Makalah PERKEMBANGAN ISLAM DI KAWASAN GE

PERKEMBANGAN ISLAM DI KAWASAN
‘GERSANG’ DI NUSANTARA
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Maisyanah, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Kelompok 4
1. Zulfia Kholifah

(1510310003)

2. Agustina

(1510310009)

3. Anis Rufaidah

(1510310035)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

JURUSAN TARBIYAH ( PGMI )
TAHUN AJARAN 2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Kabupaten Blora terdapat suku yang memiliki sifat khas yang mungkin
berbeda dengan suku yang lainnya. Suku yang sangat berpegang teguh pada
ajaran nenek moyangnya dengan sikap ajaran sikep yang dibawa oleh Raden
Kohar dapat menarik perhatian masyarakat Blora terutama di Desa
Klopoduwur. Samin masuk ke Desa Klopoduwur pada tahun 1890 yang hanya
dalam waktu singkat dapat memiliki banyak pengikut ajaran tersebut.
Kemudian seiring waktu berlalu, agama Islam mencoba untuk masuk ke dalam
masyarakat suku Samin tersebut guna meluruskan akidah mereka. Selanjutnya
sedikit demi sedikit ajaran agama Islam pun mulai dapat diterima oleh
masyarakat suku Samin di daerah tersebut.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas secara singkat
mengenai Islamisasi suku Samin di Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjar
Rejo, Kabupaten Blora.


B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal-usul suku Samin Surosentiko di Kabupaten Blora?
2. Apa saja pokok-pokok ajaran dari suku Samin Surosentiko?
3. Bagaimana sejarah perkembangan Islam suku Samin Surosentiko di Desa
Klopoduwur?
4. Bagaimana analisis penerapan perkembangan Islam suku Samin Blora di
desa Samin Kudus?
5. Apa saja ibrah yang dapat diambil dari perkembangan suku Samin di Desa
Klopoduwur?

1

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui asal-usul suku Samin di Kabupaten Blora.
2. Mengetahui pokok-pokok ajaran dari suku Samin Surosentiko.
3. Mengetahui sejarah perkembangan Islam suku Samin di Desa Klopoduwur.
4. Mengetahui analisis dari perkembangan Islam suku Samin Blora di desa
Samin Kudus.
5. Mengetahui Ibrah yang dapat diambil dari perkembangan suku Samin di

Desa Klopoduwur.

2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal-Usul Suku Samin di Kabupaten Blora
Masyarakat Samin muncul pertama di Blora ketika masa Hindia Belanda.
Saat itu, Raden Surowijoyo, anak Bupati Tulungagung, Raden Adipati Mas
Suryo (RAMS) Brotodiningrat Kusumaningrum ingin bergabung (lelono/ayam
alas) dengan masyarakat, meninggalkan kadipaten menuju Desa Plosokediren,
Kecamatan Randublatung, Blora, Jawa Tengah untuk melawan Belanda.
RAMS Brotodiningrat memerintah di Kadipaten Sumoroto (sekarang di
wilayah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur). Perjuangan Ki Surowijoyo
diteruskan oleh putranya, Raden Kohar atau Samin Anom atau Ki Surosentiko
yang dilahirkan pada tahun 1859 di Desa Plosokediren, Blora.1
Istilah Samin merupakan julukan bagi masyarakat yang memegang ajaran
Ki Samin Surosentiko. Meskipun orang Samin lebih senang dipanggil sedulur
sikep. Istilah Samin diplesetkan oleh masyarakat dengan kata „nyamen‟. Kata

ini diidentikkan dengan perbuatan yang menyalahi tradisi. Kata „samin‟
memiliki pengertian „sama‟ yakni bila semua anak cucu dapat bersama-sama
bersatu membela negara dan menentang penjajah, maka akan diperoleh
kesejahteraan. Kelompok Samin menamakan diri sedulur Sikep dengan
beberapa pertimbangan.
Pertama, komunitas Samin mendapat tekanan dari penjajah Belanda.
Komunitas ini dipimpin seorang petani, Ki Samin Surosentiko (Raden Kohar).
Ki Samin merupakan pujangga Jawa pesisiran pasca-Ronggowarsito yang
menyamar sebagai petani. Dalam penyamarannya, Ki Samin menghimpun
kekuatan melawan Belanda. Pada tahun 1890 Ki Samin mengembangkan
ajarannya di Desa Klopoduwur, Blora. Pada tahun 1905 setelah pengikut
banyak, Ki Samin melawan Belanda.

