INTERVENSI ASING DALAM MISI KEMANUSIAAN
Hardi Alunaza SD (20141060026)
INTERVENSI ASING DALAM MISI KEMANUSIAAN DAN
PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI
REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO1
INTRODUCTION
Republik Demokratik Kongo merupakan sebuah Negara yang terletak di
kawasan Afrika Tengah, Negara ini berbatasan dengan Republik Afrika Tengah
dan Sudan di Utara, Uganda, Rwanda, Burundi dan juga Tanzania yang
terpisahkan oleh danau Kivudi Timur, Republik Kongo di Barat, Zambia dan
Angola di Selatan.2 Masyarakat dari Republik Demokratik Kongo (RDK), terdiri
dari berbagai suku. Hal ini dikarenakan terjadinya migrasi besar-besaran pada
2000 SM sampai tahun 500 oleh masyarakat Bantu yang berada di barat laut dan
utara dari wilayah RDK. Masyarakat Bantu tersebut melakukan migrasi ke daerah
RDK, khususnya ke daerah yang berada di dekat sungai Kongo. Dari sinilah
bermula suatu kerajaan yang berdiri di wilayah RDK.3
Konflik dan damai merupakan dualisme kehidupan manusia yang tak
pernah kunjung selesai. Selama perkembangan peradaban manusia dari jaman
klasik, pertengahan maupun zaman modern seperti sekarang ini dimana pada
zaman peradaban manusia sudah sedemikian maju dan berkembang cepat
intensitas konflik di belahan dunia justru semakin meningkat dan terus
menghantui perjalanan hidup manusia termasuk perang antar etnik yang terjadi di
Republik Demokratik Kongo (RDK).4
Sejak merdeka dari Belgia pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965,
DRK selalu berada dalam keadaan kacau dan perang saudara.5 Perang bersaudara
berlangsung berkepanjangan di Kongo sejak 1998 yang menghancurkan serta
1 Paper ditulis dalam pemenuhan tugas sebagai pengganti UAS pada mata kuliah Hukum
Internasional. Ditulis oleh HARDI ALUNAZA SD, Mahasiswa Program Magister Ilmu Hubungan
Internasional Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2014.
2 Pada pendahuluan BAB I skripsi mahasiswa UMY melalui
http://direktori.umy.ac.id/uploads/skripsi2/20020510264-Bab-I.pdf diakses pada (09/01/2015,
15.03 WIB)
3http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3960/SKRIPSI%20PART%20II
%20(Isi).pdf?sequence=2 diakses pada (09/01/2015, 15.30 WIB)
4 http://direktori.umy.ac.id/uploads/skripsi2/20070510045-Bab-I.pdf diakses pada (09/01/2015,
16.04 WIB)
1
Hardi Alunaza SD (20141060026)
menyeret seluruh wilayah tersebut dan negara-negara di sekitarnya. 6 Keadaan
yang amat kacau ditunjukkan di negara tersebut. Bahkan bisa dikatakan nyawa
manusia tidak berharga lagi. Dan juga terjadi banyaknya pemerkosaan yang
terjadi di Kongo. Lebih dari 8.000 perempuan di Republik Demokratik Kongo
(DRK) mengalami pemerkosaan sepanjang tahun 2009 yang ditengarai dilakukan
oleh faksi-faksi yang berperang, baik tentara pemberontak maupun tentara
pemerintah.7 Selain menelan banyak korban dari orang-orang yang tidak bersalah,
aksi kekerasan tersebut juga telah menghancurkan infrastruktur dan perekonomian
negara tersebut hingga akhirnya PBB mengambil alih permasalahan di negara itu.
Intervensi kemanusiaan (humanitarian intervention) merupakan suatu
prinsip dalam hukum kebiasaan internasional, dimana suatu negara berdaulat
diintervensi oleh negara lain dikarenakan adanya suatu peristiwa yang
berhubungan dengan telah terjadinya perang sipil, krisis kemanusiaan atau
kejahatan kemanusiaan termasuk genosida yang terjadi dalam suatu negara yang
berdaulat8. Landasan hukum bagi tindakan intervensi kemanusiaan adalah Bab VI
dan Bab VII Piagam PBB. Dalam Bab VI (pasal 33) Piagam PBB memiliki
mandat untuk melakukan semua upaya agar konflik dapat diselesaikan secara
damai melalui cara-cara negosiasi, mediasi, arbitrase, penyelesaian hukum, serta
cara damai lainnya. Sedangkan pasal 34 dalam Bab yang sama menyatakan bahwa
PBB bisa melakukan investigasi setiap pertikaian (konflik) yang bisa
membahayakan ancaman perdamaian internasional9.
Dalam BAB VII terutama pasal 42 dinyatakan bahwa jika langkah-langkah
politik dan ekonomi (pasal 41) tidak bisa atau cukup mendorong pihak-pihak yang
bertikai maka penggunaan kekuatan militer (kekuatan darat, laut, udara) dapat
5 Republik Demokratik Kongo. 2000. Perpustakaan Online melalui
http://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/302004008 diaskes pada (09/01/2015, 14.02 WIB)
6 10 Negara Termiskin Dunia melalui http://www.digidu.net/post/10-negara-termiskin-di-dunia
diaskes pada (09/01/2015, 15.03 WIB)
7 Harian Kompas Internasional dalam judul berita Perkosaan Terburuk Terjadi di Kongo melalui
http://internasional.kompas.com/read/2010/02/09/09504261/Perkosaan.Terburuk.di.Dunia.Terjadi.
di.Kongo diakses pada (09/01/2015, 20.14 WIB)
8 Aidan Hehir. 2008. Humanitarian Intervention After Kosovo, United States: Palgrave Macmillan.
Hal. 2-3
9 Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional hal 23dari
http://unic.un.org/aroundworld/unics/common/documents/publications/uncharter/jakarta_charter_b
ahasa.pdf (10/01/2015, 11, 19 WIB)
2
Hardi Alunaza SD (20141060026)
dibenarkan untuk menjamin kestabilan keamanan dan perdamaian internasional.
