BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Anak - Karakteristik Anak Yang Menderita Leukemia Akut Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011-2012

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Pengertian Anak

  Anak merupakan mahluk yang rentan dan tergantung. Tumbuh kembang anak yang optimal bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu status anatomik, fisiologik, kompetensi psikologik dan di lingkungan sekitar anak. Penyimpangan tumbuh kembang anak dapat terjadi dari ringan sampai berat, dari yang sementara sampai yang berat. Menurut UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun. Berdasarkan kesepakatan internasional, umur anak untuk kepentingan statistik kesehatan adalah kurun waktu masa kehidupan dibawah umur

  19 15 tahun.

  2.2. Pengertian Leukemia

  Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan

  20 proliferasi sel induk hematopoetik.

  Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih dengan manifestasi adanya sel-sel

  12

  abnormal dalam darah tepi. Sel-sel abnormal menyebabkan timbulnya gejala karena kegagalan sumsum tulang (Anemia, Netropenia, Trombositopenia) dan infiltrasi

  21 organ (misalnya hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, kulit atau testis ).

2.3. Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih

  Sel darah putih berfungsi melindungi tubuh dari infeksi. Sel ini bekerja sama

  22

  dengan protein respon imun, immunoglobulin, dan komplemen. Pada keadaan

  3

  normal jumlah sel darah putih (leukosit) 5.000-10.000 sel per mm . Pembentukan sel darah putih (leukosit) dimulai dari diferensiasi dini dari sel stem hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed, membentuk eritrosit dan membentuk leukosit. Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik dan limfositik. Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda yang berupa mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai dengan sel muda yang berupa limfoblas. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma

  23

  dan bentuk intinya leukosit digolongkan menjadi dua golongan yaitu :

2.3.1. Granulosit Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.

  Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan granulosit terdiri

  24 dari neutrofil, eusinofil dan basofil.

a. Neutrofil

  Neutrofil adalah granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik

  25

  halus dan banyaknya sekitar 60%-70%. Sel ini memiliki masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Neutrofil memasuki jaringan dengan cara bermigrasi sebagai respon terhadap faktor kemotaktik. Konsentrasi neutrofil dalam darah dapat lebih

  22 rendah pada populasi rasial tertentu misalnya Negro dan Timur tengah.

  b. Eosinofil

  Eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2%-4% dari leukosit dalam

  24

  darah normal. Eosinofil mirip dengan neutrofil, kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar, lebih berwarna merah tua dan jarang dijumpai lebih dari tiga lobus inti. Waktu transit eosinofil dalam darah lebih lama dari pada neutrofil dan berperan khusus dalam respons alergi, pertahanan terhadap parasit dan pembuangan fibrin yang

  21 terbentuk selama inflamasi.

  c. Basofil

  Kurang dari 1% leukosit darah adalah basofil oleh karena itu basofil terlihat

  24

  hanya kadang-kadang dalam darah tepi normal. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung heparin dan histamin dan dalam jaringan menjadi sel mast. Fungsi basofil menyerupai fungsi sel mast yaitu sumber

  26 utama mediator kimia yang berperan dalam proses imunologi dan inflamasi.

2.3.2. Agranulosit

  Agranulosit adalah leukosit yang tidak memiliki granula sitoplasma, yaitu

  24 limfosit dan monosit.

a. Limfosit

  Limfosit mencapai 30% jumlah total leukosit dalam darah. Limfosit mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis sitoplasma. Limfosit berasal dari sel-sel batang sumsum tulang tetapi melanjutkan diferensiasi dan proliferasinya dalam organ lain. Sel ini berfungsi dalam reaksi

  24 imunologis. Limfosit ada dua jenis yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T berpartisipasi dalam respon imun dengan mengatur aktivitas limfosit B. Pengaturan ini terlaksana dengan mensekresi limfokin yang mempengaruhi kegiatan limfosit B. Bagi banyak antigen, sel-sel dari subpopulasi sel T diperlukan untuk memberi

  25 ransangan tambahan pada limfosit B untuk menghasilkan antibodi.

b. Monosit

  Monosit mencapai 3%-8% jumlah total leukosit. Monosit berukuran lebih besar dari limfosit, inti selnya bulat atau panjang. Monosit berasal dari sumsum tulang dan beredar dalam darah kemudian bermigrasi melalui dinding venul pasca kapiler ke dalam jaringan ikat organ diseluruh tubuh. Monosit tidak mempunyai fungsi yang berarti dan semata-mata merupakan sel cadangan bergerak yang sanggup berkembang menjadi fagosit dan berperan aktif dalam pertahanan tubuh terhadap

  25 23 invasi bakteri. . Waktu paruh monosit dalam darah adalah 12-100 jam.