1

Moh. Rosyid, Perlawanan Samin, Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2012, hlm. 67-68.

3

Dampak


dari

perlawanannya,

warga

Samin

dianggap

kelompok

pembangkang oleh Belanda dan anggapan ini meluas pada masyarakat. Kedua,
julukan „Samin oleh aparat desa di Blora bagian selatan dan Bojonegoro tahun
1903-1905 (sebagai embrio Samin pertama) karena tindakan Samin menentang
aparat desa (di era penjajahan Belanda) dengan tidak membayar pajak dan
memisahkan diri dengan masyarakat. Bentuk penolakan itu memunculkan kata
nyamin. Ketiga, sebagai sarana menjalin komunikasi dengan sesama
penganutnya dan pihak yang membutuhkan informasi yang disimbolkan

penamaan diri. Secara filosofi bahwa munculnya kelahiran kehidupan manusia
berawal dari proses “sikep” atau berdekapan (Jawa: bentuk hubungan seksual
suami-istri) atau proses menanak nasi secara tradisional adalah melalui proses
“nyikep”. Keempat, kata „sikep‟ merupakan cara melawan atau menghindari
penamaan dengan kata „samin‟. Hal ini akibat konotasi negatif yang dilekatkan
pada kata Samin selama bertahun-tahun, terutama ketika wacana Saminisme
makin dipisahkan dari semangat gerakan perlawanan petani. Pemasungan kata
„samin‟ dan „saminisme‟ dari konteks sejarah perlawanan merupakan dampak
kebijakan politik kebudayaan dan hegemoni developmentalisme pada rezim
Orde Baru.2
Ajaran Samin diwariskan secara oral tradition (sabdo tanpo rapal, ajaran
yang tidak tertulis) berbentuk prinsip hidup dan pantangan hidup. Karakter
khasnya adalah hidup di pedesaan dan sebagai petani, kekhasan ini pun
mengalami perubahan karena memenuhi kebutuhan hidupnya.3

B. Pokok Ajaran dari Suku Samin Surosentiko
Samin sebagai sebuah ajaran yang mengedepankan nilai-nilai etika, dalam
realitanya memang memegang teguh pada prinsip hidup yang bersifat
hubungan horisontal (manembah) yang esensinya mengakui diri bahwa ada
yang lebih tinggi yakni Tuhan (Yai).


2
3

Ibid, hlm. 69-71.
Ibid, hlm. 76-77.

4

Ajaran tersebut berupa jujur, ikhlas, sabar, nrimo, tidak iri hati, tidak benci
kepada siapapun, dan tidak ingin merugikan siapapun. Hal tersebut merupakan
aplikasi prinsip dan pantangan hidup kesaminan.
1. Pertama, jujur. Kejujuran dianggap sebagai kunci menggapai ketenteraman
hidup di manapun dan kapanpun.
2. Kedua, ikhlas. Konsep ikhlas muncul diawali dari prinsip bahwa „semua
adalah saudara‟ sehingga muncul gaya hidup (life style) yang bersifat
permisif dan egaliter. Dengan motto dhuwekku yo dhuwekmu, dhuwekmu yo
dhuwekku, yen dibutuhke sedulur yo diikhlaske (milikku juga milikmu,
milikmu juga milikku, jika dibutuhkan ya diikhlaskan). Fondasi
keikhlasannya berpijak dari prinsip barang apek ora usah diketok-ketokno,