Untuk lebih melengkapi intervensi miliiter dalam intervensi kemanusiaan sesuai
dengan doktirn “responsibility to protect”, tindakan militer hanyalah langkah
terakhir jika cara-cara lain tidak berhasil untuk melindungi penduduk dari
pelanggaran HAM berat10. Intervensi kemanusiaan pada awalnya sangat dilarang
karena mengganggu kedaulatan suatu negara.11 Hal ini sudah diatur dan tercantum
dalam piagam PBB pada pasal 2 tentang non-intervensi negara asing yang
berbunyi: “The organization is based on the principle of the sovereign equality of
all the members”.12
Jadi, bahwa setiap negara memiliki prinsip untuk bisa mandiri dan
mengatur negaranya sendiri dan mempertahankan kedaulatan negaranya. Namun,
ketika semakin banyaknya konflik yang terjadi maka akhirnya PBB dan negara
anggota PBB sepakat untuk memperbolehkan adanya intervensi kepada negara
lain dengan alasan intervensi kemanusiaan. Seperti tercantum dalam pasal 8
piagam PBB menyatakan bahwa:
Intervensi kemanusiaan tidak dapat dilakukan begitu saja tetapi
mempunyai prinsip-prinsip Intervensi kemanusiaan yang dilakukan atas 3 hal:
1. Terjadi suatu perang sipil
2. Terjadi suatu krisis kemanusiaan
3. Telah terjadi suatu kejahatan
kemanusiaan
termasuk
genosida
(pembantaian ras).
Di Kongo sudah jelas terlihat bahwa di sana terdapat perang sipil dimana
terjadi konflik antara pemerintah dengan kaum pemberontak yang dimulai pada
bulan Oktober 1996. Akibat terjadinya perang tersebut akhirnya menyebabkan
jatuhnya banyak korban dan terjadi krisis kemanusiaan.
Penyebab terjadinya intervensi PBB di Kongo terlihat dari dua dimensi
penting sebagai mana berikut:
10 Ibid.
11 Tinjauan Umum Mengenai Intervensi melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32565/3/Chapter%20II.pdf diakses pada
(10/01/2015, 21.08 WIB)
12 Fakultas Hukum UNLA dalam tulisan yang berjudul Legalitas Intervensi Nato melalui
http://repository.fhunla.ac.id/?q=node/131 diakses pada (10/01/2015, 20.08 WIB)
3
Hardi Alunaza SD (20141060026)
1. Perang Sipil Rwanda (1990 -1993)
Perang sipil di Kongo bisa dikatakan merupakan imbas langsung dari
perang sipil di Rwanda. Perang sipil di Rwanda merupakan perang yang terjadi di
Rwanda antara etnis mayoritas Hutu dengan etnis minoritas Tutsi pada tahun
1990-1993. Akar dari perang tersebut bermula setelah melalui referendum yang
diadakan Belgia untuk memerdekakan Rwanda, mayoritas rakyat Rwanda
menginginkan perubahan sistem politik yang selama masa penjajahan didominasi
oleh etnis Tutsi. Rwanda akhirnya merdeka pada tahun 1962 dan peristiwa
kemerdekaan Rwanda tersebut selanjutnya diikuti oleh eksodus besar-besaran
etnis Tutsi dari Rwanda ke negara-negara sekitarnya.13
Tahun 1990, sebuah kelompok bersenjata bernama Rwandan Patriotic
Front (RPF/Front Patriotik Rwanda) yang terdiri dari komunitas pengungsi Tutsi
di Uganda melakukan serangan ke Rwanda dan meletuslah Perang Sipil Rwanda
antara kelompok milisi RPF (Tutsi) melawan tentara Rwanda dan milisi
Interahamwe (Hutu). Selama perang sipil tersebut, berlangsung juga aksi-aksi
pembantaian yang dilakukan oleh milisi Hutu & militer Rwanda terhadap
komunitas Tutsi di Rwanda (dikenal sebagai "genosida Rwanda").14
2. Terbentuknya Aliansi Pemberontak di Zaire (Kongo)
Di tubuh Zaire sendiri, sejak dekade 90-an muncul gelombang ketidak
puasan terhadap rezim Mobutu menyusul ambruknya ekonomi Zaire akibat
maraknya kegiatan korupsi di tubuh pemerintahan dan berhentinya dukungan dari
AS terhadap rezim Mobutu15 usai tumbangnya Uni Soviet (salah satu alasan utama
AS mendukung rezim Mobutu adalah
menghentikan penyebaran paham
komunisme di Afrika tengah). Kondisi Zaire semakin lemah menyusul semakin
rapuhnya kondisi Presiden Mobutu akibat penyakit kanker yang dideritanya.
13 Congo Civil War dalam http://www.globalsecurity.org/military/world/war/congo.htm diakses
pada (10/01/2015, 20.12 WIB)
14 Budi Winarno. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer, Jakarta: Buku Seru. Hal 237
15 Dian Yunita Ikasari. Dampak Ekspolitasi Coltan Terhadap Eskalasi Perang Kongo. Universitas
Airlangga Surabaya. Hal. 211
4
Hardi Alunaza SD (20141060026)
Di tempat lain, Laurent Desire Kabila, penganut paham komunisme dan
pengikut Lubumba yang dulu dikudeta oleh Mobutu yang selama ini bersembunyi
di pelosok Tenggara Zaire dan memimpin kelompok pemberontak bernama
Popular Revolutionary Party (PRP/Partai Revolusioner Populer) mulai menjalin
kontak dengan kelompok-kelompok pemberontak lain di berbagai wilayah Zaire
& kelompok milisi Tutsi. Kelompok-kelompok tersebut kemudian melebur
menjadi kelompok pemberontak baru bernama Alliance des Forces Democratiques
pour la Liberation du Congo-Zaire (AFDL-CZ/Aliansi Pasukan Demokratik untuk
Pembebasan Kongo-Zaire) atau biasa disingkat AFDL.
UPAYA INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM
PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI REPUBLIK
DEMOKRATIK KONGO
Pihak ketiga kemudian menyuarakan dan mendesak agar pemberontak
M23 dan pemerintah Republik Demokratik Kongo mau melakukan dialog politik
untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di negara tersebut sehingga tidak ada
lagi rakyat sipil yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia.16 Akibat dari
desakan pihak-pihak asing dan pembicaraan dunia
internasional
mengenai
pelanggaran hak asasi manusia yang tidak dapat ditolerir di Republik Demokratik
Kongo serta sanksi-sanksi yang diberikan kepada pemberontak M23, maka hal ini
yang kemudian membuat pemberontak M23 dan pemerintah Republik
Demokratik Kongo memutuskan untuk melakukan proses negosiasi sehingga
mencapai perdamaian.
