TINGKAT PEMENUHAN AKTIVITAS SEHARI – HARI PASIEN SKIZOFRENIA DI LINGKUP KERJA PUSKESMAS GOMBONG II Lilis Trihardani1 , Basirun2 , Sawiji3

  

TINGKAT PEMENUHAN AKT IVITAS SEHARI – HARI PASIEN SKIZOFRENIA

DI LINGKUP KERJA PUSKESMAS GOMBONG II

1 2 3 1,2,3

Lilis Trihardani , Basirun , Sawiji

  Jurusan Keperawatan STKes Muhammadiyah Gombong

  ABSTRACT

  Schizophrenia is one of the mental illness. It’s psychoses functional disorders. One its characteristics is decreasing daily activities. Schizophrenia patients are commonly still helped by their family in doing daily activities in the society. The objective of the research was to find out daily activities accomplishment level of schizophrenics patients in community health center II Gombong.

  Populations were taken by using purposive sampling to the family who had schizophrenic patient in community health center II Gombong. There were 32 respondents as the samples. The research used cross sectional approach where the researcher only described daily activities accomplishment level of schizophrenics patients in community health center II Gombong.

  The data were collected by using check list questionnaire consisted of 25 questions: 6 questions about personal hygiene activities, 8 questions about dressing and make upping activities, 6 questions about having meal activities, and 5 questions about urinate and defecation activities.

  The result finding showed that, 38% of schizophrenics patients were in the category of light dependent, 28% in the category of medium dependent, 13 % were in the category of hard dependent, 13% were in the category of total dependent, and 3% were in the category of independent.

  Daily activities accomplishment level of schizophrenics patients in community health center II Gombong The highest percentage were in the category of light dependent.

  Keywords; schizophrenics patients, daily activities.

  

PENDAHULUAN meneruskan perjuangan dan cita-

  Krisis multi dimensi telah cita bangsa (Rasmun, 2001) mengakibatkan tekanan yang berat Sebagai gambaran menurut pada sebagian besar masyarakat penelitian WHO, jika prevelensi dunia umumnya dan Indonesia gangguan jiwa diatas 100 jiwa per pada khususnya, masyarakat yang 1000 penduduk dunia, maka mengalami krisis ekonomi tidak berarti di Indonesia mencapai 264 saja akan mengalami gangguan per 1000 penduduk yang kesehatan fisik berupa gangguan merupakan anggota keluarga, data gizi, terserang berbagai penyakit hasil survey kesehatan Rumah infeksi tetapi juga dapat mengalami Tangga (SKRT) tahun 1995, artinya gangguan kesehatan mental 2,6 kali lebih tinggi dari ketentuan psikiatri, yang pada akhirnya dapat WHO, ini sesuatu yang sangat menurunkan produktivitas kerja, serius (Rasmun, 2001). kualitas hidup secara nasional. Menurut penelitian WHO Negara telah dan akan kehilangan prevalensi gangguan jiwa dalam satu generasi sehat yang akan masyarakat berkisar satu sampai tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu pelayanan perawatan psikiatrik ada 3.000- 9.000 yang harus dirawat.

  Tetapi tidak semua bisa dirawat karena kapasitas pelayanan perawatan psikiatrik di Jateng masih di bawah 1.000 tempat tidur. Sisa yang tidak terawat berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu pengawasan yang seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang tak terduga akan menjadi agresif tanpa stressor psikososial yang jelas.

  Secara umum gangguan jiwa dibagi dalam dua golongan besar yaitu psikosa dan non psikosa. Golongan psikosa ditandai dengan dua gejala utama yaitu tidak adanya pemahaman diri (insight) dan ketidakmampuan menilai realitas (reality testing ability, RTA). Sedangkan golongan non psikosa kedua gejal utamanya tersebut masih baik. Golongan psikosa dibagi menjadi dua sub golongan, yaitu psikosa fungsional dan Psikosa organik. Yang dimaksud dengan psikosa fungsional adalah gangguan jiwa yang disebabkan karena terganggunya fungsi sistem transmisi sinyal penghantar saraf (neurotransmitter) sel-sel saraf pusat (otak), tidak terdapat kelainan struktural pada sel-sel saraf otak tersebut. Sedangkan psikosa organik adalah gangguan jiwa yang disebabkan karena adanya kelainan pada struktur saraf pusat otak yang disebabkan misalnya terdapatnya tumor di otak, kelainan pembuluh darah di otak, infeksi di otak, keracunan

  (intoksikasi) NAZA (Narkotika, alkohol, dan zat adiktif lain ) dan lain sejenisnya (Hawari, 2003).

