mikrokontroler sebagai
komponen utama dalam sistem kendali, salah satunya adalah pH meter.
pH merupakan besaran fisis dan diukur pada skala 0 sampai 14. Pengukuran
pH biasanya dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran pH banyak
sekali dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, misal pengukuran pH air pada
kolam ikan, pengendalian kadar keasaman pada sistem hidroponik, pengukuran
pH pada cairan mesin pencuci film radiografi dan lain-lain.

1

2

pH cairan dalam mesin pencuci film radiografi berpengaruh terhadap hasil
citra yang dihasilkan. Citra dari hasil radiografi biasanya diproses melalui mesin
pencuci film otomatis, dimana mesin pencuci film otomatis terdiri dari cairan
yang digunakan untuk memproses film radiografi. Cairan yang digunakan untuk
memproses film radiografi adalah cairan developer, cairan fixer dan washing.
Cairan ini mempunyai batas ambang pH agar bekerja secara optimal. Menurut
Orubite & Jack (2012), konsentrasi cairan fixer rendah dapat digunakan untuk
pencucian perak pada fotografi. Berdasarkan hasil penelitian Zusagka et.al
(2014), nilai pH berpengaruh terhadap densitas dari hasil citra radiografi. Jika
ambang batas pH ini kurang atau lebih dari batas ambang optimalnya, hasil
pencitraan dari film radiografi tidak akan jelas atau bahkan tidak kelihatan sama
sekali. Konsentrasi optimum cairan fixer untuk bekerja pada pH 4,0 - 5,0 (Kajul,
2014). Berubahnya nilai pH pada cairan yang digunakan untuk memproses film
radiografi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya waktu pemakaian.
Pemakaian cairan fixer yang berulang-ulang menyebabkan kemampuan untuk
menetapkan citra semakin berkurang. Menurut Kajul (2014), penggunaan cairan
fixer yang lemah akan menimbulkan efek-efek pada pemrosesan film radiografi,
seperti waktu pembeningan menjadi panjang dan proses penetapan tidak cukup,
film tidak cukup mengalami pengerasan, film mungkin mengandung noda-noda
pembangkit, dan film mengandung sisa-sisa larutan lain yang tidak dapat lepas
dari permukaan film.
Selama ini pengukuran pH pada proses pencucian film radiografi di
laboratorium Fisika Medik UNNES masih dengan cara manual, belum
menggunakan sistem otomatis. Pengukuran secara manual ini tidak kompatibel

3

dengan mesin pencuci film radiografi otomatis, sehingga perlu dibuat alat
pengukuran pH yang kompatibel dengan mesin pencuci film radiografi otomatis.
Mengingat pentingnya pengukuran pH tersebut guna mendapat hasil citra
radiografi yang baik,

maka penulis melakukan penelitian berkaitan dengan

pengembangan mesin pencuci film radiografi dengan sensor pH (E-201C).

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dapat diambil
dalam penelitian ini adalah :
1.

Bagaimana

menerapkan

sensor

E-201C

sebagai

sensor

pH

dan

mengkarakterisasi sensor pH (E-201C).
2.

Bagaimana merancang alat untuk mengukur pH pada mesin pencuci film
radiografi dengan sensor pH (E-201C) menggunakan mikrokontroler.

1.3 Batasan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan menghasilkan permasalahan yang
begitu luas, sehingga perlu adanya pembatasan masalah. Pembatasan masalah
pada penelitian ini antara lain :
1.

Pembuatan alat ukur pH dibatasi pada alat ukur digital yang berbasis
mikrokontroler arduino uno dengan tampilan personal Computer (PC).

2.

Alat ukur pH diterapkan pada cairan fixer.

3.

Pengujian yang dilakukan terhadap alat ukur adalah menyangkut 2 karakter
alat, yaitu:
a. Linieritas alat terhadap perubahan pH yang diukur.
b. Kalibrasi alat dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran alat
yang dibuat dengan hasil pengukuran pH meter buatan pabrik.

4

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1.

Mengkarakterisasi sensor E-201C sebagai sensor pH.

2.

Merancang alat untuk mengukur pH pada mesin pencuci film radiografi
dengan sensor pH (E-201C) menggunakan mikrokontroler arduino uno.

1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.

Pengukuran pH berbasis PC dapat dijadikan monitoring pH cairan pada
mesin pencuci film radiografi.

2.

Pengembangan mesin pencuci film radiografi dengan sensor pH (E-201C)
dapat dijadikan sarana untuk mengembangkan Laboratorium Fisika Medik
Universitas Negeri Semarang.

