TAPPDF.COM PDF DOWNLOAD KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA ORANG DENGAN ... JOURNAL | UNAIR

Kesejahteraan Psikologis pada Orang dengan Lupus
(Odapus) Wanita Usia Dewasa Awal Berstatus Menikah
Agustin Wahyuningsih
Endang R Surjaningrum, M.Appl. Psych.

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Abstract.

Psychological well-being focused on development of a person's real potential. This study aimed to
describe a psychological well-being of married women in early adulthood with Lupus (odapus)
and the factors influenced it. Odapus of married women in early adulthood was choosen because
they can not did their development task was caused by Lupus so influence their psychological
well-being. This study used qualitative case study to three married women odapus was 18-40
years old. Data was reached by interview and use thematic analysis to analysis it. The results
showed three participants have desires as their goal and indicator they want to develop
themselves as a better person though they were not fully can accept themselves yet. They have not
fully adjust themselves on the environment but they can manage daily activities and establish
good relationships with others. All three participants were able to determine independently
associated with some of the things themselves as odapus but on the other hand they have to do
with husband considerations because of their status as a wife. In general, psychological wellbeing of married women in early adulthood with Lupus (odapus) was influenced by social

support from the family, physical health, economic status, emotion and goal achievement.

Keywords : psychological well-being, Lupus, women in early adult, married
Abstrak.

Kesejahteraan psikologis menekankan pentingnya perkembangan potensi nyata seseorang.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kesejahteraan psikologis pada odapus wanita usia
dewasa awal yang berstatus menikah dan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis
mereka. Odapus wanita usia dewasa awal yang berstatus menikah dipilih karena tugas
perkembangannya terhambat oleh permasalahan akibat Lupus sehingga mempengaruhi
kesejahteraan psikologis mereka. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif,
studi kasus terhadap tiga orang odapus wanita berusia 18-40 tahun yang telah menikah.
Penggalian data dilakukan dengan wawancara dan dianalisis dengan analisis tematik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ketiga partisipan memiliki keinginan-keinginan yang menjadi
tujuan hidup dan indikator mereka ingin terus berkembang menjadi pribadi yang lebih baik
walaupun mereka belum menerima diri sepenuhnya sebagai odapus. Mereka belum sepenuhnya
menyesuaikan diri dengan lingkungan tapi mereka bisa mengelola aktivitas sehari-hari dan
menjalin hubungan baik dengan orang lain. Ketiga partisipan dapat menentukan secara
mandiri beberapa hal yang terkait dengan diri mereka sebagai odapus tapi di sisi lain mereka
harus melakukan pertimbangan-pertimbangan dengan suami karena status mereka sebagai


Korespondensi: Agustin Wahyuningsih. Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Fakultas Psikologi Universitas
Airlangga Surabaya. Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, (031) 5014460, Fax (031)
5025910. Email: wahyuningsihagustin@gmail.com endang.surjaningrum@psikologi.unair. ac.id

01

JURNAL Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 2 No.01 , Februari 2013

Agustin Wahyuningsih, Endang R Surjaningrum

istri. Secara umum, kesejahteraan psikologis odapus wanita usia dewasa awal berstatus
menikah dipengaruhi oleh dukungan sosial dari pihak keluarga, kesehatan fisik, status ekonomi,
emosi dan pencapaian tujuan.

Kata Kunci : kesejahteraan psikologis, Lupus, wanita usia dewasa awal, menikah
PENDAHULUAN
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau
Lupus merupakan penyakit autoimun kronis yang