tetep apik. Konsep ini menumbuhkan sikap saling tolong menolong tanpa
mengharapkan imbalan sedikitpun (ikhlas).
3. Ketiga, lakonana sabar (jalani hidup dengan sabar). Orang Samin juga
punya acuan figur bernama Puntadewa. Raja Amarta di dunia pewayangan
merupakan tipikal orang yang sabar, jujur, pantang berbohong, dan selalu
berkata apa adanya.
4. Keempat, nrimo. Sifat ini diwujudkan dalam konsep ajarannya berupa
konsep takdir. Konsep ini mengilhami generasi Samin yang belum
mengaktifkan diri dalam pendidikan formal atau memakai jilbab, mereka
hanya nrimo untuk tidak iri karena berprinsip kono-kono, kene-kene.
Maksudnya, apa yang diperbuat orang lain itu haknya dan tidak lantas
mengikutinya.
5. Kelima, tidak iri hati dan tidak benci kepada siapapun. Konsep ini terilhami
dari konsep Samin dalam prinsip hidup berupa ora srei-drengki terhadap
siapapun. Hal ini berpijak dari harapannya untuk tidak menimbulkan konflik
dengan sesamanya.
6. Keenam, tidak ingin merugikan siapapun. Konsep ini berpangkal dari
prinsip dasar hidup Samin berupa “ora panesten-dawen” terhadap siapapun.
Ajaran tersebut tidak hanya teori di atas kertas. Bagi masyarakat Samin,
ajaran tersebut telah menajdi bagian dari urat nadi kehidupan sehari-harinya.


5

Perilaku tersebut pada dasarnya adalah wilayah pribadi, sehingga kebenaran
dan perilaku sangat pribadi tidak dapat „dipotret‟, jika tak interaktif dengan
kehidupannya dalam frekuensi rapat.4
Konsep ajaran Samin yang diikuti para pengikutnya adalah tidak
bersekolah, tidak memakai peci tetapi memakai iket yaitu semacam kain yang
diikatkan di kepala mirip orang Jawa zaman dahulu, tidak berpoligami, tidak
memakai celana panjang dan hanya memakai celana selutut, tidak berdagang,
dan menolak segala bentuk kapitalisme.

C. Sejarah Perkembangan Islam Suku Samin di Desa Klopoduwur
Komunitas Samin dalam beragama, berprinsip aku wong Jowo, agamaku
Njowo (aku orang Jawa, agamaku Njowo yakni Adam). Kata Adam bagi warga
Samin diberi makna kawitan atau pisanan yakni orang pertama yang
mengetahui alam dunia. Proses transformasi ajarannya sabda tanpa rupa (ajaran
tidak tertulis) dengan dasar syahadat panetep lan panoto agama. Agama Adam
bagi masyarakat Samin diakui sebagai agama yang dibawa sejak lahir. Esensi
dasarnya adalah sebagai perwujudan “ucapan” (tandeke neng pengucap) dan

diwujudkan dengan aktivitas yang baik. Agama iku gaman, adam pengucape
(agama Adam merupakan senjata hidup).5
Islam seharusnya tidak dalam bentuk tindakan saja, karena Islam yang
sesungguhnya adalah Islam secara ucapan, Islam secara tindakan, dan
kesesuaian hati. Marimba bertutur bahwa manusia yang dikehendaki
pendidikan Islam adalah manusia yang berkepribadian muslim.
Sedangkan pada ungkapan lain, Muhammad Munir Mursi menyebutkan
insan kamil. Artinya semua manusia memang dididik oleh pendidikan agama
Islam untuk menjadi pribadi yang jujur, secara ucapan maupun tindakan.
Ajaran dari Samin Surosentiko ini mengajarkan tentang kejujuran secara
ucapan serta perbuatan.

4

Ibid, hlm. 88-89.
Moh.Rosyid, Studi Komparatif Konsep Ketuhanan Islam dan Agama Adam pada Suku Samin,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012, hlm. 419.
5

