MODEL MODEL MENGAJAR DI INDONESIA

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Model Pengajaran
Strategi menurut Kemp dalam Rusman (2012:132) adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif dan efisien. Sedangkan menurut Dick dan Carey dalam Rusman (2012:132)
mengatakan bahwa strategi pembelajaran itu adalah seperangkat prosedur atau alat
pembelajaran yang digunakan secara bersama dengan teori dan metode yang bervariasi untuk
menimbulkan hasil belajar pada peserta didik. Supaya pembelajaran berjalan dengan baik dan
lancar, maka strategi pembelajaran itu harus dipersiapkan dengan perencanaan yang matang
sebelum proses belajar mengajar berlangsung.
Sebuah strategi pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode.
Dengan kata lain, strategi adalah rencana pengoperasian sesuatu, sedangkan metode adalah
cara atau jalan untuk mengoperasikan sesuatu agar berjalan sesuai rencana. Dalam strategi
pembelajaran, terdapat pula yang dinamakan model pembelajaran. Joyce dan Weil dalam
Rusman (2012:133) mengatakan model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang
dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran ini sangat bervariasi jenisnya. Maka dari itu, seorang guru boleh saja
memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan kepada peserta
didik dan sesuai pula dengan karakteristik peserta didik.

B. Dasar Pertimbangan Model Pembelajaran
Rusman (2012:134) mengemukakan empat unsur yang menjadi dasar-dasar
pertimbangan seorang guru dalam memilih model pembelajaran yaitu sebagai berikut.
a. Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.
b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran.
c. Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa.
d. Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis, misalnya keefektifan model.
Jadi, dalam proses pemilihan model pembelajaran harus mempertimbangkan beberapa
hal, yaitu tujuan yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran tersebut. Lalu,
pertimbangan yang berhubungan dengan materi pembelajaran bahwa model pembelajaran
harus sesuai dengan kemampuan peserta didik. Selain itu, yang menjadi dasar pertimbangan
3

memilih model pembelajaran adalah mengetahui karakter peserta didik supaya model
pembelajaran yang dipilih berjalan dengan efektif.
C. Pola-pola Pembelajaran
Pola-pola pembelajaran menurut Rusman (2012:135) yaitu memberikan gambaran
bahwa seiring dengan pesatnya perkembangan media pembelajaran, baik software maupun
hardware, akan membawa perubahan bergesernya peranan guru sebagai penyampaian pesan.
Guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran.

Siswa dapat memperoleh informasi dari berbagai media dan sumber belajar, baik itu dari
majalah, modul, siaran radio, televisi, media komputer, atau yang sering kita kenal dengan
pembelajaran berbasis komputer, baik model drill, tutorial, simulasi maupun instructional
games ataupun dari internet. Sekarang ini atau di masa yang akan datang, peran guru tidak
hanya sebagai pengajar, tetapi ia harus mulai berperan sebagai director of learning yaitu
sebagai pengelola belajar yang mengajar dari berbagai sumber belajar. Bahkan, bukan tidak
mungkin di masa yang akan datang peran media sebagai sumber informasi utama dalam
kegiatan pembelajaran (pola pembelajaran bermedia), seperti halnya penerapan pembelajaran
berbasis komputer (computer based instruction), di sini peran guru hanya sebagai fasilitator
belajar saja.
D. Ciri-ciri Model Pembelajaran
Rusman (2012:136) mengatakan model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari pada ahli tertentu. Sebagai contoh,
model penelitian kelompok di susun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John
Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalm kelompok secara
demokratis.
b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif
dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas,

misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran
mengarang.
d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkah-langkah
pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan (4)

4

sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupaakn pedoman praktis bila guru
akan melaksanakan suatu model pembelajaran.
e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut
meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat di ukur; (2) dampak
pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model
pembelajaran yang dipilihnya.
E. Jenis-jenis Model Pengajaran
1.

Model-model Memproses Informasi
Menurut Huda (2014:76) model memproses informasi berfokus pada


mengobservasi, mengolah data, memahami informasi, membentuk konsep-konsep,
menerapkan simbol, dan memecahkan masalah.
Jadi, pada model ini pusat perhatiannya adalah mengolah informasi yang telah
didapatkan dengan proses berpikir dan pemecahan masalah.
Model-model yang termasuk dalam kategori ini adalah; model berpikir
induktif, pencapaian konsep, induktif kata bergambar, penelitian ilmiah, latihan
penelitian, menghafal, sinektik, dan advance organizer.
a. Model Berpikir Induktif
Kelompok: Model Memproses Informasi
Teoritikus utama: Hilda Taba (1971)

List
Group
Label
Conclusion

Model berpikir induktif itu berasumsi bahwa setiap manusia merupakan konseptor
alamiah. Maka dari itu, seorang guru harus dapat mendesain pembelajaran yang efektif
supaya meningkatkan efektivitas dalam membangun konsep dan membangun
keterampilan konseptual.


5

Sintak
Tahap 1: Pembentukan Konsep
 Guru mengalkulasi dan membuat daftar.
 Siswa mengelompokkan daftar.
 Siswa membuat label dan kategori.
Tahap 2: Interpretasi Data
 Siswa mengidentifikasi relasi-relasi penting antarkategori.
 Siswa mengeksplorasi relasi-relasi kategorial.
 Siswa membuat kesimpulan.
Tahap 3: Penerapan Prinsip
 Siswa memprediksi konsekuensi, menjelaskan fenomena luar, menyusun
hipotesis.
 Siswa menjelaskan prediksi atau hipotesis.
 Siswa menguji kebenaran (verifikasi) prediksi.
Sistem Sosial
Menurut Huda (2014:79) dalam metode ini, atmosfer kelas bersifat kooperatif. Saat
guru diposisikan sebagai inisiator dan penentu rangkaian aktivitas pembelajaran, maka ia

harus bertanggung jawab melakukan kontrol pada siswa secara kooperatif. Akan tetapi,
karena siswa yang pada hakikatnya mempelajari strategi tersebut, mereka tentu akan
berasumsi bahwa dirinyalah pengontrol yang sebenarnya.
Tugas/Peran Guru
Menurut Huda (2014:79) pada model ini, guru ketika melibatkan tugas-tugas kognitif
dalam setiap strategi pengajaran, harus yakin bahwa tugas-tugas kognitif tersebut muncul
dengan instruksi yang optimal dan juga pada saat yang tepat. Mengatur tugas-tugas
mengharuskan guru untuk mengkaji seperangkat data secara utuh sebelum melakukan
kategorisasi, lalu dilanjutkan dengan mencari hubungan-hubungan. Tugas utama guru
dalam strategi ini adalah memonitor bagaimana siswa memproses informasi dan
kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan. Guru juga harus merasakan
kesiapan siswa untuk menjalani pengalaman-pengalaman dan aktivitas-aktivitas kognitif
yang baru dengan cara mengasimilasikan dan menggunakan pengalaman-pengalaman ini.

