PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENC

PROGRAM KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA
(MENURUT PANDANGAN ISLAM)
Oleh : Andang Muryanta

PENDAHULUAN
Dalam UU No. 52 tahun 2009 yang membahas tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan penduduk adalah orang yang menyangkut dirinya
sebagai orang pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga
negara dan himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat
dalam batas dan waktu tertentu.
Sedang Badan Pusat Statistik (BPS) menjelaskan bahwa penduduk
Indonesia adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis
Indonesia selama 6 (enam) bulan atau lebih dan atau berdomisili kurang
dari 6 (enam) bulan tetapi bertujuan menetap.
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga dimaksud
merupakan upaya terencana untuk mewujudkan penduduk tumbuh
seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi
penduduk.
Kualitas penduduk merupakan kondisi penduduk dalam aspek fisik dan
non fisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan,

produktivitas, tingkat social, ketahanan, kemandirian, kecerdasan sebagai
ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati
kehidupan sebagai manusia yang bertaqwa, berbudaya, berkepribadian,
berkebangsaan dan hidup layak.
Negara Indonesia memiliki beragam penduduk; terdiri dari banyak suku
bangsa yaitu terbukti adanya 1.128 suku beserta adat istiadatnya, 6
(enam) agama yang diakui dan dijamin Undang-undang, serta 726 ragam
bahasa yang digunakan (BPS, 2010).
Penduduk dapat dipandang sebagai asset pembangunan nasional namun
juga bisa menjadi tantangan dalam pembangunan, tantangan tersebut
meliputi permasalahan-permasalahan yang berkait dengan kependudukan
seperti, jumlah penduduk yang sangat besar, persebaran yang tidak
merata, kualitas sumber daya manusia yang masih rendah di sejumlah
wilayah tanah air, pendidikan yang masih rendah, tingkat pengangguran
yang masih tinggi yang berdampak pada masih tingginya kemiskinan di
Indonesia.

Bagaimana langkah BKKBN (Badan Kependudukan Dan Keluarga
Berencana Nasional) sebagai salah satu lembaga pemerintah yang
ditunjuk untuk mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan

pengendalian jumlah penduduk di Indonesia, serta bagaimana pandangan
Islam dalam menyikapi permasalahan kependudukan dan keluarga
berencana yang saat ini berkembang melalui paradigma baru sesuai
perpres no. 62 tahun 2010 tentang BKKBN dan UU No. 52 tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
KEPENDUDUKAN DAN PANDANGAN ISLAM
Masih relevan dengan UU No. 52 tahun 2009, bahwa kependudukan
merupakan hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur,
pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas dan kondisi
kesejahteraan penduduk yang menyangkut politik, ekonomi, social
budaya, agama serta lingkungan sekitar.
Secara singkat masalah kependudukan dapat dirumuskan menjadi 8 hal
yaitu; Jumlah penduduk, struktur penduduk, pertumbuhan penduduk,
persebaran penduduk, mobilitas penduduk, penyebaran penduduk,
kualitas penduduk dan kesejahteraan penduduk.
Terkait dengan penduduk (sejahtera) dalam Al Qur’an Surat An Nisa ayat 1
Allah berfirman yang artinya “ Hai sekalian manusia, betaqwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri dan dari
padanya Allah menciptakan istrimu, dan dari pada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak, dan

bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim, sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.
Allah telah menciptakan hukun atau sunnatullah secara global yang
menjadikan penduduk ini seimbang dengan pemenuhan kebutuhan untuk
kesejahteraan manusia, Allah telah menciptakan apa yang ada di bumi ini
adalah untuk semua manusia, seperti tercantum dalam Surat Al Baqoroh
ayat 29 yang artinya “ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di
bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu
dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”.
Allah juga telah menegaskan bahwa Allah-lah yang memberikan rizki
kepada semua manusia seperti dalam Surat Al An’am ayat 151 yang
atinya “ Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka dan
janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji baik yang
nampak diantaranya maupun yang tersembunyi dan janganlah kamu

membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan sesuatu (sebab) yang benar, demikian itu yang diperintahkan
kepadamu supaya kamu memahami (Nya)”.