6


Seperti halnya ajaran Samin yang dipaparkan dalam koran Suara Merdeka
Ernawati (2014:7) bahwa mari kita menyimak ajaran panca sesanti, panca
paniten, panca wawaler, dan panca walika. Kemudian empat panca ini
termasuk kategori angger-angger (peraturan) pangucap, dan pratikel (perilaku)
dengan kata lain kandhakna apa anane.
Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian dengan melakukan observasi
sementara dan wawancara terhadap salah satu orang Samin hasilnya mereka
mengakui bahwa agama yang mereka peluk adalah Islam, sejak agama Islam
itu sendiri diturunkan. Bukti secara hukumnya adalah dengan menunjukan
KTP (Kartu Tanda Penduduk). Orang Samin sudah masuk Islam terlebih
dahulu, dengan perilakunya yang ramah-tamah terhadap siapapun, memiliki
pandangan yang positif terhadap siapa saja.
Suku Samin memang menjadi sebuah wacana tidak asing lagi untuk
didengar, karena keberadaan mereka yang memiliki sifat ikhlas, narimo, dan
tidak ingin merugikan siapa pun. Konsep ikhlas muncul diawali dari konsep
bahwa “semua adalah saudara”. Orang-orang yang bertamu di kampung Samin
akan diterima dengan baik dan akan disambut dengan penuh penghormatan
selayaknya penghormatan sebagai tamu di dalam agama Islam.
Pemberian penghormatan kepada tamu sangat diperhatikan seperti
memberikan suguhan yang terbaik, menemani berbincang-bincang dengan
penuh keramahan. Konsep ikhlas ini juga bisa disebut dengan narimo, sifat
“narimo” ini diwujudkan dalam konsep ajarannya yang identik dengan takdir.
Sehingga konsep ini mengilhami anak-anak generasi Samin jika melihat rekanrekannya bersekolah formal mereka hanya narimo untuk tidak “meri” karena
berprinsip kono-kono, kene-kene. Artinya bahwa orang lain berhak melakukan
apa saja yang diinginkan, kita tidak perlu untuk ikut-ikutan dan orang Samin
tidak akan menganggunya selama dia juga tidak diganggu.
Disamping itu, sedulur sikep Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten
Blora juga melakukan beberapa budaya yang sudah lama dilakukan sejak dulu
yaitu “slametan” yang dilakukan masyarakat Samin karena proses adaptasi

7

budaya terhadap warga masyarakatnya yang mayoritas muslim. Ada beberapa
slametan yang dilakukan oleh masyarakat Samin.
Sifat gotong-royong warga Samin memang menjadi sebuah tradisi. Hidup
masyarakat Samin Blora saling berdampingan dengan masyarakat sesama
Samin, maupun masyarakat sekitar. Karena keaktifan warga masyarakat Samin
dalam gotong-royong dapat dijadikan tauladan bagi warga lainya.
Tidak ketinggalan juga untuk masalah organisasi intern, masyarakat Samin
aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi intern maupun masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri hidup bermasyarakat harus bersosialisasi, oleh sebab itu
masyarakat Samin ini memandang bahwa harus mengikuti beberapa
oraganisasi masyarakat seperti pada hari tertentu (Jum‟at). Bagi warga Samin
Blora, setiap hari Jum‟at di pendopo sedulur sikep diadakan perkumpulan yang
rutin dilakukan.
Prinsip ajaran Samin memang masih berlaku atau masih diaplikasikan oleh
masyarakat Samin sampai pada saat ini menjadi sebuah dasar masyarakat
Samin dalam melakukan hubungan bermasyarakat.
Dalam sistem perkawinan di masa lalu, calon mempelai pria harus
menginap terlebih dahulu di calon wanita, atau lebih sering dikenal dengan
istilah “nyuwita” sampai beberapa bulan bahkan tahunan, namun sekarang
sudah tidak dijalankan lagi karena dianggap bertentangan dengan ajaran agama
Islam. Karena mengingat sekarang ini sebagian masyarakat Samin memeluk
agama Islam. Sehingga untuk mengikuti prosedur formal dalam perkawinan,
maka sekarang ini perkawinan harus disahkan melalui KUA (Kantor Urusan
Agama), kalau di masa lalu hanya dengan persetujuan dari orang tua saja sudah
dirasa cukup. Awalnya, masyarakat Samin sangat memegang teguh ajaran
agama Adam. Bahkan sampai sekarang pun masih menunjukkan hal yang
sama. Hanya saja ketika ditanyakan kepada Kepala Desa mengenai agama
yang tertulis di KTP masing-masing warga Samin, maka jawaban yang didapat
bukannya Agama Adam yang termuat di KTP. Namun di KTP jelas tertera
agama Islam lah yang dianut.

