BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Kentang - Penetapan Kadar Timbal dan Kadmium pada Kentang (Solanum Tuberosum L) yang Tumbuh di Lahan Gunung Berapi Sinabung dengan Metode Spektrofotometri Serapan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Kentang
Kentang atau potato sudah lama dikenal dan ditanam di berbagai Negara. Menurut banyak literatur, tanaman kentang berasal dari Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Penyebaran tanaman kentang dari Amerika Selatan ke berbagai Negara di dunia terjadi pada pertengahan abab ke-16.
Tahun 1570 tanaman kentang mulai diperkenalkan ke Eropa. Pada abab ke 17 kentang sudah ditanam secara luas di beberapa Negara di Asia, Amerika Utara, Pulauan Hindian Barat dan Afrika. Di indonesia kentang pertama kali ditemukan pada tahun 1794 di daerah Cisarua, Cimahi (Bandung) (Rukmana, 1997).
Kentang termasuk tanaman setahun (annual) yang berbentuk semak (herba), dengan sususnan tubuh utama terdiri dari stolon, umbi, batang, daun, bungan, buah dan akar. Kentang mempunyai nama yang amat beragam, di antaranya potato (Inggris), ardappel (Belanda), kartoffel (Jerman), patata (Spanyol), dan pomme de terre (Prancis). Di Indonesia, kentang dikenal dengan dengan beberapa nama daerah, di antaranya kumeli (Jawa Barat),
kuweli (Jawa Tengah), kantang (Minangkabau) gantang (Aceh), gadung leper
(Lampung), ubi kumanden (Palembang), dan keteki jawa (Sumba) (Setiadi dan Nurulhuda, 2008).
Menurut Rukmana (1977) sistematika (taksonomi) tumbuhan, kentang diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Solanum Spesies : Solanum tuberosum Linn.
2.1.1 Jenis Kentang
Menurut Rukmana (1997), Jenis kentang budi daya (Solanum
tuberosum Linn.) memiliki varietas yang sangat banyak yang dihasilkan oleh
beberapa negara produser dan jenis kentang yang paling disenangi konsumen kentang di dunia. Berdasarkan warna kulit dan daging umbi, terdapat tiga golongan kentang, seperti pada tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 jenis atau golongan kentangNo. Jenis Kentang Ciri-ciri visual
1. Kentang kuning Kulit dan daging umbi berwarna kuning
2. Kentang putih Kulit dan daging umbi berwarna putih
3 Kentang merah Kulit umbi merah, dan daging umbi berwarna kuning
2.2 Tanah
Tanah adalah bagian penting dalam menunjang kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Kandungan logam berat dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam dalam tanaman yang tumbuh sehingga kandungan logam yang kurang atau berlebihan dalam jaringan tanaman akan mencerminkan kandungan logam dalam tanah (Darmono, 1995).
Menurut Darmono (2008), ada dua faktor penting yang berhubungan erat dengan penyerapan logam dalam jaringan tanaman, yaitu pH tanah dan konsentrasi logam dalam tanah. pH adalah faktor penting yang menentukan transformasi logam. Konsentrasi logam dalam jaringan tanaman menurun apabila pH tanah naik, dan semakin tinggi konsentrasi logam dalam tanah akan semakin tinggi pula konsentrasi logam dalam jaringan tanaman.
Penggunaan pupuk secara berlebihan, tidak menguntungkan bagi kelestarian lahan dan lingkungan dikibatkan tingginya residu pupuk di lahan.
Pemupukan yang terus menerus tidak saja menyebabkan tingginya residu pupuk di dalam tanah, tetapi juga meningkatkan kandungan logam berat timbal dan kadmium (Widaningrum, dkk., 2007).
2.3 Logam Berat
Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini masuk kedalam tubuh organisme hidup. Unsur logam berat baik itu logam berat beracun seperti timbal dan kadmium, bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh (Palar, 2008). Menurut Widowati, dkk (2008), logam berat dibagi dalam 2 jenis, yaitu: 1. Logam berat esensial, yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan logam tersebut bisa menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.
2. Logam berat tidak esensial, yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfatnya, bahkan bersifat toksik, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.
2.3.1 Timbal (Pb)
Timbal merupakan salah satu jenis logam berat. Timbal memiliki titik lebur yang rendah, mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Timbal adalah logam yang lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat. Logam ini mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,20. Titik didih timbal
o
3 adalah 1740 C dan memiliki massa jenis 11,34 g/cm (Widowati, dkk., 2008).
Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi melalui selaput atau lapisan kulit (Palar, 2008).
2.3.2 Toksisitas Timbal (Pb)
Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan karena Pb adalah logam toksik yang bersifat kumulatif dan bentuk senyawanya dapat memberikan efek racun terhadap fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Suharto, 2005).
Gejala yang khas dari keracunan Pb antara lain: 1.
Anemia: Pb dapat menghambat pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia. Selain itu, lebih dari 95% Pb yang terbawa dalam aliran darah dapat berikatan dengan eritrosit yang menyebabkan mudah pecahnya eritrosit tersebut (Darmono, 1995).
2. Aminociduria: terjadinya kelebihan asam amino dalam urin disebabkan ikut sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah ke sistem urinaria (ginjal) yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal (Darmono, 1995).