1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu
bagian awal skripsi, bagian isi skripsi dan bagian akhir skripsi. Bagian awal
skripsi terdiri dari halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan
pembimbing, pernyataan, halaman pengesahan,

motto dan persembahan,

prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.
Bagian isi skripsi terdiri dari 5 bab yaitu Bab 1 Pendahuluan, Bab 2
Landasan Teori, Bab 3 Metode Penelitian, Bab 4 Hasil dan Pembahasan serta
Bab 5 Kesimpulan dan Saran.
Bab 1. Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.

5

Bab 2. Landasan Teori, berisi teori-teori yang mendukung penelitian.
Bab 3. Metode Penelitian, berisi tempat pelaksanaan penelitian, alat dan
bahan yang digunakan, dan langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian.
Bab 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini berisi pembahasan
tentang hasil penelitian yang telah dilakukan.
Bab 5. Simpulan dan Saran, berisi simpulan dan saran berdasarkan hasil
penelitian.
Pada bagian akhir skripsi terdapat daftar pustaka dan lampiran.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proses Pencucian Film Radiografi
Pemanfaaatan sinar-X dengan energi rendah di bidang kedokteran sering
dimanfaatkan untuk radio diagnostik, seperti pembuatan citra radiografi
konvensional, misalnya pembuatan citra radiografi kepala, torak, abdomen, dan
lainnya (Susilo et al., 2011). Pencitraan berbasis film terdiri dari interaksi sinar-X
dengan elektron dalam film emulsi, produksi dari citra laten, dan pengolahan
cairan kimia yang mengubah bayangan laten menjadi terlihat. Dengan demikian,
film radiografi menyediakan media untuk merekam, menampilkan, dan
menyimpan informasi diagnostik. Citra berbasis film dikenal sebagai citra analog.
Citra Analog dicirikan dengan warna keabu-abuan pada film radiograf antara
warna hitam dan putih. Setiap warna abu-abu memiliki kerapatan (densitas) optik
yang terkait dengan jumlah cahaya yang dapat melewati citra melalui intensifying
screen. Film analog menampilkan resolusi yang lebih tinggi dibandingkan pada
film digital. Namun film analog relatif tidak efisien terhadap detektor radiasi dan
dengan demikian membutuhkan paparan radiasi tinggi. Penggunaan faktor dengan
kecepatan tinggi pada film merupakan metode untuk dapat mengurangi paparan
radiasi. Bahan kimia yang digunakan juga berpengaruh terhadap proses
pembentukan citra pada film yang telah dipapar oleh sinar-X. Hasil akhirnya
berupa citra yang sulit untuk diubah-ubah setelah menangkap paparan sinar-X
(Parks & Williamson, 2002).

6

7

Prosesing film merupakan suatu langkah yang melengkapi prosedur untuk
mendapatkan hasil radiografi. Prosesing menghasilkan gambar tampak yang
berasal dari gambar laten hasil foto sinar-X. Ketika sinar-X mengenai perak
halida (AgBr) pada emulsi film, maka terbentuk gambar laten. Gambar laten
akan menjadi tampak setelah film direndam dalam larutan kimia yang mengubah
perak halida menjadi partikel perak metalik (Langland & Langlais, 2002).
Proses pencucian film radiografi dilakukan didalam kamar gelap agar hasil
film radiografi tidak terjadi cacat. Proses pencucian film radiografi sendiri
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengolahan film radiografi secara
manual dan pengolahan film radiografi secara otomatis.
2.1.1. Pengolahan Film Radiografi Secara Manual
Menurut Bushong (2013 : 226-227), proses pencucian film radiografi terdiri
dari pembasahan (wetting), pembangkitan (developing), pembilasan (rinsing),
penetapan (fixing), pencucian (washing), dan pengeringan (drying).
2.1.1.1. Wetting
Wetting merupakan tahap pertama dalam proses pencucian film radiografi.
Proses wetting dilakukan dengan menggunakan air yang berguna untuk
memperbesar emulsi pada film radiografi. Dalam pemrosesan otomatis, proses
wetting terdapat pada proses developing (Bushong, 2013 : 228).
2.1.1.2. Developing
Proses developing yang dimaksud yaitu perubahan butir-butir perak halida
didalam emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi perak metalik atau
perubahan dari bayangan laten menjadi bayangan tampak. Butiran perak halida
yang tidak mendapat penyinaran tidak terjadi perubahan apapun. Perubahan

8

butiran perak halida akan membentuk bayangan laten pada film (Jauhari, 2010).
Tindakan utama developing adalah untuk mengubah ion perak dari kristal yang
terkena paparan sinar-X menjadi perak (Bushong, 2013 : 228).
Emulsi film radiografi terdiri dari ion perak positif dan ion bromide negatif
(AgBr) yang tersusun bersama didalam kisi kristal (cristal lattice). Ketika film
mendapatkan eksposi sinar-X maka cahaya akan berinteraksi dengan ion halida
yang menyebabkan terlepasnya ikatan elektron. Elektron bergerak dengan cepat
dan tersimpan didalam bintik kepekaan (sensitivity speck), sehingga bermuatan
negatif. Bintik kepekaan menarik ion perak positif yang bergerak bebas dan
menetralkannya menjadi perak berwarna hitam atau perak metalik. Hal ini akan
menyebabkan terbentuknya bayangan laten yang bersifat tidak tampak (Meredith
& Massey, 1977). Menurut Jauhari (2010), reaksi kimia yang terjadi dari proses
tebentuknya bayangan laten ditunjukkan pada persamaan (2.1).