dapat mempengaruhi beberapa rangkaian sistem
organ tubuh, termasuk sistem saraf pusat (Nery,
dkk., 2007). Penyebab munculnya penyakit ini
belum pasti, dapat karena pengaruh lingkungan,
hormonal atau genetik (Stichweh & Pascual,
2005). Faktor pencetus kambuhnya Lupus secara
umum adalah dapat karena stres, kelelahan atau
terpapar sinar matahari (Nadhiroh, 2007).
Jumlah orang dengan Lupus (odapus)
pada umumnya terus meningkat setiap tahunnya.
Yayasan Lupus Indonesia (YLI) menyatakan
bahwa jumlah odapus di Indonesia pada tahun
1998 sudah ada sebesar 586 odapus. Jumlah ini
meningkat menjadi 7.693 pada tahun 2006 dan
mencapai 10.314 odapus pada tahun 2010 (“Awas,
90% Penderita Lupus Kaum Hawa,” 2011). Menurut
humas YLI Jawa Timur, Gatot Bakti Sosiawan,
jumlah odapus di Jawa Timur yang sudah terdaftar
di YLI Jawa Timur hingga tahun 2010 sudah
mencapai sekitar 500 orang dan selebihnya ada

yang belum terdaftar (Toro, 2010).
Lupus dikenal sebagai penyakit kaum
wanita karena menyerang 90% wanita berusia
produktif (15-45 tahun) dan sisanya sebanyak 10%
adalah laki-laki dan anak-anak (“Awas, 90%
Penderita Lupus Kaum Hawa,” 2011). Menurut
Joewono Soeroso, dokter pakar rematologi RSUD
Dr. Soetomo Surabaya menyatakan bahwa
produksi hormon estrogen yang berlebihan pada
wanita akan mempengaruhi sel-sel kekebalan
tubuh sehingga sel-sel kekebalan tubuh bertindak
superaktif menyerang "benda asing" seperti virus
dan kuman juga sel-sel tubuh sendiri. Wanita
sendiri akan terus memproduksi hormon estrogen

JURNAL Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 2 No.01 , Februari 2013

sampai ia menopause. Hal ini menyebabkan
kemungkinan terkena Lupus juga lebih besar

(Nadhiroh, 2007).
Fenomena pada odapus yang ditemukan
dalam jurnal-jurnal penelitian luar negeri antara
lain tentang tingkat depresi sebesar 8% sampai
dengan 44% (Ainiala, dkk., 2001, Hanly, dkk.,
2004, Nery, dkk., 2007, Hay, dkk., 1992, & Miguel,
dkk., 1994, dalam Jarpa, dkk., 2011), mengalami
resiko masa subur untuk memiliki anak (dari usia
remaja hingga 40 tahun) (Merkel, 2004, & Huang,
dkk., 2007, dalam Baker, dkk., 2009), keterbatasan
dalam menjalankan kegiatan sehari-hari akibat
Lupus terutama ketika nyeri sendi kambuh
(McElhone, dkk., 2010), dan penarikan diri dari
lingkungan (Druley, Stephens, & Coyne, 1997,
dalam Seawell & Danoff-Burg, 2005; Savitri, 2005).
Permasalahan yang dialami odapus di atas
dapat menghambat odapus wanita usia dewasa
awal berstatus menikah menjalankan tugas
perkembangannya karena tugas perkembangan
seseorang dapat terhambat karena kesehatan fisik

(Hurlock, 1980). Tugas-tugas perkembangan yang
terhambat akibat penyakit Lupus ini berdampak
pada kesejahteraan psikologis odapus. Hal ini
dijelaskan oleh Karasz dan Ouellette (1995, dalam
McElhone, Abbott, & Teh, 2006) yang menyatakan
bahwa Lupus dapat menyebabkan seseorang
mengalami hambatan dalam peran sosial mereka
sehingga mengalami depresi dan hal ini
memberikan dampak negatif pada kesejahteraan
psikologis odapus. Depresi ini terjadi ketika
d a m p a k p e nya k i t L u p u s s u d a h s a n g a t
berpengaruh besar terhadap peran sosial odapus.
Berdasarkan penjelasan di atas, kajian
aspek psikologis pada odapus hanya terbatas pada
aspek negatif kondisi psikologis (depresi) odapus
yang digunakan untuk menggambarkan

