KAJIAN KOMPARASI ASAS KESALAHAN DALAM HU
KAJIAN KOMPARASI ASAS KESALAHAN DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA DAN JERMAN: PERSPEKTIF PEMBAHARUAN KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PIDANA NASIONAL INDONESIA OLEH : TEO REFFELSEN NPM : B1A011076
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian tentang kajian komparatif asas kesalahan menurut kitab undang-undang hukum pidana indonesia dan kitab undang-undang hukum pidana jerman, bahwa untuk mempidana pelaku tindak pidana harus secara objektif telah melakukan tindak pidana dan secara subyektif harus ada kesalahan yang dikenal sebagai asas kesalahan atau geen straf zonder schuld , namun KUHP Indonesia tidak meformulasikan secara eksplisit mengenai asas kesalahan ini, berbeda dengan KUHP Indonesia, Germani Criminal Code yang sama-sama menganut civil law merumuskan secara eksplisit mengenai asas kesalahan sebagai salah satu prinsip monodualistik. Maka dapat dilihat dengan jelas perbedaan bahwa KUHP Indonesia tidak merumuskan secara eksplisit asas kesalahan, sedangkan Jerman mengatur asas kesalahan secara eksplisit dalam Germani criminal code . Tujuan dari penelitian ini adalah (1) membandingkan, mengetahui dan menjelaskan pengaturan asas kesalahan di Indonesia dan di Jerman dan (2) Untuk mengkaji kebijakan formulasi asas kesalahan dalam pembaharuan hukum pidana Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis-normatif sebagai pendekatan utama dan pendekatan komparatif yaitu mengenai masalah asas kesalahan antara Indonesia dengan KUHP Negara Jerman. Objek utama penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode penelitian data menggunakan langkah langkah (1) mengidentifikasi fakta hukum tentang asas kesalahan (2) mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan asas kesalahan dalam KUHP Indonesia, KUHP Jerman, dan Asas kesalahan dan perspektif pembaharuan hukum pidana (3) menarik analisa dalam bentuk argumentasi (4) memberikan penilaian berdasar argumentasi yang di bangun dalam kesimpulan. Tehnik pengumpulan data ditempuh dengan studi pustaka. Sedangkan analisis data dilakukan dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa KUHP Indonesia tidak memformulasikan secara eksplit asas kesalahan baik dalam ketentuan umum maupun dalam ketentuan khusus, namun dalam Pasal-Pasal tindak pidana yang dilanggar secara implisit untuk mempidana seseorang melakukan tindak pidana harus ada kesalahan baik dalam bentuk kesengajaan ataupun kelalaian, sedangkan di Jerman mengatur dan memanifestasikan Asas kesalahan, dalam Germani Criminal Code pada Bab II KUHP Republik Demokrasi Jerman (Jerman Timur) 1968, yang pada saat itu Jerman Masih menjadi Negara bagian yaitu : Jerman Barat dan Jerman Timur, dan setelah Negara Jerman Bersatu Pada tahun 1990 dalam amandemen Germani Criminal Code Asas Kesalahan ditempatkan dalam 1 pasal Aturan Umum dan terbagi menjadi 2, yaitu : Kesalahan Fakta dan Kesalahan Hukum. dalam hukum pidana nasional yang akan datang asas kesalahan diatur secara eksplisit dalam ketentuan umum KUHP Indonesia pasangan asas legalitas.
Kata Kunci : Kajian Komparatif, Asas Kesalahan, Pembaharuan Hukum Pidana Nasional,
1. PENDAHULUAN
fundamental masyarakat). 1
A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui Sistem hukum yang berlaku
Negara Indonesia adalah salah satu dalam masyarakat bangsa-bangsa
Negara yang menganut sistem memiliki keragaman akar dan
Civil Law , sistem sistem hukum satu sama lain. Eric
hukum
tertulis dan L. Richard pakar hukum Global
hukumnya
terkodifikasi, sehingga ketentuan Business dari Indiana University
yang berlaku dengan mudah dapat menjelaskan sistem hukum yang
diketahui dan digunakan untuk utama di dunia ( The World’s M ajor
setiap terjadi Legal System ) sebagai Berikut :
menyelesaikan
peristiwa hukum (kepastian hukum
a. Civil Law (Hukum sipil
yang berdasarkan kode yang lebih ditonjolkan). Di sipil yang terkodifikasi);
b. Common Law (Hukum Indonesia hukum pidana sudah yang
berdasarkan
costum, atau kebiasaan dikodifikasi dalam satu buku yang berdasarkan
Preseden
atau Judge made la ); disebut Kitab Undang Undang
c. Islamic Law (Hukum yang
Hukum Pidana (KUHP). Syari’ah Islam yang bersumber dari
berdasarkan
Hukum Pidana Indonesia Qur’an dan Hadist);
Al-
d. Socialist Law (sistem diadposi dari Belanda atau warisan
hukum
yang
dipraktikkan di Negara- dari pemerintah kolonial Hindia negara sosialis);
Belanda. Kitab ini terdiri atas tiga (sistem hukum yang dipraktikkan di Negara
e. Sub-Sahara
Africa
buku:
Afrika yang berada disebelah selatan gurun sahara);
f. Far East (merupakan
1 Ade Maman Suherman, Pengantar
perpaduan antara sistem
Perbandingan Sistem Hukum , PT. Raja Grafindo
Persada : Jakarta, 2004, hlm. 21
common law 2 , dan hukum islam
sebagai basis
https://denyrizkykurniawan.wordpress.com diakses tanggal 16 Maret 2015, Pukul 02.30 WIB.
pasal-pasal dari Kitab Undang- Ketentuan
1. Buku
I Tentang
Umum
( 4 algemene leersttukken ), Undang Hukum Pidana sendiri. yaitu
ketentuan-
ketentuan untuk semua
kesalahan tindak pidana (perbuatan
Asas
yang pembuatnya dapat
yang tidak dikenai hukuman pidana,
( culpabilitas )
strafbare feiten ) yang dicantumkan secara tegas dalam diatur dalam Pasal 1-
103; Kitab Undang-Undang Hukum
2. Buku II Tentang
Kejahatan, menyebutkan Pidana Indonesia. Asas culpabilitas tindak-tindak
merupakan penyeimbang dari asas
misdrijven atau
kejahatan, yang diatur legalitas yang dicantumkan dalam dalam Pasal 104-488; Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-
3. Buku III Tentang Pelanggaran,
Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan
Indonesia, yang berarti bahwa dinamakan
overtredingen atau
seseorang dapat dipidana karena pelanggaran, yang diatur dalam Pasal 489-569. 3
secara obyektif memang telah Di samping itu, terdapat
tindak pidana pula ajaran-ajaran dalam ilmu
melakukan
(memenuhi rumusan asas legalitas) pengetahuan hukum yang tidak
dan secara subyektif terdapat unsur termuat dalam suatu undang-
kesalahan dalam diri pelaku undang,
misalnya
mengenai
rumusan asas kesengajaan atau opzet dan hal
(memenuhi
culpabilitas). Asas kesalahan hanya kurang berhati-hati atau culpa yang
disebutkan dalam Memorie van diisyaratkan
dalam
pelbagai
Toelichting (MvT) sebagai peraturan hukum pidana, termasuk
penjelasan WvS , bahwa ada dua hal dapat diterima tidak dapatnya
3 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia , PT Refika Aditama, Bandung,
2014, hlm. 4.
