ASPEK LEGAL SERTA MANAJEMEN RESIKO DALAM

ASPEK LEGAL SERTA MANAJEMEN RESIKO DALAM PENDOKUMENTASIAN
ASUHAN KEPERAWATAN

BAB I
1. A.

Aspek Legal dan etik Dokumentasi Keperawatan

v Aspek legal yang sering pula disebut dasar hukum praktik keperawatan mengacu pada hukum
nasional yang berlaku di suatu negara. Hukum adalah aturan tingkah laku yang ditetapkan dan
diberlakukan oleh pemerintahan suatu masyarakat.
v Di indonesia hukum dibagi dua, yakni hukum pidana dan hukum perdata.
v Hukum pidana atau hukum publik adalah produk hukum yang mengatur hubungan individu
dengan pemerintah, yang menggambarkan kekuasaan pemerintah yang berwenang (pemerintah
terlibat langsung didalamnya).
v Hukum perdata atau hukum sipil adalah produk hukum yang mengatur hubungan antar
manusia. Misalnya: kontrak, pemilikan harta, praktik keperawatan, pengobatan dll.
v Sumber hukum utama:
1. Konstitusi
2. Badan legislatif
3. Sistem peradilan (yudikatif)

4. Peraturan administratif
v Peraturan perundang-undangan di bidang keperawatan:
Untuk melindungi masyarakat dan perawat dalam praktik keperawatan, perlu disusun peraturan
perundang-undangan keperawatan sebagai aspek legal dari profesi keperawatan. Perundangundangan yang mengatur praktik keperawatan disebut undang-undang atau peraturan praktik
keperawatan. Bentuk perundang-undangan tersebut diatur sesuai dengan kebutuhan dan jenjang
peraturan perundang-undangan.
Jenjang peraturan perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:
1. UUD
2. UU
3. Peraturan pengganti undang-undang (PERPU)
4. Peraturan pemerntah (PP)

5. Keputusan presiden (Keppres)
6. Keputusan menteri (Kepmen)
v Dalam praktik keperawatan, perlu diperhatikan peraturan perundangan tentang pendidikan
keperawatan dan peraturan perundang-undangan setelah lulus pendidikan keperawatan sebagai
berikut:
1. Peraturan perundangan tentang pendidikan keperawatan
Peraturan perundangan ini memuat aturan yang mengatur penyelenggaraan pendidikan
keperawatan, baik perangkat keras maupun perangkat lunaknya. Program yang perlu diatur

antara lain sebagai berikut:
1. Program vokasional dengan jenjang pendidikan setingkat SLTA, misalnya Sekolah
perawat kesehatan.
2. Program diploma dengan jenjang pendidikan D III keperawatan dan D IV keperawatan.
3. Program bakaloriat dengan jenjang pendidikan peguruan tinggi di fakultas/universitas.
Program bakaloriat ini terdiri atas program sarjana strata I, sarjana strata II (master), dan
program sarjana strata III (doktor).
4. Program pendidikan berkelanjutan/pelatihan yang dapat diprogramkan sesuai dengan
jenjang pendidikan yang ada.
5. Program rumah sakit dan puskesmas untuk praktik mahasiswa pendidikan keperawatan,
yang memuat standar peralatan dan tenaga minimal untuk tempat praktik mahasiswa
keperawatan yang dapat menjemin mutu praktik yang optimal.

1. Peraturan perundangan yang mengatur setelah lulus pendidikan keperawatan
Dalam kaitan dengan praktik kepeerawatan ini, disiapkan peraturan perundangan yang mengatur
penempatan dan praktik keperawatan, antara lain sebagai berikut:
1. Peraturan perundangan tentang sistem penempatan tenaga perawat, baik di dalam negeri
maupun diluar negeri.
2. Peraturan perundangan tentang kewenangan praktik keperawatan yang dikaitkan dengan
sertifikasi registrasi dan lisensi keperawatan.