Dengan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terus terjadi di
Republik Demokratik Kongo yang tidak terkendali walaupun telah disepakati
kata damai, hal ini tidak mengurangi intensitas pertempuran antara pemberontak
dengan pasukan pemerintah. Setelah disepakati kesepakatan damai antara
pemberontak dengan pemerintah akan menimbulkan masalah baru dan kelompok
pemberontak yang baru yang melawan pemerintahan. Hal ini kemudian membuat
16 James Dobbin. Et al. From the Congo to Iraq. Rand Initiated Research. Hal 6
5
Hardi Alunaza SD (20141060026)
pemerintah
Republik
Demokratik
Kongo
mengambil
keputusan
untuk
mengirimkan surat kepada International Criminal Court (ICC), 17 yang berisikan
tentang permohonan bantuan untuk menyelesaikan masalah pelanggaran hak
asasi manusia dan International Criminal Court (ICC) dapat melakukan
penyelidikan dan menghukum pihak-pihak yang mengakibatkan terjadinya kasus
pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh rakyat sipil di North Kivu
Republik Demokratik Kongo. Akan tetapi setelah menerima surat dari pemerintah
Republik Demokratik Kongo, International Criminal Court (ICC) tidak dapat
dengan mudah untuk masuk dan terlibat dalam penyelesaian masalah terkait
pelanggaran hak asasi manusia yang dialami rakyat sipil di North Kivu Republik
Demokratik Kongo.18
Hal
ini
dikarenakan
adanya
prinsip
Komplementaris
atau
Complementarity Principle yang telah disepakati oleh negara-negara peserta
bahwa juridiksi (pengadilan) nasional memiliki tanggung jawab utama untuk
melaksanakan penyidikan dan penuntutan setiap kejahatan internasional yang
menjadi wewenang Mahkamah Pidana Internasional. Maka berdasarkan atas salah
satu tujuan dan fungsi pembentukan International Criminal Court yaitu berupaya
untuk menanggulangi penindasan atau pelanggaran atas hak asasi manusia serta
Pasal 7 Statuta Roma yang menjadi dasar utama pembentukan ICC tentang
Kejahatan terhadap Kemanusiaan seperti tindakan pemerkosaan, pembunuhan,
penganiayaan, perbudakan dan melihat bentuk-bentuk pelanggaran terhadap hak
asasi manusia yang terjadi pada konflik di North Kivu Republik Demokratik
Kongo ini kemudian menjadi landasan utama bagi Interntional Criminal Court
(ICC) untuk melakukan upaya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan pemberontak M23 terhadap rakyat sipil di North Kivu, Republik
Demokratik Kongo. Dalam melakukan upaya penyelesaian Intenational Criminal
Court.19
17 Maria Makdalena. Upaya ICC dalam penyelesaian HAM di Kongo. Jurnal Fisip Unmul. Hal 68
18 Ibid.
19 Ibid.
6
Hardi Alunaza SD (20141060026)
Adapun Upaya yang dilakukan International Criminal Court untuk menyelesaikan
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di North Kivu, Kongo antara lain
ialah:
1. Melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan data-data primer melalui
wawancara terhadap korban-korban yang berada di pengungsian
mengenai pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan
oleh
pemberontak M23. Tindakan penyelidikan yang dilakukan oleh
International Criminal Court ini tidak hanya dilakukan sendiri akan tetapi
dibantu oleh pihak pemerintah Republik Demokratik Kongo dengan cara
memberikan akses kepada International Criminal Court untuk dapat
mencapai tempat-tempat pengungsian baik di dalam kota Goma provinsi
North Kivu atau diluar Provinsi North kivu. Tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah Republik Demokratik Kongo ini didasarkan pada suatu
komitmen yang disampaikan kepada International Criminal Court melalui
surat
permohonan
permintaan
bantuan
bahwa
lembaga-lembaga
pemerintahan terutama Pengadilan Nasional Kongo akan melakukan kerja
sama semaksimal mungkin guna menegakan keadilan melalui hukum.
Dan dalam menjalankan tugas penyelidikan dalam mengumpulkan data
melalui wawancara kepada korban-korban yang ada di pengungsian ini,
International Criminal Court juga bekerja sama dengan organisasi
internasional yang khusus menangani masalah kemanusiaan seperti
UNHCR serta Human Right Watch.
2. Mengeluarkan perintah penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin
pemberontak M23 yaitu Thomas Lumbanga, Germain Katanga, Mathieu
Ngudjao Chui, Carlixe Mbarashimans, Bosco Ntaganda dan pemimpin
pemberontak dari Rwanda yang membantu penyerangan di North Kivu
yaitu Sylvester Mudacumura. Perintah penangkapan kepada pemimpinpemimpin pemberontak M23 ini dikirimkan International Criminal Court
kepada Pengadilan Nasional di Republik Demokratik Kongo sehingga
dapat melakukan penangkapan terhadap tersangka pelaku pelanggaran hak
asasi manusia. Setelah menerima perintah dari International Criminal
7
Hardi Alunaza SD (20141060026)
Court, pemerintah Kongo melalui Pengadilan Nasionalnya melakukan
penangkapan
kepada pemimpin-pemimpin pemberontak M23 dan
kemudian akan
diadili di International Criminal Court sesuai dengan
kejahatan kemanusiaan yang telah dilakukan terhadap rakyat sipil di North
Kivu.
3. Melibatkan korban-korban pelanggaran hak asasi manusia dalam
persidangan yaitu para korban dapat memberikan keterangan sebagai saksi
atas kejahatan yang dilakukan oleh pemimpin pemberontak M23. Dengan
melibatkan para korban dalam persidangan para penjahat perang
membuat para korban menjadi lebih berani untuk berpartisipasi dalam
memberikan informasi sehingga ICC dapat mengumpulkan data-data
untuk melakukan penyidikan dan penangkapan terhadap pemberontak
yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Dan tindakan ini dapat
mengurangi pelanggaran HAM yang dilakukan pemberontak di North
Kivu.
4. Memberikan sanksi pidana dengan hukuman penjara selama 14 tahun
terhadap Thomas Lumbanga atas kejahatan perang yaitu perekrutan anakanak di bawah umur untuk dijadikan tentara pemberontak yang
merupakan panglima pemberontak M23.