  Salah satu jenis gangguan jiwa psikosa fungsional yang terbanyak adalah skizofrenia. Skizofrenia berasal dari kata ”skizo” yang berarti retak atau pecah (split) dan ”frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (Splitting of personality) (Hawari, 2003).Sekitar 1 hingga 2 juta masyarakat Indonesia, terdeteksi mengalami Skizophrenia. Ironisnya, banyak orang yang tidak mengerti benar mengenai penyakit yang satu ini. Skizophrenia sendiri adalah salah satu gangguan jiwa yang berkaitan dengan masalah medik. Penyakit ini sering kambuh, dan mempengaruhi semua aspek kehidupan penderita.

  Penyakit ini ditandai dengan ketidak mampuan menilai realita, dimana penderita sering mendengar suara bisikan, berperilaku aneh, dan mempunyai kepercayaan yang salah yang tidak dapat dikoreksi. Akibatnya, mereka akan mengalami kemunduran dalam berbagai aspek kehidupan seperti pekerjaan, hubungan sosial, dan kemampuan merawat diri, yang bisa menyulitkan kehidupan pribadai, keluarga, maupun kehidupan sosial penderitanya. Buntutnya, mereka cenderung menggantungkan sebagian besar aspek kehidupannya pada orang lain (Mia, 2007).

  Hasil riset WHO dan World Bank menyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan 8,5% saat ini jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5% Dayly lost (1998).Pada klien gangguan jiwa sering terlihat adanya kemunduran yang ditandai dengan hilangnya motivasi dan tanggung jawab, apatis, menghindar dari kegiatan, dan hubungan sosial. Kemampuan dasar sering terganggu, seperti activities of daily living (ADL). Situasi tersebut mengakibatkan klien gangguan jiwa tidak dapat berperan sesuai dengan harapan lingkungan dimana ia berada. Klien gangguan jiwa tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri misalnya kebersihan diri, penampilan dan sosialisasi. Klien seperti ini tentu akan ditolak oleh keluarga dan masyarakat (Keliat, 1996).

  Berdasarkan catatan rekam medis Puskesmas Gombong II, selama tahun 2007 telah mengirimkan rujukan ke RS Jiwa magelang dan Banyumas sebanyak

  15 Orang. Untuk pasien jiwa yang teratur berobat sebanyak 5 orang. Dari penelusuran di 9 desa yang berada di lingkup kerja Puskesmas Gombong II, terdapat sekitar 47 pasien gangguan jiwa, mayoritas dari mereka adalah penderita skizofrenia. Umumnya mereka hidup serumah dengan keluarganya.

  Berdasarkan penuturan perawat yang bertanggung jawab pada masing-masing desa, mengatakan penderita skizofrenia sangat sulit untuk melakukan perawatan diri, kadang mereka malas mandi, untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari seringnya dibantu oleh keluarganya. Dari Studi Pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 26 februari, dari 4 penderita skizofrenia 3 diantarnya tampak kotor, dengan perawatan diri yang kurang. Terlihat pakian yang dikenakan kotor, kumal, tidak rapi, kuku panjang dan kotor, rambut acak- acakan.

  Dari fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti tingkat pemenuhan aktivitas sehari-hari penderita skizofrenia di lingkup kerja puskesmas Gombong

  II. Dari fenomena diatas dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah ”Bagaimanakah tingkat pemenuhan aktivitas sehari-hari penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong

  II”.Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui tingkat pemenuhan aktivitas sehari-hari penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong

  II dan Mengidentifikasi tingkat pemenuhan aktivitas sehari-hari yang meliputi kebutuhan perawatan diri:

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif, dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan terhadap suatu variabel tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain. Tujuannya menggambarkan keadaan atau status fenomena tertentu (Arikunto, 1997). Populasi adalah wilayah generalisata yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah penderita skizofrenia serta anggota keluarga yang bertanggung jawab merawat penderita skizofrenia di lingkup wilayah kerja Puskesmas Gombong II, Kecamatan Gombong Kabupaten Kebumen yaitu sebanyak 35 orang.