4 ibid .
dipertanggungjawabkan ( Schul ) dan melawan hukum
( 6 ontoerekeningsvatbaarheid ) merupakan bagian inti delik. pembuat:
Negara Jerman adalah salah
1. Dalam hal pembuat tidak satu negara di dunia yang juga diberi
kebebasan
memilih antara berbuat menganut sistem hukum Civil Law apa yang oleh Undang- undang dilarang atau
yang memiliki Kitab Undang- diperintahkan (dalam hal perbuatan
Undang Pidana sendiri yakni dipaksakan). German Criminal Code, berbeda
yang
2. Dalam hal pembuat ada di dalam keadaan kekuh
dengan Negara Indonesia yang sehingga
membagi Kitab Undang-Undang perbuatan bertentangan
dengan hukum dan ia Hukum Pidana kedalam tiga buku,
tidak mengerti akibat perbuatannya itu (nafsu
Kitab Undang-Undang Hukum pathologis, gila, pikiran sesat dan sebagainya). 5
Pidana Jerman hanya terdiri atas
dua bagian. Adapun sistematika Suringa, telah diterima sekarang,
Menurut
Hazewinkel-
German Criminal Code antara lain bahwa tiada seorangpun dapat
dipidana kecuali yang mempunyai
1. General Part (Bagian Umum)
kesalahan. Oleh karena sekarang
2. Special Part (Bagian Khusus)
bukan saja Undang-undang yang
menentukan dapatnya dipidana Berbeda dengan Kitab
suatu perbuatan tetapi juga hukum. Undang-Undang Hukum Pidana
maka dengan sendirinya kesalahan Indonesia, Kitab Undang-Undang
Hukum
Pidana Republik Demokrasi Jerman merumuskan
5 Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana , Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 112 -113
6 Ibid 6 Ibid
Asas Kesalahan sebagai salah satu Dan juga termanifestasi prinsip monodualistik. Maka dapat
amandemen Kitab dilihat jelas perbedaan bahwa Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia tidak mengatur secara Jerman Pada tahun 2009 yang tegas mengenai Asas Kesalahan dinyatakan dalam Terjemahan dari didalam Kitab Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Hukum Pidana, Sedangkan Jerman Pidana Jerman yang disediakan mengatur
Michael Bohlander 8 : Kesalahan didalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana-nya. Kitab
Section 16 Mistake of fact (Bagian 16 Kesalahan Fakta)
Undang-Undang Hukum Pidana
1) Whosoever at the time of the Republik
Demokrasi
Jerman
commission of the offence is unaware of a fact which is a
memuat mengenai Kesalahan statutory element of the offence shall be deemed to
sebagai salah satu prinsip hukum lack intention. Any liability for
negligence remains pidana, Pada Kitab Undang Hukum
unaffected.
Pidana Republik
Demokrasi
(barangsiapa pada saat komisi; 9 pelanggaran lalai
Jerman Timur (1968) menyatakan dari sebuah kenyataan yang adalah perundang-undangan
asas kesalahan dalam Pasal II elemen dari pelanggaran
Aturan Umum: 7 Barda Nawawi, Perbandingan Hukum
Pidana , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 114
“... The proper application 8 Michael Bohlander, The German Criminal of criminal law demands
Code:
A Modern
English Translation .
that every criminal act is
Oxford/Portland, Oregon: Hart Publishing, 2008. Hlm. 7
detected and that the guilty
9 Di dalam Hukum Pidana di kenal dua macam
person is called to account
delik, yaitu : Delik commisionis (Komisi) adalah ...” delik yang timbul karena melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh Undang – Undang
(Penerapan hukum pidana
dan Delik ommisionis (Omisi) adalah delik yang
yang tepat menuntut, bahwa
terjadi karena tidak berbuat atau tidak melakukan
setiap tindak pidana diusut
sesuatu yang seharusnya di lakukan.
harus dianggap kurang niat dihindari .Jika ada kesalahan .Setiap tanggung jawab
dapat dihindari keputusan untuk kelalaian tetap tidak
masih dapat bagian sesuai terpengaruh)
dengan 49 (1))
2) Whosoever at the time of Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui commission of the offence mistakenly
bahwa KUHP Indonesia menganut asas existence of facts which
assumes
the
would satisfy the elements of kesalahan namun tidak diformulasikan secara a more lenient provision,
eksplisit dalam pasal namun dapat di lihat di may only be punished for the
intentional commission of pasal-pasal pidana yang dilanggar, sedangkan the offence under the more
lenient provision . di KUHP Jerman asas keslahan diformulasikan
(Barang siapa pada saat secara eksplisit dalam aturan umum buku I. komisi; dari pelanggaran keliru
Melihat perbedaan tersebut maka penulis adanya fakta-fakta yang
mengasumsikan
akan
tertarik untuk membandingkan mengenai ketentuan lebih lunak, hanya
pengaturan Asas Kesalahan antara Negara komisi
Indonesia dengan Negara Jerman, ketentuan lebih longgar)
Sehingga dapat dijadikan pertimbangan
Section 17 Mistake of law (bagian 17 Kesalahan hukum)
untuk
kebijakan
formulasi bagi
If at the time of the pembahruan hukum pidana nasional yang commission of the offence
the offender lacks the akan datang. Maka berdasarkan hal-hal awareness that he is acting unlawfully, he shall be tersebut, penulis tertarik membahasnya deemed to have acted without guilt if the mistake
kedalam Skripsi yang berjudul : “Kajian
was unavoidable. If the mistake was avoidable, the
Komparasi Asas Kesalahan Dalam
sentence may be mitigated pursuant to section 49(1).
Hukum Pidana Indonesia Dan Jerman:
(Jika pada saat kunjungan
Perspektif
Pembaharuan Kitab
komisi dari pelanggaran barangsiapa yang tidak
Undang-Undang
Hukum Pidana
memiliki kesadaran bahwa dia bekerja melawan hukum
Nasional Indonesia “.
itu ia harus dianggap telah melakukan kesalahan tanpa
kesalahan jika itu tidak dapat
B. Indentifikasi Masalah
C. Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan penjelasan dari
Penelitian
latar belakang diatas, maka yang
1. Tujuan Penelitian
menjadi permasalahan dalam Berdasarkan identifikasi penelitian Normatif ini adalah :
masalah diatas maka Adapun
1. Bagaimana pengaturan asas tujuan yang ingin dicapai kesalahan
dalam penelitian ini adalah: Indonesia dan Code penal a. Untuk mengetahui dan Jerman ?
dalam
KUHP
menjelaskan pengaturan
2. Bagaimana Kebijakan Formulasi asas kesalahan di dalam asas
KUHP Indonesia dan di Pembaharuan Hukum Pidana
kesalahan
dalam
dalam Code penal Jerman. Indonesia ?
b. Untuk mengkaji kebijakan formulasi asas kesalahan dalam
perspektif pembaharuan hukum pidana Indonesia.