6

Sistem Dukungan
Huda (2014:79) mengatakan tentang model ini dapat diterapkan dalam berbagai
bidang kurikulum yang di dalam nya ada banyak data mentah yang perlu diolah. Tugas
guru adalah membantu mereka memperoses data dengan cara yang lebih kompleks, dan

pada waktu bersamaan, membantu mereka meningkatkan kapasitas sistem dukungan itu
saat memproses data.
Pengaruh
Huda (2014:80) mengemukakan model ini dianggap hanya cocok untuk orang
dewasa, padahal sebenarnya tidak. Siswa di semua tingkatan umur bisa memproses
informasi dengan leluasa. Pola berfikir yang baik selalu mengombinasikan dua hal, yaitu
disiplin dan fleksibilitas.
b. Model Pencapaian Konsep
Kelompok: Model Memproses Informasi
Teoritikus utama: Jerome Bruner (1967)
Pencapaian konsep merupakan proses mencari dan mendaftar sifat-sifat yang
dapat di gunakan untuk membedakan contoh-contoh yang tepat dengan contoh-contoh
yang tidak tepat dari berbagai kategori (Bruner, dkk. dalam Huda, 2014:81). Pada
model pencapaian konsep ini mengharuskan siswa menggambarkan sifat-sifat dari
suatu kategori yang sudah terbentuk dalam pikiran orang lain dengan cara
membandingkan dan membedakan contoh-contoh yang berisi karakteristik konsep
dengan contoh yang tidak berisi karakteristik.
Sintak
Tahap 1: Penyajian Data dan Identifikasi Konsep
 Guru menyajikan contoh-contoh yang telah dilabeli.

 Siswa membandingkan sifat-sifat/ciri-ciri pada contoh-contoh positif dan
negatif.
 Siswa menjelaskan definisi tertentu berdasarkan sifat-sifat/ciri-ciri yang paling
penting.
Tahap 2: Ujian Pencapaian Konsep

7

 Siswa mengidentifikasi contoh-contoh tambahan yang tidak dilabeli dengan
tanda “Ya” dan “Tidak”.
 Guru menguji hipotesis, menamai konsep, dan menyatakan kembali definisidefinisi berdasarkan sifat-sifat/ciri-ciri yang paling esensial.
 Siswa membuat contoh-contoh.
Tahap 3: Analisis Strategi Berpikir
 Siswa mendeskripsikan pemikiran.
 Siswa mendiskusikan peran sifat-sifat dan hipotesis-hipotesis.
 Siswa mendiskusikan jenis dan ragam hipotesis.
Sistem Sosial
Huda (2014:82) mengemukakan bahwa sebelum mengajar dengan model
pencapaian konsep, guru memilih konsep, menyeleksi dan mengolah bahan menjadi
contoh-contoh yang positif dan yang negatif, dan mengurutkan/merangkai contohcontoh tersebut. Dalam banyak kasus, guru harus mempersiapkan contoh-contoh,

menggali ide-ide dan bahan dari buku dan sumber lain, dan merancangnya sedemikian
rupa sehingga ciri-ciri menjadi jelas dan tentu saja, ada contoh-contoh negatif dan
positif yang dibuat dari konsep tersebut. Guru juga menyajikan contoh-contoh
tambahan seperlunya. Ada tiga tugas penting yang harus diperhatikan guru selama
aktivitas pencapaian konsep, yaitu mencatat/ merekam, “membisikan” (isyarat), dan
menyajikan data tambahan.
Tugas/Peran Guru
Huda (2014:83) mengatakan selama proses pelajaran, guru harus bersikap
simpatik pada hipotesis yang dibuat oleh siswa – menekankan bahwa hipotesis itu
merupakan hipotesis alamiah – dan membangun dialog yang di dalamnya siswa dapat
menguji hipotesis mereka dengan hipotesis teman-temannya yang lain. Pada tahap
berikutnya, guru harus mengalihkan perhatian siswa pada analisis terhadap konsepkonsep mereka dan strategi-strategi berpikir mereka. Guru seharusnya menganjurkan
pelaksanaan analisis dengan berbagai strategi daripada mencoba mencari satu strategi
terbaik untuk semua orang dalam semua situasi.

8

Sistem Dukungan
Huda (2014:83) mengatakan materi pelajaran yang berbasis pencapaian
konsep mensyaratkan adanya sajian contoh negatif dan positif pada siswa. Yang harus

ditekankan pada model ini adalah siswa harus mencapai dan mendapatkan konsep
yang sebelumnya telah dipilih oleh guru. Untuk itu, sumber data dari konsep tersebut
perlu diketahui sebelumnya dan sifat-sifatnya juga harus terlihat jelas. Ketika siswa
disajikan contoh, mereka diminta menggambarkan karakteristik (ciri-ciri) dari contoh
tersebut, yang kemudian dapat dicatat oleh guru.
Pengaruh
Huda (2014:84) mengatakan bahwa strategi pencapaian konsep dapat
menyempurnakan tujuan instruksional. Strategi ini dirancang untuk mengajarkan
konsep yang spesifik dan sifat-sifat dari konsep itu. Pada akhirnya, khusus pada
konsep yang abstrak, strategi ini berusaha mendidik kesadaran siswa terhadap
perspektif alternatif, pada nalar logis dalam berkomunikasi, dan toleransi mereka pada
ambiguitas.
c. Model Induktif Kata Bergambar
Kelompok: Model Memproses Informasi
Teoretikus: Emily Calhoun (1999)
Model induktif kata bergambar dirancang untuk menghadapi tantangan
menjadi pembaca yang ahli, utamanya untuk pembaca pemula di tingkat dasar dan
tingkat yang lebih tinggi (Huda, 2014:85).
Sintak
Tahap 1: Pengenalan Kata Bergambar

 Guru memilih sebuah gambar.
 Siswa mengidentifikasi apa yang mereka lihat dalam gambar tersebut.
 Siswa menandai bagian gambar telah diidentifikasi tadi.
Tahap 2: Identifikasi Kata Bergambar
 Guru membaca/mereview bagan kata bergambar.
 Siswa mengklasifikasi kata-kata ke dalam berbagai jenis kelompok.

9

 Siswa mengidentifikasi konsep umum dalam kata-kata tersebut ke dalam
kelas/golongan kata tertentu.
 Siswa membaca kata-kata itu dengan merujuk pada bagan jka kata tersebut
tidak mereka kenali.
Tahap 3: Review Kata Bergambar
 Guru membaca/mereview bagan kata bergambar (mengucapkan, mengeja, dan
mengucapkan).
 Guru menambah kata-kata, jika dinginkan, pada bagan kata bergambar atau
yang sering dikenal dengan “bank kata”.
 Siswa memikirkan judul yang tepat untuk bagan kata bergambar itu.
Tahap 4: Menyusun Kata dan Kalimat
 Siswa menyusun sebuah kalimat, kalimat-kalimat, atau suatu paragraf secara
langsung yang berhubungan dengan bagan kata bergambar tadi.
 Siswa mengklasifikasi seperangkat kalimat yang dapat mengahsilkan satu
kategori kelompok tertentu.
 Guru memperagakan membuat kalimat-kalimat tersebut secara bersamaan
menjadi suatu paragraf yang baik
 Guru dan siswa membaca/mereview kalimat-kalimat atau paragraf-paragraf.
Sistem Sosial
Model pengajaran ini dilakukan secara kooperatif. Guru bisa membentuk
kelompok kecil untuk saling berbagi gagasan mengenai gambar-gambar yang
disajikan.
Tugas/Peran Guru
Guru memegang kunci dalam meningkatkan keterampilan baca-tulis siswa –
kunci yang menyediakan akses dan pilihan pada mereka. Semakin banyak
pemahaman yang mereka miliki tentang cara bahasa bekerja, semakin kuat mereka
menjadi seorang komunikator dan warga negara yang baik.
Sistem Dukungan
Setiap sesi putaran model induktif kata bergambar selalu menggunakan foto
yang besar sebagai stimulus umum untuk penulisan kata dan kalimat.
10

