PERAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA KONDISI
PERAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBENTUKAN SUMBER
DAYA MANUSIA BERKUALITAS DALAM MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
Sebagai Ujian Akhir Semester Mata Kuliah: Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi
Ilmiah
Oleh:
Naufal Zaki (1818154677)
Kelas G 2015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok
orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan,
atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak. Etimologi kata pendidikan itu sendiri berasal dari bahasa Latin
yaitu ducare, berarti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin” dan awalan e, berarti “keluar”.
Jadi, pendidikan berarti kegiatan “menuntun ke luar”. Setiap pengalaman yang memiliki efek
formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan.Pendidikan
merupakan usaha sadar untuk memanusiakan manusia. Usaha sadar berarti bahwa kegiatan
pendidikan itu dirancang untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan pendidikan itu sangat beragam
dan tergantung pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang diselenggarakan.1
Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam UU SISDIKNAS adalah untuk
mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun faktanya, Idealisme pada pendidikan mengedepankankan nilai-nilai humanisme
yang mendasar sehingga dengan niai-nilai tersebut mampu menbentuk manusia-manusia yang
berkualitas. Banyak realita di lapangan yang menunjukkan bahwa kualitas manusia Indonesia
sebagai sumber daya yang potensial masih jauh dari harapan. Hal ini terjadi akibat rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia. Paparan Menteri pendidikan. Anies Baswedan, yang
disampaikan pada silahturahmi dengan kepala dinas Jakarta pada 1 Desember 2014, menyatakan
bahwa pendidikan di Indonesia berada dalam posisi gawat darurat. Beberapa kasus yang
menggambarkan kondisi tersebut diantaranya adalah: “ (1) rendahnya layanan pendidikan di
Indonesia,(2) rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, (3) rendahnya mutu pendidikan tinggi di
Indonesia, (4) rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia.”2
Untuk mengentas masalah SDM di Indonesia, transformasi pendidikan merupakan suatu
keniscayaan karena dengan ini pendidikan manusia Indonesia seutuhnya dapat terlaksana.
1 Wikipedia, 2018
2 Paparan Menteri pendidikan. Anies Baswedan, yang disampaikan pada silahturahmi dengan kepala dinas Jakarta
pada 1 Desember 2014
Dengan terlaksananya pendidikan manusia seutuhnya, pendidikan akan mampu mencetak
anak-anak bangsa yang potensial dan siap berperan aktif dalam masyarakat dunia. Sebagai
generasi yang potensial, empat pilar pendidikan dapat terintegrasi dalam diri mereka yang
nantinya memberikan kesejahteraan bagi kehidupan mereka di masa depan. Menurut UNESCO
empat pilar tersebut adalah: learning to know, learning to do, learning, tobe, dan learning to live
together.3
Dengan pendidikan, segenap potensi diri dari seorang individu akan dapat berkembang
dengan baik karena segenap kompetensi yang dimiliki oleh manusia akan diolah dengan baik
sehingga cita-cita mulia dari pelaksanaan pendidikan untuk menghasilkan manusia-manusia yang
berkualitas; manusia yang mulia dan berkompetensi akan dapat terwujud. Hal ini senada dengan
Soltis (2000) yang mengungkapkan bahwa: “Pendidikan membawa kesadaran tentang
pernyataan pikiran yang diharapkan dalam perilaku yang bermoral, ini merupakan suatu proses
netral berperan sebagai sarana yang berharga maka anak-anak harus dididik guna melengkapi
mereka dengan pekerjaan untuk meningkatkan produktifitas dalam masyarakat.”4
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah salah satu bentuk pasar dunia dalam
lingkup Asia. Dengan adanya MEA akan terjadi perdagangan barang, jasa, modal dan investasi
yang bergerak bebas tanpa halangan secara geografis diharapkan pertumbuhan ekonomi di
kawasan ini menjadi merata dan menjelma menjadi pasar dunia. Kesiapan Indonesia sangat
diperlukan menghadapi MEA bila tidak ingin bangsa Indonesia hanya akan menjadi pangsa pasar
bagi negara ASEAN lainnya. Kesiapan Indonesia diperlukan tidak hanya pada proteksi produk
dalam negeri namun juga pada sisi dunia ketenagakerjaan. Angkatan kerja yang terampil penting
untuk dapat memanfaatkan semua kesempatankesempatan ini. Tanpa komposisi angkatan kerja
yang tepat dan terampil, penyatuan pasar ASEAN berpeluang menimbulkan lebih banyak
masalah ketimbang kesempatan.5
3 Pembelajaran abad 21.http://edukasi101.com/innovated-pembelajaran-abadke- 21-dan-transformasi-pendidikan.
4 Soedijarto, 2008. Landasan Dan Arah Pendidikan Nasional Kita, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
5 Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI), 2014, Seminar Nasional Kesiapan Perguruan Tinggi Di Indonesia
dalam Memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
Keberadaan MEA memberikan dampak baik dampak positif maupun negative.Dilihat dari
dampak positifnya, MEA memacu pertumbuhan investasi baik dari luar maupun dalam negeri
sehingga akan membuka lapangan pekerjaan baru. Sehingga penduduk Indonesia akan
mendapatkan kesempatan untuk mencari pekerjaan di negara ASEAN lainnya dengan aturan
yang relatif akan lebih mudah.