D. Metode Penelitian
membandingkan persamaan
1. Jenis Penelitian
dan perbedaan dua atau lebih Penelitian
fakta-fakta dan sifat-sifat objek adalah penelitian yang bersifat
komparatif
yang di teliti berdasarkan membandingkan. Penelitian ini
kerangka pemikiran tertentu. dilakukan
untuk
Jadi Penelitian komparatif dengan cara mengkaji aturan- adalah jenis penelitian yang
aturan yang berlaku. Penelitian digunakan
mengkhususkan pada membandingkan antara dua
untuk
ini
perundang- kelompok atau lebih dari suatu 12 undangan ( statute approach ),
pendekatan
variabel tertentu. Penelitian
pendekatan dengan terhadap perbandingan hukum
yaitu
menggunakan regulasi dengan merupakan penelitian yang
didukung fakta-fakta hukum menekankan
yang terjadi di lapangan, adanya perbedaan-perbedaan
dan
mencari
dengan penggalian informasi yang ada pada berbagai sistem
yang dianggap relevan. hukum. 10 Penelitian
ini bersifat Pada penelitian hukum,
kepustakaan ( library research ) jenis penelitian ini disebut
analisis, yaitu dengan
deskriptif
mengungkap isi suatu normatif ( yuridis normatif ) atau
penelitian
hukum
Perundang-undangan yang penelitian
hukum
telah
dipaparkan secara
kepustakaan. 13 Penelitian ini sistematis . Metode ini termasuk
bertujuan untuk mengumpulkan penelitian
dalam
kategori
data-data dan informasi dengan normatif ,
hukum
yuridis
bermacam-macam penelitian yang
buku, majalah hukum, artikel
12 Peter Mahmud Marzuki, 2010,
10 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Penelitian Hukum , Jakarta, Kencana, hlm. 96. Dalam Praktek , Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 15
Muhajir, 1998, Metode 2004, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT Raja
Soerjono Soerkanto dan Sri Mamuji, 13 Noeng
Penelitian Kualitatif , Yogyakarta, Rake Samasin, Grafindo Persada, hlm. 23-24.
hlm. 159.
hukum, dan dokumen-dokumen kesempatan bagi peneliti lainnya.
kegiatan untuk mempelajari
2. Pendekatan Penelitian
konsistensi dan Dalama
adakah
antara suatu penulis
menggunakan undang-undang dengan pendekatan
Undang-Undang undang-undang lainnya atau (Stautue
antara undang-undang dan dimaksud dengan pendekatan
Approach ),
yang
Undang-Undang Dasar atau Undang-Undang
antara regulasi dan undang- “Pendekatan yang dilakukan
yaitu
undang. Bagi penelitian untuk dengan
kegiatan akademis, peneliti Undang-Undang dan regulasi
menelaah
semua
perlu mencari ratio legis dan yang bersangkut paut dengan
dasar ontologi lahirnya undang- isu hukum yang sedang
undang
tersebut. Dengan ditangani. 14 mempelajari ratio legis dan
Pendekatan undang-undang dasar ontologi suatu undang- (statute approach) dilakukan
undang, peneliti sebenarnya dengan
mampu menangkap kandungan undang-undang dan regulasi
menelaah
semua
filosofi yang ada dibelakang yang bersangkutan dengan isu
undang-undang itu. Sehingga hukum yang sedang ditangani.
peneliti tersebut akan dapat Bagi penelitian untuk kegiatan
menyimpulkan mengenai ada praktis, pendekatan undang-
tidaknya benturan filosofis undang ini akan membuka
14 Peter Mahmud Marzuki, op.cit. hlm. 93 14 Peter Mahmud Marzuki, op.cit. hlm. 93
Selain itu sesuai dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian, digunakan juga pendekatan perbandingan ( Comparative approach ), yang mana pendekatan perbandingan
adalah : “Studi perbandingan hukum merupakan kegiatan
untuk membandingkan hukum suatu negara dengan negara lain atau hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari
waktu 16 yang lain. Kedua pendekatan ini digunakan
karena penelitian hukum ini membandingkan
Undang- Undang
Peraturan- Peraturan
atau
berkaitan dengan Asas Kesalahan antara Negara Indonesia dan Negara Jerman.
yang
15 Ibid , hlm. 93-94. 16 Ibid, hlm. 133
2. HASIL PEMBAHASAN
melanggar larangan ntersebut.
A. ASAS KESALAHAN
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada
DALAM KITAB UNDANG
mereka
yang telah melanggar
larangan-
UNDANG HUKUM PIDANA
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
INDONESIA
pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara
Hukum Pidana adalah
bagaimana pengenaan
itu dapat keseluruhan
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
peraturan yang
menentukan
melanggar larangan tersebut. 17
perbuatan apa yang dilarang dan Sedangkan
menurut termasuk ke dalam tindak pidana,
pada prinsipnya serta menentukan hukuman apa Hukum Pidana adalah yang yang dapat dijatuhkan terhadap mengatur tentang kejahatan dan yang melakukannya. Menurut pelanggaran terhadap kepentingan Moeljatno, Hukum Pidana adalah umum dan perbuatan tersebut bagian
diancam dengan pidana yang hukum yang berlaku di suatu merupakan suatu penderitaan. negara, yang mengadakan dasar-
dasar dan aturan-aturan untuk : Dengan demikian hukum pidana bukanlah mengadakan
1. Menentukan
perbuatan-
perbuatan mana yang tidak norma hukum sendiri, melainkan boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai
sudah terletak pada norma lain dan ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang
siapa
yang
17 Asas Asas Hukum Pidana , Prof.
Moeljatno, S.H., Hal. 1 Moeljatno, S.H., Hal. 1
kejahatan, yang diatur dalam Pasal 104-488;
norma lain tersebut, misalnya
3. Buku III Tentang
18 Pelanggaran, norma agama dan kesusilaan. menyebutkan
tindak- tindak pidana
yang dinamakan
overtredingen atau pelanggaran, yang diatur
Hukum Pidana dapat dibedakan dalam Pasal 489-56 9 atas sumber hukum tertulis dan
eksistensi dan sumber hukum yang tidak tertulis.