Pengaruh
Model induktif kata bergambar memilki pengaruh, yaitu: (1) belajar membuat
kosakata; (2) belajar meneliti struktur kata dan kalimat; (3) menghasilkan tulisan; (4)
menghasilkan pemahaman tentang hubungan membaca/menulis; (5) mengembangkan
keterampilan dalam analisis fonetik dan struktural; (6) mengembangkan minat dan
kemampuan untuk berekspresi dengan cara menulis; (7) meningkatkan gairah
membaca teks nonfiksi; (8) mengembangkan keterampilan bekerja sama dalam
belajar bersama orang lain dalam ranah membaca/menulis.
d. Model Penelitian Ilmiah

The Inquiry Wheel
Scientific
commounication

Observi
ng

Communicating
the Findings

Society

Reflecting on
the Findings

Defining The
Problem

QUESTIONS

Forming The
Question

Investigating the
Known

Interpreting
the Result
Carrying Out
The Study

Articulating The
Expectation

Inti dari model penelitian ilmiah (scientific inquiry model) adalah melibatkan siswa
dalam masalah penelitian yang benar-benar orisinal dengan cara menghadapkan mereka pada
bidang investigasi, membantu mereka mengidentifkasi masalah konseptual atau metodologis
dalam bidang tersebut, dan mengajak mereka untuk merancang cara-cara memecahkan
masalah. Dari sini, mereka bisa bagaimana suatu penegatahuan dibuat dan dibangun dalam
komunitas para ilmuwan. Pada waktu yang bersamaan, mereka akan menghargai penegtahuan
sebagai hasil dari proses penelitian yang meleahkan dan mungkin juga akan beljar tentang
keterangan keterbatasan-keterbatasan dan keunggulan-keunggulan pengetahuan masa kini
(Huda 2014:90).
11

Sintak
Tahap 1 : Penyajian Bidang Penelitian
 Guru menyajikan bidang penelitian yang meliputi metodologi-metodologi yang bisa
digunakan siswa dalam melaksanakan penelitian.
Tahap 2: Identfikasi Masalah
 Guru mendesain masalah penelitian agar siswa dapat mengidetifikasi masalah dalam
penelitian tersebut
Tahap 3: Pemecahan Masalah
 Guru meminta siswa berspekulasi tentang masalah tersebut, sehingga ia dapat
mengidentifikasi kesulitan-kesulitan tersebut yang dijumpai selama proses penelitian.
Tahap 4: Uji Coba
 Guru meminta siswa berspekulasi tentang cara-cara memperjelas kesulitan tersebut
dengan merancang uji coba, mengolah data dengan cara yang berbeda, menghasilkan
data, mengembangkan konstruk-konstruk, dan sebagainya.
Sistem Sosial
Dalam model pengajaran ini, Huda (2014:92) mengatakan iklim kooperatif sangat
dianjurkan. Karena siswa benar-benar dimasukkan ke dalam iklim penelitian yang
menggunakan teknik ilmu pengetahuan yang kompleks, maka siswa diharapkan memiliki
tingkat keberanian tertentu sebagai bentuk kerendahan. Selain itu siswa juga harus memiliki
mengakui sifat pengetahuan mereka yang tentative dan sealu berkembang dengan baik
sebagai sesuatu disiplin, dan mereka juga perlu mengembangkan sikap kerendahanhatian
dengan tetap berpegang teguh pada pendektan mereka terhadap disiplin-disiplin ilmiah yang
telah berkembang dengan baik.
Peran/Tugas Guru
Tugas guru adalah membimbing, melatih, dan mendidik penelitian denfan
menekankan pada proses penelitian dan membujuk siswa untuk bercemin pada proses
tersebut (Huda, 2014:92). Guru harus berhati-hati bahwa mengidentifikasi fakta bukanlah
persoalan utama yang patut ditekankan dalam penelitian. Lebih jauh, yang terpenting dalam
hal ini adalah bagaimana guru dapat mendorong sisw menghadapi persoalan penelitian yang
rumit dengan baik dan cemat. Guru harus mengarahkan siswa untuk membuat hipotesis,

12

menafsirkan data, dan mengembangkan konstruk, yang juga merupakan bagian dari cara-cara
mereka menginterpretasikan realitas yang terus berkembang.
Sistem Dukungan
Huda (2014:93) mengatakan satu-satunya sistem dukungan yang dibutuhkan dalam
model ini adalah seornag instruktur yang fleksibel dan terampil dalam proses penelitian,
ayang dapat menyediakan bidang-bidang penelitian yang orosinal, masalah-masalah yang
mengeringinya, dan sumber-sumber data yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian.
Selain itu, sistem dukuan yang lain adalah adanya perangkat-perangkat yang memadai untuk
memperlancar implementasi tugas-tugas tersebut diatas.
Pengaruh
Model-model

penelitian

dirancang

untuk

mengajarkan

proses-proses

riset,

mempengaruhi cara-acar siswa dalam memproses informasi, dan mendidik komitmen mereka
untuk melakukan penelitian ilmiah (Huda, 2014:93). Model ini juga memungkinkan
terbukanya pemikiran dan kemampuan untuk meneguhkan pendapat dan menyeimbangkan
alternatif-alternatif. Karena penekanannya pada upaya riset kolektif, model ini juga dapat
medndiik semanagt bekerja sama dan kemampuan untuk bekerja bersama orang lain.
e. Model Latihan Penelitian
Model latihan penelitian (inquiry training model) berawal dari sebuah kebutuhan
untuk mengembangkan munitas para pelajar yang mandiri. Metodenya mensyaratkan
partisipasi aktif siswa dalam penelitian ilmiah. Siswa sebenarnya memiliki rasa ingin tahu
dan hasrat yang besar untuk tumbuh berkembang; dan latihan penelitian memanfaatkan
eksplorsi kegairahan alami mereka memeberikan mereka arahan-arahan khusus sehingga
mereka dapat engeksplorsi bidang-bidang penelitian secara efektif. Tujuan umum latihan
penelitian adalah membantu siswa mengembangkan disiplin intelektuan dan keterampilan
yang mumpuni untuk meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencaraian jawaban yang
terpendam rasa keinginan taahuan mereka (Huda, 2014:94).
Sintak
Tahap 1: Identifikasi Masalah
 Guru menjelaskan prosedur-prosedur penelitian.