3. Peraturan perundangan tentang etika profesi keperawatan yang dikeluarkan oleh
organisasi profesi dan pemerintah.

4. Peraturan perundangan tentang standar profesi keperawatan sesuai dengan undangundang kesehatan No.23 tahun 1992, pasal 53 ayat 1-4 yang diatur oleh peraturan
pemerintah. Peraturan perundangan ini pada hakikatnya mencegah pelanggaran dan
kejahatan dalam praktk keperawatan. Jika pelanggaran terjadi dengan alasan tertentu,
peraturan perundangan ini juga mengatur bagaimana mengatasinya dan sanksi-sanksinya.

v Pelanggaran yang sering terjadi dalam perawatan adalah sebagai berikut:
1. Pelanggaran


Perlakuan seseorang yang dapat merugikan orang lain berupa harta atau milik lainnya
secara disengaja atau pun tidak disengaja. Jika ada tuntutan hukum, biasanya diselesaikan
secara perdata dengan mengganti kerugian tersebut.



Contoh: menghilangkan barang titipan klien atau merugikan nama baik klien


1. Kejahatan


Suatu perlakuan merugikan orang lain, tetapi perbuatan tersebut dianggap merugikan
publik. Karena terlalu parah, kejahatan yang dianggap tindakan perdata (tort) dapat
digolongkan sebagai tindakan kriminal (tindakan pidana). Tindak kriminal/pidana ini
dapat dijatuhi hukum denda atau penjara atau kedua-duanya.



Contoh:

1. Kecerobohan luarbiasa yang menunjukkan bahwa pelaku tidak mengindahkan sama
sekali nyawa orang lain (korban). Kejahatan ini dapat dikenakan tindak perdata maupun
pidana
2. Kealpaan mematuhi undang-undang kesehatan yang mengakibatkan tewasnya orang lain
atau mengonsumsi/mengedarkan obat-obat terlarang. Kejahatan ini dapat dianggap
sebagai tindakan kriminal (lepas dari kenyataan disengaja atau tidak)
3. Kecerobohan dan praktik sesat



Kecerobohan adalah suatu perbuatan yang tidak akan dilakukan oleh seseorang yang
bersikap hati-hati dalam situasi yang sama. Dengan kata lain, perbuatan yang dilakukan
di luar koridor standar keperawatan yang telah ditetapkan dan dapat menimbulkan
kerugian. Apabila hal tersebut terjadi dan ada penuntutan, hakim/juri biasanya
menggunakan saksi ahli (orang yang ahli di bidang tersebut).



Contoh:

1. Sembarangan mengurus barang pribadi klien (pakaian, uang, kacamata dll) sehingga
rusak atau hilang
2. Tidak menjawab tanda panggilan klien yang dirawat sehingga klien mencoba
mengatasinya sendiri dan terjadi cedera
3. Tidak melakukan tindakan perlindungan pada klien yang mengakibatkan klien cedera,
misalnya tidak mengambilkan air panas dari dekat klien yang mengakibatkan air tersebut
tumpah kena klien dan klien mengalami luka bakar
4. Gagal melaksanakan perintah perawatan, gagal memberi obat secara tepat atau
melaporkan tanda/gejala yang tidak sesuai dengan kenyataan, tidak menyelidiki perintah

yang meragukan sebelumnya sehingga dengan kelalaian/kegagalan tersebut menimbulkan
cedera


Selanjutnya secara profesional dikatakan bahwa kecerobohan sama dengan pelaksanaan
praktik buruk, praktik sesat atau malpraktik.

1. Pelanggaran penghinaan


Suatu perkataan atau tulisan yang tidak benar mengenai seseorang sehingga orang
tersebut merasa terhina atau dicemooh. Jika pernyataan tersebut dalam bentuk lisan,
disebut slander dan jika berbentuk tulisan disebut libel.



Contoh:

1. Pernyataan palsu
2. Menuduh orang secara keliru

3. Memberi keterangan palsu kepada klien


Orang yang didakwa dengan tuduhan slander atau libel tidak dapat diancam hukuman
jika ia dapat membuktikan kebenaran pernyataannya (lisan atau tulisan). Tuduhan ini
dapat dibela dengan komunikasi berprivilese, yakni komunikasi yang didasarkan pada
anggapan bahwa petugas profesional tidak dapat memberi pelayanan yang baik tanpa
pembeberan fakta secara lengkap mengenai masalah yang dihadapinya. Jadi informasi
berprivilese merupakan informasi rahasia antar petugas profesional dengan kliennya,
antara pengacara dengan kliennya, antara kiai dengn pemeluk agamanya.

