PDF ini KAJIAN KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI KUALIFIKASI KECIL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA | Mulyadi | 1 PB

KAJIAN KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI KUALIFIKASI
KECIL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ARTIKEL

ENDRI MULYADI
NPM. 1210018312031

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA

2015
1

KAJIAN KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI KUALIFIKASI
KECIL DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
Endri Mulyadi, Alizar Hasan, Wardi
Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta
Email : mulyadipdg@gmail.com

ABSTRACT

Performance appraisal issues construction company is often a vexing problem for
project managers. On the one hand, the performance appraisal is an important
and necessary task to evaluation process, the other side there are many managers
who fail to implement it properly. The failure of the implementation of
performance assestment is not separated from the reality of the construction
company’s performance appraisal currently still tend toward the traditional
performance appraisal. Performance appraisal in construction company as if only
for evalution purpose and override the other purposes as competency
development purpose and the individual’s ability to carry out the task as well as
other strategic objectives.Based on these problems,the purpose of this research is
know with certainty the factors that affect unrealized of tender’s requirements at
the time of execution of construction work in Kabupaten Lima Puluh Kota. The
result of study found that factors that influence unrealized of tender’s
requirements at the time of execution of construction work in Kabupaten Lima
Puluh Kota can be devided into two: contractor qualification factor and work
implementation factor. Contractor qualification factor consists of administration
factor, capital factor, experience factor and technical ability factor.
Keyword:Performance, Construction companyy

ABSTRAK

Masalah penilaian kinerja perusahaan jasa konstruksi seringkali menjadi masalah
yang membingungkan bagi para manajer proyek. Di satu sisi, penilaian kinerja
merupakan tugas yang penting dan dibutuhkan untuk proses evaluasi, namun di
sisi lain masih banyak manajer yang gagal menerapkannya dengan baik.
Kegagalan penerapan penilaian kinerja ini tidak lepas dari realitas penilaian
kinerja perusahaan jasa konstruksi saat ini yang masih cenderung ke arah
penilaian kinerja tradisional. Penilaian kinerja perusahaan jasa konstruksi seakanakan hanya ditujukan untuk tujuan evaluasi saja dan mengesampingkan tujuan
yang lain, seperti tujuan pengembangan kompetensi dan kemampuan individu
dalam melaksanakan tugas serta tujuan strategik lainnya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah mengenal
dengan pasti faktor-faktor yang mempengaruhi tidak terlaksananya persyaratan
tender disaat pelaksanaan pekerjaan konstruksi di Kabupaten Lima Puluh Kota.
Hasil penelitian menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tidak
2

terlaksananya persyaratan tender disaat pelaksanaan pekerjaan konstruksi di
Kabupaten Lima Puluh Kota dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor kualifikasi
kontraktor dan faktor pelaksanaan pekerjaan. Faktor Kualifikasi kontraktor terdiri
atas faktor administrasi, faktor keuangan (modal kerja), faktor pengalaman, dan
faktor kemampuan teknis.

Kata kunci:Kinerja, Perusahaan konstruksi
1. PENDAHULUAN
Kinerja dapat dikatakan sebagai
suatu hasil yang dicapai ketika
mengerjakan sesuatu atau tugas.
Keberhasilan suatu organisasi diukur
dengan kinerja organisasi, dimana
kinerja organisasi sendiri sangat
ditentukan oleh kinerja masing-masing
individu dalam organisasi tersebut.
Pengelolaan
atas
kinerja
yang
dilakukan secara strategis merupakan
hal utama bagi organisasi untuk
membangun dan meraih keunggulan
kompetitif melalui peran sumber daya
manusia dalam menjalankan strategi
organisasi.

Masalah
penilaian
kinerja
perusahaan jasa konstruksi seringkali
menjadi masalah yang membingungkan
bagi para manajer proyek. Di satu sisi,
penilaian kinerja merupakan tugas yang
penting dan dibutuhkan untuk proses
evaluasi, namun di sisi lain masih
banyak manajer yang gagal menerapkannya dengan baik. Kegagalan
penerapan penilaian kinerja ini tidak
lepas dari realitas penilaian kinerja
perusahaan jasa konstruksi saat ini
yang masih cenderung ke arah
penilaian kinerja tradisional. Penilaian
kinerja perusahaan jasa konstruksi
seakan-akan hanya ditujukan untuk
tujuan evaluasi saja dan mengesampingkan tujuan yang lain, seperti tujuan
pengembangan
kompetensi

dan
kemampuan individu dalam melaksanakan tugas serta tujuan strategik
lainnya.