02

Kesejahteraan Psikologis pada Orang dengan Lupus (Odapus) Wanita Usia Dewasa Awal Berstatus Menikah


kesejahteraan psikologis odapus. Hal ini tidak
dapat digunakan untuk menjelaskan kondisi
kesejahteraan psikologis odapus karena depresi
memiliki def inisi yang berbeda dengan
kesejahteraan psikologis.
Kesejahteraan Psikologis dan Odapus Wanita
Usia Dewasa Awal Berstatus Menikah
Kesejahteraan psikologis menurut Ryff
(1989, 1995, dalam Vázquez, dkk., 2009; Ryff &
Keyes, 1995; Ryan & Deci, 2001) adalah keadaan
perkembangan potensi nyata seseorang yang
ditandai dengan karakteristik ia dapat menghargai
dirinya dengan positif termasuk kesadaran
terhadap keterbatasan diri pribadi (selfacceptance), mampu membangun dan menjaga
hubungan baik dan hangat dengan orang lain
(positive relation with others), mampu
menciptakan konteks lingkungan sekitar sehingga
bisa memuaskan kebutuhan dan hasrat diri
mereka sendiri (environmental mastery), mampu

membangun kekuatan individu dan kebebasan
personal (autonomy), memiliki dinamika
pembelajaran sepanjang hidup dan keberlanjutan
mengembangkan kemampuan mereka (personal
growth) dan memiliki tujuan hidup yang
menyatukan usaha dan tantangan yang mereka
hadapi (purpose in life). Kesejahteraan psikologis
ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu
faktor kepribadian dan perbedaan individual,
emosi, kesehatan fisik, kelekatan dan relasi, status
sosial dan kekayaan dan pencapaian tujuan (Ryan
& Deci, 2001).
Hurlock (1980) menyebutkan bahwa masa
dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai
kira-kira 40 tahun, saat perubahan-perubahan
fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya
kemampuan reproduktif. Kartono (2007)
menjelaskan tugas tahap perkembangan seorang
wanita berusia dewasa awal dalam statusnya
sebagai individu yang sudah menikah atau

berkeluarga yaitu menjalankan fungsi sebagai istri
dan teman hidup, sebagai partner seksual,
pengatur rumah tangga, ibu dari anak-anak dan
pendidik bagi mereka dan makhluk sosial yang
berpartisipasi aktif dalam lingkungan sosial.
Bentuk dari hambatan tugas perkembangan yang
terjadi pada odapus wanita usia dewasa awal

03

berstatus menikah mengacu pada tugas
perkembangan mereka menurut Kartono (2007)
antara lain mengalami (1) ketidakmampuan
melakukan tugas sebagai istri sesuai dengan
keinginan suami sehingga menyebabkan
hubungan yang tidak harmonis dengan suami
terlebih jika suaminya tidak cukup memiliki
pemahaman terhadap kondisi sang istri yang
menderita Lupus (Sperry, 2011), (2) ketidakpuasan
seksual ketika mereka sangat lelah dan depresi

karena aktivitas Lupus (Seawell & Danoff-Burg,
2005), (3) resiko masa subur untuk memiliki anak
(dari usia remaja hingga 40 tahun) (Merkel, 2004,
& Huang, dkk., 2007, dalam Baker, dkk., 2009) dan
(4) penarikan diri dari lingkungan akibat
perubahan fisik yang ia alami (Druley, Stephens, &
Coyne, 1997, dalam Seawell & Danoff-Burg, 2005;
Savitri, 2005).
Fenomena pada odapus wanita usia dewasa
awal berstatus menikah yang mengalami
hambatan menjalankan tugas perkembangan
sehingga kesejahteraan psikologis mereka rendah
tapi terbatas menggambarkan aspek psikologis
yang negatif (depresi), melatarbelakangi penulis
melakukan penelitian untuk mengetahui
deskripsi kesejahteraan psikologis odapus wanita
usia dewasa awal berstatus menikah. Adapun
pertanyaan penelitian ini antara lain (1) bagaimana
deskripsi masing-masing dimensi kesejahteraan
psikologis pada odapus wanita usia dewasa awal

berstatus menikah menurut teori Ryff? dan (2)
faktor apa saja yang mempengaruhinya?