Dalam
Kitab Undang- Di Indonesia sendiri, belum
perjalanannya
Undang Hukum Pidana Indonesia memiliki Kitab Undang-Undang
yang masih diadopsi dari zaman Hukum Pidana Nasional, sehingga
Belanda mengalami masih diberlakukan Kitab Undang-
Hindia
permasalahan salah Undang Hukum Pidana warisan
beberapa
satunya adalah masalah kesalahan dari pemerintah kolonial Hindia
atau pertanggungjawaban pidana Belanda. Kitab ini terdiri atas tiga
ini dalam ilmu Hukum Pidana buku:
termasuk salah satu dari ajaran ajaran umum hukum pidana.
1. Buku
I Tentang
Ketentuan
Umum
Namun demikian, dalam Kitab ( algemene leersttukken ),
yaitu
Undang-Undang Hukum Pidana ketentuan untuk semua
ketentuan-
tindak pidana (perbuatan (WvS) kita selama ini, masalah
yang pembuatnya dapat dikenai hukuman pidana,
kesalahan ini tidak seluruhnya strafbare feiten ) yang
diatur dalam Pasal 1- mendapat tempat (pengaturannya)
dalam aturan umum. Yang selama Kejahatan, menyebutkan tindak-tindak
2. Buku II Tentang
pidana
ini belum diatur dalam buku I
18 Titik Triwulan Tutik, S.H, M.H,
(Aturan Umum) Kitab Undang-
Pengantar Ilmu Hukum , Hal. 216-217
Undang Hukum Pidana antara lain umum, oleh karena bukan hanya yang berkaitan dengan dengan
Undang-Undang yang menentukan masalah
dapat dipidananya suatu perbuatan ( Culpabilitas ),
asas
kesalahan
tetapi juga hukum. maka dapat disimpulkan bahwa Kesalahan
Asas kesalahan
hanya
( Schuld ) merupakan inti dari delik disebutkan dalam Memorie van
dan dapat juga dikatan bahwa Toelichting (MvT)
sebagai
Kesalahan adalah syarat yang harus penjelasan WvS, bahwa ada dua
dipenuhi dalam pemidanaan. hal dapat diterima tidak dapatnya
dipertanggungjawabkan Dalam Hukum, dikenal ( ontoerekeningsvatbaarheid )
berbagai dasar atau prinsip dari pembuat:
tanggung jawab hukum, yaitu;
1. Dalam hal pembuat tidak 1) Prinsip tanggung jawab
diberi kebebasan memilih berdasarkan adanya unsur antara berbuat apa yang
kesalahan ( fault liability, oleh
Undang-undang liability based on fault dilarang atau diperintahkan
principle ). Prinsip ini (dalam hal perbuatan yang
membebankan kepada dipaksakan)
korban untuk membuktikan bahwa pelaku itu telah
2. Dalam hal pembuat ada di melakukan
perbuatan dalam
melawan hukum yang sehingga ia dapat menyadari
keadaan
kekuh
merugikan dirinya. bahwa
perbuatan
2) Prinsip tanggung jawab dan ia tidak mengerti akibat
bertentangan dengan hukum
berdasarkan adanya praduga perbuatannya itu (nafsu
( rebuttable presumption of pathologis, gila, pikiran
liability principle ). Prinsip sesat dan sebagainya).
ini menegaskan bahwa tanggung jawab si pelaku
Jadi dapat diartikan bahwa dapat hilang jika dapat tidak bersalah kepada korbannya.
asas kesalahan ini hanya dimuat
3) Prinsip tanggung jawab dalam penjelasan dan belum juga
mutlak ( non-fault liability, absolute, atau strict liability
mencakup pengertian
secara
principle ). Tanggung jawab principle ). Tanggung jawab
Tiada Pidana tanpa kesalahan, sangat tergantung apakah pelaku itu atau geen straf zonder schuld , atau
melakukan kesalahan ataukah tidak. keine strafe ohne schuld , atau actus
Prinsip dari asas kesalahan ini adalah non facit reum nisi mens sir rea ,
bahwa seseorang hanya bisa dipidana dikenal sebagai salah satu dalam
apabila terbukti bersalahan melakukan hukum pidana, melalui asas ini
perbuatan yang dilarang oleh undang- diperoleh penjelasan bahwa belum
undang, kesalahan ini bisa dalam tentu ada pertanggungjawaban pidana
bentuk kesengajaan ataupun dalam yang mengikuti adanya suatu tindak
bentuk kelalaian. Dengan demikian pidana yang terjadi. Asas kesalahan
untuk menentukan pelaku pelanggar atau
schuldprinzip ini
adalah
dapat dikenai sanksi atau tidak, pelaku
pelanggar harus secara objektif telah blameworthiness yang dipersyaratkan
menyangkut personal guilt atau
melanggar undang-undang dan secara untuk bisa menentukan parameter bagi
subyektif telah memenuhi unsur pertanggungjawaban
pemberian hukumannya. 19
Indonesia tidak Jadi dalam lapangan hukum
KUHP
memformulasikan secara eksplit asas pidana keberadaan asas kesalahan
kesalahan baik dalam ketentuan umum sangat diperlukan sebagai parameter
maupun dalam ketentuan khusus, bagi pertanggungjawaban pidana dan
namun dalam Pasal-Pasal tindak pemberian hukuman terhadap pelaku
pidana yang dilanggar secara implisit pelanggar. Untuk diberikan sanksi
untuk
mempidana seseorang melakukan tindak pidana harus ada
19 Ibid. hlm. 7 19 Ibid. hlm. 7
166). Jadi dapatlah dikatakan, kesengajaan ataupun kelalaian.
sengaja berarti menghendaki dan mengetahui
apa yang dilakukan. Orang yang
melakukan perbuatan dengan
Kealpaan ( Culpa )
sengaja menghendaki perbuatan
a) Kesalahan
disamping itu
Kesengajaan ( Dolus )
mengetahui atau menyadari Unsur kedua dari kesalahan
tentang apa yang dilakukan itu. dalam arti yang seluas-luasnya
M.v.T. memuat suatu asas (pertanggungjawaban pidana)
yang mengatakan antara lain, adalah hubungan batin antara si bahwa “unsur-unsur delik yang pelaku terhadap perbuatan, yang
terletak dibelakang perkataan dicelakakan kepada sipelaku itu.
opzettelijk (dengan sengaja) Hubungan batin ini bisa berupa dikuasai atau diliputi olehnya”. kesengajaan atau kealpaan.
Oleh karena itu pembentuk KUHP kita tidak memberi
undang-undang menetapkan definisi. Petunjuk untuk dapat
dengan seksama dimana letak mengetahui arti kesengajaan,
perkataan “ opzettelijk ” itu. dapat diambil dari M.v.T.
Misalnya pada; ( Memorie van Toelichting ),
yang
mengartikan
Pasal 151 KUHP;
“kesengajaan” ( opzet ) sebagai : “Barang siapa
dengan sengaja
“menghendaki dan mengetahui” memakai nama orang lain untuk
( willens en wetens ). (Pompe : ikut serta dalam pemilihan
yang diadakan yang diadakan
umum,
diancam
itu dimuat antara lain dalam : pidana
dengan
penjara
paling lam satu tahun empat bulan”.