  Sampel adalah subunit populasi survei atau populasi survei itu sendiri, yang oleh peneliti dipandang mewakili populasi target (Danim, 2003). Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan metode purposive sampling yaitu cara pengambilan sampel yang bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Notoatmodjo, 2005). Sampel untuk penelitian dengan kuesioner diperoleh berdasarkan kriteria inklusi sebagai berikut:

  Jadi, sampel yang diperoleh itu mempunyai kepercayaan 95% terhadap populasi. Dalam hal ini dengan populasi sebanyak

  ) pada kolom yang sesuai (Arikunto, 2006). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 1 yang berisi 25 pertanyaan dan dibuat oleh peneliti menggunakan skala fungsional ADL NANDA. Adapun keuntungan dari kuesioner ini adalah lebih menyingkat waktu dan memudahkan peneliti. Sedangkan kelemahan kuesioner adalah bahasa yang tidak dimengerti dan adanya pertanyaan yang membingungkan oleh responden, sehingga jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan yang diinginkan.

  √

  tertulis yang berbentuk daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check (

  list yaitu sejumlah pertanyaan

  Alat yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berbentuk pertanyaan check

  35 orang maka besarnya sampel adalah sebanyak 32 orang (Sugiyono, 2006). Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu tingkat pemenuhan aktivitas sehari-hari penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II. Dengan sub variabel perawatan hygiene/mandi, berpakaian/ berdandan, makan, dan eliminasi BAB/BAK.

  perhitungan ukuran sampel didasarkan atas kesalahan 5%.

  a. Tinggal serumah dengan penderita skizofrenia.

  krejcie yaitu dalam melakukan

  g. Bersedia menjadi responden Sample untuk observasi non sistematis yaitu penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II. Dalam menentukan besarnya sampel pada penelitian ini menggunakan tabel

  f. Mampu baca tulis.

  e. Mampu untuk berkomunikasi dengan baik.

  c. Memiliki hubungan keluarga dengan penderita skizofrenia d. Tidak menderita skizofrenia.

  b. Anggota keluarga yang merawat penderita skizofrenia.

  Kisi-kisi materi kuesioner pengetahuan yang akan digunakan sebagai alat ukur: Kisi-kisi materi kuesioner penelitian

  Materi Jumlah soal No soal

  1. Pemenuhan hygiene/mandi 6 pertanyaan 1-6 8 pertanyaan 7-14

  2. Berpakaian/Berdandan

  3. Pemenuhan Makan 6 pertanyaan 15-20

  4. Pemenuhan Eliminasi 5 pertanyaan 21-25 Dalam sebuah penelitian uji dikonsultasikan dengan validitas dan reabilitas instrumen pembimbing I dan pembimbing II. digunakan dengan tujuan untuk Pengujian validitas isi dilakukan meyakinkan instrumen atau dengan membandingkan antara isi kuesioner yang disusun adalah instrumen dengan materi. Hal ini benar-benar baik dalam mengukur dapat diketahui melalui kisi-kisi instrumen yang valid, dengan cara instrumen mengujinya kepada 5 responden di Dalam hal ini instrumen diuji kecamatan Puring-Kebumen. dengan cara membandingkan Untuk menguji validitas (untuk mencari kesamaan) antara konstruksi, maka dapat digunakan kriteria yang ada pada instrumen pendapat para ahli (judgment denganfakta-fakta empiris yang ada

  

experts). Setelah instrumen di lapangan. Dimana uji validitas

  dikonstruksi tentang aspek-aspek instrumen yang digunakan dalam yang akan diukur berlandaskan penelitian ini menggunakan rumus