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif studi kasus karena dapat
membuat peneliti memperoleh pemahaman utuh
dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai
fakta dan dimensi dari kasus khusus yang dikaji
(Poerwandari, 2009). Penelitian ini memiliki unit
analisis yaitu (1) orang dengan Lupus (Odapus)
wanita usia dewasa awal berstatus menikah dan (2)
kesejahteraan psikologis. Kriteria subjek dalam
penelitian ini adalah wanita penderita Lupus
dengan diagnosis dokter ahli, berusia dewasa awal
yaitu sekitar 18-40 tahun, berstatus menikah dan
bersedia menjadi subjek penelitian selama
penelitian berlangsung. Penggalian data

JURNAL Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 2 No.01 , Februari 2013

Agustin Wahyuningsih, Endang R Surjaningrum

menggunakan teknik wawancara dengan
menggunakan instrumen berupa pedoman umum
wawancara yang dibuat oleh penulis mengacu
kepada teori kesejahteraan psikologis menurut
Ryff. Kemudian data hasil wawancara dianalisis
dengan teknik analisis tematik yaitu teknik
mencari tema-tema penting untuk
mendeskripsikan fenomena (Daly, Kellehear, &
Gliksman, 1997, dalam Fereday & Muir-Cochrane,
2006). Teknik pemantapan kredibilitas penelitian
ini menggunakan teknik triangulasi data yaitu
triangulasi berupa variasi sumber-sumber data
yang berbeda (Patton, 1990, dalam Poerwandari,
2009) yaitu wawancara dengan significant others.

HASIL PENELITIAN
PEMBAHASAN

DAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketiga partisipan memiliki persamaan mengalami
permasalahan akibat Lupus. Permasalahan segi
fisik, mereka mengalami perubahan fisik seperti
pembengkakan pipi akibat konsumsi obat, rentan
mengalami kelelahan dan sensitif terhadap sinar
matahari. Permasalahan psikologis yang mereka
alami adalah rasa tidak percaya diri akibat
perubahan fisik, dua di antara ketiga partisipan
(partisipan NA dan DA) merasa menjadi beban
bagi keluarga dan belum sepenuhnya mampu
mengendalikan emosi. Permasalahan hubungan
sosial yang dialami partisipan NA dan DA adalah
menjaga jarak dengan orang lain yang
memandang dirinya aneh atau bersikap cuek dan
partisipan RS harus menolak ajakan berkumpul
dengan keluarga karena keterbatasan fisik akibat
Lupus.
Kesejahteraan psikologis odapus wanita usia
dewasa awal berstatus menikah
Berdasarkan hasil penemuan penelitian,
berikut ini adalah deskripsi kesejahteraan
psikologis odapus wanita usia dewasa awal
berstatus menikah dilihat dari setiap dimensi
kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1989, 1995,
dalam Vázquez, dkk., 2009; Ryff & Keyes, 1995;
Ryan & Deci, 2001). Ketiga partisipan sama-sama
mengalami keterbatasan fisik melakukan aktivitas
sehari-hari, merasa peristiwa di masa lalu

JURNAL Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 2 No.01 , Februari 2013

