IMPLEMENTASI MURABAHAH DI LEMBAGA KEUANG

IMPLEMENTASI MURABAHAH DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
(DALAM PERSPEKTIF FIQIH)
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah: Fiqih Kontemporer
Dosen Pengampu :Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun oleh:
Evi Nurmayanti (141263110)
Kelas A

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI METRO
2017

A.

PENDAHULUAN
Berkembangnya

bank-bank


syariah

di

negara-negara

Islam

berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai
bank syariah sebagai pilar ekonomi islam mulai dilakukan. Akan tetapi
prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank islam di indonesia baru
dilakukan pada tahun 1990. Secara umum, bank adalah lembaga yang
melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang,
meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang.
Perkembangan perbankan syari’ah pada era reformasi ditandai
dengan disetujuinya UU No. 10 Tahun 1998. Dalam Undang-Undang
tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang
dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syari’ah. Undangundang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional
untuk membuka cabang syariah.

Saat ini bukan hanya lembaga keuangan syariah bersekala besar
yang mampu berkembang seperti Bank Syariah namun lembaga keuangan
syariah berskala kecil pun mulai menunjukan perkembangan seperti halnya
Baitul Mal wa at-Tamwil (BMT).
Baitul Maal wat-Tamwil (BMT) adalah salah satu Lembaga Keuangan
Syariah yang memiliki perkembangan cukup pesat pada saat ini. Secara
bahasa Baitul Maal berarti rumah usaha. Baitul Maal pada masa Nabi
Muhammad dahulu berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus menyalurkan
dana sosial. Sedangkan Baitul Tamwil merupakan lembaga bisnis yang
bermotif laba.

B. Aplikasi Murabahah dalam Baitul Mal wa at-Tamwil (BMT)
Berdirinya lembaga keuangan sejenis Baitul Mal wa Tamwil (BMT) di
Indonesia merupakan jawaban terhadap tuntutan dan kebutuhan kalangan
umat Muslim. Kehadiran BMT muncul disaat umat Islam mengharapkan
adanya lembaga keuangan yang menggunakan prinsip-prinsip syariah dan
bersih dari unsure riba’ yang diasumsikan haram.1

1


Hendi Suhendi, et.al., BMT & Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan

Syariah, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 47.

Di Indonesia sendiri, belakangan ini Baitul Mal wat tamwil (BMT)
mulai popular diperbincangkan oleh insan perekonomian terutamadalam
perekonomian Islam. Sejak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun
1997, BMT telah mulai tumbuh menjadi altrenatif pemulihan kondisi
perekonomian di Indonesia. Istilah-istilah itu biasanya dipakai oleh sebuah
lembaga khusus(dalam sebuah perusahaan atau instansi) yang bertugas
menghimpun dan menyalurkan ZIS(zakat, infaq, shadaqah) dari para
pegawai atau karyawannya. Kadang istilah tersebut dipakai pula untuk
sebuah lembaga ekonomi berbentuk koperasi serba usaha yang bergerak
di berbagai lini kegiatan ekonomi umat, yakni dalam kegiatan sosial,
keuangan (simpan-pinjam), dan usaha pada sektor riil.2
Baitul maal wattamwi (BMT) terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal
dan baituu tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha
pengumpulan dan penyaluran dana yang non-profit, seperti; zakat, infaq
dan shadaqoh. Sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dan
penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang

tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi
masyarakat kecil .dengan berlandaskan syariah.3
Dari sekian banyak produk dan jasa yang ditawarkan oleh BMT,
dikenal salah satu produk yang sangat diminati dan dipakai oleh
masyarakat, yaitu produk murabahah. Yang merupakan sebuah jasa
pembiayaan jual beli yang pembayarannya dapat dilakukan dengan cara
diangsur atau satu kali lunas (jatuh tempo), dimana jumlah kewajiban yang
harus dibayar oleh anggota sebesar jumlah harga barang beserta mark up
nya (laba) yang telah disepakati bersama.
Murabahah merupakan salah satu bentuk menghimpun dana yang
dilakukan oleh perbankansyariah, baik untuk kegiatan usaha yang bersifat
produktif, maupun yang bersifat konsumtif.4

Abdianul Haikal, et.al., “BMT: Sejarah & Masa depannya”,
http://zarchisme.wordpress.com /tag/sejarah-perkembangan bmt.
3
Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, op.cit.,
h.96
4
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah. (Jakarta: Sinar Graha, 2008), h. 26.