13

 Guru menjelaskan beberapa perbedaan anatar prosedur.
Tahap 2: Verifikasi Data
 Siswa melakukan verifikasi pada objek dan prasyarat – prasyarat yang mendsari ssiwa
mengeksplorasi penelitian berdasrkan yang dihadapi.
Tahap 3: Eksperimentasi Data
 Siswa memisahkan variable-variable yang relevan.
 Siswa membuat hipotesis (dan menguji) hubungan kausal antarvariabel.
Tahap 4: Formulasi Data
 Siswa mengolah data.
 Siswa merusmuskan penjelasan mengena data.
Tahap 5: Analisis Proses Penelitian
 Siswa menganalisis strategi penelitian.
 Siswa mengembangkan strategi penelitian yang efektif.
Sistem Sosial
Huda (2014:96) mengatakan sistem sosial dalam model ini bersifat kooperatif dan
ketat. Walaupun model latihan ini dapat disusun dengan baik, dengan sistem sosial yang
dikontrol sepenuhnya oleh guru, lingkungan intelektual haruslah tepat terbuka bagi semua
gagasan yang relevan; guru dan siswa berpartisipasi sceara kolaboratif dimana akan ada
banyak gagasan yang nantinya bisa saling didiskusikan bersama. Selain itu, Guru seharusnya
juga bisa mendorong siswa untuk mulai mengawali, memprakarsai, dan menjalankan
penelitian. Saat siswa belajar prinsip-prinsip penelitian, struktur pengajaran dapat diperluas
hingga apada penggunaan materi-materi sumber, dialog dengan siswa lain, ekprementsi, dan
diskusi dengan guru.
Peran/Tugas Guru
Tugas terpenting dari seorang guru sebenarnya terletak pada tahap kedua dan ketiga.
Selama tahap kedua, tugas guru adalah membantu siswa untuk meneliti, bukan melakukan
penelitian untuk mereka. Jika guru diajukan pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan kata
ya dan tidak, ia harus meminta siswa untuk menyusun kembali pertanyaan maereka agar
mereka bisa melanjutkan upaya nya untuk mengumpulkan data menghubungkannya dengan
situasi permasalahan. Jika perlu, guru bisa menjaga pergerakan penelitian dengan
menyediakan informasi pergerakan penelitian dengan menyediakan informasi baru pada
14

kelompok dan memfokuskan diri pada peristiwa-peristiwa permasalahan tertentu atau dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut (Huda, 2014:97).
Sistem Dukungan
Huda (2014:97) mengemukakan tentang model ini memerlukan dukungan yang
optimal, yakni seperangkat bahan atau materi yang konfrontatif, seorang guru yang
memahami proses intelektual dan strategi penelitian, dan materi-materi sumber yang
menopang suatu permasalahan.
Pengaruh
Huda (2014:97) mengatakan pengaruh dari model ini menawarkan strategi-strategi
penelitian, nilai-nilai, dan sikap-sikap yang pentig dalam ranah penelitian, yang meliputi
antara lain: 1) keterampilan mengolah (mengobservasi, mengumpulkan, dan mengolah data;
mengidentifikasi dan mengontrol variabel-variabel merumuskan dan menguji hipotesis dan
penjelasan menarik kesimpulan); 2) Pembelajaran aktif, mandiri, 3) Pengungkapan Verbal 4)
Toleran pada ambiguitas 5) Berpikir Logis 6) Sikap bahwa semua pengetahuan bersifat
tentatif.
f. Model Mnemonik
Berbicara tentang metode menghafal/mnemonic, ingatan kita mungkin tertuju pada
masa-masa sekolah dulu, bagaimana kita dituntut untuk menguasai daftar materi yang tak
tersrtuktur, seperti kata-kata baru, bunyi-bunyi baru, hari-hari dalam seminggu, 50 kota, dan
negara-negara di dunia. Beberapa dari kita menjadi penghafal yang efektif, tetapi beberapa
yang lain tidak. Saat kita mencoba mengingat kembali informasi yang pernah kita hafal dulu,
kita begitu mudah melupakannya. Kita seakan menganggap semuanya segala hal yang remeh
yang tidak terlalu penting untuk diingat kembali. Namun, bayangkan sejenak apa yang akan
terjadi pada dunia tanpa informasi yang kita peroleh beratahun-tahun disekolah? Pada intinya,
kita tetap membutuhkan informasi, dan model menghafal disini dirancang untuk memenuhi
kebutuhan tersebut (Huda, 2014:99).
Sintak
Tahap 1: Mempersiapkan Materi
 Siswa menggunakan teknik-teknik seperti menggaris bawahi (underlining), membuat
daftar (listing), dan merefleksikan (reflecting).
15

Tahap 2: Mengembangkan Hubungan-hubungan
 Siswa berusaha akrab dengan materi dan menghubungkan menggunakan teknikteknik sistem kata kunci (keyword), kata ganti (substitute word), dan kata hubung.
Tahap 3: Memperluas Gambaran Sensorik
 Siswa menggunakan teknik-teknik asosiasi konyol (ridiculous association) dan
melebih-lebihkan (exaggeration)
Tahap 4: Mengingat Kembali
 Siswa melakukan recalling pada materi hingga semua nya tuntas dipelajari.
Sistem Sosial
Huda (2014:100) mengatakan sistem sosial bersifat kooperatif. Guru dan siswa
menjadi satu tim yang sama-sama bekerja sama menyelesaikan materi baru. Prakarsa ini
seharusnya lebih ditekankan pada siswa agar mereka dpapat melakukan kontrol pada strategi
menghafal dan menggunakannya untuk mengingat gagsan, kata, dan rumus-rumus.
Peran/Tugas Guru
Huda (2014:100) mengatakan guru membantu siswa mengidentifikasi objek-objek
utama, pasangan kita, dan gambar-gambar, dengan menawarkan sugesti-sugesti yang positif
namun tetap an mempertimbangkan level kemampuan kognitif siswa.
Sistem Dukungan
Huda (2014:100) mengemukakan semua perangkat bidang kurikulum yang tradisional
dapat digunakan dalam mengefektifkan strategi menghafal ini. Gambar-gambar, bantuanbantuan fisik, film, dan materi-materi audivisual lain juga sangat berguna, khususnya untuk
meningkatkan kekayaan sensorik siswa dalam bentuk asosiasi-asosiasi.
Pengaruh
Salah satu yang paling penting dari model ini adalah pengakuan siswa bahwa belajar
tidaklah selalu misterius; belajar merupakan proses inhern bahkan pada saat mereka sedang
tidak

mampu/tidak

memliki

kendala

atas

kemampuannya

sendiri.