menyebabkan diri mereka mengalami Lupus,
partisipan DA dan NA merasa menjadi beban
untuk keluarga mereka sehingga untuk partisipan
DA ia berputus asa dan ingin mati sementara
partisipan RS tidak merasa ia menjadi beban bagi
keluarga. Keterangan tersebut menunjukkan
ketiga partisipan belum sepenuhnya memenuhi
karakteristik positif dimensi self-acceptance
seperti yang disampaikan Ryff. Tapi, sisi positif
pada ketiga partisipan antara lain partisipan NA
masih mampu mengambil hikmah terkena Lupus,
partisipan DA sudah mulai merasa tidak minder
lagi seiring kondisi fisiknya membaik dan
bersemangat lagi karena masih ada orang-orang
yang membutuhkannya dan partisipan RS merasa
semenjak terkena Lupus lebih mampu
mengendalikan diri dalam hal emosi, hidupnya
lebih teratur dan lebih bisa menghargai hidup.
Ketiga partisipan dapat membangun dan
menjaga hubungan baik dan hangat dengan orang
lain (positive relation with others) seperti dengan
suami, orangtua, saudara dan teman. Ketiga
partisipan mampu memberikan bantuan atau
berbagi cerita, saran atau informasi dengan orang
lain. Mereka juga masih bisa menjalankan
kewajiban memperhatikan suami dan anak-anak
mereka. Tapi di sisi lain partisipan NA terkadang
menjaga jarak dengan orang yang menyampaikan
pernyataan tidak mengenakkan tentang dirinya
sebagai odapus, partisipan DA cuek dan
mengiyakan pernyataan kurang mengenakkan
dari orang lain atau saudara jauh dan partisipan RS
merasa hampir tidak pernah mendapatkan
perlakuan tidak mengenakkan dari orang-orang
sekelilingnya.
Ketiga partisipan memiliki sisi positif dan
negatif dalam dimensi environmental mastery.
Mereka mengelola aktivitas sehari-hari supaya
tidak kelelahan, tetap bergaul seperti biasa dengan
orang lain, mengatasi permasalahan yang
dihadapi untuk hal-hal tertentu dengan caranya
masing-masing. Tapi di sisi lain partisipan NA
bingung mencari kesibukan jika tidak lagi
mengantar anaknya sekolah. Partisipan DA
merasa belum mampu menghadapi pihak yang
bicaranya blak-blakan. Partisipan RS melakukan
banyak pertimbangan sebelum memutuskan
sesuatu terutama terkait peluang baru. Ketiga
partisipan juga belum maksimal memanfaatkan
p e l u a n g ko m u n i t a s L u p u s ya n g d a p a t

04

Kesejahteraan Psikologis pada Orang dengan Lupus (Odapus) Wanita Usia Dewasa Awal Berstatus Menikah

memberikan banyak manfaat bagi mereka.
Ketiga partisipan juga memiliki sisi positif
dan negatif pada dimensi autonomy. Mereka
mampu mengambil keputusan secara mandiri
untuk hal-hal tertentu tapi jika terkait keluarga
mereka perlu mendiskusikannya dengan suami
atau anggota keluarga lain. Ketiga partisipan
mampu mengelola diri sendiri mengatasi emosi,
mengatasi rasa minder, meningkatkan kualitas
dalam segi religi dan mengatur kegiatan seharihari, terkait Lupus maupun hal lain, termasuk cara
mereka bersikap terhadap orang lain. Tapi, pada
partisipan NA merasa kehilangan kemandirian
akibat keterbatasan penglihatan yang disebabkan
oleh Lupus, partisipan DA merasa belum bisa
mengatasi permasalahan yang dihadapi terutama
terhadap pembicaraan orang yang blak-blakan
terhadap kondisinya sebagai odapus dan
partisipan RS belum mampu mengevaluasi diri
karena ia mengulangi kekeliruan yang sama walau
sudah mengetahui konsekuensinya.
Ke t i g a p a r t i s i p a n m e n u n j u k k a n
keinginan untuk terus berkembang (personal
growth). Mereka mencari informasi baru baik
terkait Lupus atau hal lain melalui media internet
dan acara seminar. Mereka memiliki keinginankeinginan, misalnya partisipan NA ingin membuat
buku, partisipan DA membuat karya tulis
walaupun belum selesai dan menerapkan ilmunya
di TK milik keluarganya sedangkan partisipan RS
ingin berbisnis dan melanjutkan pendidikan ke
jenjang S2. Ketiga partisipan juga ingin menjadi
pribadi lebih baik dalam hal religi maupun statusperannya sebagai anak, istri dan ibu, misalnya
partisipan NA ingin meningkatkan kualitas
imannya seiring bertambahnya usia, partisipan
DA ingin lebih berguna untuk orang-orang di
sekelilingnya, mencoba mengelola emosi, dan rasa
minder sedangkan partisipan RS ingin menjadi
ibu rumah tangga yang ideal bagi suami dan
anaknya, berupaya mengendalikan diri ketika
menghadapi masalah, mengelola emosi, rasa
minder, kualitas iman dalam kegiatan sehari-hari.
Beberapa hal tersebut ditambah pula keinginan
sembuh dari Lupus atau minimal berhenti
meminum obat Lupus juga merupakan tujuan-