1. Penahanan yang keliru


Penahanan klien tanpa alasan yang tepat atau pencegahan gerak seseorang tanpa
persetujuannya, misalnya menahan klien pulang dari rumah sakit guna mendapat

perawatan tambahan tanpa persetujuan klien yang bersangkutan, kecuali jika klien
tersebut mengalami gangguan jiwa atau penyakit menular yang apabila dipulangkan dari
rumah sakit akan membahayakan masyarakat. Untuk itu rumah sakit mempunyai formulir

khusus yang ditandatangani klien/keluarga, yang menyatakan bahwa rumah sakit yang
bersangkutan tidak bertanggung jawab apabila klien cedera karena meninggalkan rumah
sakit tersebut.
1. Pelanggaran privasi


Tindakan mengekspose/memamerkan/menyampaikan seseorang (klien) kepada publik,
baik orangnya langsung, gambar ataupun rekaman, tanpa persetujuan orang/klien yang
bersangkutan, kecuali ekspose klien tersebut memang diperlukan menurut prosedur
perawatannya



Contoh:

1. Menyebar gosip atau memberi informasi klien kepada orang yang tidak berhak
memperoleh informasi itu
2. Memberi perawatan tanpa memerhatikan kerahasiaan klien, yaitu klien dilihat/didengar
orang lain sehingga klien merasa malu
3. Ancaman dan pemukulan



Ancaman (assault) adalah suatu percobaan/ancaman, melakukan kontak badan dengan
orang lain tanpa persetujuannya



Pemukulan (batter) adalah ancaman yang dilaksanakan]



Setiap orang diberi kebebasan dari kontak badan dengan orang lain, kecuali jika ia telah
menyatakan persetujuannya.



Contoh: jika klien dioperasi tanpa persetujuan yang bersangkutan/keluarganya,
dokter/rumah sakit tersebut dapat dituntut secara hukum.




Garis besar tentang persetujuan:

MASALAH

IZIN KONTAK BADAN

Kapan diperlukan
Diperlukan:
atau tidak diperlukan
 Pelayanan rutin rumah sakit



Prosedur diagnosis



Pengobatan non rutin pembedahan


Tidak diperlukan:

Konsekuensi tidak
memperoleh
persetujuan

Kriteria persetujuan
yang sah

Siapa yang
menandatangani



Keadaan darurat: ancaman langsung terhadap
keselamatan atau kesalahan



Para ahli sependapat bahwa keadaan klien darurat



Klien tidak mampu memberi persetujuan dan orang
yang berwenang tidak dapat dihubungi



Aksi sebagai respons terhadap komplikasi selama
operasi dan jika orang yang berwenang tidak dapat
dihubungi



Jika klien pasrah saja



Perawat dan dokter dapat dituntut dengan tuduhan
penyiksaan



Rumah sakit dapat dituntut dengan tuduhan penyiksaan
karena rumah sakit bertanggung jawab atas tindakan
pegawainya



Tertulis (lisan, asal dapat dibuktkan dipengadilan)



Ditandatangani klien atau orang yang secara hukum
bertanggung jawab



Klien (atau penandatangan) memahami corak prosedur,
resiko yang terkandung dan kemungkinan
konsekuensinya



Prosedur yang dilaksanakan disetujui



Klien jika ia mampu



Orang lain jika:

ü Klien tidak mampu secara fisik, tidak kompeten menurut
hukum, masih di bawah umur kecuali jika ia sudah menikah
atau mandiri
ü Jika kemampuan reproduksi klien telah berakhir, pasangan
hidupnya yang menandatangani

Jika klien tidak mau
menandatangani



Klien berhak menolak, tetapi ia harus menandatangani
formulir sebagai bukti penolakannya



Pihak rumah sakit dapat memintakan perintah
pengadilan jika penolakan klien membahayakan
keselamatannya

1. Penipuan


Pemberian gambaran salah secara sengaja yang dapat mengakibatkan atau telah
mengakibatkan kerugian atau cedera pada seseorang atau hartanya.