Perang saudara berlangsung berkepanjangan di Kongo sejak 1998 yang
menghancurkan serta menyeret seluruh wilayah tersebut dan negara-negara di
sekitarnya. Aksi kekerasan tersebut telah menghancurkan infrastruktur dan
perekonomian
negara
permasalahan
di
tersebut
negara
itu
hingga
dan
akhirnya
memaksa
PBB
Presiden
mengambil
Joseph
alih
Kabila
menyelenggarakan Pemilihan Umum pada 30 Juli 2006.20
ANALYSIS
Konflik di Kongo ini termasuk dalam bentuk kekerasan struktural dimana
pemerintah yang korup mengeksplorasi negaranya sendiri tanpa peduli rakyatnya
bahkan menekan rakyat sehingga rakyatnya menjadi miskin dan tidak bisa
20 Op.cit.
8
Hardi Alunaza SD (20141060026)
berkembang. Krisis manusia kemudian juga terjadi karena banyaknya korban
yang berjatuhan akibat perang yang tidak bisa dihindari. Pemerintah Kongo
memperjuangkan kepentingannya sendiri dengan menguasai daerah-daerah
penghasil berlian untuk kekuasaannya dan justru menyedot sumber daya alam
yang kemudian dijual untuk keberlangsungan perang di negaranya sendiri.
Konsep peace making sendiri merupakan konsep yang menjelaskan bahwa
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencoba menyudahi konflik yang telah
berlangsung. Konsep ini menjelaskan awal mula dari usaha penyelesaian konflik
tersebut. Dalam hal ini, konflik Kongo yang telah berlangsung sekian lama karena
didasari oleh latar belakang permusuhan dan adanya ketidakpercayaan satu grup
dengan grup yang lain kepada pemerintah akibat pemerintahan yang buruk dan
korup sehingga muncul ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang menimbulkan
konflik. Dalam usaha melakukan perdamaian ini banyak pihak yang dapat
menjadi aktor, dari aktor Negara sampai dengan non Negara. Misalnya LSM di
negaranya (nasional), LSM Internasional, atau organisasi besar Internasional.
Dalam kasus ini, organisasi internasional PBB menjadi aktor yang
berusaha menyudahi konflik dengan menjadi mediator. Cara yang PBB gunakan
adalah dengan memberikan bantuan dana kepada Kongo agar presiden Kongo
yaitu Josep Kabila melakukan pemilu untuk menekan amarah masyarakat Kongo
terhadap pemerintahan yang korup sehingga memberi harapan pada mereka untuk
mengganti pemerintahan yang ada. Pemilu dilakukan juga untuk mengakomodir
kesetaraan yang dimiliki masyarakat Kongo dan partisipasi mereka dalam
mengembangkan Negara masih sangat dibutuhkan. Oleh karenanya pada tahun
2000 perang berakhir setelah dilakukan mediasi antara pihak yang berkonflik
yang difasilitasi oleh PBB.
CONCLUSION
Pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada rakyat sipil di North
Kivu berawal dari kebijakan yang diambil oleh Presiden Joseph Kabila yang
melakukan persetujuan Pretoria yakni pemerintah bersedia berbagi kekuasaan
9
Hardi Alunaza SD (20141060026)
dengan kelompok pemberontak Rwanda (kelompok pemberontak ini merupakan
pemberontak yang berperang dengan pemerintahan Kongo pada tahun 19982001). Hal ini sebagai bentuk dari state breaking dan state failure. Hal tersebut
kemudian mengakibatkan terbentuknya kelompok pemberontak M23 karena
faktor kecemburuan sosial yang dirasakan oleh etnis pribumi yang kemudian
melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyat sipil di North Kivu
melalui tindakan-tindakan yang tidak bermoral seperti, pembunuhan, penjarahan,
penyiksaan, pembajakan, perekrutan sebagai tentara anak, serta pemerkosaan
terhadap perempuan dan anak perempuan yang masih kecil. Intervensi ICC, PBB
merupakan bentuk dari penegakan pelanggaran hak asasi manusia dan damai
dengan mediasi untuk menghentikan perang. Hal tersebut merupakan bentuk dari
responsibility to protect karena Kongo tidak mampu menegakkan hak asasi
manusi serta tidak mampu menyelesaikan perang yang terjadi di Negara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Dobbin, James. From the Congo to Iraq. Rand Initiated Research.
Hehir, Aidan. 2008. Humanitarian Intervention After Kosovo, US: Palgrave
Macmillan.
Makdalena, Maria. Upaya ICC dalam penyelesaian HAM di Kongo. Jurnal Fisip
Unmul.
Winarno, Budi. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer, Jakarta: Buku Seru.
Yunita, Dian. Dampak Ekspolitasi Coltan Terhadap Eskalasi Perang Kongo.
Universitas Airlangga Surabaya.
10 Negara Termiskin Dunia melalui http://www.digidu.net/post/10-negaratermiskin-di-dunia diaskes pada (09/01/2015, 15.03 WIB)
Congo Civil War dalam
http://www.globalsecurity.org/military/world/war/congo.htm diakses pada
(10/01/2015, 20.12 WIB)
Fakultas Hukum UNLA dalam tulisan yang berjudul Legalitas Intervensi Nato
melalui http://repository.fhunla.ac.id/?q=node/131 diakses pada (10/01/2015,
20.08 WIB)
10
Hardi Alunaza SD (20141060026)
Harian Kompas Internasional dalam judul berita Perkosaan Terburuk Terjadi di
Kongo melalui
http://internasional.kompas.com/read/2010/02/09/09504261/Perkosaan.Terbur
uk.di.Dunia.Terjadi.di.Kongo diakses pada (09/01/2015, 20.14 WIB)
http://direktori.umy.ac.id/uploads/skripsi2/20070510045-Bab-I.pdf diakses pada
(09/01/2015, 16.04 WIB)
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3960/SKRIPSI
%20PART%20II%20(Isi).pdf?sequence=2 diakses pada (09/01/2015, 15.30
WIB)
Pada pendahuluan BAB I skripsi mahasiswa UMY melalui
http://direktori.umy.ac.id/uploads/skripsi2/20020510264-Bab-I.pdf diakses
pada (09/01/2015, 15.03 WIB)
Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional hal 23dari
http://unic.un.org/aroundworld/unics/common/documents/publications/unchar