Adapun dampak negatif dari MEA, yaitu keberadaan MEA mendorong adanya pasar
barang dan jasa secara bebas. Hal tersebut akan mengakibatkan tenaga kerja asing dengan mudah
masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin
ketat di bidang ketenagakerjaan. Para tenaga kerja dari negara MEA yang memiliki kompetensi
kerja yang lebih tinggi, tentunya akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mendapatkan
keuntungan ekonomi di dalam MEA.Hal inilah yang akan menjadi ujian baru bagi masalah
dunia ketenagakerjaan di Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang berkembang dengan
kualitas SDM yang rendah.6
Permasalahan SDM di Indonesia menjadi semakin kompleks terindikasi dengan
banyaknya lulusan –lulusan pendidikan formal dari berbagai jenjang yang tidak terserap dalam
dunia kerja. disebabkan oleh banyak faktor diantaranya;
1) jumlah penduduk yang semakin hari semakin bergejolak, 2) pertumbuhan angkatan kerja lebih
besar ketimbang ketersediaan lapangan kerja, 3) ditribusi penduduk antar daerah tidak merata, 4)
ketidaksesuaian kompetensi SDM dengan pasar kerja, distribui informasi tentang pasar kerja
yang lambat atau timpang, tingginya tingkat pengangguran.7
Terbatasnya kesempatan kerja dan ketidakmampuan menciptakan lapangan kerja
menimbulkan adanya pengangguran pada usia kerja dari berbagai latar belakang tingkat
pendidikan. Selanjutnya, menjadi pertanyaan yang serius juga antara kesesuaian lulusan
pendidikan tinggi dengan dunia kerja di Indonesia bila dilihat dari capaian para lulusan
pendidikan tinggi Indonesia dalam dunia kerja apabila banyak dari lulusan perguruan tinggi di
Indonesia yang bekerja diberbagai sektor dengan pertumbuhan yang lambat.17 Ini menunjukkan
adanya mata rantai yang putus antara pendidikan tinggi dan dunia kerja. Perguruan tinggi belum
6 Bagus Prasetyo, “Menilik Kesiapan Dunia Ketenagakerjaan Indonesia Menghadapi MEA”, hal.202
7 Bagus Prasetyo, ibid., hal.205
mampu menghasilkan lulusan dengan harga jual yang tinggi berbekal dengan ilmu yang telah
dipelajari meskipun secara umum lulusan pendidikan tinggi memiliki peluang kerja lebih besar
dibanding lulusan tingkat SMA, SMP, ataupun SD.
Saat ini masyarakat Indonesia berada pada lingkungan global yang sangat dinamis dan
kompleks yang akan menghadapi faktor-faktor yang berpengaruh langsung maupun tidak
langsung terhadapi kehidupan masyarakat. Salah satu aspek penting yang harus dipersiapkan
dalam menghadapi lingkungan global AEC tersebut adalah dengan mempersiapkan sumber daya
manusia yang kompeten. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Persiapan sumber daya manusia yang kompeten
tersebut dapat dimulai dari peran dan kesiapan mahasiswa sebagai kaum intelektual muda
bangsa.
Dengan memiliki inovasi dan kretivitas, mahasiswa juga dapat berperan sebagai
wirausaha muda yang memiliki daya kreativitas dan inovasi yang mampu bersaing dengan
mahasiswa dari negara lain. Sehingga dengan menjadi wirusaha muda, mahasiswa akan
membantu dalam penciptaan lapangan kerja baru dan menumbuhkan sikap pada setiap pribadi
mahasiswa untuk menjadi job creator bukan sebagai job seeker sehingga akan mampu
menciptakan produk-produk baru yang inovatif, bernilai daya guna tinggi dan tidak kalah dalam
bersaing dengan negara-negara lain.
Dengan adanya AEC 2015, maka akan terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi
warga negara ASEAN. Setiap warga negara di ASEAN dapat dengan mudah keluar masuk ke
negara-negara AEC untuk mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan dari negara yang
dituju. Pembahasan yang menyangkut tenaga kerja di era AEC yang telah dirumuskan dalam
AEC blue print hanya terbatas pada pengaturan khusus untuk tenaga kerja terampil tidak ada
pembahasan menyangkut tenaga kerja tidak terampil. Seperti yang diketahui tenaga kerja
terampil adalah tenaga kerja yang mempunyai keterampulan dan keahlian khusus serta
pengetahuan dan kemampuan di bidang-bidang tertentu. Dalam hal ini sangat jelas bahwa tenaga
kerja terampil (skilled labour) yang sangat diperlukan dalam AEC sehingga mahasiswa harus
memiliki keterampilan dan keahlian untuk memenangkan persaingan di AEC.