Hasil

kedua

adlah ,meningkatakannya kemampuan siswa dalam mengagmabarkan dan membentuk
asosiasi-asosiasi. Karena strategi menghafal berkaitan dengan skill penguasaan dalam hati,
maka kreativitas siswa perlu dipupuk, dan keterangan mereka dengan pemikiran yang
16

nyaman dan kreatif juga perlu ditingkatkan. Aktivitas mengimajinsikan (imaging)
mengharuskan siswa untuk mengamati dna menghadirkan dunia disekitar kita. Oleh sebab
itu, mengimajinasikan (imaging) sebagai bagian dari kerja memori dapat mendisiplinkan
mereka untuk menghadirkan lingkungan secara otomatis (Huda, 2014:101).
g. Model Sinektik
Proses sinektik dikembangkan dari beberapa asumsi tentang psikologi kreativitas (the
psychology of creatiivity). Asumsi pertama, dengan membawa proses kreatif menuju
kesadaran dan dengan mengembangkan bantuan-bantuan eksplisit menuju kreativitas, kita
dapat secara langsung meningkatkan kapasitas kreatif secara individu maupun kelompok.
Asumsi yang kedua dalah bahwa “kompnen emosional lebih penting daripada intelektual
irasional lebih penting dari pada rasional” (Gordon dalam Huda, 2014:102). Kreativitas
merupakan pengembangan pola-pola mental baru. Interaksi yang tidak masuk akal
menyisakan ruang bagi keberlanjutan pemikiran yang dapat menuntut pada kondisi mental
dimana banyak gagasan baru muncul. Asumsi ketiga adalah bahwa “unsur-unsur emosional
dan irasional harus dipahami dengan baik agar mampu meningkatkan kemungkinan sukses
dalam menyelesaikan situasi permasalahan” (Gordon dalam Huda, 2014:102).
Sintak
Tahap 1: Input Substantif
 Guru menyediakan informasi tentang topik baru
Tahap 2: Analog Langsung
 Guru mengusulkan analog langsung
 Siswa mendeskripsikan analog
Tahap 3: Analog Personal
 Guru

meminta

siswa

untuk

“menjadi

sesuatu/sesorang

yang

familier”

(mempersonalisasi analog langsung)
Tahap 4: Perbandingan Antaranalog
 Siswa mengidentifikasi dan menjelaskan poin – poin kesamaan anatar analog dan
materi substansif.
Tahap 5: Identifikasi Perbedaan
 Siswa menjelskan perbedaan – perbedaan antar analog
Tahap 6: Ekslporasi
17

 Siswa mengeksplorasi kembali topik awal
Tahap 7: Formulasi Analog
 Siswa menyiapkan analog berlangsung
 Siswa mengeksplorasi persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan
Sistem Sosial
Huda (2014:103) mengatakan baik model-model maupun strategi-strategi pengajaran
sinektik sebenarnya dapat disusun dengan mudah asalkan guru dapat membimbing penerapan
mekanisme-mekanisme operasional didalamnya. Guru dapat membantu siswa melogikakan
proses-proses mental mereka. Namum, siswa punya kebebasan untuk melakukan diskusi
terbuka dalam memecahkan masalah secara metaforis. Norma-norma kerja sama, “permainan
khayalan”, dan kualitas intelektual dan emosional juga penting untuk membangun setting
pemecahan masalah secara kreatif. Rward bersifat internal, datang dari kepuasan dan
kenyamanan siswa dalam aktivitas pembelajaran.
Peran/Tugas Guru
Guru harus memeperhatikan siswa-siswa mana saja yang pola pikirnya perlu diatur
sedemikiran rupa. Beitu pula mereka juga perlu mendorong kondisi-kondisi psikologi mereka
juga perlu mendorong kondisi-kondisi psikologis yang mungkin dapat membangun respons
kreatif siswa. Mereka harus menerima seluruh respons siswa untuk meyakinkan bahwa siswa
merasa tidak ada penghakiman eksternal terhadapn ekspresi kretaifnya. Semakin sulit
maslaah yang dipecahkan, semakin penting bagi guru untuk menerapkan dan menrima
analogi-anlogi yang tidak masuk akal sehingga siswa dapat mengembangkan perspektifperspektif yang segar tentang masalah yang mereka hadapi (Huda, 2014:104).
Sistem Dukungan
Huda (2014:105) mengungkapkan pada hakikatnya, siswa tetap membutuhkan
fasilitas dari seorang instruksi yang kompeten dalam merancang dan menerapkan prosedurprosedur analisis. Bagaimanapun, siswa membutuhkan lingkungan pemebelajaran yang
didalamnya kreativitas mereka bisa dihargai dengan sebaik-baiknya. Ruangan belajar yang
biasa mungkin dapat menyediakan kebutuhan-kebutuhan seperti ini, tetapi kelas yang seiring
dirancang dalam bentuk kelompok-kelompok mungkin akan terlalu besar untuk aktivitasaktivitas sinektik. Dengan demikian, kelompok-kelompok kecil perlu dibuat.
18

Pengaruh
Huda (2014:105) mengatakan model sinektik dapat memberi: 1) pengaruh
instruksional berupa kohesi dan produktivtias kelompok, keterampilan berpikir metaforis,
kapabilitas, dan pemecahan masalah, dan 2) pengaruh pengiring berupa harga diri,
petualangan, dan penguasaan materi kurikulum.
h. Model Advance Organizer
Ausubel dalam Huda, (2014:106) percaya bahwa siswa harus menjadi konstruktor
pengetahuan yang aktif. Hanya saja mereka perlu diarahkan untuk memiliki metalevel
disiplin dan metagonisi untuk merespon pengajaran secara produktif, dari pada mengawali
pengajaran dengan dunia persepsi mereka dan membimbing mereka untuk menginduksikan
struktur-struktur. Medal advance organizer ini dirancang untuk memperkuat struktur kognitif
siswa. Pengetahuan mereka tentang pelajaran tentu dan bagaimana mengelola, memperjelas,
dan memelihara pengetahuan tersebut dengan baik. Seberapa banyak pengetahuan tersebut,
dan bagaimana pengetahuan ini dikelola.
Sintak
Tahap 1: Presentasi Advance Organizer
 Guru mengklarifikasi tujuan-tujuan pengajaran.
 Guru menyajikan organizer.
 Guru mengidentifikasi karakteristik-karakteristik konklusif.
 Guru memberi contoh-contoh.
 Guru menyajikan konteks.
 Guru mereview penjelasannya.
 Guru mendorong kesadaran dan pengetahuan siswa.
Tahap 2: Presentasi Tugas atau Materi Pelajaran
 Guru menyajikan materi.
 Guru berusaha menjaga perhatian siswa.
 Guru memperjelas aturan materi pelajaran.
Tahap 3: Pengolahan Kognitif
 Guru menggunakan prinsip-prinsip rekonsiliasi intergratif.
 Guru menganjurkan pembelajaran resepsi aktif.