ter/jakarta_charter_bahasa.pdf diakses pada (10/01/2015, 11.19 WIB)
Republik Demokratik Kongo. 2000. Perpustakaan Online melalui
http://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/302004008 diaskes pada (09/01/2015,
14.02 WIB)
Tinjauan Umum Mengenai Intervensi melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32565/3/Chapter%20II.pdf
diakses pada (10/01/2015, 21.08 WIB)
11
INTERVENSI ASING DALAM MISI KEMANUSIAAN DAN
PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI
REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO1
INTRODUCTION
Republik Demokratik Kongo merupakan sebuah Negara yang terletak di
kawasan Afrika Tengah, Negara ini berbatasan dengan Republik Afrika Tengah
dan Sudan di Utara, Uganda, Rwanda, Burundi dan juga Tanzania yang
terpisahkan oleh danau Kivudi Timur, Republik Kongo di Barat, Zambia dan
Angola di Selatan.2 Masyarakat dari Republik Demokratik Kongo (RDK), terdiri
dari berbagai suku. Hal ini dikarenakan terjadinya migrasi besar-besaran pada
2000 SM sampai tahun 500 oleh masyarakat Bantu yang berada di barat laut dan
utara dari wilayah RDK. Masyarakat Bantu tersebut melakukan migrasi ke daerah
RDK, khususnya ke daerah yang berada di dekat sungai Kongo. Dari sinilah
bermula suatu kerajaan yang berdiri di wilayah RDK.3
Konflik dan damai merupakan dualisme kehidupan manusia yang tak
pernah kunjung selesai. Selama perkembangan peradaban manusia dari jaman
klasik, pertengahan maupun zaman modern seperti sekarang ini dimana pada
zaman peradaban manusia sudah sedemikian maju dan berkembang cepat
intensitas konflik di belahan dunia justru semakin meningkat dan terus
menghantui perjalanan hidup manusia termasuk perang antar etnik yang terjadi di
Republik Demokratik Kongo (RDK).4
Sejak merdeka dari Belgia pada tahun 1960 sampai dengan tahun 1965,
DRK selalu berada dalam keadaan kacau dan perang saudara.5 Perang bersaudara
berlangsung berkepanjangan di Kongo sejak 1998 yang menghancurkan serta
1 Paper ditulis dalam pemenuhan tugas sebagai pengganti UAS pada mata kuliah Hukum
Internasional. Ditulis oleh HARDI ALUNAZA SD, Mahasiswa Program Magister Ilmu Hubungan
Internasional Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2014.
2 Pada pendahuluan BAB I skripsi mahasiswa UMY melalui
http://direktori.umy.ac.id/uploads/skripsi2/20020510264-Bab-I.pdf diakses pada (09/01/2015,
15.03 WIB)
3http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3960/SKRIPSI%20PART%20II
%20(Isi).pdf?sequence=2 diakses pada (09/01/2015, 15.30 WIB)
4 http://direktori.umy.ac.id/uploads/skripsi2/20070510045-Bab-I.pdf diakses pada (09/01/2015,
16.04 WIB)
1
Hardi Alunaza SD (20141060026)
menyeret seluruh wilayah tersebut dan negara-negara di sekitarnya. 6 Keadaan
yang amat kacau ditunjukkan di negara tersebut. Bahkan bisa dikatakan nyawa
manusia tidak berharga lagi. Dan juga terjadi banyaknya pemerkosaan yang
terjadi di Kongo. Lebih dari 8.000 perempuan di Republik Demokratik Kongo
(DRK) mengalami pemerkosaan sepanjang tahun 2009 yang ditengarai dilakukan
oleh faksi-faksi yang berperang, baik tentara pemberontak maupun tentara
pemerintah.7 Selain menelan banyak korban dari orang-orang yang tidak bersalah,
aksi kekerasan tersebut juga telah menghancurkan infrastruktur dan perekonomian
negara tersebut hingga akhirnya PBB mengambil alih permasalahan di negara itu.
Intervensi kemanusiaan (humanitarian intervention) merupakan suatu
prinsip dalam hukum kebiasaan internasional, dimana suatu negara berdaulat
diintervensi oleh negara lain dikarenakan adanya suatu peristiwa yang
berhubungan dengan telah terjadinya perang sipil, krisis kemanusiaan atau
kejahatan kemanusiaan termasuk genosida yang terjadi dalam suatu negara yang
berdaulat8. Landasan hukum bagi tindakan intervensi kemanusiaan adalah Bab VI
dan Bab VII Piagam PBB. Dalam Bab VI (pasal 33) Piagam PBB memiliki
mandat untuk melakukan semua upaya agar konflik dapat diselesaikan secara
damai melalui cara-cara negosiasi, mediasi, arbitrase, penyelesaian hukum, serta
cara damai lainnya. Sedangkan pasal 34 dalam Bab yang sama menyatakan bahwa
PBB bisa melakukan investigasi setiap pertikaian (konflik) yang bisa
membahayakan ancaman perdamaian internasional9.
Dalam BAB VII terutama pasal 42 dinyatakan bahwa jika langkah-langkah
politik dan ekonomi (pasal 41) tidak bisa atau cukup mendorong pihak-pihak yang
bertikai maka penggunaan kekuatan militer (kekuatan darat, laut, udara) dapat
5 Republik Demokratik Kongo. 2000. Perpustakaan Online melalui
http://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/302004008 diaskes pada (09/01/2015, 14.02 WIB)
6 10 Negara Termiskin Dunia melalui http://www.digidu.net/post/10-negara-termiskin-di-dunia
diaskes pada (09/01/2015, 15.03 WIB)
7 Harian Kompas Internasional dalam judul berita Perkosaan Terburuk Terjadi di Kongo melalui
http://internasional.kompas.com/read/2010/02/09/09504261/Perkosaan.Terburuk.di.Dunia.Terjadi.
di.Kongo diakses pada (09/01/2015, 20.14 WIB)
8 Aidan Hehir. 2008. Humanitarian Intervention After Kosovo, United States: Palgrave Macmillan.
Hal. 2-3
9 Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional hal 23dari
http://unic.un.org/aroundworld/unics/common/documents/publications/uncharter/jakarta_charter_b
ahasa.pdf (10/01/2015, 11, 19 WIB)
2
Hardi Alunaza SD (20141060026)
dibenarkan untuk menjamin kestabilan keamanan dan perdamaian internasional.