2

Murabahah adalah transaksi jual beli dimana Bank Syari‟ah (dalam
hal ini BMT) bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli,
dengan harga jual dari BMT adalah harga beli pemasok ditambah
keuntungan dalam persentase tertentu bagi sesuai dengan kesepakatan.
Kepemilikan akan berpindah kepada nasabah segera setelah perjanjian
jual beli ditandatangani dan nasabah akan membayar barang tersebut
dengan cicilan tetapi yang besarnya sesuai kesepakatan sampai dengan
pelunasan.
Bagi BMT yang memiliki sektor ril, penyediaan barang modal dapat
dipenuhi secara langsung, namun bagi yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan, maka BMT dapat bekerja sama dengan suplier atau agent
penyedia. Mekanisme jual ini meliputi:
1.

Anggota atau nasabah mengajukan secara rinci kebutuhan barang
yang akan dibeli. Rincian barang-barang tersebut dapat berupa jenis,
merk, tahun pembuatan, warna, ukuran bentuk sampai pada tempat
pembelian. Semakin terinci akan semakin baik.


2.

BMT bersama-sama anggota atau nasabah yang membutuhkan akan
melihat dengan pasti tentang barang yang dimaksut.

3.

BMT akan membeli barang tersebut ke suplier dengan harga pokok
yang diketahui dedua belah pihak.

4.

BMT kemudian akan menjual kembali brang tersebut anggota atau
nasabah yang membutuhkan seharga pembelian

pokok ditambah

keuntungan (margin) yang disepakati.
Jika kondisi tidak memungkinkan bagi BMT membeli terlebih dahulu

barang tersebut, maka BMT akan memberikan kuasa kepada anggota
untuk membeli sendiri kemudian nota pembeliannya diberitahukan kepada
BMT. 5
Murabahah mempunyai empat metode dalam pembayarannya, yaitu:
1.

Metode Margin Keuntungan Menurun (sliding), adalah perhitungan
margin

keuntungan

yang

semakin

menurun

sesuai

dengan


menurunnya harga pokok sebagai akibat adanya cicilan/angsuran
5

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Yogyakarta: UII Press,
2004), h. 161-162

harga pokok, jumlah angsuran (harga pokok dan margin keuntungan)
yang dibayar nasabah setiap bulan semakin menurun.
2.

Metode Keuntungan Rata-rata, yaitu margin keuntungan menurun
yang perhitungannya secara tetap dan jumlah angsuran (harga pokok
margin keuntungan) dibayar nasabah setiap bulan.

3.

Margin Keuntungan Flat, adalah perhitungan margin keuntungan
terhadap nilai hargapokok pembiayaan secara tetap dari satu periode
ke periode lainnya, walaupun baki debetnya menurun sebagai akibat

dari adanya angsuran harga pokok.

4.

Margin Keuntungan Anuitas, adalah margin keuntungan yang
diperoleh dari perhitungan secara annuitas. Perhitungan annuitas
adalah suatu cara pengembalian pembiayaan dengan pembayaran
angsuran harga pokok dan margin keuntungan secara tetap.
Perhitungan ini akan menghasilkan pola angsuran harga pokok yang
semakin membasar dan margin.6