Bertaqwa kepada Allah, membina kasih sayang diantara sesama manusia,
kemudian Allah juga memerintahkan menegakkan keadilan (keadilan
social) seperti dalam Surat Al Maidah ayat 8 yang artinya “ Hai orangorang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) Karena Allah menjadi saksi dengan adil dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil, berlaku adilah, karena adil itu lebih dekat
kepada taqwa dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Kondisi
yang sekarang terjadi adalah antara kebutuhan manusia dan sumber daya
alam yang tersedia tidak seimbang, karena pertumbuhan penduduk
semakin besar tetapi ketersediaan sumber daya alam terbatas, tetapi
terkadang justru manusia sendiri yang tidak mau membatasi diri, tidak
mau berbuat adil dan menaruh kasih sayang kepada sesame dan bahkan
serakah, maka bukan sumber daya alam yang terbatas tetapi kemauan
manusia itu sendiri yang tidak terbatas atau tidak maumembatasi diri,
dalam Surat Al An’am ayat 141 Allah berfirman yang artinya “Dan Dialah
yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam
buahnya, zaitun dan delima yang serupa (yang bermacam-macam itu)

bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya
(dengan disedekahkan kepada fakir-miskin), dan janganlah kamu
berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan”.
Kepada manusia, janganlah suka berbuat boros/tabdzir, dalam Surat Al
Isra ayat 26-27 Allah berfirman yang artinya “ Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yng dekat akan haknya, kepada orang miskin dan
orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghamburhamburkan (hartamu) secara boros, sesungguhnya pemboros-pemboros
itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar
kepada Tuhannya”.
Segala sesuatu yang diciptakan Allah di bumi ini untuk dinikmati bersama
oleh penduduk bumi dan jangan sekali-kali membuat kerusakan di muka
bumi, dalam Surat Al Qoshsosh ayat 77 Allah berfirman yang artinya “
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan

janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Melakukan perencanaan keluarga (KB) agar terbina keluarga berkualitas
(sakinah) bagaikan surga (baity jannaty) sebagaimana dalam Surat Ar
Rum ayat 21 Allah berfirman “ Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang”.
Kepadamu (manusia) mengusahakan keturunan yang berkualitas, bukan
keturunan atau generasi yang lemah, sebagaimana dalam Surat An Nisa
ayat 9 Allah berfirman “ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka oleh
sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Ciri keluarga berkualitas (sakinah) yaitu keluarga sejahtera, sehat, maju,
mandiri, memiliki jumlah anak ideal, berwawasan kedepan,
bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
dengan ditunjang pengamalan agama, pendidikan yang tuntas, kesehatan
yang terpelihara, ekonomi yang stabil dan hubungan intern dan antar
keluarga yang harmonis. Keluarga berkualitas dibentuk atas dasar
perkawinan yang sah, menurut UU Perkawinan No. 1/1974 ditegaskan

bahwa; Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya (pasal 2 ayat 1), selanjutnya pada
ayat (2) menyebutkan bahwa; Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan menurut Islam bukanlah sekedar perjanjian perdata biasa,
namun perjanjian (akad nikah) yang sangat kuat (mitsaaqon ghalidlo)
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, sehingga sebenarnya
tidak pantas harus dirusak dengan perceraian sebagaimana firman Allah
dalam Al Qur’an Surat An Nisa ayat 21 yang artinya “ Bagaimana kamu
akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri dan mereka (isteriisterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”.
Selanjutnya dalam Surat An Nisa ayat 154 Allah berfirman yang artinya “
Dan telah kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk
(menerima) perjanjian (yang telah kami ambil dari) mereka dan kami
perintahkan kepada mereka ‘Masuklah pintu gerbang itu sambil bersujud’
dan kami perintahkan (pula) kepada mereka ‘ Janganlah kamu melanggar
peraturan mengenai hari sabtu’ dan kami telah mengambil dari mereka

perjanjian yang kokoh”. Perjian yang kokoh kuat dalam ayat ini adalah
perjanjian Allah SWT dengan Nabi Musa AS di bukit Thursina yang berujud
kitab Taurat, yang pokok ada 10 perjanjian, sebagaimana kita ketahui

kitab Taurat adalah juga kitab yang selalu disebut dalam Al Qur’an
maupun Injil. Kemudian dalam Surat Al Ahzab ayat 7 Allah berfirman yang
artinya “Dan (ingatlah) ketika kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi
dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam
dan kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh”.
Disisi lain; dari Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 telah
mengamanatkan bahwa tujuan perkawinan adalah terwujudnya keluarga
sejahtera, kekal (tidak terjadinya perceraian) dan berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, namun undang-undang tersebut tidak
menutup kemungkinan terjadinya perceraian, sebagai pintu darurat, kalau
memang terjadi ketidak harmonisan diantara suami-isteri, dengan
persyaratan ketat dan terkesan dipersulit.
ISLAM DAN KELUARGA BERENCANA
Pengetahuan tentang masalah Keluarga Berencana memang sangat luas
dan beragam, karena menyangkut masalah fisik, mental, social dan rohani
manusia dalam berkeluarga. Sebutan ‘berencana’ tidak boleh diartikan
sebagai ‘dibatasi’ namun ‘merencanakan’, atau ’mencegah kelahiran’.
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami-isteri atau suami, isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya atau
ibu dengan anaknya.