19

Sistem Sosial
Dalam model ini, guru harus mempertahankan control pada struktur intelektual siswa,
karena ini hal penting untuk menghubungkan materi pembelajaran dengan organizer yang ia
sajikan. Ini juga dimaksudkan untuk membantu siswa membedakan materi baru dengan
materi yang telah dipelajsri sebelumnya. Akan tetapi, pada tahap ketiga, situasi
pemebelajaran ideal harusnya lebih interaktif. Siswa-siswa perlu dirangsang untuk
mengajukan pertanyaan dan memebrikan tanggapan atas organizer tesebut. Materi
pemeblajaran yang hendak disampaikan jika mereka mampu mengintegrasikannya dengan
pengetahuan sebelumna, melalui kemampuan kritisnya, presentasi guru, dan pengolahan
informasi (Huda, 2014:108).
Peran/Tugas Guru
Huda (2014:108) mengatakan tugas guru adalah mengklarifikasi makna-makna materi
pembelajaran yang baru, membedakan makna tersebut dari mendamaikannya dengan
pengetahuan yang ada, membuatnya relevan dengan siswa secara personal dan kognitif, serta
membantu mereka untuk kritis pada pengetahuan. Idealnya, dengan cara seperti ini, siswa
seharusnya sudah dapat mengajukan sendiri pertanyaan-pertanyaan mereka dalam merespon
organizer yang disajikan tersebut.
Sistem Dukungan
Huda (2014:109) mengemukakan materi yang disusun dengan baik merupakan syarat
dukungan yang penting untuk model ini. Efektivitas advance organizer tergantung pada relasi
yang terpadu antara organizer dengan materi pelajar. Model ini memberikan petunjuk pada
siswa dalam membangun (atau menyusun kembali) materi-materi pengajaran.
Pengaruh
Nilai-nilai instruksional dari model ini sangat jelas gagasan-gagasan yang digunakan
sebagai advance organizer itu haruslah dipelajari, sebagaimana informasi “lain” pada
umumnya yang disajikan kepada siswa. Kemampuan untuk belajar dari bacaan, ceramah, dan
media lain yang digunakan untuk presentasi merupakan pengaruh lain, yang pada akhrinya
membentuk minat penelitain siswa dan kebiasaan mereka berpikir secara cermat (Huda,
2014:109).

20

2.

Model-model Interaksi Sosial
Model-model dalam kategori ini menekankan relasi individu dengan masyarakat dan

orang lain. Sasaran utamanya adalah untuk membantu siswa belajar bekerja sama,
mengindetifikasi dan menyelesaikan masalah, baik yang sifatnya akademik maupun sosial.
Huda (2014:109) mengemukakan tujuan-tujuan utama dalam model ini adalah:
a. Membantu siswa bekerja sama untuk mengindetifikasi dan menyelesaikan masalah.
b. Mengembangkan skill hubungan masyarakat.
c. Meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai personal dan sosial.
Model-model yang termasuk dalam kategori ini antara lain: (1) model kooperatif; (2)
model bermain peran; (3) model penelitian yuridis. Berikut ini adalah penjabaran singkat
mengenai model-model pengajaran berbasis interaksi sosial.
a. Model Pembelajaran Kooperatif
Kelompok: Model Interaksi Sosial
Teoritikus utama: Johnson dan Johnson (1974), Robert Slavin (1983), Shlomo Sharan
(1980)
Bekerja dalam sebuah kelompok yang terdiri dari tiga atau lebih anggota pada
hakikatnya dapat memberikan daya dan manfaat tersendiri. Hal ini pernah dikemukakan oleh
Roger Johnson dari Universitas Minnesota (Johnson dan Johnson dalam Huda, 2014:111).
Slavin dari Universitas John Hopkins dan Shlomo dari Universitas Tel Aviv dalam Huda
(2014:111) juga menyatakan hal yang sama. Dengan menggunakan strategi yang sedikit
berbeda, baik tim Johnson dan Slavin melakukan serangkaian investigasi yang secara
langsung menguji asumsi mengenai model pengajaran sosial. Secara khusus, mereka meneliti
apakah tugas kerja sama dan struktur reward dapat memengaruhi hasil pembelajaran secara
positif ataukah tidak. Selain itu, mereka juga merekomendasiakan adanya peningkatan
kesatuan kelompok, tingkah laku bekerja sama, dan relasi antar kelompok melalui prosedur
pembelajaran yang kooperatif. Salah satu asumsi yang mendasari pengembangan
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah bahwa sinergi yang muncul melalui
kerja sama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar daripada melalui lingkungan
kompetitif individual. Kelompok-kelompok sosial integratif memiliki pengaruh yang lebih
besar daripada kelompok yang dibentuk secara berpasangan. Perasaan saling keterhubungan
(feelings of connectedness), menurut mereka,dapat menghasilkan energi yang positif.
Sintak
Tahap 1 : Persiapan Kelompok
21

 Guru memilih metode, teknik, dan struktur pembelajaran kooperatif
 Guru menata ruang kelas untuk pembelajaran kelompok
 Guru merangking siswa untuk pembentukan kelompok
 Guru menentukan jumlah kelompok
 Guru membentuk kelompok-kelompok
Tahap 2 : Pelaksankan Pembelajaran
 Siswa merancang team building dengan identitas kelompok
 Siswa dihadapkan pada persoalan
 Siswa merumuskan tugas dan dan menyelesaikan persoalan
 Siswa bekerja mandiri, lalu belajar kelompok
Tahap 3 : Penilaian kelompok
 Guru menilai dan menskor hasil kelompok
 Guru memberi penghargaan pada kelompok
 Guru dan siswa mengevaluasi perilaku anggota kelompok
Sistem Sosial
Huda (2014:112) mengatakan sistem sosial dalam model kooperatif begitu
menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis yang didasarkan pada kesepakatan kolektif
anataranggota dalam setiap kelompok. Aktivitas kelompok disajikan melalui struktur
eksternal minimalis yang dimediasi oleh seorang guru. Siswa maupun guru memiliki status
yang sama namun peran yang berbeda dalam mengefektifkan pembelajaran kooperatif ini.
Siswa berperan sebagai pelaksana diskusi, sementara guru bertugas sebagai fasilitator dalam
mendesain lingkungan kooperatif yang kondusif.
Peran/Tugas Guru
Huda (2014:113) mengatakan dalam model ini, guru terkadang berperan sebagai
konselor, konsultan, dan terkadang pula sebagai pemberi kritik yang ramah. Dia harus
membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok dalam beberapa tingkatan berikut ini;
pertama, pemecahan masalah atau level tugas (Apa masalahnya? Apa saja faktor yang terlibat
didalamnya?), kedua, level managemen kelompok (informasi apa yang dibutuhkan saat ini?
Bagaimana mengatur kelompok untuk membicrakan informasi tersebut?), dan ketiga, level
pribadi (Apa tanggapan masing-masing anggota mengenai kesimpulan yang telah diperoleh
kelompok? Langkah lain apa yang akan dilakukan setelah memperoleh kesimpulan tersebut?)
22