  27

  27 Gambar 2.1. Sel Darah Putih Gambar 2.2. Leukemia

  Granulosit

  27

  27

  27 Gambar 2.3. Neutrofil Gambar 2.4. Eosinofil Gambar 2.5. Basofil Agranulosit

  27

  27 Gambar 2.6. Limfosit Gambar 2.7. Monosit

2.4. Patofisiologi

  Leukemia merupakan istilah untuk beberapa jenis penyakit yang berbeda dengan manifestasi patofisiologis yang berbeda pula. Mulai dari yang berat dengan penekanan sumsum tulang yang berat pula seperti pada LA sampai kepada penyakit

  13 yang perjalanannya lambat seperti Leukemia Kronik.

   Leukemia mempunyai sifat khas proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel

  darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Ada dua masalah terkait dengan sel leukemia yaitu adanya overproduksi dari sel darah putih, kedua adanya sel-sel abnormal atau imatur dari sel darah putih sehingga fungsi dan strukturnya tidak normal.

  Produksi sel darah putih yang sangat meningkat akan menekan elemen sel darah yang lain seperti penurunan produksi eristrosit mengakibatkan anemia, trombosit menjadi menurun mengakibatkan trombositopenia dan leukopenia dimana sel darah putih yang normal menjadi sedikit. Adanya trombositopenia mengakibatkan mudahnya terjadi perdarahan dan keadaan leukopenia menyebabkan mudahnya terjadi infeksi.

  Sel-sel kanker darah putih juga dapat menginvasi pada sumsum tulang periosteum yang dapat mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan nyeri tulang.

  Disamping itu infiltrasi kebergai organ seperti otak, ginjal, hati, limpa, kelenjar limfe

  28 menyebabkan pembesaran dan gangguan pada organ terkait.

2.5. Klasifikasi Leukemia

  Berdasarkan maturasi sel dan tipe asal sel, secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  29

2.5.1. Leukemia Akut

  Leukemia Akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit yang lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia dan apabila tidak diterapi dapat menyebabkan kematian dalam waktu beberapa minggu atau bulan. LA menurut klasifikasi FAB (French-American-British) dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

  a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

  Leukemia Limfoblastik Akut merupakan keganasan klonal dari sel-sel precursor limfoid dan jenis leukemia ini yang paling sering dijumpai pada anak-anak.

  Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B dan sisanya merupakan

  30 leukemia sel T. Jika tidak diobati leukemia ini bersifat fatal.

  27 Gambar 2.8. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

  b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)

  Leukemia Mielositik Akut merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan transformasi neoplastik dan gangguan diffrensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid.

  Bila tidak diobati penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam

  31 waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis.

  27 Gambar 2.9. Leukemia Mielositik Akut (LMA)

2.5.2. Leukemia Kronik

  Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan dengan akumulasi progresif yang

  29 berjalan lambat.

  a. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)

  Leukemia Limfositik Kronik adalah suatu keganasan klonal limfosit B da jarang pada limfosit T. Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang. Jenis leukemia yang paling sering dijumpai pada orang tua, biasanya asimtomatik. Oleh karena itu hampir selalu ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan hematologis rutin atau pada seorang yang mempunyai hepatosplenomegali atau limfadenopati

  32 yang asimtomatik.

  27 Gambar 2.10. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)

  b. Leukemia Mielositik Kronik (LMK)

  Leukemia Mielositik Kronik adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai oleh produksi berlebihan sel mieloid. Sel-sel mieloid ini mempertahankan kapasitas diferensiasi dan fungsi normal sumsum tulang dipertahankan selama fase awal. Penyakit ini biasanya stabil kembali dalam beberapa tahun dan kemudian berubah

  31 menjadi penyakit dengan keganasan yang lebih nyata.

  27 Gambar 2.11. Leukemia Mielositik Kronik (LMK)

2.6. Epidemiologi

2.6.1. Distribusi Penyakit Leukemia Akut

a. Berdasarkan Orang a.1 Umur

  Pada LLA, puncak usia timbulnya penyakit adalah antara umur 3 dan 4 tahun

  33

  sedangkan pada anak LMA tampak tidak ada usia puncak. Insidensi rata-rata LA

  12 4-4,5 per 100.000 anak per tahun dibawah 15 tahun.