Contoh: memberi data yang keliru guna mendapat lisensi keperawatan

v Pelanggaran disengaja yang penting diketahui oleh seorang perawat:

Istilah hukum

Definisi

Contoh

Ancaman

Membuat orang lain takut, kontak badan tanpa Mengancam memukul
persetujuannya
seseorang

Penyiksaan

Melakukan kontak badan dengan seseorang
tanpa persetujuannya

Memukul seseorang

Penahanan yang
keliru

Penahanan seseorang dengan cara yang
melanggar hukum tanpa persetujuannya

Menahan klien di
rumah sakit sampai ia
membayar biaya

pengobatannya

Pelanggaran hak
privasi

Pelanggaran hak seseorang untuk tidak
diganggu dan masalah pribadi tertentu tidak
dibeberkan kepada umum

Mengambil foto
seorang anak cacat
tanpa persetujuan orang
tuanya

Penghinaan

Merugikan nama baik orang lain dngan
Membuka aib klien
menyebar berita bohong mengenai dia kepada kepada orang lain
pihak ketiga

Libel

Penghinaan tertulis

Menuliskan bahwa
seseorang adalah
pencuri

Slander

Penghinaan lisan

Mengatakan seseorang
adalah pencuri

v Dokumentasi legal yang isinya merupakan kondisi perkembangan klien biasanya ditulis dalam
bentuk chart. Chart memuat segala proses dan perkembangan klien yang ditulis secara akurat.
Chart mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai penyedia data mengenai klien dan merupakan
laporan yang dapat menjaga standar pelayanan. Adapun komponen-komponen dari data yang
legal adalah sebagai berikut:
1. Kondisi fisik, mental dan emosional.
2. Pengkajian, observasi, status kesehatan, dan hasil laboratorium.
3. Perilaku.
4. Respon terhadap stimulus, perubahan visual dan pendengaran, respon verbal terhadap
pertanyaan, respons terhadap lingkungan, dan perubahan perilaku.
5. Asuhan keperawatan terapeutik.
6. Perawatan yang rutin, kontrol nyeri, terapi darah, dan penggantian cairan intravena.
7. Pengawasan asuhan keperawatan.

8. Memonitor aktivitas motorik, tanda-tanda vital, status neurologi, kardiovaskuler, cairan
dan nutrisi.
9. Respon klien terhadap terapi.
10. Keseimbangan cairan, konsumsi makanan, intake dan output, status sirkulasi dan pernapasan,
serta edukasi dan nyeri.

v Berikut ini adalah pedoman dalam membuat sebuah dokumen yang legal:
1. Mengetahui tentang konteks malpraktik.
2. Memberi informasi yang akurat mengenai informasi klien seperti terapi dan asuhan
keperawatan.
3. Mencerminkan keakuratan penggunaan proses keperawatan, misalnya: pengkajian
keperawatan, riwayat kesehatan klien, rencana asuhan keperawatan, dan intervensi.
4. Waspada terhadap situasi tertentu, misalnya klien dengan masalah yang komleks atau
yang membutuhkan perawatan yang intensif.
5. Dokumentasi yang legal selalu mencerminkan apa yang telah terjadi dan yang telah
dilakukan.
6. Dokumentasi keperawatan mencerminkan kolaborasi antara penyediaan asuhan antara
tenaga kesehatan lain dan perawat.
7. Dokumentasi yang rutin selalu mencerminkan gejala dan komplain oleh klien

v Ruang lingkup jenis tindakan keperawatan yang didokumentasikan adalah sebagai
berikut:
1. Aspek legal: isinya data tentang kondisi.
2. Kesalahan: cedera dimana peraturan menyebabkan kerugian.
3. Kelalaian: kegagalan untuk merawat.
4. Malpraktik: kegagalan untuk menerapkan standar.
5. Duty: obligasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