Pasal 191 KUHP:
Pasal 338 KUHP;
“Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan
bangunan listrik
dengan
hancur, rusak atau tidak merampas
sengaja
dipakai atau orang lain diancam
nyawa
dapat
menyebabkan jalannya atau karena pembunuhan
bekerjanya bangunan itu dengan
terganggu, atau usaha untuk penjara paling lama
pidana
menyelamatkan atau lima belas tahun”.
membentulkan bangunan itu gagal atau menjadi sukar, diancam pidana
b) Kealpaan
penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana kurungan paling
Disamping sikap batin lama tiga bulan atau pidana
denda paling banyak tiga berupa kesengajaan ada pula
ratus ribu rupiah”. sikap batin yang berupa
Pasal 359 KUHP: kealpaan. Hal ini terdapat dalam
“Barang siapa karena beberapa delik. Akibat ini
kealpaannya menyebabkan matinya
orang lain, diancam dengan pidana
timbul karena ia alpa, ia penjara paling lama lima
sembrono, teledor, ia berbuat belas tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.
kurang hati-hati atau kurang Berdasarkan bunyi Pasal di penduga-duga. atas disana hanya disebutkan
Dalam buku II KUHP unsur-unsur dari kesalahan
terdapat beberapa pasal yang sebagai mana yang disebutkan
memuat unsur kealpaan. Ini pada Pasal 338 KUHP yang
adalah delik-delik
culpa
secara
subyektif dapat menetukan pelaku pelanggar subyektif dapat menetukan pelaku pelanggar
dirumuskan dalam Sanksi
yang
Undang-Undang, sedangkan sebagaimana yang diancamkan
terhadap
pelaku
menurut yang lain, kesengajaan oleh Undang-Undang yang
adalah kehendak untuk berbuat dilanggarnya. Dalam hal ini,
dengan mengetahui unsur-unsur Simons berpandangan bahwa
diperlukan menurut untuk
yang
rumusan Undang-Undang. kesalahan pada pelaku, maka
mengatakan
adanya
pasal-pasal harus dicapai dan ditentukan
Namun
sebagaimana terlebih dahulu beberapa hal
kejahatan
diuraikan di atas disebutkan yang menyangkut si pelaku itu
dengan jelas unsur kesalahan sendiri,
yaitu kemampuan
Kealapaan dan bertanggungjawab,
seperti
hubungan
kesengajaan yang merupakan kejiwaan
antara
pelaku,
unsur-unsur dari kesalahan dan kelakuannya dan akibat yang
setidak-tidaknya bisa ditimbulkan, dolus dan culpa
atau
ditafsirkan secara gramatikal (kesengajaan atau kealpaan),
terhadap pelanggaran terhadap Tidak ada penjelasan lebih
Undang-Undang yang dilakukan lanjut apa yang dimaksud
oleh pelaku .
dengan kesengajaan atau Berdasarkan doktrin dan
kealpaan tersebut di dalam pendapat para ahli hukum dapat
KUHP. Menurut teori kehendak, disimpulkan bahwa dengan
kesengajaan adalah kehendak rumusan seperti itu berarti
yang diarahkan
pada
pasal-pasal
tersebut tersebut
tindak pidana berupa pelanggaran. pengadilan. Dengan kata lain,
Pada tidak pidana berupa kejahatan untuk memidana pelaku, selain
diperlukan adanya kesengajaan telah terbukti melakukan tindak
atau kealpaan. Dalam undang- pidana, maka unsur kesengajaan
undang unsur-unsur dinyatakan atau kealpaan juga harus
dengan tegas atau dapat diambil dibuktikan.
dari kata kerja dalam rumusan tindak pidana itu. Dalam rumusan
Kalau pasal-pasal kejahatan tindak pidana berupa pelanggaran
sebagaimana diuraikan di atas
dasarnya tidak ada disebutkan dengan jelas unsur
pada
penyebutan tentang kesengajaan kesalahan atau setidak-tidaknya
atau kealpaan, artinya tidak disebut bisa
ditafsirkan
secara
perbuatan dilakukan gramatikal, tidak demikian
apakah
dengan sengaja atau alpa. Hal ini halnya dengan pasal- pasal
penting untuk hukum acara pidana, pelanggaran. Apabila dicermati
sebab kalau tidak tercantum dalam pasal-pasal pelanggaran, dari
rumusan Undang-undang, maka rumusannya, ada yang jelas-
tidak perlu dicantumkan dalam jelas
mensyaratkan
unsur
surat tuduhan dan juga tidak perlu kesalahan, ada juga pasal-pasal
dibuktikan.
yang tidak jelas rumusannya, Pasal-pasal yang secara
apakah kesalahan merupakan jelas mensyaratkan adanya unsur
unsur yang harus ada atau tidak. kesalahan biasanya dirumuskan
2) Kesalahan Dalam
Delik
secara aktif, seperti menghasut,
Pelanggaran Pelanggaran
unsur kesalahan atau tidak, seperti menjalankan, memberi, menerima,
rumusan pasal-pasal berikut ini. tidak memenuhi kewajiban, dan
1) Tidak Mentaati Perintah atau
Petunjuk
dengan terang-terangan Pasal 511 KUHP : “Barang siapa di waktu ada
menunjukkan. Pasal-pasal yang pesta, arak-arakan dan sebagainya tidak mentaati
dirumuskan seperti ini dapat
perintah atau petunjuk
yang diadakan oleh polisi ditafsirkan bahwa unsur kesalahan
untuk mencegah kecelakaan oleh kemacetan lalu lintas
harus terdapat di dalamnya. dijalan umum, diancam dengan
denda paling Dalam hal ini berlakulah
banyak dua puluh lima ribu rupiah”.
ajaran “ fait materiel ” ( de leer an
2) Tanpa Wewenang het matericle feit ajaran perbuatan
Pasal 518 KUHP: “Barang
siapa
tanpa
materiil) dimana menurut M.v.T. : wewenang memberi pada atau menerima dari seorang
“Pada pelanggaran hakim terpidana sesuatu barang, tidak perlu mengadakan
diancam dengan kurungan pemeriksaan secara khusus
paling lama enam hari atau tentang
denda paling banyak dua kesengajaan,
adanya
puluh lima rupiah”. adanya kealpaan juga tidak,
bahkan
lagi pula tidak perlu
3) Pasal 532 KUHP: memberi keputusan tentang
“Barang siapa di muka hal
umum menyanyikan lagu- apakah
tersebut.