05

tujuan hidup yang ingin diraih ketiga partisipan
secara umum (purpose in life). Keberadaan anakanak mereka juga menjadi tujuan yang paling
menonjol dalam hidup mereka yaitu melihat anakanak mereka tumbuh besar dan sukses. Upaya
yang mereka lakukan untuk mewujudkan tujuantujuan hidup mereka adalah menjaga kondisi
kesehatan mereka walaupun mereka merupakan
penderita Lupus.
Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan
Psikologis pada Odapus Wanita Usia Dewasa
Awal Berstatus Menikah
Secara umum ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kesejahteraan psikologis ketiga
partisipan odapus, di antaranya ialah faktor
kelekatan dan relasi berupa dukungan sosial,
kesehatan fisik, emosi, status sosial dan kekayaan
secara umum berupa status ekonomi dan
pencapaian tujuan (Ryan & Deci, 2001).
Faktor kelekatan dan relasi berupa
dukungan sosial dari orang-orang terdekat seperti
motivasi dan perlakuan tidak diskriminatif
membantu ketiga partisipan mengatasi rasa
minder, putus asa dan menjadi beban bagi
keluarga seiring membaiknya kondisi mereka
setelah lebih dari lima tahun menderita Lupus.
Kondisi psikologis mereka yang mulai membaik
ini dapat membantu mereka secara perlahan
menerima kondisi diri mereka sebagai odapus
(self-acceptance) sehingga mereka dapat
mengelola diri terkait penyakit Lupus dan
akhirnya berdampak pula pada kondisi fisik
mereka yang semakin membaik.
Kondisi kesehatan fisik menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi kesejahteraan
psikologis odapus. Ryan dan Deci (2001)
menyatakan bahwa ketika tubuh seseorang sakit,
mereka akan merasa tidak senang, merasakan
nyeri, mengalami keterbatasan fungsional yang
dapat mengurangi suasana hati positif dan
kenikmatan atau kepuasan hidup orang tersebut.
Tapi, arti sebaliknya jika kondisi kesehatan fisik
baik maka dapat menimbulkan suasana hati yang
positif dan menambah kenikmatan atau kepuasan
hidup seseorang. Akibatnya dapat mempengaruhi
suasana hati mereka untuk berinteraksi dengan

JURNAL Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 2 No.01 , Februari 2013

