HARAPAN RAKYAT DALAM PERDAGANGAN BEBAS

HARAPAN RAKYAT DALAM PERDAGANGAN
BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG
GUNA MEWUJUDKAN KEMAJUAN PEREKO
NOMIAN ACEH

Disusun Oleh:
MUHJAM KAMZA

A. Aspek Historis Pelabuhan Sabang

• Wilayah Aceh yang terdiri dari b
eberapa pelabuhan negeri pada
awalnya bukanlah merupakan k
awasan yang menjadi perhatian
dunia sehinggalah agama Islam
diambil sebagai agama resmi ke
rajaan pada abad dua belas sehi
ngga tiga belas Masehi dan ia te
lah berkembang sebagai salah s
atu pusat perdagangan antara b
angsa terutamanya antara Asia

Tenggara, Asia Tengah, Jazirah
Arab, dan Eropah.

• Antara abad ke-16 sehingga abad ke18 Masehi, Aceh telah mempunyai be
berapa pelabuhan perdagangan yan
g besar yang bersaing dengan kuasakuasa besar dari Eropah seperti Port
ugis, Sepanyol, Perancis, Belanda, d
an Inggris dan beberapa negara Asia
seperti Cina dan India dalam menga
wal jalur Selat Melaka dan keseluruh
an kawasan tersebut. Mereka bersai
ng untuk merebut dominasi atas pen
garuh politik dan ekonomi di kawasa
n berkenaan khususnya dalam bidan
g perdagangan (Reid 1969).

• Antara komoditi-komoditi waktu itu yang ditransa
ksi di pelabuhan-pelabuhan Aceh adalah getah, la
da, beras dan padi, kapas, rotan, pinang, tembaka
u, kopi, kapur, kayu putih, timah, dan sebagainya.

Lada dan pinang adalah antara komoditi utama y
ang dihasilkan di Aceh (Reid 1969). Pelabuhan-pel
abuhan Aceh memberi kontribusi kira-kira seteng
ah keseluruhan bekalan lada dunia untuk masa a
ntara 1550-1940 (Reid 1995). Pelabuhan-pelabuha
n Aceh telah pun melakukan transaksi dengan par
a pedagang dari Eropah, Amerika, Afrika, dan Asia
. Pada tahun 1805, pihak Inggris telah menyataka
n keinginan mereka untuk membina sebuah stese
n atau sebuah kilang di Aceh (Anderson 1840).

• Dominasi Aceh dalam perdagangan dan p
olitik di kawasan berkenaan mencapai pu
ncak kejayaannya pada masa Sultan Iskan
dar Muda antara tahun 1607 sehingga 163
6 Masehi
• Peningkatan kuasa politik dan perniagaan
pihak Belanda dan Portugis di kawasan Se
lat Melaka dan di beberapa tempat lain di
Nusantara memberi kesan negatif kepada

pelabuhan-pelabuhan Aceh khususnya set
elah kemangkatan Sultan Iskandar Muda
pada tahun 1636 Masehi (Reid 1969).

Sabang Masa Keemasannya

• Sejarah keemasan Sabang dimulai tidak lama setelah
Perang Belanda di Aceh meletus tahun 1873. Sejak sa
at itu Sabang telah disinggahi secara rutin oleh kapa
l-kapal perang Belanda. Sampai dengan tahun 1884,
Sabang dijadikan oleh Angkatan Perang Belanda seb
agai tempat evakuasi tentaranya yang mati dan luka-l
uka dalam perang. Mengingat letaknya yang sangat s
trategis untuk memblokade seluruh perairan Aceh, b
aik pantai timur maupun pantai barat, sejak pada tah
un 1884 Teluk Balohan dijadikan sebagai tempat pen
gisian batu bara dan air bagi kapal-kapal perang mer
eka. Pengawasan dan keamanannya desarahkan kep
ada uleebalang setempat, Teuku Nyak Daoed


• Oleh karena Teluk Balohan yang relatif dangkal untuk disi
nggahi oleh kapal-kapal perang yang lebih besar, maka pel
abuhan dipindahkan ke Teluk Sabang yang berdasarkan h
asil penelitian mempunyai kedalaman rata-rata antara 10
sampai 20 vadem (1 vadem = 1,8288 meter) sehingga kapal
dapat masuk dengan mudah baik siang maupun malam ta
npa harus diarahkan. Lebar pintu masuk Teluk Sabang dar
i Ujung Penimpuan ke Pulau Klah, yang keduanya ditempa
tkan mercusuar, sekitar 750 meter. Luas teluk seluruhnya s
ekitar 1500 panjang dan 900 meter lebar, yang cukup untu
k 12 buah kapal yang berukuran sangat besar. Dengan per
bukitan yang ada disekelilingnya, teluk Sabang terhalangi
oleh angin musim. Maka tidak salah jika Sabang dianggap
sebagai pelabuhan alam yang terbaik didunia. Hal itu didu
kung dengan persediaan air tawar yang sangat bagus dan
banyak di Danau Aneuk Laoet, yang letaknya sangat dekat.