  Product

  teori tertentu, dan selanjutnya Pearson Moment dikonsultasikan dengan ahli. (Notoatmodjo, 2005) yaitu : Dalam hal ini instrumen

  Σ Σ Σ

  N (

  XY )-(

  X Y ) R =

  √ Σ Σ Σ Σ

  {N X² - ( X)² } {N Y² - ( Y)²} Keterangan:

  X : sebagai data-data dari variabel bebas (independent) Y : sebagai data-data dari variabel terikat (dependent) R : koefisiensi korelasi

  Dari hasil uji validitas didapatkan Hanya item yang valid saja yang hasil r hitung antara 0,518-0,905 dilibatkan dalam uji reliabilitas. dimana harga r hitung > r tabel Untuk uji reliabilitas dengan n = 20 yaitu 0,423, ini instrumen tingkat berarti semua soal dinyatakan pemenuhan aktivitas sehari- valid. Uji reliabilitas dilakukan hari penderita skizofrenia untuk menguji konsistensi yang digunakan adalah responden dalam merespon dengan menggunakan

  alpha

  instrumen. Uji realibilitas rumus cronbach dilakukan setelah uji validitas. (Azwar, 2003) yaitu:

  2 S k   1

    ∑

  1 α = −  2  k

  1 S −   x

      α Keterangan :

  = Koefisien realibilitas instrument

  k = Banyak item pertanyaan

  Si = Simpangan baku Sx = Simpangan baku dari keseluruhan item pertanyaan Menurut Arikunto, (1998) Nilai yang dicapai koefisien reliabilitas dapat Skor = dikatagorikan dalam tiga criteria X 100% yaitu : rendah apabila nilai r = Skor maksimal 0,40, cukup apabila nilai r diantara Untuk mengukurnya peneliti 0,40 sampai 0,75, dan tinggi mengkategorikan kedalam standar apabila r > 0,76. Dari hasil uji penilaian fungsional NANDA realibilitas didapatkan hasil sebagai berikut:

  α

  =0,7630 ini menunjukan hasilnya Ketergantungan total : 0 – 25% masuk kriteria realibilitas Ketergantungan Berat : 26 – tinggi.Analisa univariat, dari 50% jawaban yang diberikan responden, Ketergantungan Sedang : 51 – kemudian diberi skor sesuai 75% dengan skala fungsional NANDA Ketergantungan Ringan : 76 – yaitu: 99%

  (4) : Mandiri penuh Mandiri : 100% (3) : Membutuhkan peralatan Untuk hasilnya akan disajikan atau alat bantu dalam distribusi frekwensi dengan (2) : Membutuhkan bentuk prosentase. pertolongan orang lain untuk bantuan, HASIL PENELITIAN DAN pengawasan, BAHASAN pendidikan. Penelitian tentang Tingkat

  (1) : Membutuhkan Pemenuhan aktivitas sehari-hari pertolongan orang lain dan penderita Skizofrenia di Lingkup peralatan atau alat bantu kerja puskesmas Gombong II telah (0) : Memerlukan bantuan dilaksanakan pada tanggal

  21 total untuk mandi, klien Agustus sampai dengan

  07

  cross

  sama sekali tidak bisa September 2008 secara membersihkan sectional terhadap 32 responden. Kemudian data ditabulasikan Penelitian ini bertujuan untuk dengan bantuan komputer. Untuk mengetahui seperti apakah mencari / mengukur tingkat pemenuhan aktivitas sehari-hari kemandirian pasien skizofrenia penderita skizofrenia di lingkup tersebut digunakan rumus: kerja Puskesmas Gombong II.

  

Tingkat Pemenuhan Aktivitas mandi/ kebersihan diri Penderita

skiz ofrenia

  Tabel 1 Distribusi frekuensi kategori tingkat pemenuhan aktivitas mandi/kebersihan diri penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II, Agustus 2008, (n=32).