Dari paparan contoh diatas menunjukkan bahwa tuntutan SDM yang terampil dan
berkualitas merupakan syarat mutlak agar bangsa Indonesia tidak hanya menjadi pangsa pasar
bagi negara-negara ASEAN lainnya namun ikut serta sebagai pelaku utama dalam ajang pasar
dunia.
untuk membentuk karakter peserta didik juga dapat dilakukan dengan cara merancang
manajemen sekolah yang berbasis karakter. Manajemen pada dasarnya merupakan suatu proses
penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu. Sementara
itu, manajemen pendidikan sebagai tugas atau yang di sekolah disebut manajemen sekolah
adalah fungsi-fungsi manajemen yang mengelola bidang tugas peserta didik, kurikulum, tenaga
pendidik dan kependidikan, pembiayaan pendidikan, sarana dan prasarana, serta hubungan
masyarakat (humas).
Menurut Kemendiknas pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen
atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan di sekolah secara
memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan
kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait
lainnya. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan dapat dikategorikan sebagai lembaga
industri mulia (noble industry) karena mengembang misi ganda yaitu profit dan sosial. Misi
profit yaitu untuk mencapai keuntungan. Kemudian misi sosial bertujuan untuk mewariskan dan
menginternalisasikan nilai-nilai luhur. Nilai-nilai luhur yang ditanamkan melalui pendidikan
karakter. Sekolah diharapkan mampu melakukan perencanaan, kegiatan, dan evaluasi terhadap
tiap-tiap komponen pendidikan yang di dalamnya memuat nilai-nilai karakter secara terintegrasi
(terpadu). Sekolah dapat melaksanakan pendidikan karakter yang terpadu dengan sistem
pengelolaan sekolah itu sendiri.8 Menurut saya, maksud dari kalimat diatas adalah sekolah
mampu merencakan pendidikan (program dan kegiatan) yang menanamkan nilai-nilai karakter,
melaksanakan program dan kegiatan yang berkarakter, dan melakukan pengendalian mutu
sekolah secara berkarakter. Keterkaitan antara berbagai komponen, proses manajemen berbasis
8 Wiyani, N. A. (2013). Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
hal.83-87
sekolah dan nilai-nilai karakter yang melandasinya meliputi nilai ketuhanan, kebersamaan,
lingkungan, kebangsaan, dan diri sendiri.
Kualitas kehidupan sekolah biasanya tampak dalam bentuk bagaimana pemimpin
sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan bekerja, belajar, dan berhubungan satu sama lainnya
sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah.9 Pendapat lain menyatakan bahwa pengembangan
nilai-nilai dalam pendidikan karakter melalui budaya sekolah mencakup semua kegiatankegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi dan office boy keika
berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.10
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri, yaitu: (1) Kegiatan rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara
terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar
kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan,dan piket kelas; (2) Kegiatan spontan yang dilakukan
peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada
teman yang terkena musibah atau Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pendidikan Inovasi
Pembelajaran Berbasis Karakter dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 279
sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana; (3) Keteladanan yang merupakan perilaku,
sikap guru,tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakantindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain. Misalnya nilai
disiplin (kehadiran guru yang lebih awal dibanding peserta didik), kebersihan, kerapihan, kasih
sayang, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerja keras dan percaya diri; (4) Pengkondisian yaitu
penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kebersihan
badan dan pakaian,toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan,
poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas. Dalam proses pendidikan dikenal dua
kegiatan yang elementer, yaitu kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. 11 Kegiatan
intrakurikuler merupakan kegiatan pokok pendidikan yang didalamnya teradi proses belajar
9 Supriyoko, K. (2011). Pendidikan Karakter Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat.
Yogyakarta: Samudra Biru. hal.96
10 Masaong, K. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Multiple Intelligence. Jurnal (7) hal. 3-5.
11 Wiyani, N.A, op.cit., hal.104
mengajar antara peserta didik dan pendidik untuk mendalami materi-materi ilmu pengetahuan.
Sementara kegiatan ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan
di luar jam pelajaran tatap muka yang dilaksanakan di dalam dan atau di luar lingkungan sekolah
untuk memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi nilai-nilai
atau aturan-aturan agama serta norma-norma sosial, baik lokal, nasional, maupun global untuk
membentuk insan paripurna.