Soalnya
lagu yang melanggar berbuat/tidak
terdakwa
kesusilaan, mengadakan sesuatu yang bertentangan
berbuat
pidato yang melanggar dengan
Undang-undang kesusilaan, mengadakan atau tidak”.
tulisan atau gambaran yang melanggar
kesusilaan, Berdasarkan
penjelasan
diancam dengan kurungan paling lama tiga hari atau
diatas, terdapat pula pasal- pasal denda paling banyak lima belas rupiah”.
pelanggaran lain yang dilihat dari
4) Pasal 540 KUHP: rumusannya tidak terlalu jelas
“Barang siapa menggunakan hewan untuk sehingga tidak mudah untuk
pekerjaan dengan yang pekerjaan dengan yang
Berdasarkan penjelasan di kekuatannya
melebihi
diancam
dengan kurungan paling
mengarah ke lama delapan hari atau denda paling banyak seratus
atas
Pertanggungjawaban Pidana lima puluh rupiah”.
terbatas ( Strict Liability ), yang Dalam Pasal 511 dan 518 berarti KUHP Indonesia menganut tersebut di atas, tidak mentaati
terhadap Asas perintah dan tanpa wewenang tidak Kesalahan, terutama pada Pasal- dijelaskan lebih lanjut, apakah Pasal pelanggaran. Pernah juga pasal tersebut dilakukan dengan dalam sejarahnya ada pandangan sengaja atau alpa. Demikian juga
pengecualian
apabila seseorang halnya dengan Pasal 532, di muka melakukan suatu tindak pidana, dia umum menyanyikan lagu yang tentu dipidana, dengan tidak melanggar kesusilaan, apakah menghiraukan apakah padanya ada dilakukan dengan sengaja atau kesalahan atau tidak. Pandangan alpa. Juga Pasal 540 menggunakan
bahwa
juga pernah hewan untuk pekerjaan yang terang dikemukakan oleh pembentuk melebihi
undang-undang ketika membentuk dicantumkan unsur kesengajaan WvS. Pada waktu itu kesalahan atau kealpaan. Jika tidak ada unsur diperlukan hanya pada jenis tindak kesengajaan atau kealpaan itu, pidana yang disebut kejahatan penegakan hukumnya akan sulit, sehingga tidak pada pelanggaran, karena bisa saja pelaku menyatakan sebagaimana dikatakan oleh MvT melakukan hal itu karena tidak ( Memorie van Toelichting ) berikut mengetahui akan adanya perintah
ini:
atau pelaku tidak mengetahui “Pada pelanggaran, hakim
bahwa ia tidak wewenang.
tidak
perlu untuk perlu untuk
materiel atau secara nyata atau kealpaan”. Apakah
telah berperilaku seperti terdakwa telah melakukan
dirumuskan di dalam suatu sesuatu
ketentuan pidana, tanpa bertentangan
yang
lalu
perlu mempertimbangkan undang-undang ? Cuma
dengan
lagi apakah perilaku orang inilah yang perlu diselidiki.
tersebut dapat Dan dari jawabannya pula
dipersalahkan kepadanya
tergantung 21 apakah atau tidak”. dijatuhkan pidana atau
tidak. Pendapat demikian Sehubungan dengan ini dinamakan ajaran feit
pandangan pembentuk WvS yang dihiraukan sama sekali
materiel Di sini tidak
tentang syarat kesalahan. 20 diikuti oleh putusan Mahkamah
Agung Belanda tersebut, tidak dipraktikkan dalam pengadilan
diragukan lagi bahwa pembentuk (Hooge Raad 23 Mei 1899; 17
WvS menghendaki agar terhadap Desember 1908, dan 18 Januari
pelanggaran tidak perlu ada unsur 1915).
kesalahan. Kenyataan seperti itu Mahkamah itu disebutkan:
Dalam
pertimbangan
mengundang pro dan kontra di “Tidaklah menjadi soal,
kalangan ahli hukum. Simons, apakah terdakwa itu telah berbuat dengan sengaja atau
termasuk yang dengan alpa asal tidak karena daya memaksa
misalnya,
menentang pendapat itu. Pada ( overmach )
maka
ia
melakukan perbuatannya tahun 1884 ia telah mulai dengan itu”.
serangan-serangannya terhadap Pada bagian lain Hooge pendapat klasik itu, antara lain, Raad pernah berpendapat : dalam karangannya Schuldbegrip “Adalah
cukup
untuk
menyatakan seseorang itu bij overtredingen dan Themis 1884. dapat dipidana karena telah melakukan
pelanggaran,
Sebagai asas pokok yang diajukan
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan 21 Jhoni Krisna, Sistem Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban Pidana , Jakarta, Ghalia
Pidana dalam Perspektif P embaharuan Hukum Indonesia hlm. 86
Pidana Nasional , Tessis, Semarang, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008, hlm. 53 Pidana Nasional , Tessis, Semarang, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008, hlm. 53
Dengan uraian tersebut Berdasarkan penjelasan di dapat disimpulkan bahwa terdapat
atas dapat kita lihat adanya perbedaan pendapat mengenai
perbedaan pendapat antara putusan penerapan ajaran feit materiel . Di
Hooge Raad, dengan pendapat ahli satu pihak, penjelasan WvS
hukum. Menurut penulis dapat menyebutkan
bahwa Negara pelanggaran
Indonesia tidak mencantumkan adanya kesengajaan atau kealpaan,
tidak
diperlukan
secara eksplisit (tegas) asas cukup apabila perbuatan pelaku
KUHP, namun memenuhi rumusan delik sehingga
kesalahan
termanifestasi kedalam Memorie ia dapat dipidana. Pendapat seperti
Van Toelicthing (MvT) sebagai ini diikuti juga oleh pengadilan.
penjelasan Wetboek Van Straftrecht Namun di pihak lain, para ahli
(WvS) dan unsur-unsur kesalahan hukum
mempermasalahkan tercantum dalam Pasal-Pasal Buku penerapan feit materiel itu yang
Kedua seperti yang dijelaskan dirasakan
diatas, bertolak dari penjelasan di ketidakadilan. Pola pikir ahli
mengandung
atas dengan adanya perbedaan hukum pada waktu itu adalah
pendapat antara Putusan Hooge karena dianutnya doktrin atau
Raad dan pendapat para ahli ajaran tidak tertulis yang berbunyi
hukum tentang tiada pidana tanpa geen straf zonder schuld yang
kesalahan dan pertanggungjawaban terbatas dengan mengeyampingkan kesalahan
untuk Pasal-Pasal
22 Roeslan Saleh, Op.Cit, hlm. 87 22 Roeslan Saleh, Op.Cit, hlm. 87
hal yang perlu dicatat sebagai yang mengatakan “tiada pidana
sesuatu yang berbeda dengan tanpa kesalahan ”, karena setiap
KUHP Indonesian adalah sebagai orang atau badan hukum yang
berikut :
melakukan tindak pidana harus
1. Sesudah perang dunia II memiliki
kesalahan
secara
berakhir, negara – negara eropa
pada umumnya subyektif dan secara objektif telah
sangat kecewa terhadap model rehabilitasi dalam
melawan hukum dan dibuktikan pemidanaan. Jerman menerapkan
pembinaan secara sah menurut Undang-
klinik ( clinical tretment ).