(2.1)
Reaksi kimia yang terjadi antara bahan pembangkit (developing agent)
dengan film ditunjukkan pada persamaan (2.2).
(2.2)
dengan X adalah oksidasi developing agent.
Proses pembangkitan ini menggunakan larutan developer. Larutan developer
ini terdiri dari beberapa bahan yaitu bahan pelarut (solvent), bahan pembangkit

9

(developing agent), bahan pemercepat (accelerator), bahan penahan (restrainer),
bahan penangkal (preservative) dan bahan-bahan tambahan.
Proses developing mengandung senyawa alkali, seperti natrium karbonat
dan natrium hidroksida. Larutan penyangga (buffer) akan meningkatkan kerja
larutan developer dengan mengontrol konsentrasi larutan atau pH (Bushong,
2013 : 229).
2.1.1.3. Rinsing
Rinsing merupakan proses yang dilakukan setelah proses developing.
Rinsing dilakukan dengan menggunakan air mengalir yang bertujuan untuk
menghilangkan sisa-sisa larutan developer agar tidak terbawa ke proses
selanjutnya. Larutan developer yang terbawa dapat menyebabkan kabut dikroik
(dichroic fog) apabila sisa larutan developer pada film masuk ke proses fixing.
Proses yang terjadi pada cairan rinsing yaitu memperlambat proses
developing dengan membuang cairan developer dari permukaan film dengan
cara merendamnya kedalam air. Proses rinsing harus dilakukan dengan air yang
mengalir selama 5 detik (Jauhari, 2010).
2.1.1.4. Fixing
Perak halida dihilingkan dengan mengubahnya menjadi perak komplek.
Senyawa tersebut bersifat larut dalam air, selanjutnya akan dihilangkan pada
tahap pencucian. Tujuan dari proses fixing ini adalah untuk menghentikan aksi
lanjutan yang dilakukan oleh cairan developer yang terserap oleh emulsi film.
Pada proses ini diperlukan adanya pengerasan untuk memberikan perlindungan
terhadap kerusakan dan untuk mengendalikan akibat penyerapan uap air
(Meredith & Massey, 1977).

10

Bahan-bahan yang dipakai pada proses fixing ini adalah bahan penetap
(fixing agent), bahan pemercepat, bahan penangkal, bahan pengeras (hardener),
bahan penyangga (buffer), dan bahan pelarut (Jauhari, 2010).
2.1.1.5. Washing
Proses washing film radiografi dilakukan dengan menggunakan air mengalir
sampai bau asam dari larutan fixer menghilang. Proses washing film ini
bertujuan untuk menghilangkan bahan-bahan perak komplek dan garam yang
terbentuk dari proses fixing.
2.1.1.6. Drying
Proses terakhir dalam pencucian film adalah proses drying. Proses drying
dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan air dalam emulsi dan
agar mudah untuk disimpan. Proses drying akan membuat emulsi lebih kuat dan
mudah untuk dipegang serta menjaga visualisasi image dengan cara membatasi
efek radiasi dan refleksi yang disebabkan adanya air dipermukaan emulsi.
Cara yang paling umum digunakan untuk melakukan proses drying adalah
dengan bantuan udara, dan ada 3 faktor yang mempengaruhi, yaitu suhu udara,
kelembaban udara, dan aliran udara yang melewati emulsi. Hasil akhir dari
proses pengolahan film adalah emulsi tidak rusak, bebas dari partikel debu,
endapan kristal, noda, dan artefak (struktur yang tidak biasanya hadir pada
radiografi) (Jauhari, 2010).
Menurut Meredith & Massey (1977: 174), secara singkat proses pengolahan
film radiografi manual dari awal sampai akhir ditunjukkan dalam Tabel 2.1.