Adapun tujuan kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam
Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 yaitu, (1) Mengembangkan potensi peserta didik secara
optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas; (2) Memantapkan kepribadian
peserta didik untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendididkan sehingga
terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan Pendidikan; (3)
Mengaktualisasikan potensi peserta didik dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan
minat; (4) Menyiapkan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia,
demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
madani (civil society).12
Pendidikan Nasional berfungsi dan bertujuan untuk membentuk karakter (watak) peserta
didik menjadi insan kamil atau manusia sempurna. 13 Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menyatakan bahwa fungsi Pendidikan Nasional adalah
untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat
dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
dan
bertujuan
untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga yang demokratis, serta bertanggungjawab.
MEA menuntut setiap negara di wilayah ASEAN memiliki sumber daya manusia yang
tidak hanya unggul dalam pengetahuan atau intelektualitas tetapi juga berkepribadian baik,
artinya memiliki karakter yang sesuai dengan nilai budaya dan karakter bangsanya. Salah satu
12 Wiyani, N.A, ibid., hal.106-108
13 Hidayatullah, M. F. (2009). Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat & Cerdas. Surakarta: Yuma
Pustaka.
peran pendidikan karakter dalam pembentukan SDM yang berkualitas dalam menghadapi MEA
yaitu menjadikan perilaku peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh
sekolah.
Nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah ditanamkan melalui kegiatan intrakurikuler
dan ekstrakurikuler agar peserta didik terbiasa mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari sehingga terbentuklah perilaku peserta didik yang baik sebagai bekal
dalam kehidupan bermasyarakat. Peran pendidikan karakter dalam pembentukan SDM yang
berkualitas dalam menghadapi MEA juga dapat meningkatkan kecerdasan emosi dan spiritual
peserta didik. Kecerdasan emosional adalah gabungan kemampuan emosional dan sosial.
Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional akan mampu menghadapi masalah yang
terjadi dalam kehidupan karena biasanya orang yang mempunyai kecerdasan emosional
mempunyai kesadaran akan emosinya.
Selanjutnya, peran pendidikan karakter dalam menghadapi MEA yaitu menguatkan dan
mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang sesuai dengan karakter dan budaya bangsa. Tujuan
pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai
tertentu sehingga terwujud perilaku anak, baik pada saat masih bersekolah, maupun setelah lulus.
Penguatan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam settingsekolah bukan
merupakan dogmatisasi nilai, tetapi sebuah proses yang membawa peserta didik agar memahami
dan merefleksi pentingnya mewujudkan nilai-nilai dalam perilaku keseharian (Wiyani, 2013:
71).14
DAFTAR PUSTAKA
14 Wiyani, N.A, op.cit., hal.71
Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI), 2014, Seminar Nasional Kesiapan Perguruan
Tinggi Di Indonesia dalam Memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Akses online
pada 1 Juli 2018.
Angga Dunia Saputra. 2014. Asean Economic Community (AEC) 2015; Seberapa Siapkah
Mahasiswa. Akses Online Himpunan Pengusaha Muda Indonesia. PT. Universitas Indonesia.
Akses online pada 1 Juli 2018.
Bagus Prasetyo, 2018 “Menilik Kesiapan Dunia Ketenagakerjaan Indonesia Menghadapi MEA”.
Rechtsvinding online Journal. Akses online pada 1 Juli 2018.
Kualitas tenaga kerja. http://digilib.uinsby.ac.id/508/3/Bab%202, diakses online pada 1 Juli
2018.
Pembelajaran
abad
21.http://edukasi101.com/innovated-pembelajaran-abadke-
21-dan-
transformasi-pendidikan, diakses online pada 1 Juli 2018.
Adiministrator,
2008.
Wardiman
Kembali
Ingatkan
Link
and
Match.,
http://archive.web.dikti.go.id. Diakses online pada 1 Juli 2018.
Soedijarto, 2008. Landasan Dan Arah Pendidikan Nasional Kita, Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara.
Mastuhu, 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,
Yogyakarta: Safiria Ingaria Press.
Hidayatullah, M. F. (2009). Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat & Cerdas.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Supriyoko, K. (2011). Pendidikan Karakter Membangun Delapan Karakter Emas Menuju
Indonesia Bermartabat. Yogyakarta: Samudra Biru.
Masaong, K. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Multiple Intelligence. Jurnal (7) hlm 3-5.
Wiyani, N. A. (2013). Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
DAYA MANUSIA BERKUALITAS DALAM MENGHADAPI
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)
Sebagai Ujian Akhir Semester Mata Kuliah: Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi
Ilmiah
Oleh:
Naufal Zaki (1818154677)
Kelas G 2015
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok
orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan,
atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak. Etimologi kata pendidikan itu sendiri berasal dari bahasa Latin
yaitu ducare, berarti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin” dan awalan e, berarti “keluar”.