Agustin Wahyuningsih, Endang R Surjaningrum

baik terhadap orang lain (positive relation with
others) dan berdampak juga terhadap kondisi
kesehatan ketiga partisipan. Hal ini secara tidak
langsung sesuai dengan pernyataan Uchino dan
kawan-kawan (1999, dalam Ryan & Deci, 2001)
yang memaparkan bahwa dukungan sosial dapat
mempengaruhi angka kematian pada penderita
penyakit jantung, endokrin dan sistem autoimun.
Dukungan sosial juga dapat membantu
ketiga partisipan menjadi mandiri untuk hal-hal
tertentu terkait diri pribadi tapi di sisi lain mereka
melakukan pertimbangan-pertimbangan dengan
suami mereka karena status mereka sebagai istri.
Kemandirian tersebut di atas pada hal-hal tertentu
juga dipengaruhi oleh faktor emosi. Hasil
penelitian menunjukkan kondisi emosi partisipan
NA dan DA masih fluktuatif. Kondisi emosi pada
NA dan DA seperti ini membuat mereka belum
memenuhi karakteristik positif dimensi
autonomy, pengaturan diri dari dalam diri sendiri.
Hal ini kurang sesuai pernyataan Ryff dan Singer
(1998, dalam Ryan & Deci, 2001) yang menyatakan
bahwa emosi merupakan katalisator terhadap
kondisi kesehatan dan fokus pada kapasitas
pengalaman emosional yang dalam untuk
mengerahkan antistres dan fungsi melawan
penyakit. Hal ini akhirnya mempengaruhi kondisi
dimensi kesejahteraan psikologis mereka yaitu
autonomy.
Faktor dukungan sosial dan faktor
kesehatan f isik yang semakin membaik
mendorong mereka merasa percaya diri untuk
melakukan sesuatu yang menunjukkan mereka
ingin terus berkembang (personal growth),
misalnya ingin menjadi pribadi lebih baik dalam
menjalankan status perannya dan menetapkan
cita-cita yang ingin diwujudkan. Kedua faktor
tersebut juga mempengaruhi dimensi
environmental mastery ketiga partisipan yaitu
mereka dapat mengatasi rasa minder dan
menghargai diri mereka sehingga dapat mengelola
permasalahan yang mereka hadapi, mengelola
aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan mereka
sebagai odapus tapi di sisi lain kriteria positif
dimensi ini belum terpenuhi, misalnya
pemanfaatan peluang bergabung dengan
komunitas Lupus.
Ketiga partisipan berasal dari keluarga yang
cukup berada menunjukkan faktor status ekonomi
berperan mempengaruhi kesejahteraan psikologis
JURNAL Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 2 No.01 , Februari 2013

mereka secara tidak langsung karena status sosial
dan kekayaan tinggi tidak menjamin
kesejahteraan orang tinggi tapi membantu
pemenuhan kebutuhan untuk menunjang
kebahagiaan dan realisasi diri (Ryan & Deci, 2001),
misalnya obat Lupus sehingga kondisi kesehatan
ketiga odapus dapat membaik seperti sekarang.
Kemudian faktor pencapaian tujuan juga
memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan
psikologis ketiga partisipan. Kepemilikan tujuantujuan hidup yang dimiliki masing-masing
partisipan dan upaya untuk mencapainya sangat
memberikan efek positif terhadap dimensi
kesejahteraan psikologis, purpose in life. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar penelitian
menyatakan bahwa perasaan berkompeten dan
percaya diri dengan menunjukkan penghargaan
kepada nilai-nilai tujuan berkaitan dengan
peningkatan kesejahteraan (Carver & Scheier,
1999, & McGregor & Little, 1998, dalam Ryan &
Deci, 2001).

SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketiga
partisipan odapus wanita usia dewasa awal
berstatus menikah menonjol pada dimensi
personal growth dan purpose in life. Mereka juga
memenuhi beberapa kriteria positif dimensidimensi kesejahteraan psikologis yang lain seperti
self-acceptance, positive relation with others,
environmental mastery dan autonomy. Tetapi di
satu sisi ada juga kriteria lain yang belum
terpenuhi dari dimensi-dimensi tersebut. Kondisi
kesejahteraan psikologis ketiga odapus wanita usia
dewasa awal berstatus menikah yang cenderung
positif ini dipengaruhi oleh lima faktor yaitu faktor
kelekatan dan relasi, kesehatan fisik, status
ekonomi, emosi dan pencapaian tujuan.
Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh, maka disarankan kepada ketiga
partisipan untuk memaksimalkan kemampuan
diri yang lain sehingga dapat meningkatkan
penerimaan diri sebagai odapus, penyesuaian diri
yang maksimal dengan lingkungan sekitar dan
kepercayaan diri untuk melakukan beberapa
pengambilan keputusan. Pihak terdekat odapus
juga dapat meningkatkan komunikasi efektif dan

06

Kesejahteraan Psikologis pada Orang dengan Lupus (Odapus) Wanita Usia Dewasa Awal Berstatus Menikah

pemahaman terhadap kondisi odapus. Begitu pula
sebaliknya agar odapus tidak lagi mudah merasa
sedih, putus asa dan menjadi beban keluarga.