11

Tabel 2.1 Tahap Pembuatan Radiografi Manual (Meredith & Massey, 1977)
Perkiraan
No Proses
Proses yang terjadi
Waktu
1
Pembuatan
Ukuran kristal AgBr yang sesuai,
dan memiliki sensitifitas bintik
yang dibuat dan dicampur dalam
gelatin.
2
Eksposi
0.01-10 detik
Pembuatan citra laten.
3
Pembasahan
10 detik
Pembasahan film, agar proses
pembangkitan sama.
4
Pembangkitan
3-10 menit
Pengubahan citra laten menjadi
perak.
5
Pembilasan(asam) 1 menit
Menghentikan pembangkitan dan
menghilangkan
kelebihan
pembangkit.
6
Penetapan dan
10-30 menit
Melarutkan sisa AgBr dan
pengerasan
pengerasan gelatin.
7
Pencucian
30 menit
Menghilangkan hasil pembangkit
dan penetapan.
8
Pengeringan
30 menit
Menghilangkan air.
2.1.2. Pengolahan Film Radiografi Secara Otomatis
Pemrosesan film secara otomatis hampir sama dengan proses film secara
manual. Dalam proses film otomatis langkah-langkah yang dilakukan meliputi
developing, fixing, washing, dan drying. Semua proses pencucian film otomatis
dilakukan pada kamar gelap dengan menggunakan unit mesin. Perbedaan utama
dengan proses pencucian film secara manual terletak pada konsentrasi yang
digunakan cenderung lebih besar, dimana suhu untuk reaksi kimia berlangsung
lebih tinggi dibanding proses manual.

12

Komponen utama dari proses otomatis adalah sistem transportasi, sistem
kontrol suhu, sistem sirkulasi, sistem pengisian, dan sistem pengering (Bushong,
2013 : 231).
Sistem transport mengambil film dari baki melalui suatu rangkaian
penggulung kedalam tangki developer, tangki fixer, tangki washer, dan akhirnya
kamar dryer. Dalam pemrosesan otomatis, suhu air cuci harus dipertahankan
sekitar 3oC (5oF) dibawah suhu pembangkit (Bushong, 2013 :231). Kecepatan
putaran roller pada mesin pencuci film otomatis biasanya ditetapkan untuk
pemprosesan film selama 90 detik (Fosbinder & Orth, 2012 : 114).

Gambar 2.1 Gambaran Skematis Proses Pencucian Film Otomatis
(Fosbinder & Orth, 2012 : 114)
Secara singkat proses pencucian film menurut Bushong (2013 : 227) dapat
ditunjukkan dalam Tabel 2.2.

13

No
1

2
3
4

5
6

Tabel 2.2 Urutan Pengolahan Radiografi (Bushong, 2013 : 227)
Perkiraan waktu
Proses
Tujuan
Manual
Otomatis
Pembasahan
Memperbesar emulsi untuk
15 detik memungkinkan penembusan
bahan kimia selanjutnya.
Pembangkitan Menghasilkan citra yang lebih
5 menit
22 detik
terlihat dari citra laten.
Pembilasan
Menghilangkan kelebihan
30 detik bahan kimia dari emulsi.
Penetapan
Menghilangkan sisa AgBr dari 15 menit 22 detik
emulsi dan mengeraskan
gelatin.
Pencucian
Menghilangkan kelebihan
20 menit 20 detik
bahan kimia.
Pengeringan
Menghilangkan air dan
30 menit 26 detik
mempersiapkan radiografi
untuk dilihat.

2.2. Larutan Fixer
Fixer adalah larutan bersifat asam yang digunakan untuk menetapkan
bayangan yang dibangkitkan atau terbentuk setelah proses developing dengan
cara membuang kristal perak halida yang tidak terkena eksposi (Bushong, 2001).
Menurut Chesney, sebagaimana dikutip oleh Kesumayadi & Susanto
(2015), larutan fixer atau yang disebut dengan larutan penetapan ini berfungsi
untuk merubah bayangan nyata menjadi permanen, melarutkan butir-butir perak
halida yang tidak tereksposi dan menyamakan emulsi film yang mengalami
pembengkakan, sehingga dapat disimpan secara permanen. Kemampuan larutan
fixer untuk menetapkan gambar semakin lama akan semakin berkurang setelah
digunakan berulang-ulang untuk proses fiksasi gambar. Salah satu tujuan dari
proses fiksasi adalah melarutkan sisa garam perak yang tidak terkena sinar
photon. Larutan fixer yang mengandung komponen perak dalam bentuk garam

14

kompleks yang banyak akan menyebabkan keadaan jenuh dan akan
mengakibatkan daya fiksasi menurun sehingga lapisan emulsi film yang diolah
akan mudah rusak karena kurang penyamakan.
Larutan fixer terdiri dari beberapa bahan penyusun yang ditunjukkan dalam
Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komponen Penyusun Fixer dan Fungsinya (Bushong, 2013: 230)
No Komponen
Bahan kimia
Fungsi
1
Pengaktifan
Asam asetat
Menetralisir pengembang dan
memperhentikannya
2
Penetapan
Ammonium
Mengahpus perak halida dari emulsi
thiosulfate
3
Pengeras
Kalium tawas
Mengeraskan emulsi
4
Pengawet
Natrium sulfit
Mempertahankan keseimbangan
kimiawi
5
Penyangga
Asetat
Mempertahankan konsentrasi pH
6
Pemisahan
Asam borat dan
Menghilangkan ion alumunium
garam
7
Pelarut
Air
Melarutkan komponen lainnya
Menurut Kajul (2014), tujuan dari pemrosesan menggunakan larutan fixer
adalah :
1.