2. Diterapkan alternatif denda Undang untuk menjamin adanya
sebagai penganti pidana penjara yang singkat, dalam
keadilan dalam hakim memutuskan hal ini diperlukan apa yang disebut denda harian ( day
sebuah perkara di Pengadilan. fine ) pada tahun 1975. Sebenarnya sistem denda harian ini sudah lama
B. ASAS KESALAHAN
dikenal di negara – negara Skandinavia. Denda harian
DALAM KITAB UNDANG-
berarti perhitungan besar denda didasarkan kepada
UNDANG HUKUM PIDANA
pendapatan pelanggar per hari. Jadi, perimbangan
JERMAN.
berapa
lama orang seharusnya dipidana penjara dibanding dengan jika
Menurut Andi Hamzah diganti denda, maka besar denda yang dikenakan ialah
Jerman merevisi
dan
berapa besar pendapatan orang itu per hari. Maksud
memberlakukan Kitab Undang- ketentuan ini agar pidana (denda) menjadi adil. Untuk
Undang Hukum Pidana - nya yang tiba pada denda harian individual yang lebih jitu,
baru pada tahun 1975. Revisi ini hakim menempuh cara – cara seperti yang dibawah
dapat dikatakan pemolesan KUHP
ini.
a. Kesalahan dinyatakan lama, sehingga sesuai dengan
dan dikonversasi dalam dan dikonversasi dalam
tahun atau seumur hidup,
b. Denda
dan pidana denda sebagai diperhitungkan sesuai
harian
alternatif terpenting. dengan pendapatan per
Disamping itu, dikenal bulan terdakwa.
pidana
yang ditunda
c. 23 Utang – utang yang ada ( suspended sentence ). sekarang dikurangkan
Berdasarkan penjelasan jumlah
d. Jumlah
sebulan. diatas dapat diuraikan bahwa
e. Jumlah yang ditentukan dalam bagian 1 dan 4
perjalanannya Kitab dikali
Dalam
sehingga
diperoleh jumlah denda Undang-Undang Hukum Pidana yang harus dibayar misalnya :
Jerman
mengalami banyak
[ A ($300) : B (30)]
* C (100) = F ($100) perubahan yang menyesuaikan
Jumlah
pendapatan per bulan dengan perkembangan zaman pada
B = jumlah hari per
bulan saat itu sampai sekarang. Mulai
C = jumlah hari
seimbang dalam pidana penjara pada saat negara Jerman masih
F = jumlah denda
yang harus dibayar terpisah menjadi dua bagian, yaitu :
3. Dasar pemikiran Alfons Wohl, seorang bekas jaksa
Jerman Barat dan Jerman Timur, federal, mempertahankan bahwa langkah pertama
Saat Kekuasaan dipegang Penuh dalam memperbarui sistem pidana, ialah menganut
oleh Rezim Nazi yang dipimpin ajaran bahwa pembuat delik harus dibebaskan segera
oleh Adolf Hitler, sampai saat setelah kelihatan dapat diterima baik oleh dia
Jerman Bersatu menjadi satu maupun oleh masyarakat.
4. Disamping denda harian Negara pada tahun 1990 sesuai sebagai
alternatif
pemenjaraan, juga diadakan penjelasan diatas. telah banyak penundaan pidana, dikenal pula
yang di lakukan Jerman dalam penuntutan yang dikenakan oleh
penghentian
Kitab Undang- sebagai pidana percobaan praperadilan.
Hukum Pidana-nya,
5. Pidana pokok dalam KUHP jerman hanya dua yang
penting, 23 yaitu pidana Andi Hamzah, 2008, Perbandingan Hukum
Pidana Beberapa Negara , Sinar Grafika, Jakarta.
Sebagaimana permasalahan yang pelanggaran diusut dan pelaku diangkat penulis, Asas Kesalahan
pelanggaran terhadap Undang- Selalu mendapat tempat dan
Undang atau melawan hukum dirumuskan secara eksplisit di
diancamkan Sanksi sebagaimana dalam Kitab Undang-Undang
yang diatur di dalam Pasal yang di Hukum Pidana Jerman, misalnya
atau terlihat Pada KUHP Republik
langgar
dipertanggungjawabkan. Demokrasi Jerman (Jerman Timur)
asas kesalahan 1968 menyatakan asas kesalahan tersebut di dalam Germani
Selain
dalam Pasal II Aturan Umum 24 : Criminal Code pada Pasal 1
“… the proper application Germani Criminal code juga of criminal law demands that every criminal act is
mengatur Asas Legalitas (sama detected and that guilty person
dengan Indonesia) sebagai ide account…” keseimbangan monodualistik, yang (Penerapan hukum pidana yang tepat menuntut, bahwa
mana asas legalitas ini adalah asas setiap tindak pidana diusut dan orang yang bersalah
yang menentukan bahwa tidak ada dipertanggungjawabkan) perbuatan yang dilarang dan Berdasarkan bunyi Pasal diancam dengan pidana jika tidak diatas dapat diuraikan bahwa setiap ditentukan terlebih dahulu dalam penerapan hukum pidana yang perundang-undangan. Asas ini tepat menuntut bahwa setiap pelaku biasanya dalam bahasa latin pelanggaran terhadap Undang- dikenal sebagai Nullum delictum Undang di Jerman atau sifat nulla poena sine praevia lege atau melawan hukum dari pelaku tidak ada delik, tidak ada pidana
24 Andi Hamzah, KUHP Republik Demokrasi Jerman (Jerman Timur) Sebagai Perbandi ngan,
tanpa peraturan lebih dahulu. Yang
Jakarta, Ghalia Indonesia, 1987, hlm 48 Jakarta, Ghalia Indonesia, 1987, hlm 48
berbunyi; basic concepts) and a number of defences whose function it is to eliminate
Section 1 No punishment without
that
guilt. They are
law;
generally based on the idea that the law cannot ask of
“An act may only be anyone more than they can punished
be legitimately expected to liability
if
criminal
do, either intellectually or established by law before
had
been
emotionally.” the act was committed.”