PUSTAKA ACUAN
Awas, 90% penderita lupus kaum hawa (2011, 16 Januari). Rakyat Merdeka Online [on-line]. Diakses pada
tanggal 9 Mei 2011 dari http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=15134.
Baker, K., Popez, J., Fortins, P., Silverman, E., & Peschken, C. (2009). Work disability in systemic lupus
erythematosus is prevalent and associated with socio-demographic and disease related factors.
Lupus, 18, 1281-1288
.
Fereday, J., & Muir-Cochrane, E. (2006). Demonstrating rigor using thematic analysis: A hybrid approach
of inductive and deductive coding and theme development. International Journal of Qualitative
Methods, 5 (1), 1-11.
Hurlock, E.B. (1980). Developmental psychology a life-span approach. New Delhi: McGraw Hill.
Jarpa, E., Babul. M., Caldero'n, J., Gonzalez, M., Martinez, M.E., Bravo-Zehnderl, M., Henriquez, C.,
Jacobelli, S., Gonzales, A., & Massardon, L. (2011). Common mental disorders and psychological
distress in systemic lupus erythematosus are not associated with disease activity. Lupus, 20, 58-66.
Kartono, K. (2007). Psikologi wanita: Mengenal wanita sebagai ibu dan nenek jilid 2.Cetakan ke-5.
Bandung: CV. Mandar Maju.
McElhone, K., Abbott, J., & Teh, L-S. (2006). A review of health related quality of life in systemic lupus
erythematosus. Lupus, 15, 633-643.
McElhone, K., Abbott, J., Gray, J., Williams, A., & Teh, L-S. (2010). Patient perspective of systemic lupus
erythematosus in relation to health-related quality of life concepts: A qualitative study. Lupus, 19,
1640-1647.
Nadhiroh, F. (2007, 14 Agustus). Lupus, penyakit seribu wajah dominan menyerang wanita. Detik
Surabaya [on-line]. Diakses pada tanggal 31 Desember 2011 dari
http://surabaya.detik.com/read/2007/08/14/091045/816807/466/lupus-penyakit-seribu-wajahdominan-menyerang-wanita.
Nery, F.G., Borba, E.F., Hatch, J.P., Soares, J.C., Bonfá, E., & Neto, F.L. (2007). Major depressive disorder and
disease activity in systemic lupus erythematosus. Comprehensive Psychiatry, 48, 14-19.

07

JURNAL Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 2 No.01 , Februari 2013

Agustin Wahyuningsih, Endang R Surjaningrum

Poerwandari, E.K. (2009). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Edisi Ketiga. Cetakan
ke-3. Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Ryan, R.M. & Deci, E.L. (2001). On happiness and human potentials: A review of research on hedonic and
eudaimonic well-being. Annual Reviews Psychology, 52, 141–166.
Ryff, C.D. & Keyes, C.L.M. (1995). The structure of psychological well-being revisited. Journal of
Personality and Social Psychology, 69 (4), 719-727.
Savitri, T. (2005). Aku dan lupus. Jakarta: Puspa Swara.
Seawell, A.H., & Danoff-Burg, S. (2005). Body image and sexuality in women with and without systemic
lupus erythematosus. Sex Roles, 53 (11/12), 865-876.
Sperry, L. (2011). Systemic lupus erythematosus: The impact of individual, couple, and family dynamics.
The Family Journal: Counseling and Therapy for Couples and Families, 19 (3), 328-332.
Stichweh, D., & Pascual, V. (2005). Systemic lupus erythematosus in children. An Pediatr (Barc), 63 (4),
321-329.
Toro (2010, 9 Mei). Lima ratus penderita lupus butuh uluran tangan. Kabar Gres [on-line]. Diakses pada
tanggal 21 Juni 2011 dari http://www.kabargres.com/?mod=read&id=1350.
Vázquez, C., Hervás, G., Rahona, J.J., & Gómez, D. (2009). Psychological well-being and health
contributions of positive psychology. Annuary of Clinical and Health Psychology, 5, 15-27.

JURNAL Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental
Vol. 2 No.01, Februari 2013

08

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25