Menetapkan dan membuat gambar tampak menjadi permanen dengan
menghilangkan kandungan perak halida didalam emulsi film dengan
mengubahnya menjadi materi yang terhadap air (misalnya sodium sulfat
dari asam monoargento dithiosulfat Na3Ag(S2O3)2) dan amonium sulfat
dari asam monoargento dithiosulfat

((NH4)3Ag(S2O3)2).

2.

Menghentikan kerja dari larutan developer dalam proses developing.

3.

Mengeraskan emulsi film agar tidak mudah rusak dan mengendalikan
pembengkakan akibat penyerapan uap air.

15

Agar dapat bekerja untuk proses penyamakan film dan mencegah terjadinya
endapan lumpur yang akan mengganggu keaktifan dari larutan fixer diperlukan
kadar keasaman (pH) yang stabil dan berkisar antara 4,0 - 5,0. Asam asetat
(CH3COOH) dan natrium asetat (CH3COONa) yang berfungsi sebagai buffer
diperlukan untuk menjaga pH pada tingkat keasaman yang tetap.

2.3. Sensor pH
pH adalah kadar keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau tingkat kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Bila pH < 7
larutan bersifat asam, pH > 7 larutan bersifat basa. Dalam larutan netral pH = 7
(Ihsanto & Hidayat, 2014).
Unit pH diukur pada skala 0 sampai 14. Istilah pH berasal dari “p” lambang
matematika dari negatif logaritma, dan “H” lambang kimia untuk unsur
Hidrogen. Definisi pH adalah negatif logaritma dari aktivitas ion Hidrogen yang
terlarut dan dapat dinyatakan dengan persamaan (2.3) (Astria et al., 2014).
pH = - log [H+]

(2.3)

Sensor pH merupakan elektroda gelas yang terdiri dari gelas bulb yang
sensitif pH pada ujungnya, berisi larutan klorida yang diketahui pHnya dan
elektroda referensi (Emerson Process Management, 2010).
Sistem pengukuran dalam pH meter menggunakan sistem pengukuran
secara potensimetri. pH meter berisi elektroda kerja dan elektroda referensi.
Perbedaan potensial antara 2 elektroda tersebut sebagai fungsi dari pH dalam
larutan yang diukur (Rifky et al., 2014). pH meter terdiri dari elektroda kaca
khusus yang terhubung ke elektronik yang mengukur dan menampilkan
pembacaan pH. Tingkat pH dapat diukur dengan menggunakan elektroda kaca

16

khusus. Sinyal tegangan yang dihasilkan pada pengukuran dengan elektrode pH
berada pada kisaran mV, sehingga perlu diperkuat dengan penguat operasional
(Ramya & Palaniappan, 2012). Menurut Kakooei et al (2013), sensor pH dengan
elektroda

mampu

mengukur

perubahan

pH

secara

real-time

yang

memungkinkan peneliti untuk menggunakannya dalam berbagai bidang industri.
Menurut Purba (1995), pada prinsipnya pengukuran suatu pH didasarkan
pada potensial elektrokimia yang terjadi antara larutan didalam elektroda gelas
(membrane glass) yang telah diketahui tingkat pH-nya dengan larutan diluar
elektroda gelas yang belum diketahui tingkat pH-nya. Hal ini dikarenakan
interaksi antara lapisan tipis dari gelembung kaca dengan ion hidrogen yang
ukurannya relatif kecil dan aktif, elektroda gelas akan mengukur potensial
elektrokimia dari ion hidrogen atau diistilahkan dengan potential of hidrogen.
Dibutuhkan suatu elektroda pembanding untuk melengkapi sirkuit elektrik.
Sebagai catatan, alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur
tegangan.
Elektroda sensor pH ditunjukkan Gambar 2.2 (a). 1 = elektroda referensi ,
HCl, 2 = sambungan keramik, 3 = elektrolit dalam (HCl), 4 = membrane gelas,
5 = elektroda perak klorida.

17

1
5
2

4

3
(a)
(b)
Gambar 2.2 (a) Elektroda Sensor pH, (b) Grafik Hubungan pH dengan
Tegangan (Kurzweil, 2009)

Elektroda gelas terdiri dari tabung kaca kokoh yang tersambung dengan
gelembung kaca tipis dan didalamnya terdapat larutan HCl sebagai buffer pH 7.
Elektroda perak yang ujungnya merupakan perak kloride (AgCl2) dihubungkan
kedalam larutan tersebut. Alat tersebut dilindungi oleh suatu lapisan kertas
pelindung yang biasanya terdapat didalam elektroda gelas untuk meminimalisir
pengaruh elektrik yang tidak diinginkan (Purba, 1995).