(pada bagian ketiga tier dari (suatu tindakan kriminal
hirarki tripartit , rasa mungkin hanya dihukum
bersalah , kita menemukan jika
unsur-unsur kewajiban ditetapkan oleh hukum
kewajiban
sudah
yang melengkapi dua yang sebelum tindakan lainnya
pertama tingkatan , seperti dialokasikan)
subjektif kelalaian atau kapasitas ( misalnya ,jgg 3 , lihat di atas dalam bab pada konsep
dasar ) dan Didalam
bukunya
sejumlah defences itu
untuk Bohlander menjelaskan secara
adalah
menghilangkan yang berfungsi
yang rasa terperinci mengenai kesalahan
bersalah .Mereka umumnya berdasarkan ide bahwa
dalam hukum pidana dan kesalahan hukum tidak dapat meminta dari siapa pun lebih dari
secara fakta sebagai mana yang di yang mereka dapat sah diharapkan untuk dilakukan
bagi di dalam Germani Criminal , baik intelektual atau emosional)
Code Menurut
Michael
Berdasarkan penjelasan Bohlander 25 , Kesalahan secara
mengenai definisi Kesalahan diatas universal adalah:
dapat diuraikan bahwa kesalahan “On the third tier of the
adalah unsur subjektif atau unsur- tripartite hierarchy, guilt, we find elements of liability
unsur kewajiban yang harus that complement the first two tiers, such as subjective
dipertanggungjawabkan oleh negligence or capacity (for pelaku pelanggar atas perbuatan
25 Michael Bohlander, Op.Cit. hlm 115 25 Michael Bohlander, Op.Cit. hlm 115
dikatakan Negara
jerman
yang schuldprinzip , yaitu , persyaratan pribadi rasa
mengutamakan Kesalahan sebagai bersalah dan blameworthiness
sebagai unsur Subyektif atau kapasitas
menentukan parameter untuk tanggung jawab dan kesalahan
hukuman) pelanggardapat di beri Sanksinya
yang
dilakukan
Berdasarkan uraian diatas seseorang atas perbuatannya sesuai
dapat di jelaskan bahwa Negara dengan yang diancamkan dalam
Jerman menganut asas kesalahan Pasal
Schuldprinzip yaitu Negara Jerman.
menyangkut perbuatan personal guilt dan blameworthiness yang
Di Negara Jerman asas
untuk bisa Kesalahan menjadi salah satu
dipersyaratkan
parameter bagi Prinsip Pendekatan Utama di pertanggungjawaban pidana dan dalam Kitab Undang-Undang pemberian hukuman atau sanksi Hukum
sebagiaman yang diancamkan Dinamakan Schuldprinzip , hal ini dalam Undang-Undang kepada juga
dijelaskan
Michael
pelanggaran. Melalui Bohlander 26 Dalam Bukunya :
pelaku
schuldprinzip ini dapat diperoleh “ One of the central tenets of
penjelasan bahwa belum tentu ada the German approach is the Schuldprinzip, namely, the
pertanggungjawaban pidana tanpa requirement of personal guilt and blameworthiness
adanya kesalahan yang dilakukan as
the
determining
parameters for liability and oleh pelaku pelanggaran. punishment .”
Michael Bohlander juga
menjelaskan tentang rasa bersalah
Michael Bohlander, Op.Cit. Hlm 20 Michael Bohlander, Op.Cit. Hlm 20
sebagaiman yang di tulisnya di may be lacking because the defendant is unable, based
dalam buku Principles of Germani on the illnesses mentioned in § 51 (1) StGB, to
Criminal Law ; appreciate the unlawfulness of his actions. In such a case the lack of knowledge
Punishment is premised on is the consequence of an guilt.
unavoidable fate. He blameworthiness.
Guilt
means
cannot be blamed for it and finding a defendant guilty
By
incurs no guilt. He lacks we blame him for not
mental responsibility under having acted lawfully, for
the criminal law. having chosen to break the law, although he could have
(hukuman adalah premised acted lawfully, could have
pada rasa bersalah .Rasa chosen to abide by the law.
bersalah blameworthiness The inner reason for the
.Dengan menemukan judgment of guilt lies in the
terdakwa bersalah kami fact that man’s nature is
menyalahkannya untuk grounded in the freedom
tidak memiliki bertindak and responsibility of moral
secara sah , untuk memiliki self-determination, and that
dipilih untuk melanggar he is therefore capable to
hukum , meskipun dia dapat decide for the law and
telah bertindak secara sah , against injustice, to model
akan memilih untuk taat his actions on the norms of
peraturan .Batin alasan the legal commands and to
penilaian rasa avoid
untuk
bersalah terletak di fakta forbidden by law, as soon
bahwa manusia dan alam as he has gained moral
adalah didasarkan pada maturity and as long as the
kebebasan dan tanggung natural capacity of moral
jawab moral menentukan self-determination is not
nasib sendiri , dan bahwa temporarily paralysed or
maka dia berada mampu permanently destroyed by
mengambil keputusan the illnesses mentioned in §
untuk hukum dan terhadap 51 StGB.
ketidakadilan , untuk model tindakannya pada norma
The pre-condition for a free
hukum bahwa and responsible human
bagian
maksudnya dan untuk choice for the law, based on
menghindari hiv yang moral self determination, is
dilarang oleh hukum , the knowledge of the law
segera setelah ia usahakan and of the forbidden. He
moral saat jatuh tempo dan who knows that what he
selama kapasitas alam chooses to do in freedom is
moral menentukan nasib unlawful, acts blameworthy
sendiri tidak sementara sendiri tidak sementara
dibinasakan
dengan teriakan
yang
hukum.
disebutkan dalam penyakit
51 stgb .Untuk yang pre- condition manusia yang
Namun ada pengecualian bebas dan bertanggung jawab pilihan bagi hukum ,
terhadap pelaku pelanggar atau berdasarkan diri moral tekad
tidak mampu pengetahuan hukum dan yang haram .Dia yang
bertanggungjawab seperti yang mengetahui
bahwasanya
apa yang dia memilih untuk dijelaskan di atas bahwa seseorang lakukan dalam kebebasan adalah di luar hukum)
yang dinyatakan bersalah haruslah Berdasarkan uraian diatas
mampu bertanggungjawab atas sangat
perbuatan yang dilakukannya atau Schuldprinzip atau asas kesalahan
jelas disana
posisi
tidak mengalami penyakit jiwa dan di
tidak mengetahui bahwa yang mendapatkan posisi yang strategis
Negara Jerman
sangat
telah melawan sebagai parameter menentukan
dilakukannya
hukum yang berlaku di Negara seseorang bersalah atau tidak,
Jerman.
dikatakan disana bahwa untuk Negara Jerman menegaskan menentukan
Hukuman
harus
Asas Kesalahan di dalam Kitab didasarkan pada rasa bersalah. Undang-Undang
Hukum Rasa bersalah berarti kesalahan Pidananya secara tegas atau pelaku.
Dengan
menemukan
eksplisit, pengaturan ini sudah terdakwa bersalah atau kita
sejak lama, dapat menyalahkan dia karena tidak disimpulkan bahwa Negara Jerman bertindak secara sah, karena telah
dimulai
main-main dalam memilih untuk melanggar hukum, menerapkan Prinsip Monodualistik meskipun ia bisa bertindak secara
tidak tidak
1) Whosoever at the time of the commission of the
Kitab Undang-Undang Hukum offence is unaware of a fact which is a statutory
Pidananya, di Negara Jerman asas element of the offence shall be deemed to lack
Kesalahan ini biasa disebut dengan intention. Any liability for negligence remains
istilah schuldprinzip . unaffected.
(barangsiapa pada saat Negara Jerman mengalami 28 komisi; pelanggaran
dari sebuah beberapa kali pembaharuan Kitab
lalai