  Kategori Jumlah responden Prosentase

  Mandiri 7 22% Ketergantungan Ringan 9 28% Ketergantungan sedang 7 22% Ketergantungan Berat 2 6% Ketergantungan Total 7 22%

  Total

  32 100% Dari tabel diatas diinterpretasikan bahwa persentase terbesar tentang tingkat pemenuhan aktivitas mandi/kebersihan diri penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II didapatkan persentase terbesar dengan kategori ketergantungan ringan sebanyak 9 penderita skizofrenia (28%), sedangkan persentase terkecil masuk kategoti ketergantungan berat sebanyak 2 penderita skizofrenia (6%).

  Dari tabel 1 dapat diambil kesimpulan bahwa untuk aktivitas mandi/ kebersihan diri penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesma Gombong II, persentase terbesar masuk dalam kategori ketergantungan ringan sampai mandiri. Menurut Wilkinson (2007), ketergantungan ringan untuk aktivitas mandi/kebersihan diri yaitu dengan kriteria membutuhkan peralatan/ alat bantu dalam melakukan kebersihan diri/hygiene (mandi). Dalam hal ini ditandai dengan kemampuan melakukan aktivitas menyiapkan air mandi, menyiapkan perlengkapan mandi ( handuk, sabun, pasta gigi, sikat gigi), pergi (masuk dan keluar) kamar mandi, membersihkan seluruh anggota badan, membersihkan mulut (sikat gigi), membersihkan rambut (keramas) secara mandiri ataupun dengan bantuan alat, sehingga keluarga hanya perlu menyiapkan alat untuk keperluan mandi penderita skizofrenia.

  Hal ini terjadi karena penderita skizofrenia di lingkup Puskesmas gombong II, seluruhnya tinggal bersama keluarganya dan mereka terbiasa oleh kebiasaan yang mereka lihat dari keluarga mereka saat melakukan aktivitas mandi. Menurut Friedman dalam ali (2000), mengemukakan bahwa salah satu fungsi afektif keluarga yaitu berguna untuk pemenuhan psikososial, sehingga anggota keluarga mengembangkan gambaran dirinya yang positif dan peran yang baik dalam hal ini penderita skizofrenia dapat menjalankan aktivitas mandi sesuai dengan apa yang dicontohkan dan menjadi kebiasaan keluarganya.

  

Tingkat Pemenuhan Akt ivitas Berpakaian/berdandan Penderita

skiz ofrenia

  Tabel 2 Distribusi frekuensi kategori tingkat pemenuhan aktivitas berpakaian/berdandan penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II, Agustus 2008, (n=32).

  Kategori Jumlah responden Prosentase

  Mandiri 5 16% Ketergantungan Ringan 5 16% Ketergantungan sedang 11 34%

  Ketergantungan Berat 5 16% Ketergantungan Total 6 19%

  Total

  32 100% Dari tabel diatas dapat diinterpretasikan tingkat pemenuhan aktivitas berpakaian/berdandan penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II persentase terbesar masuk kategori ketergantungan sedang yaitu sebanyak 11 penderita skizofrenia (34%).Dari tabel 1 dapat diambil kesimpulan bahwa untuk aktivitas berpakaian/berdandan penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II, secara umum masuk kategori ketergantungan sedang. Menurut Wilkinson (2007), Ketergantungan sedang dengan kriteria membutuhkan pertolongan orang lain untuk bantuan, pengawasan, pendidikan, dalam berpakaian /berdandan pada aktivitas memilih dan mengambil pakaian dari lemari, mengenakan pakaian (atas dan bawah), memasang kancing baju/ risleting, mengenakan pakaian dalam (BH/ celana dalam), melepas/ ganti pakaian, menyisir rambut, menggunakan tata rias (kosmetik), serta mengenakan sepatu/ kaos kaki/ sandal.

  Hal ini terjadi karena seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (Splitting of personality) (Hawari, 2003). Akibatnya, mereka akan mengalami kemunduran dalam berbagai aspek kehidupan sepertihalnya ketidaktertarikan untuk melakukan aktivitas berpakaian/ berdandan. Dari hasil pengamatan dalam penelitian ini didapatkan penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong

  II dalam memenuhi aktivitas berpakaian/ berdandan perlu mendapatkanpengawasan dan pendidikan oleh keluarga tentang cara berpakaian dan berdandan yang benar. Tingkat Pemenuhan Aktivitas Makan Penderita skiz ofrenia

  Tabel 3 Distribusi frekuensi Kategori tingkat pemenuhan aktivitas makan penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II, Agustus 2008, (n=32).