C. Ketentuan Umum Murabahah
1. Jaminan
Pada dasarnya jaminan bukanlah satu rukun atau syarat yang
mutlak dipenuhi dalam ba’i al-murabahah. Jaminan ini dimaksutkan
untuk menjaga agar si pemesan tidak main-main dengan pesanan. 7
2. Utang dalam Murabahah
Secara prinsip penyelesaian utang murabahah , si pemesan dalam
transaksi murabahah KPP tidak ada kaitanya dengan transaksi lain
yang dilakukan sipemesan kepada pihak ketiga atas barang pesanan

tersebut. Jika pemesan menjual barang tersebut sebelum masa
angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsuran.
Seandainya sipenjual asset tersebut merugi, contohnya kalau
nasabah tersebut adalah pedagang juga, pemesan tetap harus
menyellesaikan pinjamannya sesuai kesepakatan awal.hal ini karena
transaksi penjualan kepada pihak ketiga yang dilakukan nasabah
Muhammad Noval.”Penentuan Angsuran Murabahah” dalam Jurnal Studi Ekonomi,
Volume 6, Nomor 1, Juni 2015,(93-106).h.94.
7
Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta:
Gema Insani, 2001), h. 105
6

merupakan akad yang benar-benar terpisah dari akad al-murabahah
pertama dengan bank.8
3. Penundaan pembayaran pada debitur mampu
Seorang nasabah yang mempunyai kemampuan ekonomis
dilarang menunda penyelesaian utangnya dalam al-murabahah ini.
Bila seorang pemesan menunda penyelesaian utang tersebut,
pembeli dapat mengambil tindakan: mengambil prosedur hukum

untuk mendapatkan kembali utang itu dan mengklaim kerugian
financial yang terjadi akibat penundaan.
Rosulullah saw.pernah mengingatkan pengutang yang mampu
tetapi lalai dalam salah satu haditsnya, “yang melalaikan pembayaran
utang ( padahal ia mampu) maka dapat dikenakan sanksi dan
dicemarkan nama baiknya (semacam black list-pen).9
Prosedur dabn mekanisme penyelesaian sengketa antara pihak
Bank syriah dengan nasabah telah diatur melalui Badan Arbitrasi
Muamalah Indonesia (BAMUI), suatu lembaga yang didirikan
bersama antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan MUI.10
4. Bangkrut
Jika pemesan dianggap pailit dan gagal menyelesaikan utangnya
karena benar-benar tidak mampu secara ekonomi dan bukan
karena lalai sedangkan ia mampu, kreditor harus menunda
tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali.11

Praktik Transaksi Murabahah BMT biasanya menetapkan prosedur
dan kelengkapan yang harus dijalani dan dipenuhi nasabah yang
mengajukan

pembiayaan.

Hal

tersebut

dilakukan

bukan

untuk

memberatkan nasabah, namun itu dilakukan agar memudahkan pihak BMT
untuk mengenali nasabah dan bisa digunakan untuk mengukur kelayakan
dan kemampuan nasabah untuk melakukan transaksi. Selain itu,
penandatanganan dokumen kontrak dilakukan agar kedua belah pihak
8

Ibid.
Ibid., h.105-106.
10 Penjelasan lebih lanjut tentang BAMUI, rujuk buku karya penulis dan rekan
rekaneditorial lainnya, Abritase Islam di Indonesia (1994).
11 Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah..., h.106
9

menjadi jelas apa yang ditransaksikan, seperti jatuh tempo pembayaran,
jatuh tempo masa kontrak, dan lain sebagainya. Hal ini untuk menghindari
terjadinya penipuan dan saling merugikan antara pihak BMTdan nasabah.12
Demikian halnya dengan pembiayaan murabahah yang pelunasan
pembayarannya dengan metode angsuran. Tentunya ada persyaratanpersyaratan yang harus dilengkapi nasabah sebelum pihak BMT
memberikan pembiayaan. Hal itu dimaksudkan untuk memudahkan kedua
belah pihak dalam bertransaksi serta menghindari resiko-resiko yang bisa
terjadi