Sistem Dukungan
Huda (2014:113) mengatakan sistem dukungan dalam pembelajaran kooperatif
haruslah ekstensif dan responsif terhadap semua kebutuhan siswa. Sekolah harus dilengkapi
dengan sebuah ruang perpustakaan yang menyediakan informasi dari berbagai macam media;
sekolah juga harus bisa menyediakan akses terhadap referensi-referensi luar. Siswa haruslah
didorong untuk melacak dan menghubungi orang-orang yang bisa dijadikan referensi di luar
sekolah.
Pengaruh
Huda (2014:114) mengatakan model ini sangatlah menarik dan bermanfaat, serta
komprehensif; ia memadukan antara tujuan penelitian akademik, integrasi sosial,
pembelajaran, proses kolektif. Model ini bisa diterapkan untuk semua subjek pembelajaran,
pada siswa dalam semua tingkat umur, jika guru memang berkeinginan untuk menekankan
proses formulasi dan pemecahan masalah dalam beberapa aspek ilmu pengetahuan
disbanding memasukkan informasi yang belum terstruktur dan belum ditetapkan. Di anatara
pengaruh instruksional model ini adalah efektivitas pengelolaan kelompok, kontruksi
pengetahuan, dan kedisiplinan dalam penelitian kolaboratif. Sementara itu, pengiringnya
antara lain: kemandirian sebagai pembelajar, penghargaan pada hak orang lain, penelitian
sosial sebagai pandangan hidup, dan kehangatan dan interpretasi interpersonal.
b. Model Bermain Peran
Kelompok ; Model Interaksi
Teoretikus Utama : Fannie Shaftel (1967)
Role playing (bermain peran) merupakan sebuah model pengajaran yang berasal dari
dimensi pendidikan individu maupun sosial. Model ini membantu masing-masing siswa
untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan
dilema pribadi dengan bantuan kelompok. Dalam dimensi sosial, model ini memudahkan
individu untuk bekerja sama dalam menganalisis kondisi sosial, khususnya masalah
kemanusiaan. Model ini juga menyokong beberapa cara dalam proses pengembangan sikap
sopan dan demokratis dalam menghadapi masalah. Esensi role playing adalah keterlibatan
partisipan dan peneliti dalam situasi permasalahan dan adanya keinginan untuk memunculkan
resolusi damai serta memahami apa yang dihasilkan dalam keterlibatan langsung ini. Role
playing berfungsi (1) mengeksplorasi perasaan siswa, (2) mentransfer dan mewujudkan
pandangan mengenai perilaku, nilai, dan persepsi siswa, (3) mengembangkan skill
23

pemecahan masalah dan tingkah laku, dan, (4) mengeksplorasi materi pelajaran dengan cara
yang berbeda.
Sintak
Tahap 1 : Pemanasan Suasana Kelompok
 Guru mengidentifikasi dan memaparkan masalah.
 Guru menjelaskan masalah.
 Guru menafsirkan masalah.
 Guru menjelaskan role playing.
Tahap 2 : Seleksi Partisipan
 Guru menganalisis peran.
 Guru memilih pemain (siswa) yang akan melakukan peran.
Tahap 3 : Pengaturan Setting
 Guru mengatur sesi-sesi peran.
 Guru menegaskan kembali tentang peran.
 Guru dan siswa mendekati situasi yang bermasalah.
Tahap 4 : Persiapan Pemilihan Siswa Sebagai Pengamat
 Guru dan siswa memutuskan apa yang akan dibahas.
 Guru member tugas pengamatan terhadap salah seorang siswa.
Tahap 5 : Pemeranan
 Guru dan siswa mulai role play.
 Guru dan siswa mengukuhkan role play.
 Guru dan siswa menyudahi role play.
Tahap 6 : Diskusi dan Evaluasi
 Guru dan siswa mereview pemeranan (kejadian, posisi, kenyataan).
 Guru dan siswa mendiskusikan focus-fokus utama.
 Guru dan siswa mengembangkan pemeranan selanjutnya.
Tahap 7 : Pemeranan Kembali
 Guru dan siswa memainkan peran yang berbeda.
 Guru member masukan atau alternatif perilaku dalam langkah selanjutnya.
Tahap 8 : Diskusi dan Evaluasi
 Dilakukan sebagaimana pada tahap 6.
24

Tahap 9 : Sharing dan Generalisasi Pengalaman
 Guru dan siswa menghubungkan situasi yang diperankan dengan kehidupan di dunia
nyata dan masalah-masalah lain yang mungkin muncul.
 Guru menjelaskan prinsip umum dalam tingkah laku.
Sistem Sosial
Sistem sosial dalam model ini cukup terstruktur. Guru memilik tanggung jawab,
setidak-tidaknya pada awal permainan, untuk memulai tahap-tahap dan membimbing siswa
melalui aktivitas dalam tiap tahap. Meski demikian, materi khusus dalam diskusi dan
pemeranan di tentukan oleh siswa. Pertanyaan yang diajukan guru seharusnya dapat
mendorong ekspresi yang jujur serta bebas dan menggambarkan perasaan atau pikiran siswa
yang sebenarnya. Guru harus menanamkan kualitas dan kepercayaan antara dirinya dan
siswa-siswanya. Guru bisa melakukan ini dengan menerima semua saran sebagai hal yang
abash dan konstruktif. Dengan cara ini, maka semua peran yang dimainkan siswa akan
tampak mencerminkan perasaan atau sikap siswa yang sebenarnya. Yang terpenting,
meskipun guru bersikap reflektif dan suportif selama proses ini, siswa tetaplah pihak yang
berperan mengambilalih atau mengontrol arah pengajaran. Mereka seharusnya dibiarkan
untuk memilih masalah yang akan ditelusuri, memimpin diskusi, memilih aktor, membuat
keputusan kapan pemeranan akan dilakukan, mengatur pemeranan, dan yang terpenting,
memutuskan apa yang harus diperiksa dan usulan nama yang akan dieksplorasi. Sementara,
di sisi lain, guru bisa mengobservasi secara langsung tingkah laku siswa dengan berpegangan
pada karakteristik pertanyaan yang diajukan siswa.
Peran/Tugas Guru
Kami telah mengidentifikasi lima peran penting guru dalam model ini. Pertama, guru
seharusnya menerima semua respons dan saran siswa, khususnya pendapat dan perasaan
mereka, dengan cara yang tidak terkesan menghakimi. Kedua, guru harus membantu siswa
menelusuri sisi-sisi yang berbeda dalam situasi permasalahan tertentu, memperhitungkan, dan
mempertimbangkan alternative yang muncul dari sudut pandang yang berbeda. Ketiga,
dengan merefleksikan, memparafrasa, dan merangkum respons ini, guru dapat meningkatkan
kesadaran siswa mengenai perasaan dan pikiran mereka sendiri. Keempat, guru harus
menitikberatkan bahwa ada beberapa cara berbeda untuk memainkan peran yang sama dan
ada pula konsekuensi berbeda yang akan mereka temui dalam proses pemeranan ini. Kelima,