  Berdasarkan hasil penelitian LLA anak di RS Kanker Dharmais pada tahun 2000-2008, kelompok umur <1 tahun sebanyak 4,3%, 1-4 tahun sebanyak 34,8%, umur 5-9 tahun sebanyak 27,5%, umur >10 tahun sebanyak 33,3%. Berbeda halnya dengan LMA yang lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan

  31,34 dengan anak-anak(15%). a.2 Jenis Kelamin Leukemia Akut lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan pada

  30

  perempuan. Berdasarkan hasil penelitian Arifin di Sub-Bag. Hematologi Anak

  Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU/ RS Dr. Pirngadi Medan tahun 1980-1988 terdapat 120 penderita LLA, laki-laki 63 kasus (52,5%) dan perempuan 57 kasus

  15

  (47,5%). LLA anak di RSK Dharmais pada tahun 2000-2008 sebanyak 69 kasus,

  34

  62,3% di antaranya adalah laki-laki dan 37,7% perempuan. Incidence Rate LMA pada anak tahun 2009 di Australia, pada laki-laki 2,4 per 100.000 anak dan

  13 perempuan 2,0 per 100.000 anak. a.3. Ras

  Kasus LA di Negara berkembang 83% LLA, 17 % LMA, lebih tinggi pada kulit putih dibandingkan kulit hitam (1,8:1). Anak kulit putih memiliki resiko menderita leukemia dalam 15 tahun pertama kehidupannya kira-kira 1 dari 2.880 anak. Di Amerika Serikat, LLA lebih sering ditemukan pada ras kaukasi dari pada

  12’33 Afrika-Amerika.

b. Berdasarkan Tempat

  Di Negara Jepang LA mencapai 4/100.000 anak dan diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus baru sedangkan di Jakarta pada tahun 1994 incidence rate

  12

  mencapai 2,76/100.000 anak usia 1-4 tahun. Pada tahun 1996 didapatkan 5-6 pasien leukemia baru setiap bulan di RSUP Dr. Sardjito Yokyakarta sementara itu di

  16 RSU Dr. Soetomo pada tahun 2002 dijumpai 70 kasus Leukemia baru. Di Amerika

  Serikat, insiden LMA kurang dari 1/100.000 anak setiap tahunnya dan terdapat kira-

  33 kira 370 pasien baru setiap tahunnya.

c. Berdasarkan Waktu

Tabel 2.1. Incidence Rate dan Trend LA di Australia tahun 2005-2009 per 100.000 anak usia 0-14 tahun

  

Tahun Leukemia Limfositik Akut (LLA) Leukemia Mielositik Akut (LMA)

0-4 5-9 10-14 0-4 5-9 10-14

  2005 5,5 3,3 2,6 1,8 0,3 0,3 2006 6,6 3,0 2,4 1,4 0,6 0,6 2007 8,1 3,1 2,1 0,8 0,6 0,4 2008 7,0 2,9 2,1 1,0 0,8 1,5 2009 6,6 3,1 2,7 1,2 0,5 0,7

  Sumber: Austalian Association of Cancer Registries, Australia, 2012

  Pada LLA kategori umur 0-4 tahun merupakan IR yang lebih tinggi dan lebih rendah pada kategori umur 10-14 tahun sedangkan pada LMA tidak tampak jelas IR yang lebih tinggi.

2.6.2. Determinan Penyakit Leukemia Akut

  Sampai saat ini penyebab leukemia belum dapat diketahui secara pasti namun ada beberapa faktor resiko yang diketahui berdasarkan hasil penelitian dapat

  33

  meningkatkan resiko terjadinya penyakit leukemia

a. Faktor Genetik

  Faktor Genetik merupakan salah satu faktor determinan terjadinya leukemia, pasien dengan kromosom yang mudah rusak seperti Sindrom Down, Anemia Fanconi, Sindrom Bloom, ataksia telangiektaksia memiliki resiko tinggi untuk

  33

  menderita leukemia. Anak-anak yang menderita Sindrom Down memiliki risiko menderita leukemia 1 dari 95 anak penderita Sindrom Down sebelum mencapai usia 10 tahun. Pada anak Sindrom Down, LMA secara dominan terjadi pada pasien