3. Gastroenteritis: keadaan ini disebabkan reaksi rangsangan garam Pb pada mukosa saluran pencernaan, sehingga menyebabkan pembengkakan, gerak kontraksi saluran lumen dan usus terhenti, peristaltik menurun sehingga terjadi konstipasi (Darmono, 1995).
2.3.3 Kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Kadmium memiliki nomor atom 48, berat atom 112,4 g/mol, titik leleh 321
o
C, dan titik didih 767
o C (Widowati, dkk., 2008).
Sumber Cd berasal dari hasil penambangan, hasil sampingan peleburan Zn dan Pb, pabrik baterai, electroplating, pupuk, pestisida, limbah industri dan rumah tangga. Kadmium banyak digunakan sebagai pigmen warna cat, keramik, plastik, industri baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, dan percetakan tekstil (Widowati, dkk., 2008).
2.3.4 Toksisitas Kadmium (Cd)
1. Efek terhadap tulang Serangan dan keracunan yang disebabkan oleh logam Cd adalah kerapuhan tulang. Penyakit ini mendatangkan rasa sakit pada persendian tulang belakang dan tulang kaki (Palar, 2008).
2. Efek terhadap ginjal Kadmium dapat menimbulkan gangguan dan bahkan mampu menimbulkan kerusakan pada sistem yang bekerja di ginjal. Kerusakan yang terjadi pada sistem ginjal dapat dideteksi dari tingkat atau jumlah kandungan protein yang terdapat di dalam urin. Penyakit ini disebut proteinuria.
Proteinuria ditemukan pada orang-orang yang telah terpapar Cd dalam selang waktu yang lama, yaitu dalam jangka waktu 20-30 tahun (Palar, 2008).
3. Efek terhadap paru-paru Keracunan yang disebabkan oleh terhirupnya debu yang mengandung
Cd dapat mengakibatkan kerusakan terhadap paru-paru. Keracunan ini terutama terjadi pada pekerja di pabrik-pabrik yang menggunakan kadmium.
Terhirupnya Cd dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan paru-paru (pulmonary emphysema). Peristiwa pembengkakan paru-paru ini disebabkan oleh penghambatan kerja enzim alfa-antipirin oleh logam Cd (Palar, 2008).
4. Efek terhadap sistem reproduksi Daya racun yang dimiliki oleh kadmium juga mempengaruhi sistem reproduksi dan organ-organnya. Pada konsentrasi tertentu Cd dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar oleh logam Cd dapat mengakibatkan impotensi (Palar, 2008).
2.4 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet. Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur mineral dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat sekelumit (ultratrace). Cara analisis ini memberikan kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul mineral dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis sekelumit mineral karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar dan Rohman, 2009).
Spektroskopi serapan atom didasarkan pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Dengan menyerap suatu energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Unsur Pb dengan nomor atom 82
2
2
6
2
6
2
10
6
2
10
mempunyai konfigurasi electron 1s , 2s , 2p , 3s , 3p , 4s , 3d , 4p , 5s , 4d ,
6
2
14
10
2
5p , 6s , 4f , 5d , 6p tingkat dasar untuk elektron valensi 6p, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ke tingkat 7s dengan energi tertentu dan pada panjang gelombang tertentu. Begitu juga dengan unsur
2
2
6
2 Cd dengan nomor atom 48 mempunyai konfigurasi elektron 1s , 2s , 2p , 3s ,
6
2
10
6
2
10
3p , 4s , 3d , 4p , 5s , 4d tingkat dasar untuk elektron valensi 4d, artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ke tingkat 5p dengan energi tertentu dan pada panjang gelombang tertentu (Khopkar, 2008).
Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut: a. Sumber Radiasi
Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow
cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan mineral tertentu (Gandjar dan Rohman, 2009).
b. Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu:
1. Dengan nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 2200
C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Gandjar dan Rohman, 2009).
2. Tanpa nyala (Flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa µL), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2009).
c. Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman, 2009).
d. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2009). e. Amplifie er
Amplifier merupakan n suatu alat t untuk mem mperkuat si ignal yang diterima d ari
detektor s sehingga da apat dibaca a alat penc catat hasil (Readout) (Gandjar d dan Rohman, 2 2009).
f. Readout t
Re eadout mer rupakan sua atu alat pe enunjuk ata au dapat ju uga diartik kan
sebagai pe encatat hasi il. Hasil pem mbacaan da apat berupa angka atau berupa kur rva yang men nggambarkan n absorbans si atau inte nsitas emis i (Gandjar dan Rohma an, 2009). nen Spektro ofotometer S Serapan Ato om
Gambar 2
2.1 Kompon
2.5 Valida asi Metode Analisis
Va alidasi met ode analisi is adalah suatu tinda akan penila aian terhad dap parameter r tertentu b berdasarkan percobaan n laboratoriu um untuk m membuktik kan bahwa pa arameter t ersebut me emenuhi p persyaratan untuk pe enggunaann nya (Harmita, 2004).
Be eberapa pa arameter an nalisis yan ng harus dipertimban ngkan dala am validasi m metode anali sis adalah s sebagai beri ikut:
2.5.1 Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu:
1. Metode simulasi Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004).
2. Metode penambahan baku Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004).
2.5.2 Keseksamaan (Presisi)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen (Harmita, 2004).
2.5.3 Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004)
2.5.4 Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel (Harmita, 2004)
2.5.5 Batas deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation)
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).