25

ada banyak cara alternatif untuk memecahkan suatu masalah; tidak ada satu jalan yang
mutlak benar. Guru membantu siswa mempertimbangkan dan melihat konsekuensikonsekuensi dari solusi yang dipeleh dan membandingkannya dengan alternatif lain.
Sistem Dukungan
Materi yang ada dalam role playing sangatlah sedikit, namun semuanya sama-sama
penting. Perangkat utamanya adalah situasi permasalahan. Situasi ini terkadang membantu
dalam membentuk dan mengarahkan peran. Situasi permasalahan dapat menfasilitasi
penggambaran peran atau perasaan masing-masing karakter yang harus dipertunjukkan oleh
siswa. Selain itu, film, novel, dan cerpen merupakan sumber-sumber penting yang dapat
dijadikan referensi untuk mencari situasi permasalahan. Cerita problematik atau rangkuman
situasi permasalahn juga penting. Cerita-cerita problematik, sebagaimana namanya, adalah
narasi-narasi pendek yang menggambarkan setting, keadaan, aksi, dan dialog dalam situasi
tertentu. Satu atau beberapa karakter bisa menghadapi dilema dalam menentukan pilihan atau
tindakannya. Cerita pun berakhir namun tak terselesaikan.
Pengaruh
Role playing diatur secara khusus untuk mendidik siswa dalam: (1) menganalisis nilai
dan perilakunya masing-masing, (2) mengembangkan strategi-strategi pemecahan masalah
interpersonal ataupun personal, dan (3) meningkatkan rasa empati terhadap orang lain.
Sementara itu, pengaruh pengiringnya adalah untuk memperoleh informasi mengenai
masalah dan norma sosial sekitar.
c. Model Penelitian Yuridis
Kelompok : Model Interaksi Sosial
Teoretikus Utama : Donald Oliver dan James P. Shaver
Oliver dan Shaver dalam Huda (2014:120) menggagas suatu gaya penelitian hukum
untuk membantu siswa belajar berfikir secara sistematis mengenai isu-isu kontemporer.
Model ini mengharuskan siswa merumuskan isu-isu tersebut sebagai persoalan kebijakan
publik dan menganalisis posisi mereka sendiri. Pada intinya, model ini merupakan model
tingkat tinggi dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Ketika masyarakat kita
mengalami perubahan sosial dan cultural di segala aspek kehidupan saat ini, model penelitian
hukum menjadi sangat penting, khususnya untuk mereka yang kembali merenungkan
posisinya mengenai pertanyaan-pertanyaan penting seputar isu-isu sosial, etika dan hukum.
26

Warga Negara harus memahami isu yang tengah beredar dan mampu membahasnya dalam
formulasi kebijakan tertentu. Dengan mmberikan perangkat untuk menganalisis dan
mendiskusikan isu sosial, pendekatan hukum akan membantu siswa berpartisipasi dalam
menjabarkan kembali nilai-nilai sosial.
Sintak
Tahap 1 : Identifikasi Kasus
 Guru memperkenalkan materi kasus.
 Guru mereview fakta.
Tahap 2 : Identifikasi Isu
 Siswa membuat sintesis antara fakta-fakta dan isu-isu kebijakan public.
 Siswa memilih satu isu kebijakan publik untuk didiskusikan.
 Siswa mengindetifikasi nilai dan konflik.
 Siswa mengenali fakta dasar dan permasalahan seputar definisi.
Tahap 3 : Pemilihan posisi
 Siswa mengartikulasikan posisinya.
 Siswa mengungkapkan prinsip dasar dari nilai sosial atau konsekuensi suatu
keputusan hukum.
Tahap 4 : Eksplorasi sikap, Pendirian, dan Argumentasi
 Siswa menjelaskan nilai-nilai yang dilanggar.
 Siswa membuktikan konsekuensi prinsip yang diinginkan dan yang tidak diinginkan
(factual).
 Siswa membuat prioritas.
 Siswa menegaskan prioritas dan memaparkan minimnya pelanggaran di dalamnya.
Tahap 5 : Penegasan dan Kualifikasi Prinsip
 Siswa menegaskan posisinya serta alasan memilih posisi tersebut.
 Siswa mengualifikasi posisi.
Tahap 6 :Uji Asumsi Faktual di Balik Posisi yang Dianggap Terbaik
 Siswa mengidentifikasi asumsi factual dan menentukan apakah asumsi tersebut
relevan atau tidak.
 Siswa menentukan konsekuensi-konsekuensinya dan menguji validitas aktualnya
(apakah benar-benar akan terjadi?).

27

Sistem Sosial
Huda (2014:122) mengatakan struktur model ini terbentang dari level tertinggi hingga
terendah. Pertama-tama, guru memulai strategi ini dengan berpindah dari satu tahap ke tahap
yang lain, namun dalam tahap tersebut, guru masih bergantung pada kemampuan siswa dalam
menyelesaikan tugas. Setelah mempelajari model ini, siswa seharusnya dapat melaksanakan
prosesnya tanpa bantuan siapa pun. Cara demikian membuat siswa mampu memperoleh
kontrol maksimum dalam proses penelitian hukum. Dalam model ini, iklim sosial sangatlah
kuat dan konfrontatif.
Peran/Tugas Guru
Huda (2014:123) mengemukakan tugas guru, khususnya pada tahap keempat dan
kelima, tidaklah bersifat evaluatif; artinya, pada tahap itu, guru tidak berposisi untuk
memberi persetujuan atau tidak menunjukkan persetujuan. Guru hanya memeriksa substansi;
guru merespons komentar siswa dengan mempertanyakan relevansi, konsistensi, kekhususan
atau keumuman, dan kejelasan definitif. Guru juga harus mendorong siswa untuk terus
berfikir, sehingga satu pikiran atau urutan alasan dapat dikejar dan diperpanjang untuk
kemudian mengantarkan pada kesimpulan yang logis sebelum mulai membahas argumen
lain. Untuk memainkan peran ini dengan baik, guru haruslah mengantisipasi klaim siswa
terhadap nilai dan harus bersiap menantang dan melakukan penjajakan serta pemeriksaan.
Sistem Dukungan
Huda (2014:123) mengatakan materi utama yang dapat mendukung model ini adalah
dokumen-dokumen sumber yamg fokus pada situasi permasalahan tertentu, misalnya dalam
surat kabar atau berita elektronik dan website. Ada beberapa materi kasus yang sudah
dipublikasikan, sehingga upaya untuk mengembangkan satu materi dalam suatu kasus
tertentu relatif mudah dilakukan. Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa kasus-kasus
tersebut haruslah merupakan catatan-catatan mengenai situasi-situasi yang nyata dan
hipotikal. Jadi, semua fakta yang berkaitan dengannya dapat dimasukkan ke dalam materimateri kasus, sehingga kasus yang dibahas tidak akan kabur dan membingungkan.
Pengaruh

28

Huda (2014:124) mengatakan kemampuan untuk melakukan analisis sistematis
terhadap isu-isu sosial merupakan hasil pembelajaran langsung yang utama. Kemampuan ini
mencakup keterampilan-keterampilan dan mengidentifiksi isu publik, menerapkan nilai
sosial, menggunakan analogi untuk mengekspolarasi isu, dan kemampuan untuk
mengidentifikasi serta memecahkan definisi, fakta, dan nilai-nilai dalam suatu permasalahan
tertentu. Kemampuan untuk berdialog secara dinamis dengan orang lain merupakan hasil lain
yang juga terbilang penting. Model ini juga dapat mendidik kapasitas siswa untuk terlibat
dalam memecahkan isu-isu sosial dan merangsang hasrat mereka untuk melakukan tindakan
sosial yang positif. Pada akhirnya, model ini dapat menyuburkan nilai-nilai pluralism dan
sikap hormat pada pandangan dan pendapat orang lain. Model ini juga mengand