  Kategori Jumlah responden Prosentase

  Mandiri 9 28% Ketergantungan Ringan 15 47% Ketergantungan sedang 6 19% Ketergantungan Berat 2 6% Ketergantungan Total

  0%

  Total

  32 100% Hasil penelitian tentang tingkat pemenuhan aktivitas makan penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong

  II didapatkan data tertinggi dalam ketergantungan ringan sebanyak 15 penderita (47%), dan persentase terkecil tidak ada yang masuk kategori ketergantungan total sebesar 0%.

  Pada aktivitas makan dan minum sebagian besar responden mampu memenuhinya secara ketergantungan ringan sampai mandiri penuh yang dapat dilihat pada item soal no 4, 5, 6 merupakan aktivitas yang bisa dilakukan setiap manusia yang tidak dipengaruhi keadaan penyakit apapun kecuali pasien dalam keadaan trauma mulut atau dalam keadaan psikosomatis. Wilkinson (2007), mengatakan mandiri makan/ minum yaitu kemampuan untuk mengambil makanan dari piring atau yang lainnya dan memasukan kedalam mulut.

  Fenomena yamg didapatkan dari hasil penelitian terhadap 32 penderita skizofrenia, didapatkan hasil bahwa seluruh penderita skizofrenia dalam penelitian ini tidak mempunyai trauma mulut dan sudah pernah mendapat perawatan dari tenaga medis sehingga mereka mampu memenuhi aktivitas makan sendiri karena kepribadianya sudah lebih tertata.

  

Tingkat Pemenuhan Aktivitas Eliminasi BAB/BAK Penderita skizofrenia

  Tabel 4 Distribusi frekuensi kategori tingkat pemenuhan aktivitas BAB/BAK penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II, Agustus 2008, (n=32).

  Kategori Jumlah responden Prosentase

  Mandiri 15 47% Ketergantungan Ringan 8 25% Ketergantungan sedang 4 13% Ketergantungan Berat 0% Ketergantungan Total 5 16%

  Total

  32 100% Hasil penelitian tentang tingkat pemenuhan aktivitas

  BAB/BAK penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II didapatkan data dengan persentase terbanyak dengan kategori mandiri sebanyak

  15 penderita (47%), mandiri eliminasi adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas eliminasi BAB/BAK sendiri ditandai dengan kemampuan untuk pergi ke toilet, memakai pakaian dalam, membersihkan kotoran ( Wilkinson, 2007). Hal ini terjadi karena penderita skizofrenia di lingkup Puskesmas Gombong II seluruhnya sudah pernah mendapat penanganan medis dan contoh yang baik dari pihak keluarga. Menurut Friedman dalam Ali

  (2000), mengemukakan bahwa keluarga berperan dalam melakukan perlindungan serta merawat anggota keluarga yang sakit. Menurut Soekidjo (2000), mengatakan bahwa upaya kesehatan diharapkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga khususnya penderita skizofrenia. Pemeliharaan ini diantaranya keluarga melakukan tindakan promotif pada anggota keluarganya khususnya penderita skizofrenia dalam hal melakukan aktivitas eliminasi BAB/BAK yang baik secara mandiri.

  Tingkat Pemenuhan Aktivitas Sehari-hari Penderita skizofrenia

  Tabel 5 Distribusi frekuensi kategori tingkat pemenuhan aktivitas sehari-hari penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II, Agustus 2008, (n=32).

  Kategori Frekuensi Prosentase

  Mandiri 3 9% Ketergantungan Ringan 12 38% Ketergantungan Sedang 9 28% Ketergantungan Berat 4 13% ketergantungan Total

  4 13% Total 32 100%

  Berdasarkan Hasil penelitian mengenai tingkat pemenuhan aktivitas sehari-hari yang meliputi aktivitas mandi/ kebersihan diri, berpakaian/berdandan, makan/minum, dan eliminasi BAB/BAK secara umum penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II diketahui bahwa persentase tertinggi sebanyak 12 (38% ), penderita skizofrenia masuk kategori ketergantungan ringan. Hal ini dipengaruhi oleh minat penderita skizofrenia untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara keseluruhan meliputi aktivitas kebersihan diri/mandi, berpakaian/ berdandan, makan, eliminasi BAB/BAK.