(a)
(b)
Gambar 2.3 (a) Sensor pH E-201C, (b) Rangkaian Sensor E-201C (Robot
Wiki, 2014)

18

2.4. Mikrokontroler
Menurut Bejo (2008), mikrokontroler dapat dianalogikan dengan sebuah
sistem komputer yang dibentuk dalam sebuah chip. Artinya bahwa didalam IC
mikrokontroler

terdapat

kebutuhan

minimal

dari

mikroprosesor,

yaitu

mikroprosesor, ROM, RAM, I/O dan clock seperti halnya yang dimiliki oleh
sebuah komputer.
Seperti umumnya komputer, mikrokontroler digunakan sebagai alat yang
mengerjakan perintah-perintah yang diberikan oleh manusia. Artinya, bagian
terpenting dari suatu sistem komputerisasi adalah program yang dibuat oleh
seorang programmer. Program ini dapat memerintahkan komputer untuk
melakukan jalinan panjang dari aksi-aksi sederhana untuk melakukan tugas yang
lebih kompleks yang diinginkan oleh programmer. Umumnya sumber tegangan
positif adalah 5 volt. Sementara dalam dunia nyata terdapat banyak sinyal
dengan tegangan level yang bervariasi atau sinyal analog. Karena itu, terdapat
piranti input yang mengkonversi sinyal analog menjadi sinyal digital sehingga
komputer bisa mengerti dan dapat menggunakannya. Beberapa mikrokontroler
dilengkapi dengan piranti konversi ini, yang biasanya disebut dengan Analog to
Digital Converter (ADC) dalam satu rangkaian terpadu (Bejo, 2008).
Mikrokontroler merupakan komputer didalam chip yang digunakan
mengontrol peralatan elektronik untuk menekankan efisiensi dan efektivitas
biaya (Syahwil, 2013 : 54).

2.5. Arduino
Arduino board merupakan sebuah modul mikrokontroler yang bersifat
opensource. Opensource sendiri adalah aplikasi dan hardware bersifat terbuka,

19

sehingga dapat dengan bebas digunakan, menyebarluaskan dan mengembangkan
aplikasinya secara gratis. Arduino disebut juga platform dari physical computing
yang terdiri dari hardware, bahasa pemrograman dan Integrated Development
Environment (IDE). IDE adalah software yang digunakan untuk menulis
program dengan bahasa pemrograman yang dapat di-upload ke memori
mikrokontroler (Djuandi, 2011). Arduino board dapat menerima input data dari
sensor analog maupun digital dan mengatur output komponen elektronika
seperti: Light Emiting Dioda (LED), Liquid Crystal Display (LCD), Motor,
sensor dan komponen lainnya (Isnaini, 2013). Menurut Syahwil (2013 : 60),
arduino merupakan kit elektronik atau papan rangkaian elektronik opensource
yang didalamnya terdapat komponen utama, yaitu sebuah chip mikrokontroler
jenis AVR dari Atmel. Mikrokontroler itu sendiri adalah chip atau integrated
circuit (IC) yang bisa diprogram menggunakan komputer. Tujuan menanamkan
program pada mikrokotroler adalah agar rangkaian elektronik dapat membaca
sinyal masukan, memproses sinyal tersebut dan kemudian menghasilkan output
sesuai yang diinginkan. Secara umum, arduino terdiri dari dua bagian, yaitu :
1. Hardware berupa papan input/output (I/O) yang opensource.
2. Software arduino meliputi software arduino IDE untuk menulis program
dan driver untuk koneksi dengan komputer.
2.5.1

Kelebihan Arduino
Arduino merupakan mikrokontroler yang bertujuan menyederhanakan

berbagai macam kerumitan pada pemrograman mikrokontroler sehingga menjadi
mudah digunakan (easy to use). Selain kelebihan utama tersebut, arduino juga

20

menawarkan berbagai keunggulan lainnya seperti berikut (Syahwil, 2013 : 6163) :
1.

Ekonomis, biaya pembuatan board arduino cukup murah dibandingkan
dengan board mikrokontroler lainnya.

2.

Sederhana dan mudah pemrogramannya. Arduino sangat ramah bagi
pengguna pemula karena memang dikembangkan dalam dunia
pendidikan.

3.

Perangkat lunaknya opensource. Perangkat lunak Arduino IDE
dipublikasikan secara opensource.

4.

Perangkat kerasnya opensource.

5.

Tidak perlu perangkat chip programmer. Tersedia bootloader yang
menangani upload program dari komputer.

6.

Sudah memiliki sarana komunikasi USB. Sehingga memudahkan
pengguna komputer terbaru yang tidak memiliki port serial/RS323 bisa
menggunakannya.