Untuk lebih melengkapi intervensi miliiter dalam intervensi kemanusiaan sesuai
dengan doktirn “responsibility to protect”, tindakan militer hanyalah langkah
terakhir jika cara-cara lain tidak berhasil untuk melindungi penduduk dari
pelanggaran HAM berat10. Intervensi kemanusiaan pada awalnya sangat dilarang
karena mengganggu kedaulatan suatu negara.11 Hal ini sudah diatur dan tercantum
dalam piagam PBB pada pasal 2 tentang non-intervensi negara asing yang
berbunyi: “The organization is based on the principle of the sovereign equality of
all the members”.12
Jadi, bahwa setiap negara memiliki prinsip untuk bisa mandiri dan
mengatur negaranya sendiri dan mempertahankan kedaulatan negaranya. Namun,
ketika semakin banyaknya konflik yang terjadi maka akhirnya PBB dan negara
anggota PBB sepakat untuk memperbolehkan adanya intervensi kepada negara
lain dengan alasan intervensi kemanusiaan. Seperti tercantum dalam pasal 8
piagam PBB menyatakan bahwa:
Intervensi kemanusiaan tidak dapat dilakukan begitu saja tetapi
mempunyai prinsip-prinsip Intervensi kemanusiaan yang dilakukan atas 3 hal:
1. Terjadi suatu perang sipil
2. Terjadi suatu krisis kemanusiaan
3. Telah terjadi suatu kejahatan
kemanusiaan
termasuk
genosida
(pembantaian ras).
Di Kongo sudah jelas terlihat bahwa di sana terdapat perang sipil dimana
terjadi konflik antara pemerintah dengan kaum pemberontak yang dimulai pada
bulan Oktober 1996. Akibat terjadinya perang tersebut akhirnya menyebabkan
jatuhnya banyak korban dan terjadi krisis kemanusiaan.
Penyebab terjadinya intervensi PBB di Kongo terlihat dari dua dimensi
penting sebagai mana berikut:
10 Ibid.
11 Tinjauan Umum Mengenai Intervensi melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32565/3/Chapter%20II.pdf diakses pada
(10/01/2015, 21.08 WIB)
12 Fakultas Hukum UNLA dalam tulisan yang berjudul Legalitas Intervensi Nato melalui
http://repository.fhunla.ac.id/?q=node/131 diakses pada (10/01/2015, 20.08 WIB)
3
Hardi Alunaza SD (20141060026)
1. Perang Sipil Rwanda (1990 -1993)
Perang sipil di Kongo bisa dikatakan merupakan imbas langsung dari
perang sipil di Rwanda. Perang sipil di Rwanda merupakan perang yang terjadi di
Rwanda antara etnis mayoritas Hutu dengan etnis minoritas Tutsi pada tahun
1990-1993. Akar dari perang tersebut bermula setelah melalui referendum yang
diadakan Belgia untuk memerdekakan Rwanda, mayoritas rakyat Rwanda
menginginkan perubahan sistem politik yang selama masa penjajahan didominasi
oleh etnis Tutsi. Rwanda akhirnya merdeka pada tahun 1962 dan peristiwa
kemerdekaan Rwanda tersebut selanjutnya diikuti oleh eksodus besar-besaran
etnis Tutsi dari Rwanda ke negara-negara sekitarnya.13
Tahun 1990, sebuah kelompok bersenjata bernama Rwandan Patriotic
Front (RPF/Front Patriotik Rwanda) yang terdiri dari komunitas pengungsi Tutsi
di Uganda melakukan serangan ke Rwanda dan meletuslah Perang Sipil Rwanda
antara kelompok milisi RPF (Tutsi) melawan tentara Rwanda dan milisi
Interahamwe (Hutu). Selama perang sipil tersebut, berlangsung juga aksi-aksi
pembantaian yang dilakukan oleh milisi Hutu & militer Rwanda terhadap
komunitas Tutsi di Rwanda (dikenal sebagai "genosida Rwanda").14
2. Terbentuknya Aliansi Pemberontak di Zaire (Kongo)
Di tubuh Zaire sendiri, sejak dekade 90-an muncul gelombang ketidak
puasan terhadap rezim Mobutu menyusul ambruknya ekonomi Zaire akibat
maraknya kegiatan korupsi di tubuh pemerintahan dan berhentinya dukungan dari
AS terhadap rezim Mobutu15 usai tumbangnya Uni Soviet (salah satu alasan utama
AS mendukung rezim Mobutu adalah
menghentikan penyebaran paham
komunisme di Afrika tengah). Kondisi Zaire semakin lemah menyusul semakin
rapuhnya kondisi Presiden Mobutu akibat penyakit kanker yang dideritanya.
13 Congo Civil War dalam http://www.globalsecurity.org/military/world/war/congo.htm diakses
pada (10/01/2015, 20.12 WIB)
14 Budi Winarno. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer, Jakarta: Buku Seru. Hal 237
15 Dian Yunita Ikasari. Dampak Ekspolitasi Coltan Terhadap Eskalasi Perang Kongo. Universitas
Airlangga Surabaya. Hal. 211
4
Hardi Alunaza SD (20141060026)
Di tempat lain, Laurent Desire Kabila, penganut paham komunisme dan
pengikut Lubumba yang dulu dikudeta oleh Mobutu yang selama ini bersembunyi
di pelosok Tenggara Zaire dan memimpin kelompok pemberontak bernama
Popular Revolutionary Party (PRP/Partai Revolusioner Populer) mulai menjalin
kontak dengan kelompok-kelompok pemberontak lain di berbagai wilayah Zaire
& kelompok milisi Tutsi. Kelompok-kelompok tersebut kemudian melebur
menjadi kelompok pemberontak baru bernama Alliance des Forces Democratiques
pour la Liberation du Congo-Zaire (AFDL-CZ/Aliansi Pasukan Demokratik untuk
Pembebasan Kongo-Zaire) atau biasa disingkat AFDL.
UPAYA INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM
PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI REPUBLIK
DEMOKRATIK KONGO
Pihak ketiga kemudian menyuarakan dan mendesak agar pemberontak
M23 dan pemerintah Republik Demokratik Kongo mau melakukan dialog politik
untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di negara tersebut sehingga tidak ada
lagi rakyat sipil yang menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia.16 Akibat dari
desakan pihak-pihak asing dan pembicaraan dunia
internasional
mengenai
pelanggaran hak asasi manusia yang tidak dapat ditolerir di Republik Demokratik
Kongo serta sanksi-sanksi yang diberikan kepada pemberontak M23, maka hal ini
yang kemudian membuat pemberontak M23 dan pemerintah Republik
Demokratik Kongo memutuskan untuk melakukan proses negosiasi sehingga
mencapai perdamaian.