  33

  berumur Saudara ≤ 3 tahun dan LLA dominan pada usia anak yang lebih tua. kandung dari pasien LLA mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk berkembang menjadi LLA sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA

  30 mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.

  b. Virus

  Virus yang terbukti berperan dalam leukemogenesis pada manusia adalah Retrovirus ( Human T-Cell Lymphotropic Virus) HTLV-1 yang bisa diisolasikan dari orang dewasa yang menderita leukemia sel-T/limfoma. HTLV-1 tidak membawa suatu onkogen dan tidak secara selektif melekat dekat proto onkogen. Virus ini mungkin memproduksi suatu protein pengatur yang mempengaruhi aktivitas gen-gen selular. Jenis leukemia yang jarang ini bersifat endemik disuatu daerah yang terlokalisir di Jepang tetapi telah ditemukan ditempat lain, terutama dikalangan kulit

  

35

hitam di Hindia Barat dan Amerika Serikat.

  c. Sinar radioaktif

  Radiasi diketahui dapat menyebabkan LMA. Ini diketahui dari penelitian tentang tingginya insiden kasus leukemia pada orang-orang yang selamat dari serangan Bom Atom di Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman dan mencapai puncaknya enam atau tujuh tahun.

  d. Zat Kimia

  Penelitian-penelitian epidemiologis memberikan bukti-bukti bahwa produk- produk yang berasal dari minyak bumi, cat, dan pestisida berperan sebagai faktor determinan leukemia. Selain itu, benzene yang bersifat mielotoksik, leukemogenik

  35 biasanya mendahului timbulnya leukemia.

2.7. Gejala Klinis

  2.7.1. Leukemia Limfositik Akut

  Gejala yang khas pada LLA adalah pucat, panas dan perdarahan disertai splenomegali dan kadang-kadang hepatomegalia serta limfadenopatia. Penderita yang menunjukkan gejala lengkap diatas dapat didiagnosis leukemia. Pucat dapat terjadi mendadak, perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi,

  36 dan sebagainya.

  2.7.2. Leukemia Mielositik Akut

  Gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan, dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat

  3

  tinggi (>100.000/mm ) sering terjadi leukostatis, yaitu terjadi gumpalan leukosit yang menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostatis yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada, priapismus, gangguan

  31 metabolisme berupa hiperurisemia dan hipoglikemia.

2.8. Diagnosis

2.8.1. Leukemia Limfositik Akut

  Diagnosis LLA sering didasarkan pada pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan sumsum tulang. Pada pemeriksaan darah tepi, hasil yang didapatkan adalah jumlah leukosit dapat normal, meningkat atau rendah pada saat didiagnosis. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung leukosit bervariasi dari 0-100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung

  3

  trombosit kurang dari 25.000/ mm . Pemeriksaan apus sumsum tulang tampak hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada

  30

  3 LLA dewasa. Jika jumlah leukosit awal pasien pada saat didiagnosis > 50.000 mm

  12 dapat dinyatakan mempunyai prognosis yang buruk.

2.8.2. Leukemia Mielositik Akut

  Diagnosis pada klien LMA adalah sel darah menunjukkan adanya penurunan baik eritrosit maupun trombosit, jumlah leukosit total bisa rendah, normal ataupun

  25

  tinggi. Leukositosis terjadi pada sekitar 59% kasus LMA, 15% pasien mempunyai

  31

  leukosit normal, dan 35% pasien mengalami neutropenia. Pada pemeriksaan

  25 sumsum tulang menunjukkan kelebihan sel blast yang immatur.

2.9. Pencegahan

  37

2.9.1. Pencegahan Primer

  Pencegahan tingkat pertama ini adalah upaya mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Pencegahan terhadap sinar radioaktif bisa ditujukan pada pasien dengan penatalaksanaan radiasi. Pencegahannya dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik serendah mungkin. Menghindarkan anak-anak dari paparan langsung zat-zat kimia karsinogen.

  Pemeriksaan kesehatan pranikah, bertujuan agar kedua calon mengetahui status kesehatannya. Apabila mempunyai riwayat Sindrom Down sebaiknya dikonsultasikan ke dokter ahli untuk mencegah penyakit yang tidak diinginkan.