6. Standar pelayanan: standar yang berlaku yang harus ditepati oleh orang yang
bersangkutan

v Menurut Sue Dill Calloway, berikut ini adalah beberapa situasi yang mempengaruhi
proses litigasi:
1. Kesalahan pemberian pengobatan.
2. Kegagalan untuk melindungi klien.
3. Kegagalan untuk mengembalikan objek setelah pembedahan.
4. Klien terbakar.
5. Kegagalan untuk memonitor, mencatat dan melaporkan.
6. Dispensasi pengobatan.
7. Kesalahan mengidentifikasi klien.
8. Menggunakan alat yang rusak.
9. Kerusakan peralatan klien.
10. Kegagalan untuk menjelaskan tentang pekerjaan perawat dan edukasi.
11. Kegagalan dalam menggunakan teknik antiseptik.
12. Kegagalan untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.
13. Kegagalan untuk melaporkan chart yang adekuat.

v Prinsip dalam memberikan asuhan harus disesuaikan dengan standar. Berikut ini adaah
elemen-elemen kelalaian yang dapat menjadi tuntutan:
1. Kegagalan untuk memberi asuhan sesuai dengan standar dan menyebabkan kerugian.
2. Kegagalan untuk memberitahu standar yang berlaku.
3. Hubungan antara cedera dan perilaku.
4. Kerugian yang disebabkan karena kelalaian.

v Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam penulisan dokumentasi
keperawatan:
1. Jangan dihapus.
2. Gunakan tulisan yang mudah terbaca.
3. Jangan menulis komentar kritis bersifat pembalasan.
4. Betulkan semua kesalahan dengan segera.
5. Gunakan ejaan dengan segera.
6. Mencatat semua fakta.
7. Jangan dokumentasikan hasil pengkajian yang tidak menunjang masalah; data bias dan
terlalu subyektif; dapat menyebabkan perbedaan interpretasi; dan ada istilah atau
singkatan yang tidak lazim.

v Aspek Legal Dalam Pendokumentasian Keperawatan
Terdapat 2 tipe tindakan legal :
1. Tindakan sipil atau pribadi
Tindakan sipil berkaitan dengan isu antar individu
1. Tindakan kriminal
Tindakan kriminal berkaitan dengan perselisihan antara individu dan masyarakat secara
keseluruhan.

Menurut hukum jika sesuatu tidak di dokumentasikan berarti pihak yang bertanggung jawab
tidak melakukan apa yang seharusnya di lakukan. Jika perawat tidak melaksanakan atau tidak
menyelesaikan suatu aktifitas atau mendokumentasikan secara tidak benar, dia bisa di tuntut
melakukan mal praktik. Dokumentasi keperawatan harus dapat diparcaya secara legal, yaitu
harus memberikan laporan yang akurat mengenai perawatan yang diterima klien.
Tappen,weiss,dan whitehead (2001) manyatakan bahwa dokumen dapat dipercaya apabila hal-hal
sbb :



Dilakukan pada periode yang sama.Perawatan dilakukan pada waktu perawatan
diberikan.



Akurat. Laoran yang akurat ditulis mengenai apa yang dilakukan oleh perawwat dan
bagian klien berespon.



Jujur. Dokumentasi mencakup laporan yang jujur mangenai apa yang sebenarnya
dilakukan atau apa yang sebenarnya diamati.



Tepat. Apa saja yang dianggap nyaman oleh seseorang untuk dibahas di lingkungan
umum di dokumentasikan

v PEDOMAN PENDOKUMENTASIAN
1. 1.

Pengobatan



Catat waktu,rute,dosis dan respon



Catat obat dan respon klien



Catat saat obat tidak diberikan dan intervensi keperawatan



Catat semua penolakan obat dan laporkan hal tersebut kepada orang yang tepat.

1. 2.

Dokter



Dokumentasikan tiap kali menghubungi dokter bahkan jika dokter tersebut tidak dapat
dihubungi.Cantumkan waktu tepatnya panggilan dilakukan jika dokter dapat dihubunhi
dokumentasikan rincuan pesan dan respon dokter.



Bacakan kembali program lisan kepeda dokter dan klarifikasi nama klien di catatan klien
untuk memastikan identitas klien.