• Dengan pertimbangan kondisi pelabuhan dan letak P
ulau Weh di mulut Selat Malaka, pada garis pelayaran
internasional sangat padat sejak dibukanya Terusan S

uez tahun 1869, Pemerintah Kolonial Belanda mende
klarasikan Sabang sebagai Pelabuhan Bebas, pada 11
April 1896. Sejak itulah dimulai eksploitasi besar-besa
ran terhadap pelabuhan tersebut. Manajemen operas
ional awalnya dijalankan oleh firma De Lange & Co. d
engan bantuan Nederlandsche Handel Maatschappij.
Sejak Januari 1899 diserahkan kepada badan baru
“N.V. Zeehaven en Kolenstation Sabang” (Sabang M
aatschappij), yang dibentuk setahun sebelumnya. Unt
uk keperluan itu dilakukan invesatsi sebesar f. 3,000,0
00 (tiga juta gulden) dan kemudian ditambah menjadi
f.5,000,000 (lima juta gulden) pada sejak tahun 1923.

Untuk memajukan Sabang, dibu
at jalur hubungan langsung de
ngan pelabuhan-pelabuhan lai
n. Untuk menghubungkan Sab
ang dengan pelabuhan Padang
, Belawan, Penang, Singapore,
dan pelabuhan lain di Aceh, dit

ugaskan kepada Koninklijk Pak
etvaart Maatschappij (KPM). Se
dang kan untuk Sabang mengh
ubungkan dengan Eropa dan B
atavia, dilakukan oleh perusah
aan perkapalan “Roterdamsc
he Lloyd” dan “Stoomvaart
Maatschappij Nederland”.

• Menjelang akhir masa kekuasaan Belanda di Indo
nesai, Sabang direncanakan menjadi lapangan te
rbang persinggahan antara Belanda dengan Bata
via. Untuk itu dibangun sebuah lapangan terbang
di Cot Ba’u, walaupun belum sempat banyak die
kspolitasi. Keuntungan terbesar yang dicapai oleh
pengelola pelabuhan Sabang terjadi pada tahun
1920, sebesar f. 1,202,914. Jumlah kapal dagang y
ang singgah terbannyak tahun 1929, sebanyak 1,1
24 buah dengan keseluruhan muatan 5,303,210 to
n. Pendeknya, Sabang benar-benar pernah menja

di lokomotif ekonomi bukan hanya bagi seluruh A
ceh, tetapi juga untuk Sumatra.

Pelabuhan Sabang Kini
Sebelum kemunculan Pelabuhan Pulau Pinang pada a
khir abad ke-18 dan pembukaan Pelabuhan Singapur
a pada awal abad ke-19, pelabuhan-pelabuhan Aceh a
dalah pusat-pusat perdagangan maritim di Asia Tengg
ara yang menghubungkan para pedagang Eropa, Tim
ur Tengah, dan Asia Selatan dengan gergasi perdagan
gan Cina. Antara abad ke-7 sehingga abad ke-18, pela
buhan Aceh menjadi pelabuhan penghubung (hub an
d transhipment port) antara Dunia Timur dan Barat. P
elabuhan-pelabuhan Aceh telah mengalami kemundu
ran mulai abad ke-18 secara berangsur-angsur sehing
ga mematikan pelabuhan-pelabuhan tersebut baik da
ri segi kegiatan bongkar-muat maupun pembangunan
infrastrukturnya.
(Muhammad Subhan Peneliti dan Pemerhati dibidang


• SABANG bagi Aceh lebih dari sekadar sebuah t
eritori geografis belaka, tapi juga suatu ikon ke
banggaan ekonomi historis. Di masa lalu sebag
ai satu-satunya kawasan pelabuhan bebas dan
perdagangan bebas di Indonesia. Setelah itu g
emerlap ekonomi dan perdagangan Sabang m
endadak dipadamkan pemerintah pusat melal
ui UU No.10 Tahun 1985 tentang Pencabutan St
atus Daerah Perdagangan dan Pelabuhan Beba
s Sabang. Blunder politik pemerintah pusat ter
sebut mengubur harapan masyarakat Aceh unt
uk mempertahankan status Daerah Perdagang
an dan Pelabuhan Bebas Sabang.