Jadi, pendidikan berarti kegiatan “menuntun ke luar”. Setiap pengalaman yang memiliki efek
formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan.Pendidikan
merupakan usaha sadar untuk memanusiakan manusia. Usaha sadar berarti bahwa kegiatan
pendidikan itu dirancang untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan pendidikan itu sangat beragam
dan tergantung pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan yang diselenggarakan.1
Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam UU SISDIKNAS adalah untuk
mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Namun faktanya, Idealisme pada pendidikan mengedepankankan nilai-nilai humanisme
yang mendasar sehingga dengan niai-nilai tersebut mampu menbentuk manusia-manusia yang
berkualitas. Banyak realita di lapangan yang menunjukkan bahwa kualitas manusia Indonesia
sebagai sumber daya yang potensial masih jauh dari harapan. Hal ini terjadi akibat rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia. Paparan Menteri pendidikan. Anies Baswedan, yang
disampaikan pada silahturahmi dengan kepala dinas Jakarta pada 1 Desember 2014, menyatakan
bahwa pendidikan di Indonesia berada dalam posisi gawat darurat. Beberapa kasus yang
menggambarkan kondisi tersebut diantaranya adalah: “ (1) rendahnya layanan pendidikan di
Indonesia,(2) rendahnya mutu pendidikan di Indonesia, (3) rendahnya mutu pendidikan tinggi di
Indonesia, (4) rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia.”2
Untuk mengentas masalah SDM di Indonesia, transformasi pendidikan merupakan suatu
keniscayaan karena dengan ini pendidikan manusia Indonesia seutuhnya dapat terlaksana.
1 Wikipedia, 2018
2 Paparan Menteri pendidikan. Anies Baswedan, yang disampaikan pada silahturahmi dengan kepala dinas Jakarta
pada 1 Desember 2014
Dengan terlaksananya pendidikan manusia seutuhnya, pendidikan akan mampu mencetak
anak-anak bangsa yang potensial dan siap berperan aktif dalam masyarakat dunia. Sebagai
generasi yang potensial, empat pilar pendidikan dapat terintegrasi dalam diri mereka yang
nantinya memberikan kesejahteraan bagi kehidupan mereka di masa depan. Menurut UNESCO
empat pilar tersebut adalah: learning to know, learning to do, learning, tobe, dan learning to live
together.3
Dengan pendidikan, segenap potensi diri dari seorang individu akan dapat berkembang
dengan baik karena segenap kompetensi yang dimiliki oleh manusia akan diolah dengan baik
sehingga cita-cita mulia dari pelaksanaan pendidikan untuk menghasilkan manusia-manusia yang
berkualitas; manusia yang mulia dan berkompetensi akan dapat terwujud. Hal ini senada dengan
Soltis (2000) yang mengungkapkan bahwa: “Pendidikan membawa kesadaran tentang
pernyataan pikiran yang diharapkan dalam perilaku yang bermoral, ini merupakan suatu proses
netral berperan sebagai sarana yang berharga maka anak-anak harus dididik guna melengkapi
mereka dengan pekerjaan untuk meningkatkan produktifitas dalam masyarakat.”4
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah salah satu bentuk pasar dunia dalam
lingkup Asia. Dengan adanya MEA akan terjadi perdagangan barang, jasa, modal dan investasi
yang bergerak bebas tanpa halangan secara geografis diharapkan pertumbuhan ekonomi di
kawasan ini menjadi merata dan menjelma menjadi pasar dunia. Kesiapan Indonesia sangat
diperlukan menghadapi MEA bila tidak ingin bangsa Indonesia hanya akan menjadi pangsa pasar
bagi negara ASEAN lainnya. Kesiapan Indonesia diperlukan tidak hanya pada proteksi produk
dalam negeri namun juga pada sisi dunia ketenagakerjaan. Angkatan kerja yang terampil penting
untuk dapat memanfaatkan semua kesempatankesempatan ini. Tanpa komposisi angkatan kerja
yang tepat dan terampil, penyatuan pasar ASEAN berpeluang menimbulkan lebih banyak
masalah ketimbang kesempatan.5
3 Pembelajaran abad 21.http://edukasi101.com/innovated-pembelajaran-abadke- 21-dan-transformasi-pendidikan.
4 Soedijarto, 2008. Landasan Dan Arah Pendidikan Nasional Kita, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
5 Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI), 2014, Seminar Nasional Kesiapan Perguruan Tinggi Di Indonesia
dalam Memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015
Keberadaan MEA memberikan dampak baik dampak positif maupun negative.Dilihat dari
dampak positifnya, MEA memacu pertumbuhan investasi baik dari luar maupun dalam negeri
sehingga akan membuka lapangan pekerjaan baru. Sehingga penduduk Indonesia akan
mendapatkan kesempatan untuk mencari pekerjaan di negara ASEAN lainnya dengan aturan
yang relatif akan lebih mudah.