akibat

tidak

lengkapnya

pencatatan

transaksi

ataupun

administrasinya.13
Jenis pembiayaan murabahah pada BMT biasanya adalah konsumtif,
yang memberikan pembiayaan pada barang-barang seperti mobil, sepeda
motor, furniture, bahan bangunan, sampai dengan barang elektronik.
Jaminan dalam setiap pembiayaan murabahah adalah sertifikat atau surat
berharga dari barang itu sendiri. Begitu halnya pada BMT, menggunakan
jaminan yang ditujukan untuk mengurangi resiko macet oleh nasabah.
Kemudian berkenaan dengan sanksi yang diterapkan. Pada BMT tidak
mengenakan

sanksi

kepada

nasabah

apabila

nasabah

terlambat

membayar ataupun menunda-nunda pembayaran. Akan tetapi apabila
pembayaran nasabah macet selama 3 bulan, maka tindakan tegas yang
diambil oleh pihak BMT adalah penarikan jaminan yang telah diberikan
nasabah.14
Praktik murabahah yang terdapat pada BMT adalah murabahah
berdasarkan pesanan, yang mana nasabah datang untuk meminta barang
yang diinginkannya kemudian pihak BMT membelikan barang yang diminta
setelah harga barang dan harga perolehan disepakati terlebih dahulu oleh
pihak BMT dan nasabah. Pembiayaan murabahah ini bersifat konsumtif,
yang mana menyentuh aspek -aspek konsumsidalam masyarakat dan
memerlukan jaminan dalam setiap transaksinya, yang ditujukan untuk
mendisiplinkan nasabah dan menghindari resiko kredit macet oleh
nasabah.
Muhammad Noval.”Penentuan Angsuran Murabahah”,h.102
Ibid.
14 Ibid.

12

13

D.

Metode Angsuran Murabahah di Baitul Mal wa at-Tamwil

Pembiayaan murabahah pada BMT memakai metode angsuran
dalam pelunasannya, dan dalam pelunasannya tidak terpengaruh oleh
perubahan harga di pasar, sehingga akumulasi pembayaran yang harus
dipenuhi oleh nasabah adalah tetap sesuai dengan kesepakatan awal.
Keadaan demikian sesuai dengan prinsip Islam tidak memberatkan dan
memberikan kemudahan kepada nasabah yang tidak memiliki kemampuan,
atau dengan kata lain memberikan kemudahan kepada nasabah yang
memiliki ekonomi lemah untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,
sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 280 yang artinya:
“dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah
tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.15
Dan bahkan dalam sebuah hadits Nabi SAW menyatakan bahwa
perilaku jual beli seperti ini termasuk prilaku jual beli yang diberkahi:
“Dari Shalih bin Shuhayb dari ayahnya, ia berkata:“Rasulullah SAW
bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara
tangguh, muqâradha’ (mudhâraba’) dan mencampur gandum dengan
tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. (HR. Ibn Mâja’).
Metode yang biasa digunakan BMT
1.

Metode fleksibel yaitu perpaduan antara Metode Keuntungan Ratarata dengan Margin Keuntungan Menurun (sliding) terhadap satu
pembiayaan, prosesnya terjadi ketika pada akad awal ditetapkan
Metode Keuntungan Rata-Rata, tetapi pada saat pembayaran
angsuran berlangsung beberapa bulan nasabah mengalami masalah
dan pembayaran angsuran terjadi kemacetan dan bahkan nasabah
mengalami kesusahan dalam pembayaran. Saat itulah terjadi
negosiasi antaranasabah dengan pihak BMT untuk mengatasi
keadaan tersebut dan pada saat itulah dicapai suatu kesepakatan
untuk melakukan akad baru dengan Margin Keuntungan Menurun
(sliding) terhadap sisa angsuran yang belum dibayar

15

Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2): 280

2.