7.

Bahasa pemrograman relatif mudah, karena software ardunino
dilengkapi dengan kumpulan library yang cukup lengkap.

8.

Memiliki modul siap pakai (shield) yang bisa ditancapkan pada board
arduino misalkan shield GPS, Ethernet, SD Card, dll.

2.5.2. Sistem Minimum Arduino Uno R3
Rangkaian sistem minimum dari arduino ditunjukkan pada Gambar 2.4.

21

Gambar 2.4 Sistem Minimum Arduino Uno (Rudiawan, 2014)

2.6. Penguat Sinyal
Penguatan

sinyal

dapat

dilakukan

dengan

memanfaatkan

penguat

operasional (Op-Amp). Penguat operasional adalah perangkat serbaguna yang
dapat digunakan untuk memperkuat dc serta ac sinyal input. Rangkaian penguat
operasional dapat digunakan untuk menambah, mengintegrasikan, dan
membandingkan (Poonam et al., 2013). Penguat operasional mempunyai lima
terminal dasar yaitu dua terminal masukan, dua terminal catu daya dan satu
terminal keluaran. Penguat operasional berfungsi menguatkan beda tegangan
antara kedua terminal masukan yaitu masukan membalik dan tak membalik. Opamp memiliki dua buah masukan yaitu masukan membalik (Inverting) dan
masukan tak membalik (Non Inverting) serta satu keluaran (Sutrisno, 1987).
Biasanya output dari op-amp dikendalikan baik dengan cara umpan balik negatif

22

yang sangat menentukan besarnya gain tegangan output, atau dengan umpan
balik positif yang memfasilitasi gain pembanding dan osilasi (Tapashetti et al,
2012).

(a)
(b)
Gambar 2.5 (a) Rangkaian Penguat Inverting, (b) Rangkaian Penguat
Noninverting (Perrin, 1998)

Pada gambar 2.5 ditunjukkan gambar rangkaian penguat inverting dan
penguat noninverting, tegangan keluaran yang dihasilkan dari rangkaian
inverting dapat dituliskan dengan persamaan (2.4) (Sutrisno, 1987)
(2.4)
Sehingga didapat persamaan untuk penguat tegangan rangkaian inverting
adalah
(2.5)
Sementara

untuk

persamaan

tegangan

keluaran

untuk

rangkaian

noninverting ditunjukkan pada persamaan (2.6)
(2.6)
Sehingga

didapat

persamaan

untuk

penguat

tegangan

rangkaian

noninverting adalah
(2.7)

23

Sebuah penguat menerima arus atau tegangan kecil pada input dan
memperkuat arus atau tegangan menjadi lebih besar pada outputnya. Penguat
Op-Amp memiliki penguatan relatif linier pada outputnya yang dikendalikan
sebagai fungsi input (Coughlin & Driscoll, 1994).
Sebuah konsep yang umum digunakan untuk menganalisis rangkaian opamp adalah gagasan dari "virtual ground". Konsep ini mengasumsikan bahwa
Av,lb mendekati tak terhingga, sehingga membutuhkan perbedaan antara
inverting dan non-inverting input mendekati nol. Dalam kasus penguat inverting,
istilah "virtual ground" yang diterapkan ke input inverting dari op-amp. Input
non-inverting pada rangkaian dihubungkan ke ground. Umpan balik negatif
memaksa input inverting sama dengan tegangan non-inverting (yaitu ground).
Tegangan op-amp pada rangkaian inverting (v-) sama dengan tegangan input v+
yang dihubungkan dengan ground adalah nol (V- = V+ = 0) (Perrin, 1998).
Penapis adalah sebuah alat atau rangkaian yang meneruskan atau
meloloskan arus listrik pada frekuensi atau jangkauan frekuensi tertentu serta
menahan frekuensi lainnya. Penapis aktif adalah suatu rangkaian penapis yang
tersusun atas resistor dan kapasitor disertai dengan suatu rangkaian penguat,
biasanya berupa penguat operasional (Putra, 2002). Rangkaian penapis aktif
lolos rendah dapat ditunjukkan pada Gambar 2.6.

24

Gambar 2.6 Rangkaian Dasar Penapis Aktif Lolos Rendah Orde Pertama
(Lamba et al, 2014)

Rangkaian dasar penapis aktif lolos rendah orde pertama terdiri dari
kombinasi rangkaian RC yang membentuk penapis pasif dan penguat non
inverting. Frekuensi cutoff rangkaian penapis lolos rendah orde pertama
ditunjukkan persamaan (2.8) (Putra, 2002).
(2.8)
dengan :
= frekuensi cutoff (Hz)
R = nilai resistor (ohm)
C = nilai kapasitor (farad)

2.7. Interfacing dengan PC Berbasis USB
2.7.1. Interfacing
Menurut Akinari, sebagaimana dikutip oleh Ikhsan (2015), antarmuka
(interface) adalah salah satu layanan yang disediakan sistem operasi sebagai
sarana interaksi antara sistem operasi dengan pengguna. Interface adalah
komponen sistem operasi yang bersentuhan langsung dengan pengguna.