8

Suku samin khususnya di Dusun Karangpace memandang dunia pendidikan
sebagai wahana untuk perubahan sosial. Pendidikan memang menjadi sebuah
alat atau fasilitas utama untuk melakukan perubahan. Dalam dunia ini ada
beberapa aspek kehidupan, demikian juga dalam suatu masyarakat. Karena
mereka berpandangan bahwa tidak ada pendidikan yang sia-sia dan dapat
dilakukan di manapun dan kapanpun artinya bahwa orang yang berpendidikan
akan berbeda dengan orang yang tidak terdidik sehingga kelak tidak akan
menjadi manusia yang sia-sia yang artinya menjadi manusia yang bermanfaat.
Dan pendidikan tidak hanya ada di bangku sekolahan saja melainkan
pendidikan dapat dilakukan di mana saja tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Kemudian orang Samin di Dusun Karangpace memulai perubahan sosial
mereka dengan mengawali dari menyekolahkan anak-anaknya dengan tujuan
anak-anaknya dapat melakukan perubahan terhadap aspek-aspek kehidupan.
Ketika masih kecil dibekali dengan pendidikan, kelak dewasa akan menjadi
manusia yang bermanfaat terhadap diri, keluarga, dan masyarakat sekitar.
Peran agama sangat besar bagi kehidupan bermasyarakat seperti halnya
untuk pedoman dan pegangan hidup. Masyarakat Desa Klopoduwur (Suku
Samin) mayoritas memeluk Islam. Meskipun sebagian mereka belum
menjalankan syari'at Islam, tetapi mereka sangat menghargai muslim yang taat
dan selalu membantu dan menyukseskan program yang berkaitan dengan
aktivitas dakwah Islam, seperti membangun masjid, musholla, madrasah,
pengajian.
Adapun tingkat keagamaan masyarakat di Desa Klopoduwur sangatlah
maju. Hal ini dapat dilihat dari sarana-prasarana keagamaan dan kegiatan
keagamaan yang dilaksanakan. Jumlah tempat ibadah ada 4 masjid. Demikian
pula dengan jumlah sarana-prasarana pendidikan agama Islam di masyarakat
ini tentunya menggunakan strategi dakwah Islam, salah satunya dengan
membangun sarana pendidikan Islam, baik itu formal maupun non-formal.
Adapun sarana pendidikan yang sudah ada di antaranya adalah Sekolah Dasar
Negeri 1 Klopoduwur (formal) dan mengaji di musholla-musholla dan serambi
masjid (non-formal).

9

Hal yang dibuktikan juga dengan aktivitas keagamaan, masyarakat
melakukan aktivitas keagamaan hampir sama dengan yang dilakukan desa-desa
tetangga di antaranya majelis ta'lim, yang meliputi kelompok pengajian bapakbapak, kelompok pengajian ibu-ibu. Majelis ini terbagi ke dalam masingmasing dukuh dan kegiatannya berupa arisan, tahlil, dan mujahadah mingguan,
serta untuk bulanan mujahadah bersama dengan menghadirkan ustadz-kyai
untuk mengisi.
Salah satu pendidikan

non-formal yang sudah berdiri adalah Taman

Pendidikan al-Qur`an TPQ “Al-Kautsar” Klopoduwur. Dengan pendidikan
non-formal anak-anak muslim di tingkat TPQ diharapkan dapat meningkatkan
wawasan keislaman dan kemampuan membaca al-Qur`an para peserta didik.
Melalui pendidikan ini, insya Allah akan dihasilkan anak-anak muslim yang
mau dan mampu berinteraksi dengan al-Qur`an. Walaupun hanya dengan
modal keikhlasan dan semangat siar Islam dari para pendidik, kemudian
Taman Pendidikan al-Qur`an TPQ “Al-Kautsar” mengalami perkembangan
yang pesat. Dengan adanya TPQ Al-Kautsar sangat membantu dalam hal
perkembangan Islam, akan tetapi masih terkendala dalam hal pendanaan.
Bukan hanya TPQ saja, terdapat pula madrasah diniyyah takmiliyah “AlIkhlas” yang sama-sama bertujuan untuk mendidik generasi muda di bidang
keislaman.6
Ada beberapa kegiatan keagamaan yang sudah berjalan di Dusun
Karangpace, Desa Klopoduwur sebagai berikut:
1. Yasinan
2. Tahlilan
3. Muslimatan
4. Arisan diikuti dengan ceramah keagamaan
5. Pengajian selapanan
6. TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur`an)
7. Madrasah Diniyyah
6

digilib.iainsalatiga/model-pendidikan-Islam-suku-samin.pdf diakses pada 29 April 2016,
pukul 10.00 WIB.