Metode kedua yang dikembangkan oleh pihak BMT adalah Matode
suka rela,Metode ini merupakan metode yang sangat tepat
diterapkan dalam rangka membantu kesulitan nasabah dalam
pelunasan angsuran. Dengan penerapan metode ini BMT dapat
terhindar dari kerugian akibat kredit macet, sementara pihak nasabah
terlepas dari beban tagihan angsuran pembiyaan.16
Kedua metode yang dikembangkan pada BMT tersebut, yaitu metode

fleksibel dan sukarela sangat sesuai dengan prinsip ta’awun, firman Allah
dala surah al Ma’idah ayat 2 yang artinya: “dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa”.17
Senada dengan kaidah ushul yang bertujuan untuk menghilangkan
kesusahan, kaidah tersebut berbunyi “Kesulitan harus dihilangkan.18 Dalam
sebuah hadits nabi SAW. melarang umat Islam untuk mempersulit orang
lain dan mempersulit dirinya sendiri: “Tidak (boleh) menyulitkan orang lain
dan dipersulit (oleh orang lain).
Kedua metode angsuran dengan fleksibel dan metode sukarela tersebut
diatas juga sangat relevan dengan salah satu prinsip dari pembentukan hukum
Islam yaitu menghilangkan kesusahan (‘adamul haraj) dan hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 280 seperi tersebut diatas, Allah
memerintahkan bahwa jika ada orang yang berhutang itu dalam kesukaran,
maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.19
Dalam salah satu fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 bagian
Keenam menjelaskan bahwa: “Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal
menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia
menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.”

Muhammad Noval.”Penentuan Angsuran Murabahah”,..., h. 103
Al-Quran Al-Maidah (5) 2
18 Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejaran Dan Kaidah Asasi,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 147
19 Muhammad Noval. “Penentuan Angsuran Murabahah”..., h.103
16

17

E.

Resiko Dalam Murabahah
Risiko dalam pembiayaan murabahah diantaranya adalah :

1.

Risiko yang terkait dengan barang

2.

Risiko yang terkait dengan klien (nasabah)

3.

Risiko yang terkait dengan pembayaran
Pada BMT sering menghadapi risiko penyalahgunaan dana, risiko

yang sering dihadapi adalah jika tidak dapat membelikan barang yang
dibutuhkan oleh anggota sehingga harus mewakilkan kepada anggota
tersebut untuk membeli barangnya sendiri.

Dan apabila pembelian

tersebut diwakilkan kepada anggota, BMT tidak dapat melakukan
pengecekan secara detail terhadap barang tersebut.
Berkaitan dengan risiko pembayaran BMT pernah mengalami
pembayaran angsuran yang kurang lancar (realisasi pembayaran tidak
sesuai dengan yang telah direncanakan) sehingga akan berpotensi tidak
bisa melunasi angsuran.20

F.

Upaya Penanganan Pembiayaan Bermasalah
Upaya penanganan merupakan hal yang penting dalam mengatasi

pembiayaan

yang

bermasalah

yang

menyangkut

harta

sebuah

perusahaan, oleh karena itu ada beberapa usaha dalam menangani
pembiayaan murabahah yang dilakukan KJKS BMT Mandiri Sejahtera Kara
ngcangkring Gresik Jawa Timur diantaranya adalah:
1.

Teguran Hal ini dilakukan pada saat nasabah masuk dalam kategori
diragukan, pihak BMT mengirim surat teguran pada nasabah untuk
segera melakukan pembayaran.

2.

Rescheduling (penjadwalan ulang) anggota diberikan keringanan
dalam masalah jangka waktu pembiayaan maupun

jangka waktu

angsuran dengan porsi nasabah mengalami kategori macet dan
masih terdapat tunggakan setelah jatuh tempo pembayaran serta
usaha yang dijalankan oleh nasabah masih memungkinkan untuk
memenuhi kewajiban dalam pembayaran pembiayaan.
As i Nur “iwi Kus iyati. Resiko Akad Dala
Ekonomi Islam, Vol. 1,No. 1, Juli 2017, (27-41), h. 33.
20

Pe biayaa Murabahah dala

Jur al

3.