Keluarga Berencana adalah upaya
mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur
kehamilan melalui promosi perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Kelahiran seorang bayi dari suatu keluarga bukan dianggap sekedar
sebagai hasil hubungan sepasang suami-isteri yang didorong hanya oleh
hawa nafsu birahi, namun sang bayi pada hakekatnya merupakan
perwujudan dan buah wadag dari kasih sayang suami-isteri, bahkan lebih
dari itu ia adalah karunia Tuhan yang harus diterima dengan sepenuh hati,
disisi lain juga lahirnya tanggung jawab baru bagi suami-isteri yang pada
saat itu pula telah menerima fungsi baru sebagai bapak dan ibu yang
mengandung konsekuensi moral dan materiil, karena seorang bayi akan
membutuhkan perawatan, asuhan, perlindungan, agar bisa tumbuh dan
berkembang lebih sempurna dan menjadi dewasa.
Keluarga Berencana sebenarnya lebih merupakan suatu usaha untuk
membangun keluarga sebagai unit dasar masyarakat dimana kedua orang
tua memperoleh kemampuan dan kesempatan yang lebih besar untuk

menunaikan tanggung jawab luhur, melahirkan, merawat, mengasuh dan
melindungi sang anak yang dikaruniakan Tuhan kepada mereka, sehingga

nantinya tidak akan meninggalkan keturunan yang lemah, sebagaimana
diingatkan Allah dalam Al Qur’an Surat An Nisa ayat 9 yang artinya “ Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka, oleh sebab itu hendaklah
mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar”.
Seorang anak kelak diharapkan dapat berguna bagi masyarakat, orang
tua, bangsa dan agamanya, sehingga ada relevansi yang lebih manusiawi
dalam menjawab masalah Keluarga Berencana dan jumlah anak yang
direncanakan. Dan sesungguhnya kebanggaan orang tua terhadap anakanaknya tidak terletak pada jumlah mereka yang banyak, melainkan
justru pada kualitas, prestasi dan keberhasilan mereka.
Nabi Muhammad SAW. Dalam haditsnya yang diriwayatkan BukharyMuslim mengisyaratkan dalam sabdanya; “Sesungguhnya lebih baik
bagimu meninggalkan ahli waris mu dalam keadaan berkecukupan
(kaya), lebih baik dari pada meninggalkan mereka menjadi beban
tanggungjawab orang banyak”. Selanjutnya Hadits nabi yang diriwayatkan
oleh Muslim, “Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai
Allah dari pada orang Mukmin yang lemah”.
Dalam mendapatkan kualitas hidup ber-KB yang sehat tidaklah mudah
untuk meraihnya, tidak cukup dengan meningkatnya derajad kesehatan

dan gizi yang baik, berkurangnya angka kelahiran bayi, namun Program
Keluarga Berencana akan berhasil apabila programnya diselaraskan
dengan latar belakang ekonomi, kebudayaan dan agama, sehingga tidak
dianggap sebagai sesuatu yang menabrak nilai-nilai dan aqidah yang
diyakini masyarakat.
Tujuan ber-KB hendaklah diarahkan pada pencapaian kesejahteraan
individu, keluarga dan social secara lahir dan batin, ber-KB sangat erat
hubungannya dengan pandangan dan gagasan masyarakat tentang
perkawinan dan keluarga. Dari perkawinan akan menghasilkan sebuah
keluarga, dimana keluarga itu diyakini dan dihayati sebagai lembaga yang
suci dan luhur serta merupakan bagian dari keberagaman seseorang.
Oleh sebab itu dalam menangani Keluarga Berencana tidak boleh lepas
dari aspek agama, karena setiap agama menganjurkan bahwa sang bayi
yang lahir dari suatu perkawinan yang suci dan luhur itu harusnya
diterima seperti juga seorang manusia yang meninggal dunia, harus
dilepaskan dengan penuh rasa hormat dan simpati. Ber-KB merupakan