  Ketergantungan ringan aktivitas sehari-hari adalah kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari dengan membutuhkan bantuan dari orang lain berupa peralatan yang mendukung aktivitas tersebut (Wilkinson, 2007).

  Hal ini juga terjadi karena 100% penderita skizofrenia masih tinggal bersama keluarganya dan pernah mendapatkan penanganan medis. Menurut Nurdiana, dkk (2007) Keluarga merupakan unit paling dekat dengan klien, dan merupakan ”perawat utama” bagi klien. Dan menurut Friedman dalam Ali (2000), fungsi afektif keluarga merupakan dasar kekuatan keluarga yang berguna untuk pemenuhan psikososial. Hal ini sangat diperlukan khususnya dalam pemenuhan ADL penderita skizofrenia karena keluarga merupakan tempat diman seseorang memulai belajar dari hal terkecil seperti melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.

  Aktivitas Kehidupan Sehari- hari (AKS) adalah aktivitas perawatan diri yang harus klien lakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup sehari-hari (Brunner & Suddarth, 2002). Aktivitas kehidupan sehari-hari adalah kemampuan untuk melakukan tugas fisik paling dasar dan aktivitas perawatan pribadi (Wilkinson, 2007).

  Menurut Doengoes, dkk (2007) gangguan skizofrenia dapat menyebabkan perubahan kemampuan/ kesiapan seseorang untuk merawat diri. Penyakit ini ditandai dengan ketidak mampuan menilai realita, dimana penderita sering mendengar suara bisikan, berperilaku aneh, dan mempunyai kepercayaan yang salah yang tidak dapat dikoreksi. Akibatnya, mereka akan mengalami kemunduran dalam berbagai aspek kehidupan seperti pekerjaan, hubungan sosial, dan kemampuan merawat diri, yang bisa menyulitkan kehidupan pribadai, keluarga, maupun kehidupan sosial penderitanya. Buntutnya, mereka cenderung menggantungkan sebagian besar aspek kehidupannya pada orang lain (Mia, 2007).

  Menurut Hawari (2003) ada 2 gejala yang menyertai skizofrenia yakni gejala negatif dan gejala positif. Gejala negatif berupa tindakan yang tidak membawa dampak merugikan bagi lingkungannya, seperti mengurung diri di kamar, melamun, menarik diri dari pergaulan kehilangan motivasi dan apatis berarti kehilangan energi dan minat hidup yang membuat penderita menjadi orang yang malas. Karena penderita skizofrenia hanya memilki energi yang sedikit mereka tidak bisa melakukan hal-hal selain tidur dan makan. Sementara gejala positif adalah tindakan yang mulai membawa dampak bagi lingkungannya, seperti mengamuk dan berteriak teriak. Dalam 2 gejala ini penderita mengalami gangguan berfikir dan sering memiliki khayalan serta halusinasi. Manifestasi dari hyalan ini adalah mengeluarkan perkataan yang bukan-bukan sehingga mereka akan kesulitan membina hubungn dengan orang lain.

  Hal senada diungkapkan oleh Drajat (2006), yang mengatakan bahwa skizofrenia ditandai dengan berbagai gejala seperti: dingin perasaan, tak ada perhatian pada apa yang terjadi di sekitarnya. Tak terlihat padanya reaksi emosional terhadap orang yang terdekat kepadanya, baik emosi marah, sedih, dan takut. Segala sesuatu dihadapi dengan acuh tak acuh.