Dengan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terus terjadi di
Republik Demokratik Kongo yang tidak terkendali walaupun telah disepakati
kata damai, hal ini tidak mengurangi intensitas pertempuran antara pemberontak
dengan pasukan pemerintah. Setelah disepakati kesepakatan damai antara
pemberontak dengan pemerintah akan menimbulkan masalah baru dan kelompok
pemberontak yang baru yang melawan pemerintahan. Hal ini kemudian membuat
16 James Dobbin. Et al. From the Congo to Iraq. Rand Initiated Research. Hal 6
5
Hardi Alunaza SD (20141060026)
pemerintah
Republik
Demokratik
Kongo
mengambil
keputusan
untuk
mengirimkan surat kepada International Criminal Court (ICC), 17 yang berisikan
tentang permohonan bantuan untuk menyelesaikan masalah pelanggaran hak
asasi manusia dan International Criminal Court (ICC) dapat melakukan
penyelidikan dan menghukum pihak-pihak yang mengakibatkan terjadinya kasus
pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh rakyat sipil di North Kivu
Republik Demokratik Kongo. Akan tetapi setelah menerima surat dari pemerintah
Republik Demokratik Kongo, International Criminal Court (ICC) tidak dapat
dengan mudah untuk masuk dan terlibat dalam penyelesaian masalah terkait
pelanggaran hak asasi manusia yang dialami rakyat sipil di North Kivu Republik
Demokratik Kongo.18
Hal
ini
dikarenakan
adanya
prinsip
Komplementaris
atau
Complementarity Principle yang telah disepakati oleh negara-negara peserta
bahwa juridiksi (pengadilan) nasional memiliki tanggung jawab utama untuk
melaksanakan penyidikan dan penuntutan setiap kejahatan internasional yang
menjadi wewenang Mahkamah Pidana Internasional. Maka berdasarkan atas salah
satu tujuan dan fungsi pembentukan International Criminal Court yaitu berupaya
untuk menanggulangi penindasan atau pelanggaran atas hak asasi manusia serta
Pasal 7 Statuta Roma yang menjadi dasar utama pembentukan ICC tentang
Kejahatan terhadap Kemanusiaan seperti tindakan pemerkosaan, pembunuhan,
penganiayaan, perbudakan dan melihat bentuk-bentuk pelanggaran terhadap hak
asasi manusia yang terjadi pada konflik di North Kivu Republik Demokratik
Kongo ini kemudian menjadi landasan utama bagi Interntional Criminal Court
(ICC) untuk melakukan upaya penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia yang
dilakukan pemberontak M23 terhadap rakyat sipil di North Kivu, Republik
Demokratik Kongo. Dalam melakukan upaya penyelesaian Intenational Criminal
Court.19
17 Maria Makdalena. Upaya ICC dalam penyelesaian HAM di Kongo. Jurnal Fisip Unmul. Hal 68
18 Ibid.
19 Ibid.
6
Hardi Alunaza SD (20141060026)
Adapun Upaya yang dilakukan International Criminal Court untuk menyelesaikan
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di North Kivu, Kongo antara lain
ialah:
1. Melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan data-data primer melalui
wawancara terhadap korban-korban yang berada di pengungsian
mengenai pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan
oleh
pemberontak M23. Tindakan penyelidikan yang dilakukan oleh
International Criminal Court ini tidak hanya dilakukan sendiri akan tetapi
dibantu oleh pihak pemerintah Republik Demokratik Kongo dengan cara
memberikan akses kepada International Criminal Court untuk dapat
mencapai tempat-tempat pengungsian baik di dalam kota Goma provinsi
North Kivu atau diluar Provinsi North kivu. Tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah Republik Demokratik Kongo ini didasarkan pada suatu
komitmen yang disampaikan kepada International Criminal Court melalui
surat
permohonan
permintaan
bantuan
bahwa
lembaga-lembaga
pemerintahan terutama Pengadilan Nasional Kongo akan melakukan kerja
sama semaksimal mungkin guna menegakan keadilan melalui hukum.
Dan dalam menjalankan tugas penyelidikan dalam mengumpulkan data
melalui wawancara kepada korban-korban yang ada di pengungsian ini,
International Criminal Court juga bekerja sama dengan organisasi
internasional yang khusus menangani masalah kemanusiaan seperti
UNHCR serta Human Right Watch.
2. Mengeluarkan perintah penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin
pemberontak M23 yaitu Thomas Lumbanga, Germain Katanga, Mathieu
Ngudjao Chui, Carlixe Mbarashimans, Bosco Ntaganda dan pemimpin
pemberontak dari Rwanda yang membantu penyerangan di North Kivu
yaitu Sylvester Mudacumura. Perintah penangkapan kepada pemimpinpemimpin pemberontak M23 ini dikirimkan International Criminal Court
kepada Pengadilan Nasional di Republik Demokratik Kongo sehingga
dapat melakukan penangkapan terhadap tersangka pelaku pelanggaran hak
asasi manusia. Setelah menerima perintah dari International Criminal
7
Hardi Alunaza SD (20141060026)
Court, pemerintah Kongo melalui Pengadilan Nasionalnya melakukan
penangkapan
kepada pemimpin-pemimpin pemberontak M23 dan
kemudian akan
diadili di International Criminal Court sesuai dengan
kejahatan kemanusiaan yang telah dilakukan terhadap rakyat sipil di North
Kivu.
3. Melibatkan korban-korban pelanggaran hak asasi manusia dalam
persidangan yaitu para korban dapat memberikan keterangan sebagai saksi
atas kejahatan yang dilakukan oleh pemimpin pemberontak M23. Dengan
melibatkan para korban dalam persidangan para penjahat perang
membuat para korban menjadi lebih berani untuk berpartisipasi dalam
memberikan informasi sehingga ICC dapat mengumpulkan data-data
untuk melakukan penyidikan dan penangkapan terhadap pemberontak
yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Dan tindakan ini dapat
mengurangi pelanggaran HAM yang dilakukan pemberontak di North
Kivu.
4. Memberikan sanksi pidana dengan hukuman penjara selama 14 tahun
terhadap Thomas Lumbanga atas kejahatan perang yaitu perekrutan anakanak di bawah umur untuk dijadikan tentara pemberontak yang
merupakan panglima pemberontak M23.