Catat program lisan hanya jika anda pernah mendengarnya, bukan yang di beritahu
kepada anda oleh perawat lain atau oleh personal unit.

1. 3.

Isu formal dalam pencatatan



Sebelum menulis pastikan anda mengambil catatan klien yang benar.



Koreksi semua pencatatan yang salah sesuai dalam kebijakan dan prosedur di institusi
anda.



Catat dengan gaya yang terorganisasi mengikuti proses keperawatan



Tulis dengan jelas dan singkat agar menghindari pernyataan subyektif



Catat deskripsi yang akurat dan spesifik

1. MANAJEMEN RESIKO
v Manajemen resiko adalah sistem yang menjamin pelayanan keperawatan yang tepat dan
berusaha mengenai potensial bahaya dan menghilangkannya sebelum terjadi (Guido, 2006).
v Langkah-langkah dalam manajemen resiko adalah mengenali resiko yang mungkin,
menganalisisnya, melakukan tindakan untuk mengurangi resiko tersebut dan mengevaluasi
langkah yang telah diambil.
v Salah satu alat yang digunakan dalam manajemen resiko adalah laporan insiden atau laporan
kejadian.
v Laporan kejadian memberikan data dasar untuk penelitian selanjutnya dalam upaya
menjelaskan penyimpangan dari standar pelayanan, memperbaiki tindakan yang diperlukan
untuk mencegah rekurensi, dan untuk mengingatkan manajemn resiko terhadap situasi yang
berpotensi menjadi tuntutan.
v Contoh dari kejadian adalah klien atau pengunjung terjatuh atau cedera; gagal mengikuti
perintah dokter atau penyelenggara pelayanan kesehatan; keluhan dari klien, keluarga, dokter
atau penyelenggara pelayanan kesehatan atau departemen rumah sakit lain; kesalahan teknik atau
prosedural; dan malfungsi alat atau produk.
v Secara umum institusi memiliki petunjuk khusus untuk mengarahkan penyelenggara layanan
kesehatan dalam melengkapi laporan kejadian.
v Jangan pernah menulis laporan kejadian di dalam rekam medis
v Manajemen resiko juga membutuhkan dokumentasi yang baik
v Dokumentasi perawat merupakan bukti pelayanan bagi klien dan juga bukti pelayanan yang
baik dan aman oleh perawat. Jika terjadi tuntutan hukum, maka catatn perawat merupakan hal

pertama yang ditinjau oleh pengacara (Austin, 2006). Pengkajian dan laporan perubahan kondisi
klien oleh perawat merupakan faktor pembela yang penting di dalam tuntutan hukum. Oleh
karena itu, perawat harus mengidentifikasi kepastian bahwa dokter atau penyelenggara layanan
kesehatan telah dihubungi; informasi kepada dokter atau penyelenggara layanan kesehatan telah
disampaikan; dan juga respon dokter atau penyelenggara layanan kesehatan.
v Tujuan manajemen resiko adalah untuk mengidentifikasikan resiko, mengendalikan kejadiankejadian , mencegah kerusakan dan mengendalikan liabilitas (huber 2000).
v Departemen manajemen resiko memutuskan apakah akan menginvestigasi insiden labih lanjut.
Perawat mungkin harus menjawab pertanyaan khusus seperti apa perawat di anggap sebagai
alasan terjadinya insiden, bagaimana insiden itu dapat di cegah dan apakah ada peralatan yang
harus disesuaikan. Perawat yang yakin mereka akan di pecat atau meraka akan dituntut harus
mendapatkan nasihat hukum bahkan jika departemen manajemen resiko membebaskan perawat
dari tanggung jawab ,klien atau keluarga klien dapat mengajukan tuntutan. Namun penuntut
harus membuktikan bahwa insiden terjadi karena parawatan yang layak tidak dilakukan bahkan
jika standar parawatan yang baik tidak terpenuhi , penuntut harus membuktikan bahwa insiden
merupakan akibat langsung dari kegagalan dalam memenuhi strandar perawatan yang baik dan
bahwa insiden tersebur menyebabkan cidera fisik, emosi atau finansial.