ikhtiar manusia untuk mengatur dan merencanakan pembentukan suatu
keluarga yang ideal dan dicita-citakan menjadi keluarga bahagia dan
sejahtera.
Upaya keluarga dalam mengatur dan merencanakan kelahiran, tidaklah
mengandung penilaian tentang baik dan buruk, melainkan kemauan dan
kemampuan manusia untuk mengatur dan merencanakan kelahiran itu
sebagai tuntutan kesadaran dan tanggungjawab yang besar secara etis
dan moral. Orang yang beragama akan mengembalikan persoalan ini
terhadap pandangan agama yang dianutnya untuk mendapatkan dasar
moral dalam mengambil keputusan ber-KB.
Persoalan pandangan Islam (agama) dan KB hampir dapat dikatakan
‘sudah selesai’, walaupun masih ada kelompok tertentu dari saudarasaudara kita yang masih belum menerima, dan Islam serta agama-agama
lain di Indonesia memandang masalah KB sangat positi , bahkan tak ada
satu agamapun dengan serta-merta menolak program KB, dengan kata
lain bahwa pada dasarnya Islam tidak melarang adanya program KB.
PENUTUP
Komitmen BKKBN dalam visi dan misi Program Keluarga Berencana sudah
jelas, yaitu Penduduk Tumbuh Seimbang 2015 serta Mewujudkan
Pembangunan yang berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.
Dalam Undang-undang No. 52 Tahun 2009, tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dalam Bab. I Pasal (1) butir
(8) disebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia melahirkan, mengatur kehamilan melalui
promosi perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Untuk melaksanakan Pasal 56 Undang-undang No. 52 Tahun 2009, serta
dalam rangka meningkatkan efektifitas pengendalian penduduk dan
penyelenggaraan Keluarga Berencana perlu menetapkan perpres tentang
BKKBN.
Perpres yang dimaksud diatas adalah Perpres No. 62 Tahun 2010 tentang
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Dalam Bab I Pasal (2) disebutkan bahwa BKKBN mempunyai tugas
pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan
KB.
Penyelenggaraan tugas BKKBN berupa :

1.
2.
3.
4.
5.

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)
Mengatur jarak kelahiran
Pembinaan Ketahanan Keluarga
Peningkatan Kesejahteraan Keluarga
Pengendalian Penduduk

Pandangan Islam terhadap masalah kependudukan dan Keluarga
Berencana semakin jelas, Keluarga Berencana dengan maksud
menciptakan keluarga sejahtera (sakinah) yang berkualitas dan
melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan tujuan syari’at
Islam yang mewujudkan kemaslahatan bagi umatnya, disamping itu
Keluarga Berencana juga memiliki manfaat yang dapat mencegah
kemadlaratan.
Keluarga Berencana diperbolehkan dalam konteks pengaturan kelahiran
(keturunan), bukan pembatasan kelahiran dan dilakukan apabila dalam
kondisi darurat yang dapat mengancam keselamatan manusia itu sendiri.
Terkait dengan kependudukan, bahwa jumlah penduduk akan semakin
meningkat, jika tidak dikendalikan peningkatannya maka dapat
menimbulkan berbagai permasalahan, yaitu seperti tekanan penduduk
terhadap lingkungan mengakibatkan lahan pertanian berkurang karena
bertambahnya pemukiman penduduk dan rusaknya lingkungan, sumber
daya alam terbatas, kebutuhan manusia terus meningkat, timbulnya
kemiskinan baru, bertambahnya pengangguran karena sulitnya
mendapatkan pekerjaan serta terjadinya rawan pangan. Sumber alam
terbatas sedang penduduk tidak terbatas, maka perlu dikendalikan yaitu
melalui Program Keluarga Berencana.

Drs. Andang Muryanta, adalah Penyuluh Keluarga
Berencana
Kecamatan Panjatan, Kabupaten
Kulon Progo, D.I. Yogyakarta 2014

DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-undang No. 52 Tahun 2009, Tentang : “Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga”.
2. Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2010, Tentang : “Badan Kependudukan
Dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)”.
3. MUI D.I. Yogyakarta, “Pandangan & Peran Agama (Islam) Dalam Program
KKB”. Tahun 2013.
4. BKKBN, “Mewaspadai Pertambahan Penduduk Yang Tidak Terkendali Dan
Persebaran Yang Tidak Merata”, Jakarta 2014.
5. http://www.stikesyarsi ac.id/index.php/artikel-islam/102 pandanganhukum-islam-tentang-keluarga-berencana-html, 2013