Perang saudara berlangsung berkepanjangan di Kongo sejak 1998 yang
menghancurkan serta menyeret seluruh wilayah tersebut dan negara-negara di
sekitarnya. Aksi kekerasan tersebut telah menghancurkan infrastruktur dan
perekonomian
negara
permasalahan
di
tersebut
negara
itu
hingga
dan
akhirnya
memaksa
PBB
Presiden
mengambil
Joseph
alih
Kabila
menyelenggarakan Pemilihan Umum pada 30 Juli 2006.20
ANALYSIS
Konflik di Kongo ini termasuk dalam bentuk kekerasan struktural dimana
pemerintah yang korup mengeksplorasi negaranya sendiri tanpa peduli rakyatnya
bahkan menekan rakyat sehingga rakyatnya menjadi miskin dan tidak bisa
20 Op.cit.
8
Hardi Alunaza SD (20141060026)
berkembang. Krisis manusia kemudian juga terjadi karena banyaknya korban
yang berjatuhan akibat perang yang tidak bisa dihindari. Pemerintah Kongo
memperjuangkan kepentingannya sendiri dengan menguasai daerah-daerah
penghasil berlian untuk kekuasaannya dan justru menyedot sumber daya alam
yang kemudian dijual untuk keberlangsungan perang di negaranya sendiri.
Konsep peace making sendiri merupakan konsep yang menjelaskan bahwa
ada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencoba menyudahi konflik yang telah
berlangsung. Konsep ini menjelaskan awal mula dari usaha penyelesaian konflik
tersebut. Dalam hal ini, konflik Kongo yang telah berlangsung sekian lama karena
didasari oleh latar belakang permusuhan dan adanya ketidakpercayaan satu grup
dengan grup yang lain kepada pemerintah akibat pemerintahan yang buruk dan
korup sehingga muncul ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang menimbulkan
konflik. Dalam usaha melakukan perdamaian ini banyak pihak yang dapat
menjadi aktor, dari aktor Negara sampai dengan non Negara. Misalnya LSM di
negaranya (nasional), LSM Internasional, atau organisasi besar Internasional.
Dalam kasus ini, organisasi internasional PBB menjadi aktor yang
berusaha menyudahi konflik dengan menjadi mediator. Cara yang PBB gunakan
adalah dengan memberikan bantuan dana kepada Kongo agar presiden Kongo
yaitu Josep Kabila melakukan pemilu untuk menekan amarah masyarakat Kongo
terhadap pemerintahan yang korup sehingga memberi harapan pada mereka untuk
mengganti pemerintahan yang ada. Pemilu dilakukan juga untuk mengakomodir
kesetaraan yang dimiliki masyarakat Kongo dan partisipasi mereka dalam
mengembangkan Negara masih sangat dibutuhkan. Oleh karenanya pada tahun
2000 perang berakhir setelah dilakukan mediasi antara pihak yang berkonflik
yang difasilitasi oleh PBB.
CONCLUSION
Pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi pada rakyat sipil di North
Kivu berawal dari kebijakan yang diambil oleh Presiden Joseph Kabila yang
melakukan persetujuan Pretoria yakni pemerintah bersedia berbagi kekuasaan
9
Hardi Alunaza SD (20141060026)
dengan kelompok pemberontak Rwanda (kelompok pemberontak ini merupakan
pemberontak yang berperang dengan pemerintahan Kongo pada tahun 19982001). Hal ini sebagai bentuk dari state breaking dan state failure. Hal tersebut
kemudian mengakibatkan terbentuknya kelompok pemberontak M23 karena
faktor kecemburuan sosial yang dirasakan oleh etnis pribumi yang kemudian
melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyat sipil di North Kivu
melalui tindakan-tindakan yang tidak bermoral seperti, pembunuhan, penjarahan,
penyiksaan, pembajakan, perekrutan sebagai tentara anak, serta pemerkosaan
terhadap perempuan dan anak perempuan yang masih kecil. Intervensi ICC, PBB
merupakan bentuk dari penegakan pelanggaran hak asasi manusia dan damai
dengan mediasi untuk menghentikan perang. Hal tersebut merupakan bentuk dari
responsibility to protect karena Kongo tidak mampu menegakkan hak asasi
manusi serta tidak mampu menyelesaikan perang yang terjadi di Negara tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Dobbin, James. From the Congo to Iraq. Rand Initiated Research.
Hehir, Aidan. 2008. Humanitarian Intervention After Kosovo, US: Palgrave
Macmillan.
Makdalena, Maria. Upaya ICC dalam penyelesaian HAM di Kongo. Jurnal Fisip
Unmul.
Winarno, Budi. 2011. Isu-Isu Global Kontemporer, Jakarta: Buku Seru.
Yunita, Dian. Dampak Ekspolitasi Coltan Terhadap Eskalasi Perang Kongo.
Universitas Airlangga Surabaya.
10 Negara Termiskin Dunia melalui http://www.digidu.net/post/10-negaratermiskin-di-dunia diaskes pada (09/01/2015, 15.03 WIB)
Congo Civil War dalam
http://www.globalsecurity.org/military/world/war/congo.htm diakses pada
(10/01/2015, 20.12 WIB)
Fakultas Hukum UNLA dalam tulisan yang berjudul Legalitas Intervensi Nato
melalui http://repository.fhunla.ac.id/?q=node/131 diakses pada (10/01/2015,
20.08 WIB)
10
Hardi Alunaza SD (20141060026)
Harian Kompas Internasional dalam judul berita Perkosaan Terburuk Terjadi di
Kongo melalui
http://internasional.kompas.com/read/2010/02/09/09504261/Perkosaan.Terbur
uk.di.Dunia.Terjadi.di.Kongo diakses pada (09/01/2015, 20.14 WIB)
http://direktori.umy.ac.id/uploads/skripsi2/20070510045-Bab-I.pdf diakses pada
(09/01/2015, 16.04 WIB)
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3960/SKRIPSI
%20PART%20II%20(Isi).pdf?sequence=2 diakses pada (09/01/2015, 15.30
WIB)
Pada pendahuluan BAB I skripsi mahasiswa UMY melalui
http://direktori.umy.ac.id/uploads/skripsi2/20020510264-Bab-I.pdf diakses
pada (09/01/2015, 15.03 WIB)
Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional hal 23dari
http://unic.un.org/aroundworld/unics/common/documents/publications/unchar
ter/jakarta_charter_bahasa.pdf diakses pada (10/01/2015, 11.19 WIB)
Republik Demokratik Kongo. 2000. Perpustakaan Online melalui
http://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/302004008 diaskes pada (09/01/2015,
14.02 WIB)
Tinjauan Umum Mengenai Intervensi melalui
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32565/3/Chapter%20II.pdf
diakses pada (10/01/2015, 21.08 WIB)
11