Restructuring pihak BMT memberikan tambahan pembiayaan untuk
memperbaiki usahanya ketika nasabah mengalami bencana alam
dannasabah membutuhkan biaya untuk menghidupkan usahannya.
Seperti pada saat adanya kebakaran pada sebuah toko sembako
yang mengakibatkan usaha nasabah merugi dan tidak bisa
membayar kewajiban sehingga pihak BMTmemberikan penambahan
plafon untuk membangkitkan usahanya kembali dan kewajiban yang
sempat tidak terbayarkan dapat terpenuhi kembali.
Proses pemberian teguran yang dilakukan BMT Mandiri Sejahtera

kurang bagus karena mengabaikan kategori kurang lancar, rescheduling
dan restructuring pembiayaan murabahah bermasalah telah sesuai dengan
standart dan peraturan yang berlaku. BMT Mandiri Sejahteratidak pernah
melakukan penyitaan jaminan sesuai dengan teori yang ada karena pihak
BMT menganggap penerapan syariah dan tindakan manusiawi akan tetap
dipertahankan oleh pihak BMT meskipun tidak efisien.21

G. Skema Murabahah

21Daniatu

Listanti. “Upaya Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah”
dalam jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 1No. 1 Januari 2015, (1-9). h. 7.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa jual beli murabahah
KPP(Kepada Pemesanan Pembelian) ini terdiri dari:
1.

Ada tiga pihak yang terkait yaitu:
a. Pemesan(nasabah)
b. Penjual barang
c. Lembaga keuangan

2.

Ada dua akad transaksi yaitu:
a. Akad dari penjual barang kepada lembaga keuangan.
b. Akad dari lembaga keuangan kepada pemesan.

3.

Ada tiga janji yaitu:
a. Janji dari lembaga keuangan untuk membeli barang.
b. Janji mengikat dari lembaga keuangan untuk membeli
barang untuk nasabah.
c. Janji mengikat dari pemohon (nasabah) untuk membeli
barang tersebut dari lembaga keuangan.22
Contoh kasus Murabahah
Andi membeli sebuah leptop seharga Rp. 4.750.000 kemudian
ia menjual kembali leptop tersebut kepada Ali seharga
Rp.5.000.000; Andi memberitahu kepada Ali mengenai Harga
awal leptop itu, yaitu Rp. 4.750.000.23

22

Dr. Muhamamad Syfi’i Antonio, Bank Syariah..., h.107

Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: PT Grafindo
Persada,2016), h.65
23

DAFTAR PUSTAKA
Suhendi Hendi, et.al., BMT & Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan
Syariah, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 47.
Haikal

Abdianul,

et.al.,

“BMT:

Sejarah

&

Masa

depannya”,

http://zarchisme.wordpress.com /tag/sejarah-perkembangan bmt.
Sudarsono Heri, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, op.cit., h.96
Ali Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah. (Jakarta: Sinar Graha, 2008), h.
26.
Ridwan Muhammad, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, (Yogyakarta: UII
Press, 2004), h. 161-162
Noval Muhammad. ”Penentuan Angsuran Murabahah” dalam Jurnal Studi
Ekonomi, Volume 6, Nomor 1, Juni 2015,(93-106).h.94.
Al-Quran Al-Maidah (5) 2
Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejaran Dan Kaidah Asasi, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002), h.147
Asmi Nur Siwi Kusmiyati. “ Resiko Akad Dalam Pembiayaan Murabahah”
dalam Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 1,No. 1, Juli 2017, (27-41), h. 33.
Daniatu

Listanti.

“Upaya

Penanganan

Pembiayaan

Murabahah

Bermasalah” dalam jurnal Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 1No.
1 Januari 2015, (1-9). h. 7.
Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik,
(Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 105.
Penjelasan lebih lanjut tentang BAMUI, rujuk buku karya penulis dan rekan
rekaneditorial lainnya, Abritase Islam di Indonesia (1994)
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: PT Grafindo
Persada,2016), h.65