Adapun dampak negatif dari MEA, yaitu keberadaan MEA mendorong adanya pasar
barang dan jasa secara bebas. Hal tersebut akan mengakibatkan tenaga kerja asing dengan mudah
masuk dan bekerja di Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin
ketat di bidang ketenagakerjaan. Para tenaga kerja dari negara MEA yang memiliki kompetensi
kerja yang lebih tinggi, tentunya akan memiliki kesempatan lebih luas untuk mendapatkan
keuntungan ekonomi di dalam MEA.Hal inilah yang akan menjadi ujian baru bagi masalah
dunia ketenagakerjaan di Indonesia sebagai suatu bangsa yang sedang berkembang dengan
kualitas SDM yang rendah.6
Permasalahan SDM di Indonesia menjadi semakin kompleks terindikasi dengan
banyaknya lulusan –lulusan pendidikan formal dari berbagai jenjang yang tidak terserap dalam
dunia kerja. disebabkan oleh banyak faktor diantaranya;
1) jumlah penduduk yang semakin hari semakin bergejolak, 2) pertumbuhan angkatan kerja lebih
besar ketimbang ketersediaan lapangan kerja, 3) ditribusi penduduk antar daerah tidak merata, 4)
ketidaksesuaian kompetensi SDM dengan pasar kerja, distribui informasi tentang pasar kerja
yang lambat atau timpang, tingginya tingkat pengangguran.7
Terbatasnya kesempatan kerja dan ketidakmampuan menciptakan lapangan kerja
menimbulkan adanya pengangguran pada usia kerja dari berbagai latar belakang tingkat
pendidikan. Selanjutnya, menjadi pertanyaan yang serius juga antara kesesuaian lulusan
pendidikan tinggi dengan dunia kerja di Indonesia bila dilihat dari capaian para lulusan
pendidikan tinggi Indonesia dalam dunia kerja apabila banyak dari lulusan perguruan tinggi di
Indonesia yang bekerja diberbagai sektor dengan pertumbuhan yang lambat.17 Ini menunjukkan
adanya mata rantai yang putus antara pendidikan tinggi dan dunia kerja. Perguruan tinggi belum
6 Bagus Prasetyo, “Menilik Kesiapan Dunia Ketenagakerjaan Indonesia Menghadapi MEA”, hal.202
7 Bagus Prasetyo, ibid., hal.205
mampu menghasilkan lulusan dengan harga jual yang tinggi berbekal dengan ilmu yang telah
dipelajari meskipun secara umum lulusan pendidikan tinggi memiliki peluang kerja lebih besar
dibanding lulusan tingkat SMA, SMP, ataupun SD.
Saat ini masyarakat Indonesia berada pada lingkungan global yang sangat dinamis dan
kompleks yang akan menghadapi faktor-faktor yang berpengaruh langsung maupun tidak
langsung terhadapi kehidupan masyarakat. Salah satu aspek penting yang harus dipersiapkan
dalam menghadapi lingkungan global AEC tersebut adalah dengan mempersiapkan sumber daya
manusia yang kompeten. Kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penentu keberhasilan
pembangunan dan kemajuan suatu bangsa. Persiapan sumber daya manusia yang kompeten
tersebut dapat dimulai dari peran dan kesiapan mahasiswa sebagai kaum intelektual muda
bangsa.
Dengan memiliki inovasi dan kretivitas, mahasiswa juga dapat berperan sebagai
wirausaha muda yang memiliki daya kreativitas dan inovasi yang mampu bersaing dengan
mahasiswa dari negara lain. Sehingga dengan menjadi wirusaha muda, mahasiswa akan
membantu dalam penciptaan lapangan kerja baru dan menumbuhkan sikap pada setiap pribadi
mahasiswa untuk menjadi job creator bukan sebagai job seeker sehingga akan mampu
menciptakan produk-produk baru yang inovatif, bernilai daya guna tinggi dan tidak kalah dalam
bersaing dengan negara-negara lain.
Dengan adanya AEC 2015, maka akan terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi
warga negara ASEAN. Setiap warga negara di ASEAN dapat dengan mudah keluar masuk ke
negara-negara AEC untuk mendapatkan pekerjaan tanpa adanya hambatan dari negara yang
dituju. Pembahasan yang menyangkut tenaga kerja di era AEC yang telah dirumuskan dalam
AEC blue print hanya terbatas pada pengaturan khusus untuk tenaga kerja terampil tidak ada
pembahasan menyangkut tenaga kerja tidak terampil. Seperti yang diketahui tenaga kerja
terampil adalah tenaga kerja yang mempunyai keterampulan dan keahlian khusus serta
pengetahuan dan kemampuan di bidang-bidang tertentu. Dalam hal ini sangat jelas bahwa tenaga
kerja terampil (skilled labour) yang sangat diperlukan dalam AEC sehingga mahasiswa harus
memiliki keterampilan dan keahlian untuk memenangkan persaingan di AEC.