10

Selain itu, terdapat masjid yang menjadi wakaf dari Mbah Samin Engkrek di
jalan Randublatung Klopoduwur Blora dengan nama Masjid “Baitul Hadi”.
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan Islam sudah semakin pesat di
wilayah yang mayoritas masyarakatnya Samin. Dan terdapat pula tokoh agama
dan pengajar Al-Qur`an Klopoduwur Blora yaitu KH. Hahmad Rais Fanani.
Dengan demikian, sudah jelas bahwa Islam mengalami perkembangan yang
begitu pesat di daerah Samin Blora.7

D. Analisis Penerapan Perkembangan Islam Suku Samin Blora di Desa
Samin Kudus
Berdasarkan materi di atas penulis dapat menganalisis perkembangan Islam
suku Samin Blora di desa Samin Kudus. Beberapa budaya Samin Kudus yang
merupakan hasil dari proses adaptasi budaya terhadap warga masyarakatnya
yang mayoritas muslim di antaranya adalah slametan kelahiran, slametan
khitanan/sunatan, slametan pernikahan, slametan kematian.8
Sama halnya dengan Samin di Blora, masyarakat Samin Kudus juga aktif
dalam melaksanakan organisasi intern pengikutnya pada hari tertentu (Sabtu
malam) bagi warga Samin Kaliyoso pimpinan Bpk. Wargono sedangkan Samin
Kaliyoso dan Larekrejo keluarga Bpk. Sumar melaksanakannya setiap Minggu
Pahing secara rutin dengan tujuan merekatkan persaudaraan.9
Di bidang pendidikan, warga Samin Kudus masih belum mau terbuka untuk
menempatkan anaknya bersekolah di sekolah formal, apalagi di lembaga
pendidikan yang berbendera agama. Oleh sebab itu, penulis menyarankan agar
di desa Samin Kudus didirikan sebuah lembaga pendidikan agama seperti
halnya di Blora, dengan diiringi pemahaman mengenai pendidikan agar
masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima hal ini.

7

digilib.uinsby.ac.id/6441/9/Daftar%20Pustaka.pdf diakses pada 29 April 2016, pukul 10.00
WIB.
8
Moh. Rosyid, Samin Kudus: Bersahaja di Tengah Asketisme Lokal, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008, hlm. 133-134.
9
Ibid, hlm. 135.

11

Selain itu, dapat pula dengan menempatkan beberapa ahli ilmu agama di
sekitar sana yang kemudian dilanjutkan dengan usaha pembangunan lembagalembaga pendidikan berbasis agama. Dan masih banyak lagi bidang-bidang
lain yang tentunya perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan
pemahaman keislaman di kawasan Samin Kudus.
Adapun masyarakat di kota Kudus hendaknya menerapkan ajaran-ajaran
suku Samin yang mengedepankan nilai-nilai etika dalam kehidupan sehari-hari,
agar tercipta suatu kehidupan yang sejahtera dan harmonis, seperti halnya yang
terjadi pada masyarakat Samin. Kita hanya perlu memfilter apa saja yang
hendak kita serap bagi kelangsungan hidup kita. Dengan cara menyerap hal-hal
baik, kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta
masyarakat yang bermoral dan bersahaja.