1. C.

MALPRAKTIK

Mal = salah; Praktek = pelaksanaan/tindakan.
Tindakan yang salah dalam melaksanakan profesi
Nursing Malpractice :
Tindakan perawat yg salah dlm melaksanakan profesinya di bidang asuhan keperawatan.
Setiap profesi berlaku norma etik dan hukum, jadi terdapat Malpraktek Etik dan Malpraktek
Yuridis.

Malpraktek Profesi Kesehatan:
“Kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama” (valentin v la society de
bienfaisance mutuelle de los angelos, california, 1956)
l KBBI (1990) :

l praktek kedokteran yg.dilakukan salah atau tidak tepat, menyalahi UU atau Kode Etik.
l “mala” (Latin) berarti “bad”, “evil”, “wrongful”, salah.

Gugatan Malpraktek bagi Tenaga Kesehatan
Lebih sering dikonstruksikan sbg kesalahan atau kealpaan, bukan kesengajaan.
Van Bemmelen :“..Seorang dokter yg.bertindak sesuai keyakinan dan pengetahuannya dan
menurut opini yg.berlaku pd.waktuitu di antara teman sejawatnya, tidak dapat dikenakan pidana
….. Karena tujuannya bukanlah utk.menganiaya.”

Proses terjadinya malpraktik

l Tidak setiap ethical malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua bentuk
yuridical malpractice pasti merupakan ethical malpractice (lord chief justice, 1893).

Ada tiga jenis malpraktik yuridis, antara lain:
1. Malpraktik pidana (criminal malpractice)


Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala
perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni:

1. Perbuatan tercela

2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens area) yang berupa kesengajaan (intensional),
kecerobohan (reklessness) atau kelapaan (negligence)


Pertanggungjawaban di depan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau
kepada rumah sakit/sarana kesehatan.



Malpraktik pidana timbul karena:

1. Kesengajaan (intensional)


Euthanasia (pasal 644 KUHP)



Membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP)



Membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP)



Melakukan Aborsi Tanpa Indikasi Medis (299 KUHP)

1. Kecerobohan (recklessness)


Misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan klien inform consent

1. Kealpaan (negligence)


Misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya klien,
ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.

1. Malpraktik perdata (civil malpractice)


Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagai mana yang telah
disepakati (ingkar janji).



Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan



Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya



Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna



Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan



Pertanggungjawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat
pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicariusliability.



Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas
kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan
tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.

1. Malpraktik administratif (administrative malpractice)


Untuk melakukan police power, Pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga
perawatan untuk menjalankan profesinya (surat ijin kerja, surat ijin praktek), batas
kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka
tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.



Contoh malpraktik administratif:

1. Menjalankan praktik tanpa izin praktik
2. Melakukan asuhan keperawatan yang tidak sesuai izin
3. Menjalankan praktik dengan izin kadaluarsa
4. Menjalankan praktik tanpa rekam medik
5. Melanggar ketentuan administratif yang lain

Contoh…
l Adanya komplain terhadap tenaga perawatan dari klien yang menderita radang uretra setelah
pemasangan kateter.apakah hal ini dapat dimintakan tanggung jawab hukum kepada tenaga
perawatan?
l Yang perlu dipahami semua pihak adalah apakah ureteritis bukan merupakan resiko yang
melekat terhadap pemasangan kateter?apakah tenaga perawatan dalam memasang kateter telah
sesuai dengan prosedur profesional?beberapa hal inilah yang menjadi pegangan untuk
menentukan ada tidaknya malpraktek. Apabila tenaga perawatan didakwa telah melakukan
kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak
memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada tidaknya kesalahan
l Pembuktian bila ada kasus atau gugatan adanya civil malpractice dengan dua cara:

1. Cara Langsung
Menurut taylor, untuk membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur 4 D yakni:
1. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan klien, tenaga perawatan haruslah bertindak
berdasarkan:
1. Adanya indikasi medis
2. Bertindak secara hati-hati dan teliti
3. Bekerja sesuai standar profesi
4. Sudah ada informed consent
1. 2. Dereliction of duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa yang
seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya,
maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan
1. 3. Direct causation (penyebab langsung)
2. 4. Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara
penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa
atau tindakan sela diantaranya, dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome)
negatif tidak dapat digunakan sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan

2. Cara Tidak Langsung
Merupakan cara pembuktian yang mudah bagi klien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang
diderita olehnya sebagai layanan perawatan (doktrin res ispa loquitur)
Doktrin Res Ispa Loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:
1. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai
2. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan

3. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari klien dengan perkataan lain tidak ada
contributory negligence

Macam-macam tanggung gugat dalam transaksi terapeutik:
l Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak terpenuhinya kewajiban dari hubungan
kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yang harus dilaksanakan
adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga
kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan yang tidak
sesuai standar profesi/standard pelayanan
l Vicarius liability
Vicarius liability atau respondent superior ialah tanggung gugat yang tibul atas kesalahan yang
dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (subordinate).misalnya rumah
sakit akan bertanggung gugat atas kerugian klien yang diakibatkan kelalaian perawat sebagai
karyawannya
l liability in tort
Adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad). Perbuatan
melawan hukum tidak terbatas hanya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain akan tetapi termasuk juga yang berlawanan
dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan
hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (hogemad 31 Januar 1919)

Ilustrasi Kasus
l Di ruang ugd datang seorang klien yang bhabis bermain perahu selancar dengan keluhan
telinganya terdengar bunyi gemuruh. Setelah diperiksa oleh seorang dokter residen, dokter
tersebut memberi instruksi kepada seorang siswa perawat untuk memberikan tetes telinga kepada
pasien.dokter bermaksud memberikan obat tetes telinga glycerine dan acid carbol tetapi tidak
mencatatnya pada kartu pasien.
l Klien komplain karena setelah mendapat obat tetes telinga (yang meneteskannya teman si
klien) ternyata obat tersebut mengakibatkan kerusakan sebagian kendang telinga dan
pendengarannya rusak secara permanen
l Pada saat mengajukan bukti-bukti dokter menyatakan bahwa ia telah memerintahkan untuk
diberikan guttae pro auribus acid carbol atau glyserine dan acid carbol drops. Si murid perawat

yang baru berpengalaman 18 bulan di rumah sakit tersebut mendengarnya dokter mengatakan
memberikan instruksi “acid carbol”
l Hakim berpendapat bahwa dokter telah lalai dalam memberikan instruksi kepada seoarang
murid perawat yang tidak kompeten untuk melakukan serta disalahkan cara instruksinya (tidak
ditulis dalam kartu pasien)
l Lebih lanjut hakim mengatakan bahwa dalam memberikan instruksi kepada seorang murid
perawat, maka dokter harus menjaga agar instruksinya itu dimengerti sepenuhnya. Dokter itu
seharusnya sebelum memberikan instruksi harus yakin benar dan mengecek kembali bahwa
murid perawat tersebut cukup kompeten untuk melakukannya dsan tahu apa yang dimaksudkan
(hanson v. the board of managemen of the perth hospital and another, 1938)

Upaya pencegahan dan menghadapi tuntutan malpraktek:
l Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan dengan adanya kecenderungan
masyarakat untuk menggugat tenaga perawatan karena adanya malpraktek, diharapkan membuat
para perawat dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
1. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultan
verbintenis)
2. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent
3. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis
4. Apabila trerjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter
5. Memperlakukan klien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya
6. Menjalin komunikasi yang baik dengan klien, keluarga dan masyarakat sekitarnya

Upaya menghadapi tuntutan hukum
l Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada klien tidak memuaskan sehingga perawat
menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga perawatan seharusnya bersikap pasif dan pasien atau
keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian perawat.
l Apabila tuduhan kepada perawat merupakan criminal malpractice, maka tenaga perawatan
dapat melakukan:

1. Informal Defense
Dengan mengajukan bukti untuk menangkis/menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak
berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan
bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan resiko medik (risk of
treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea)
sebagaimana diisyaratkan dalam perumusan delik yang tidak dituduhkan

1. Formal/Legal Defence
Melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum yakni
dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau
melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggungjawaban, dengan mengajukan
bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa

TERIMA KASIH