• Aceh kini merupakah suatu daerah di Indonesi
a yang diberi hak otonomi khusus untuk meng
elola daerah sendiri semua sarana dan prasara
na pengangkutan termasuk pengelolaan pelab
uhan. Atas persetujuan bersama, telah dibent
uk suatu badan yang dipanggil dengan Badan

Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas da
n Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) dibawah pe
ngawasan Dewan Kawasan Sabang yang akan
mengelola Kawasan Perdagangan Bebas dan P
elabuhan Bebas Sabang termasuk Pulo Aceh.

• Posisi Sabang mulai diperhitungkan kembali d
engan dibentuknya Kerjasama Ekonomi Regio
nal Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Trian
gle (IMT-GT) pada tahun 1993.
• Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh dijadik
an sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi
Terpadu (KAPET) yang bersama-sama KAPET l
ainnya diresmikan oleh Presiden BJ. Habibie d
engan Keppres No. 171 tanggal 26 September
1998.
• Pencanangan Sabang sebagai Kawasan Perda
gangan Bebas dan Pelabuhan Bebas oleh Presi
den KH. Abdurrahman Wahid di Sabang denga
n diterbitkannya Inpres No. 2 Tahun 2000 pada

tanggal 22 Januari 2000.

• Diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No.2 Tahun 2000 tanggal 1 Sept
ember 2000 tentang Kawasan Perdagangan Beb
as dan Pelabuhan Bebas Sabang.
• Diterbitkannya Undang-undang No. 37 Tahun 20
00 tanggal 21 Desember 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Saba
ng.
• Sayangnya selama 14 tahun status pelabuhan be
bas diberikan untuk Sabang, potensi itu belum b
isa dimanfaatkan secara maksimal. Bahkan pera
nnya sebagai pelabuhan ekspor impor belum be
rjalan.

• Namun, BPKS sendiri telah menge
luarkan pesan khusus untuk Saba
ng dimana Pelabuhan Sabang aka
n dijadikan pelabuhan hubungan

antarabangsa. Hal ini berdasarkan
Undang-Undang No. 11 Tahun 200
6 sebagai manifestasi perjanjian H
elsinki yang yang ditandatangani
pada 15 Agustus 2005 di Finlandia
. Aceh merupakan salah satu dari
dua provinsi di Indonesia yang me
mpunyai status “zona perdagang
an bebas dan pelabuhan bebas”
yang diberi kepada Pulau Sabang.
(UU No 11 Tahun 2006 Pasal 4 &
MoU 15 Agustus 2005)

Peran Pemerintah untuk Pengemban
gan Kawasan Sabang

• Berdasarkan UU No. 37 Tahun 200
0, UU No.11 Tahun 2006 dan PP No
. 83 Tahun 2010 telah terbentuk De
wan Kawasan Sabang yang diketu
ai oleh Gubernur Aceh sebagai pej
abat ex-officio dan Badan Pengusa
haan Kawasan Sabang. (BPKS) Ked
ua lembaga tersebut berperang be
sar dalam pelaksanaan pengelolaa
n, pengembangan dan pembangu
nan Kawasan Sabang sesuai denga
n fungsi-fungsi kawasan Sabang.

• Sejalan dengan dua hal ters
ebut di atas, maka sangat di
perlukan usaha yang diinisi
asi dan difasilitasi oleh pem
erintah, dalam hal ini Dewa
n Kawasan Sabang bersam
a dengan BPKS, serta seluru
h komponen pelaku usaha
dan masyarakat luas untuk
menciptakan suasana kond
usif maupun berpartisipasi
aktif dalam rangka pengem
bangan kawasan Sabang.

• Pertama, pemerintah perlu mengurangi ba
rang-barang impor yang menjadi barang ko
nsumsi masyarakat Sabang sehari-hari den
gan memberlakukan kuota impor khusus b
agi barang-barang konsumsi sehari-hari. N
amun, pemerintah juga perlu berupaya aga
r impor bahan baku dan barang modal di S
abang semakin meningkat, sehingga dapat
digunakan untuk memperbaiki sarana dan
prasarana serta melengkapi produksi dom
estik bagi kepentingan pelaku usaha dalam
negeri.