Dari paparan contoh diatas menunjukkan bahwa tuntutan SDM yang terampil dan
berkualitas merupakan syarat mutlak agar bangsa Indonesia tidak hanya menjadi pangsa pasar
bagi negara-negara ASEAN lainnya namun ikut serta sebagai pelaku utama dalam ajang pasar
dunia.
untuk membentuk karakter peserta didik juga dapat dilakukan dengan cara merancang
manajemen sekolah yang berbasis karakter. Manajemen pada dasarnya merupakan suatu proses
penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu. Sementara
itu, manajemen pendidikan sebagai tugas atau yang di sekolah disebut manajemen sekolah
adalah fungsi-fungsi manajemen yang mengelola bidang tugas peserta didik, kurikulum, tenaga
pendidik dan kependidikan, pembiayaan pendidikan, sarana dan prasarana, serta hubungan
masyarakat (humas).
Menurut Kemendiknas pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen
atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter
direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan di sekolah secara
memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan
kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait
lainnya. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan dapat dikategorikan sebagai lembaga
industri mulia (noble industry) karena mengembang misi ganda yaitu profit dan sosial. Misi
profit yaitu untuk mencapai keuntungan. Kemudian misi sosial bertujuan untuk mewariskan dan
menginternalisasikan nilai-nilai luhur. Nilai-nilai luhur yang ditanamkan melalui pendidikan
karakter. Sekolah diharapkan mampu melakukan perencanaan, kegiatan, dan evaluasi terhadap
tiap-tiap komponen pendidikan yang di dalamnya memuat nilai-nilai karakter secara terintegrasi
(terpadu). Sekolah dapat melaksanakan pendidikan karakter yang terpadu dengan sistem
pengelolaan sekolah itu sendiri.8 Menurut saya, maksud dari kalimat diatas adalah sekolah
mampu merencakan pendidikan (program dan kegiatan) yang menanamkan nilai-nilai karakter,
melaksanakan program dan kegiatan yang berkarakter, dan melakukan pengendalian mutu
sekolah secara berkarakter. Keterkaitan antara berbagai komponen, proses manajemen berbasis
8 Wiyani, N. A. (2013). Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
hal.83-87
sekolah dan nilai-nilai karakter yang melandasinya meliputi nilai ketuhanan, kebersamaan,
lingkungan, kebangsaan, dan diri sendiri.
Kualitas kehidupan sekolah biasanya tampak dalam bentuk bagaimana pemimpin
sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan bekerja, belajar, dan berhubungan satu sama lainnya
sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah.9 Pendapat lain menyatakan bahwa pengembangan
nilai-nilai dalam pendidikan karakter melalui budaya sekolah mencakup semua kegiatankegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi dan office boy keika
berkomunikasi dengan peserta didik dan menggunakan fasilitas sekolah.10
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri, yaitu: (1) Kegiatan rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara
terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar
kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan,dan piket kelas; (2) Kegiatan spontan yang dilakukan
peserta didik secara spontan pada saat itu juga, misalnya, mengumpulkan sumbangan ketika ada
teman yang terkena musibah atau Prosiding Seminar Nasional Inovasi Pendidikan Inovasi
Pembelajaran Berbasis Karakter dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 279
sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana; (3) Keteladanan yang merupakan perilaku,
sikap guru,tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakantindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain. Misalnya nilai
disiplin (kehadiran guru yang lebih awal dibanding peserta didik), kebersihan, kerapihan, kasih
sayang, kesopanan, perhatian, jujur, dan kerja keras dan percaya diri; (4) Pengkondisian yaitu
penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, misalnya kebersihan
badan dan pakaian,toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan,
poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas. Dalam proses pendidikan dikenal dua
kegiatan yang elementer, yaitu kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. 11 Kegiatan
intrakurikuler merupakan kegiatan pokok pendidikan yang didalamnya teradi proses belajar
9 Supriyoko, K. (2011). Pendidikan Karakter Membangun Delapan Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat.
Yogyakarta: Samudra Biru. hal.96
10 Masaong, K. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Multiple Intelligence. Jurnal (7) hal. 3-5.
11 Wiyani, N.A, op.cit., hal.104
mengajar antara peserta didik dan pendidik untuk mendalami materi-materi ilmu pengetahuan.
Sementara kegiatan ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan pendidikan yang dilakukan
di luar jam pelajaran tatap muka yang dilaksanakan di dalam dan atau di luar lingkungan sekolah
untuk memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi nilai-nilai
atau aturan-aturan agama serta norma-norma sosial, baik lokal, nasional, maupun global untuk
membentuk insan paripurna.