E. Ibrah yang dapat diambil dari Penerapan Perkembangan Islam Suku
Samin Blora di Desa Samin Kudus
Adapun ibrah yang dapat diambil dari penerapan perkembangan Islam suku
Samin Blora di desa Samin Kudus adalah sebagai berikut:
1. Memahami kearifan lokal dan tetap menghargainya
2. Menjunjung tinggi toleransi tanpa menggoyahkan akidah
3. Meneladani nilai-nilai etika untuk dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari
4. Selalu berpandangan luas dalam menghadapi segala sesuatu
5. Menjadi cermin untuk memacu kehidupan yang lebih baik
6. Terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskipun
Islam tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan
dengan syari‟at Islam

12

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah Samin merupakan julukan bagi masyarakat yang memegang ajaran
Ki Samin Surosentiko. Meskipun orang Samin lebih senang dipanggil sedulur
sikep. Istilah Samin diplesetkan oleh masyarakat dengan kata „nyamen‟. Kata
ini diidentikkan dengan perbuatan yang menyalahi tradisi. Kata „samin‟
memiliki pengertian „sama‟ yakni bila semua anak cucu dapat bersama-sama
bersatu membela negara dan menentang penjajah, maka akan diperoleh
kesejahteraan.
Samin sebagai sebuah ajaran yang mengedepankan nilai-nilai etika, dalam
realitanya memang memegang teguh pada prinsip hidup yang bersifat
hubungan horisontal (manembah) yang esensinya mengakui diri bahwa ada
yang lebih tinggi yakni Tuhan (Yai). Ajaran tersebut berupa jujur, ikhlas, sabar,
nrimo, tidak iri hati, tidak benci kepada siapapun, dan tidak ingin merugikan
siapapun. Hal tersebut merupakan aplikasi prinsip dan pantangan hidup
kesaminan.
Peran agama sangat besar bagi kehidupan bermasyarakat seperti halnya
untuk pedoman dan pegangan hidup. Masyarakat Desa Klopoduwur (Suku
Samin) mayoritas memeluk Islam. Meskipun sebagian mereka belum
menjalankan syari'at Islam, tetapi mereka sangat menghargai muslim yang taat
dan selalu membantu dan menyukseskan program yang berkaitan dengan
aktivitas dakwah Islam, seperti membangun masjid, musholla, madrasah,
pengajian.
Di bidang pendidikan, warga Samin Kudus masih belum mau terbuka untuk
menempatkan anaknya bersekolah di sekolah formal, apalagi di lembaga
pendidikan yang berbendera agama. Oleh sebab itu, penulis menyarankan agar
di desa Samin Kudus didirikan sebuah lembaga pendidikan agama seperti
halnya di Blora.

13

Ada beberapa kegiatan keagamaan yang sudah berjalan di Dusun
Karangpace, Desa Klopoduwur sebagai berikut:
1. Yasinan
2. Tahlilan
3. Muslimatan
4. Arisan diikuti dengan ceramah keagamaan
5. Pengajian selapanan
6. TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur`an)
Madrasah Diniyyah

Adapun ibrah yang dapat diambil dari penerapan perkembangan Islam suku
Samin Blora di desa Samin Kudus di antaranya adalah dapat lebih memahami
kearifan lokal dan tetap menghargainya, menjunjung tinggi toleransi tanpa
menggoyahkan akidah, meneladani nilai-nilai etika untuk dapat diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari, selalu berpandangan luas dalam menghadapi
segala sesuatu, menjadi cermin untuk memacu kehidupan yang lebih baik, dan
terjadi akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan lokal meskipun Islam
tetap memiliki batasan dan secara tegas tidak boleh bertentangan dengan
syari‟at Islam.
B. Penutup
Demikianlah makalah yang kami tulis dan sajikan. Semoga dalam
pembuatan makalah berikutnya dapat menjadi lebih baik lagi.

14

DAFTAR PUSTAKA

digilib.iainsalatiga/model-pendidikan-Islam-suku-samin.pdf diakses pada 29 April
2016, pukul 10.00 WIB.
digilib.uinsby.ac.id/6441/9/Daftar%20Pustaka.pdf diakses pada 29 April 2016,
pukul 10.15 WIB.
Rosyid, Moh. 2008. Samin Kudus: Bersahaja di Tengah Asketisme Lokal,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rosyid, Moh. 2012. Perlawanan Samin. Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta.
Rosyid, Moh. 2012. Studi Komparatif Konsep Ketuhanan Islam dan Agama Adam
pada Suku Samin. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

15