• Kedua, pemerintah melalui Dewan Kawasan Saba
ng dan BPKS harus berani menjadi pelaku dan peli
ndung masyarakat lokalnya dalam perdagangan b
ebas dan pelabuhan bebas. Dalam hal ini, pemeri
ntah daerah khususnya Pemerintah Kota Sabang
memiliki andil besar untuk menjamin ketersediaa
n lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keingin
an masyarakat dan ketersediaan sumberdaya tera
mpil yang dibutuhkan oleh para investor, sehingga
masyarakat lokal senantiasa dilibatkan dalam pro
gram perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, k
hususnya pada sektor-sektor usaha yang selama i
ni belum maksimal kontribusinya terhadap PDRB.

• Ketiga, melalui pelimpahan kewenangan yang diber
ikan kepada Dewan Keamanan Sabang dan BPKS se
bagai lini terdepan pengelolaan Kawasan Sabang,
maka pemerintah perlu menyerukan, mempromosi
kan menjamin kepada dunia usaha baik domestik
maupun internasional agar iklim investasi terbangu
n dengan baik. Selama ini, sektor maritim dan perik
anan di Sabang belum tersentuh oleh investor. Begi
tu pula dengan sektor-sektor lainnya yang konon m
enjadi andalan penggerak perekonomian Sabang. D
engan adanya kemudahan pelayanan dan perizinan
, ketertarikan investor terhadap usaha-usaha di Ka
wasan Sabang merupakan salah satu hal yang haru
ditonjolkan oleh institusi pemerintah.

• Keempat, perlunya pembenahan dan perb
aikan infrastruktur yang bertaraf internasi
onal. Urgensi penabalan kembali status Sa
bang sebagai kawasan perdagangan beba
s dan pelabuhan bebas harus disertai den
gan penyertaan modal yang dibutuhkan u
ntuk membangun infrastruktur. Apabila ti
dak, maka niscaya pengalaman pahit tahu
n 1985 ketika penutupan Sabang sebagai
daerah perdagangan bebas dan pelabuha
n bebas akan kembali terulang.

• Kelima, perlunya pengawasan yang m
enyeluruh terhadap pengelolaan perd
agangan bebas dan pelabuhan bebas
di Sabang yang berpotensi melahirkan
pungutan liar (pungli), penyelundupa
n, dan persaingan usaha tidak sehat. P
emerintah dalam hal ini Dewan Kawas
an Sabang dan BPKS harus meningkat
kan kinerjanya pada bidang pengawas
an untuk mengontrol dan mengendali
kan pelaksanaan program kawasan Sa
bang oleh para pelaku usaha dan mas
yarakat Kota Sabang.

Kesimpulan

• Dengan dihidupkannya kembali perdaganga
n bebas dan pelabuhan bebas di Sabang, m
aka potensi untuk peningkatan perekonomi
an lokal dan nasional sangat besar untuk di
manfaatkan semaksimal mungkin. Namun,
perlu digaris bawahi status perdagangan be
bas dan pelabuhan bebas jangan sampai di
manfaatkan untuk kepentingan negara-nega
ra maju melalui warga negara mereka yang k
ebetulan melakukan bisnis perdagangan di
Sabang, sehingga mengancam kesejahteraa
n produsen dan konsumen domestik dalam
menggunakan sumberdaya serta kemampu
an yang ada.

• Urgensi perdagangan bebas dan pelabuhan be
bas tidak lain mengacu pada persaingan usaha
di tingkat yang lebih tinggi, dengan menaruh h
arapan lewat investasi, ekspor-impor dan lapa
ngan kerja. Oleh karena itu, Pemerintah Kota S
abang harus benar-benar dapat memaksimalk
an potensi sumberdaya yang ada agar mampu
bersaing dengan kawasan perdagangan bebas
lainnya yang ada di Indonesia, mampu mengu
ndang minat investor asing, serta mampu berk
ontribusi terhadap kemajuan perekonomian A
ceh dan nasional.

Daftar Pustaka

• Anderson, J. (1840). Acheen and the Ports on the North and East
Coast of Sumatra. London: WM. H. Allen & Co.
• BPKS. (2006). Bisnis Plan Kawasan Perdagangan Bebas & Pelabuh
an Bebas Sabang. Sabang: BPKS
• Mankiw, N, Gregory. 2007. Makro Ekonomi (Edisi Keenam). Erlang
ga: Jakarta.
• Mohammad Said. (1981). Aceh Sepanjang Abad. Edisi ke-2. Meda
n: Penerbitan Waspada
• Reid, A. (1969). The Contest for North Sumatra: Atjeh, the Netherl
ands and Britain 1858-1898. Kuala Lumpur: University of Malaya
Press
• Reid, A. (1995). Witnesses to Sumatra: A Travellers’ Anthology . K
uala Lumpur: Oxford Univ. Press.

TEURIMENGGENASEH