  Banyak tenggelam dalam lamunan yang jauh dari kenyataan, sangat sukar bagi orang untuk memahami pikirannya. Dan dia lebih suka menjauhi pergaulan dengan orang banyak dan suka menyendiri, tidak mau bertemu dengan orang lain. Bahkan kadang-kadang sampai kepada tidak mau makan atau minum. Sering timbul pikiran- pikiran berupa prasangka yang tidak benar dan tidak beralasan. Sering terjadi salah tanggapan atau terhentinya pikiran. Misalnya orang sedang berbincang tiba-tiba lupa apa yang dikatakannya itu. Kadang-kadang dalam pembicaraan ia pindah dari suatu masalah ke masalah lain yang tidak ada hubungannya sama sekali. Halusinasi pendengaran, penciuman, atau penglihatan, dimana penderita seolah-olah mendengar orang lain membicarakannya atau melihat sesuatu yang menakutkan. Banyak putus asa dan merasa bahwa ia adalah korban kejahatan/ ketidakadilan orang banyak atau masyarakat. Merasa bahwa semua orang bersalah dan menyebabkan penderitaanya.

  Dampak dari kegagalan berpikir tadi, mengarah kepada masalah dimana penderita skizofrenia tidak mampu memahami hubungan antara kenyataan dan logika, dalam hal ini untuk memenuhi aktivitas sehari- hari juga terganggu akibat adanya kepribadian yang pecah.

  2. Agar lebih memperhatikan dan memberikan role play model perawatan penderita skizofrenia di masyarakat.

  9. Peneliti selanjutnya

  8. Agar membantu pemenuhan aktivitas anggota keluarganya yang menderita skizofrenia terutama pemenuhan aktivitas berpakaian dan berdandan.

  7. Keluarga

  6. Perlu bekerjasama dengan puskesmas setempat dalam upaya menangani masalah penderita skizofrenia di masyarakat.

  5. Desa

  4. Menerapkan tehnik pembelajaran keperawatan jiwa di masyarakat dan tidak harus di Rumah Sakit Jiwa (RSJ).

  3. Institusi

  1. Instansi puskesmas

  Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan tentang tingkat pemenuhan aktivitas sehari – hari penderita skizofrenia di lingkup kerja Puskesmas Gombong II pada tanggal 21 agustus sampai dengan

  Saran

  5. Tingkat Pemenuhan aktivitas sehari-hari sebagian besar penderita skizofrenia masuk kategori ketergantungan ringan.

  4. Aktivitas eliminasi BAB/BAK kebanyakan penderita skizofrenia masuk kategori mandiri.

  3. Aktivitas makan diri kebanyakan penderita skizofrenia masuk kategori ketergantungan ringan.

  2. Aktivitas berpakaian/berdandan kebanyakan penderita skizofrenia masuk kategori ketergantungan sedang.

  1. Aktivitas mandi/kebersihan diri kebanyakan penderita skizofrenia masuk kategori ketergantungan ringan.

  07 September 2008, terhadap 32 responden maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

  10. Agar dapat meneliti lebih lanjut tentang keperawatan jiwa dengan variabel dan metode penelitian yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 1998.

  Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek.

  Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Jakarta: CV

  NOC. Edisi 7.

  Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC Dan Criteria Hasil

  Wilkinson, Judith M. 2007. Buku

  Psikiatri Edisi 6: Jakarta: EGC.

  Edisi III. Jakarta: EGC. Tomb, David A. 2004. Buku Saku

  Keperawatan.

  Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri: Pedoman Untuk Pembuatan Rencana

  Jakarta: EGC. Townsend, Merry. C. 1998. Buku

  Alfabeta Sudden & stuart. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi III.

  Penelitian. Bandung:

  Sagung Seto. Sugiyono. 2006. Statistika untuk

  Cipta Rasmun. 2001.

  Jakarta: Rineka Cipta .2002.

  Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta : Rineka

  FK UNIKA Atmajaya. Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi

  Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta:

  Jakarta: EGC. Maslim. 2001. Buku Saku Diagnosa

  Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.

  FKUI. Keliat, Budi Ana. 1996. Peran Serta

  Holistic Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:

  Hawari, Dadang. 2003. Pendekatan

  diagnosa keperawatan edisi 8. Jakarta: EGC.

  Jakarta: Rineka Cipta Carpenito, L.J. 2001. Buku saku

  Posedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.

  Jakarta: EGC.