Adapun tujuan kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam
Permendiknas Nomor 39 Tahun 2008 yaitu, (1) Mengembangkan potensi peserta didik secara
optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas; (2) Memantapkan kepribadian
peserta didik untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendididkan sehingga
terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan Pendidikan; (3)
Mengaktualisasikan potensi peserta didik dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan
minat; (4) Menyiapkan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia,
demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
madani (civil society).12
Pendidikan Nasional berfungsi dan bertujuan untuk membentuk karakter (watak) peserta
didik menjadi insan kamil atau manusia sempurna. 13 Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 menyatakan bahwa fungsi Pendidikan Nasional adalah
untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat
dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
dan
bertujuan
untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga yang demokratis, serta bertanggungjawab.
MEA menuntut setiap negara di wilayah ASEAN memiliki sumber daya manusia yang
tidak hanya unggul dalam pengetahuan atau intelektualitas tetapi juga berkepribadian baik,
artinya memiliki karakter yang sesuai dengan nilai budaya dan karakter bangsanya. Salah satu
12 Wiyani, N.A, ibid., hal.106-108
13 Hidayatullah, M. F. (2009). Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat & Cerdas. Surakarta: Yuma
Pustaka.
peran pendidikan karakter dalam pembentukan SDM yang berkualitas dalam menghadapi MEA
yaitu menjadikan perilaku peserta didik yang sesuai dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh
sekolah.
Nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah ditanamkan melalui kegiatan intrakurikuler
dan ekstrakurikuler agar peserta didik terbiasa mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari sehingga terbentuklah perilaku peserta didik yang baik sebagai bekal
dalam kehidupan bermasyarakat. Peran pendidikan karakter dalam pembentukan SDM yang
berkualitas dalam menghadapi MEA juga dapat meningkatkan kecerdasan emosi dan spiritual
peserta didik. Kecerdasan emosional adalah gabungan kemampuan emosional dan sosial.
Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional akan mampu menghadapi masalah yang
terjadi dalam kehidupan karena biasanya orang yang mempunyai kecerdasan emosional
mempunyai kesadaran akan emosinya.
Selanjutnya, peran pendidikan karakter dalam menghadapi MEA yaitu menguatkan dan
mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang sesuai dengan karakter dan budaya bangsa. Tujuan
pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai
tertentu sehingga terwujud perilaku anak, baik pada saat masih bersekolah, maupun setelah lulus.
Penguatan dan pengembangan memiliki makna bahwa pendidikan dalam settingsekolah bukan
merupakan dogmatisasi nilai, tetapi sebuah proses yang membawa peserta didik agar memahami
dan merefleksi pentingnya mewujudkan nilai-nilai dalam perilaku keseharian (Wiyani, 2013:
71).14
DAFTAR PUSTAKA
14 Wiyani, N.A, op.cit., hal.71
Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (APTISI), 2014, Seminar Nasional Kesiapan Perguruan
Tinggi Di Indonesia dalam Memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Akses online
pada 1 Juli 2018.
Angga Dunia Saputra. 2014. Asean Economic Community (AEC) 2015; Seberapa Siapkah
Mahasiswa. Akses Online Himpunan Pengusaha Muda Indonesia. PT. Universitas Indonesia.
Akses online pada 1 Juli 2018.
Bagus Prasetyo, 2018 “Menilik Kesiapan Dunia Ketenagakerjaan Indonesia Menghadapi MEA”.
Rechtsvinding online Journal. Akses online pada 1 Juli 2018.
Kualitas tenaga kerja. http://digilib.uinsby.ac.id/508/3/Bab%202, diakses online pada 1 Juli
2018.
Pembelajaran
abad
21.http://edukasi101.com/innovated-pembelajaran-abadke-
21-dan-
transformasi-pendidikan, diakses online pada 1 Juli 2018.
Adiministrator,
2008.
Wardiman
Kembali
Ingatkan
Link
and
Match.,
http://archive.web.dikti.go.id. Diakses online pada 1 Juli 2018.
Soedijarto, 2008. Landasan Dan Arah Pendidikan Nasional Kita, Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara.
Mastuhu, 2003. Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,
Yogyakarta: Safiria Ingaria Press.
Hidayatullah, M. F. (2009). Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat & Cerdas.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Supriyoko, K. (2011). Pendidikan Karakter Membangun Delapan Karakter Emas Menuju
Indonesia Bermartabat. Yogyakarta: Samudra Biru.
Masaong, K. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Multiple Intelligence. Jurnal (7) hlm 3-5.
Wiyani, N. A. (2013). Membumikan Pendidikan Karakter di SD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.