25

Terdapat dua jenis antarmuka, yaitu Command Line Interface (CLI) dan
Graphical User Interface (GUI).
1. Command Line Interface (CLI)
CLI adalah tipe antarmuka dimana pengguna berinteraksi dengan sistem
operasi melalui text-terminal. Pengguna menjalankan program dan
perintah di sistem operasi tersebut dengan cara mengetikkan baris-baris
tertentu.
2. Graphical User Interface (GUI)
GUI adalah tipe antarmuka yang digunakan oleh pengguna untuk
berinteraksi dengan sistem operasi melalui gambar grafik, ikon, menu,
dan menggunakan perangkat penunjuk ( pointing device) seperti mouse
atau track ball.
2.7.2. Komputer
Komputer (computer) diambil dari computare (bahasa latin) yang berarti
menghitung (to compute atau to reckon). Kata komputer semula dipergunakan
untuk menggambarkan orang yang melakukan perhitungan aritmatika, dengan
atau tanpa alat bantu, tetapi arti kata ini kemudian dipindahkan kepada mesin itu
sendiri (Susanto, 2009).
Komputer adalah sebuah alat hitung elektronik yang secara cepat menerima
informasi masukan digital dan mengolah informasi tersebut menurut seperangkat
instruksi yang tersimpan dalam komputer tersebut dan menghasilkan keluaran
informasi yang dihasilkan setelah diolah (Januarti, 2012).

26

2.7.3. Delphi
Delphi adalah salah satu bahasa pemrograman berbasis visual yang
digunakan untuk membuat program aplikasi pada komputer (seperti Visual
basic). Bahasa pemrograman yang digunakan pada delphi sebenarnya
merupakan turunan dari bahasa pemrograman pascal, yang dahulu pada delphi
dikenal sebagai objek pascal (Mukhlasin, 2008).
2.7.4. Universal Seri Bus (USB)
Soket USB adalah soket untuk kabel USB yang disambungkan ke komputer
atau laptop yang berfungsi untuk mengirimkan program ke arduino dan juga
sebagai port komunikasi serial. Sambungan dari komputer ke board Arduino
menggunakan USB, bukan serial atau parallel port, sehingga akan mudah
menghubungkan Arduino ke PC atau laptop yang tidak memiliki serial/parallel
port (Ihsanto & Hidayat, 2014).

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Sensor E-201C dapat digunakan sebagai sensor pH dengan tingkat
sensitivitas 46,2 milivolt per pH pada suhu 28oC. Pengukuran pada larutan
asam (pH < 7) menghasilkan tegangan keluaran sensor yang bernilai positif,
pada pengukuran larutan netral (pH = 7) menghasilkan tegangan keluaran
mendekati nol, dan pada pengukuran larutan basa (pH > 7) menghasilkan
tegangan yang bernilai negatif.
2. Alat pH meter digital menggunakan sensor E-201C berhasil dibuat dengan
ketelitian 99% dan eror 1%, sehingga alat tersebut layak digunakan sebagai
alat ukur pH pada mesin pencuci film radiografi.

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, beberapa saran yang diberikan
sebagai berikut:
1. Penelitian lebih lanjut menggunakan sensor pH dengan karakteristik yang
lebih baik, sehingga dapat mengukur pH dari rentang 0 - 14.
2. Pada penelitian ini pengukuran dibatasi hanya pada larutan fixer mesin
pencuci film radiografi, untuk penelitian berikutnya diharapkan pengukuran
juga dapat diterapkan pada larutan-larutan lain.

49

50

DAFTAR PUSTAKA
Akinari. 2012. Definisi Interface (Antar Muka) Dan Contohnya. Jurnal Cara
Lengkap Interface.
Astria, F., M. Subito, & D. W. Nugraha. 2014. Rancang Bangun Alat Ukur pH
dan Suhu Berbasis Short Message Service (SMS) Gateway. Jurnal
Mektrik, 1(1) : 47-55.
Bejo, A. 2008. C & AVR Rahasia Kemudahan Bahasa C Dalam Mikrokontroler
ATMega8535. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bushong, S.C. 2001. Radiologic Science for Technologist Physics, Biology, and
Protection (7th ed.). Washington D.C : The C.V. Mosby Company.
Bushong, S.C. 2013. Radiologic Science for Technologist Physics, Biology, and
Protection (10th ed.). Washington D.C : The C.V. Mosby Company.
Chesney, O. M. 1981. Radiographic Imaging (