2.9.2. Pencegahan Sekunder

  Pencegahan sekunder merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan

  37 komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan.

a. Kemoterapi

  Pemberian terapi yang lebih efektif pada uji klinis terkontrol, serta perawatan suportif yang lebih baik, hasil pengobatan leukemia pada anak telah memperlihatkan kemajuan yang pesat. Sekarang, lebih dari dua pertiga pasien yang diobati untuk LLA akan berada dalam kondisi remisi komplit selama 5 tahun atau lebih setelah

  33 didiagnosis dan kebanyakan kasus akan sembuh. a.1. Kemoterapi pada penderita LLA

  (1) Tahap 1 (terapi induksi) Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu dan kemungkinan hasil yang dapat dicapai remisi komplit, remisi parsial, atau gagal dengan cara membunuh sebagian

  12 sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.

  (2) Tahap 2 (intensifikasi) Intensifikasi adalah kemoterapi intensif tambahan setelah remisi komplit dan untuk profilaksi leukemia pada susunan saraf pusat. Hasil yang diharapkan adalah

  12 tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan.

  (3) Tahap 3 (profilaksis Sistem Saraf Pusat)

  Profilaksis profilaksis Sistem Saraf Pusat (SSP) sangat penting dalam terapi LLA, sekitar 50%-75% pasien LLA yang tidak mendapat terapi profilaksis akan

  30

  mengalami relaps pada SSP. Terapi SSP diberikan melalui injeksi intratekal dengan

  12 obat, sering dikombinasikan dengan infuse berulang dosis yang lebih rendah.

  (4) Tahap 4 (Rumatan) Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini

  12 biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. a.2. Kemoterapi pada penderita LMA

  (1) Fase Induksi

  Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit.

  Meskipun terjadi remisi komplit tidak berarti sel-sel leukemik tereradikasi seluruhnya karena masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa

  30 yang akan datang.

  (2) Fase Konsolidasi

  Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi. Tujuan kemoterapi ini adalah untuk mengeradikasi sel-sel leukemik di dalam sumsum tulang dan tindakan ini juga akan mengeradikasi sisa-sisa sel hematopoesis normal yang ada dalam sumsum tulang sehingga pasien LMA akan mengalami periode aplasia pasca terapi induksi. Pada saat tersebut, pasien rentan terhadap infeksi, perdarahan dan dapat berakibat fatal. Sehingga terapi suportif sangat

  30 penting untuk keberhasilan terapai LMA.

  29

  b. Radioterapi Radioterapi memegang peranan penting dalam pengobatan berbagai kanker.

  Radiasi pengion menginduksi kerusakan DNA, yang memicu apoptosis (kematian sel terprogram). Radioterapi menggunakan radiasi yang bersumber dari energi radioaktif dan bertujuan untuk menghancurkan jaringan kanker. Radiasi menghancurkan material genetik sel sehingga sel tidak dapat membelah dan tumbuh lagi.

  12

  c. Transplantasi Sumsum Tulang

  Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan radioterapi pada beberapa pasien LA. Transplantasi dapat bersifat autolog yaitu sumsum tulang diambil sebelum pasien menerima terapi dosis tinggi, disimpan, dan diinfusikan kembali. Selain itu dapat bersifat alogenik yaitu sumsum tulang berasal dari yang cocok HLA (Human Lymphocytic Antigen)-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan tidak dapat pulih kembali.

  Sumsum tulang yang diinfusikan kembali akan mengembalikan fungsi sumsum tulang tersebut. Pasien yang menerima transplantasi alogenik memiliki resiko rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukkan bahwa sumsum yang ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit T yang tertransplantasi.

  38

d. Terapi Suportif

  Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit yang ditimbulkan leukemia itu sendiri dan untuk mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.

  37

2.9.3. Pencegahan Tertier

  Pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hidup penderita adalah dengan perawatan paliatif yang memperlambat progresifitas penyakit. Perbaikan psikologi, sosial, dan dukungan sangat dibutuhkan oleh penderita.

2.10. Kerangka Konsep

  Karakteristik Anak yang Menderita Leukemia Akut

  1. Sosiodemografi :

  Adapun kerangka konsep penelitian karakteristik anak yang menderita LA rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2012 sebagai berikut:

  • Umur -

  Jenis Kelamin

  • Suku -

  Agama

  • Tempat Tinggal

  3. Riwayat penyakit keluarga

  4. Jenis LA

  5. Penatalaksaan medis

  6. Lama rawatan rata-rata

  7. Lama rata-rata menderita LA

  8. Keadaan sewaktu pulang

  9. Sumber biaya

  2. Keluhan