Dinas
Pekerjaan
Umum
Kabupaten Lima Puluh Kota pada
tahun 2013 menjelaskan bahwa untuk 3
tahun terakhir (2010-2012) hampir
37% dari 154 buah perusahaan jasa
konstruksi kualifikasi kecil yang
beroperasi di Kabupaten Lima Puluh
Kota mengalami permasalahan terkait
dengan rendahnya pencapaian kinerja.
Kondisi ini terlihat dari hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh
Kepala Seksi Perencanaan Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Lima
Puluh Kota pada tahun 2013. Pada

umumnya permasalahan ini berasal dari
perusahaan itu sendiri yang sebenarnya
ada
dalam
kendali
organisasi
perusahaan, dan masalah ini biasanya
berhubungan
dengan
lemahnya
manajemen perusahaan. Permasalahan
ini tentunya merupakan salah satu
masalah yang dominan dan faktor
terbesar dibalik banyaknya kegagalan
perusahaan.
Jika kemampuan kontraktor
terbatas, sudah dapat dipastikan bahwa
hasil yang dicapai dibawah standar
kualitas, walaupun telah dibekali
dengan spesifikasi teknis dan standar

lengkap yang menjelaskan tata cara
pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai
standar kualitas
1.1. Jasa Konstruksi
Mengacu kepada UU No 18
Tahun 1999 tentang jasa konstruksi
yang dimaksud dengan jasa konstruksi
adalah layanan jasa konsultansi
perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan

3

konstruksi,
dan
layanan
jasa
konsultansi pengawasan pekerjaan
konstruksi. Sementara itu pekerjaan
konstruksi sendiri didefinisikan sebagai

keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan
perencanaan
dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan yang
mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal,
elektrikal,
dan
tata
lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya, untuk mewujudkan
suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
Sementara ruang lingkup pekerjaan
konstruksi sendiri didefinisikan sebagai
keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan
perencanaan
dan/atau
pelaksanaan beserta pengawasan yang

mencakup pekerjaan arsitektural, sipil,
mekanikal,
elektrikal,
dan
tata
lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya, untuk mewujudkan
suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
Jadi jasa konstruksi ini meliputi semua
pekerjaan konstruksi dari mulai
perencanaan, pelaksanaan sampai
dengan pengawasan.
Pada Tahun 2014, Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK)
selaku lembaga resmi yang merupakan
perwujudan dari Undang-Undang (UU)
Nomor 18 Tahun 1999 melalui
Peraturannya No. 2 Tahun 2014
tentang tata cara registrasi konversi
sertifikat badan usaha jasa konstruksi

untuk melaksanakan ketentuan pasal 72
Peraturan LPJK Nasional nomor 10
tahun 2013 tentang registrasi usaha
Jasa Pelaksanaan Konstruksi dan pasal
70 Peraturan LPJK Nasional Nomor 11
Tahun 2013 tentang registrasi Usaha
Jasa
Perencana
dan
Pengawas
konstruksi perlu menetapkan peraturan
LPJK tata cara Registrasi Konversi
Sertifikat
Badan
Usaha
Jasa
Konstruksi, sebagai upaya menyikapi
Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 16/SE/M/2010 maka LPJK
melakukan penggolongan konversi


kualifikasi usaha jasa pelaksana
konstruksi didasarkan pada kriteria
tingkat/kedalaman kompetensi dan
potensi, kemampuan usaha, yang
selanjutnya
dibagi
menurut
kemampuan melaksanakan pekerjaan
berdasarkan kriteria risiko, dan/atau
kriteria penggunaan teknologi, dan/atau
kriteria besaran biaya, dapat dibagi
jenjang kompetensinya sebagai berikut:
a. Kualifikasi usaha besar (usaha non
kecil) berupa B1, M2, dan M1
b. Kualifikasi usaha kecil, berupa K3,
K2, dan K1
1.2. Kualifikasi Usaha Kecil
Kualifikasi K1 adalah kualifikasi
perusahaan atau badan usaha jasa
pelaksana konstruksi atau KONTRAKTOR yang mampu melaksanakan
pekerjaan
dengan
resiko
kecil,
berteknologi sederhana dan biaya yang
kecil. Resiko Kecil adalah resiko yang
mencakup pekerjaan konstruksi yang
pelaksanaannya
dan
pemanfaatan
bangunan konstruksinya tidak membahayakan keselamatan umum dan harta
benda. Teknologi sederhana adalah
teknologi yang mencakup pekerjaan
konstruksi yang pelaksanannya menggunakan banyak peralatan kerja sederhana dan tidak memerlukan tenaga ahli.
Kualifikasi K1 tidak dipersyaratkan
pengalaman
dalam
melaksanakan
pekerjaan konstruksi dan memiliki
kemampuan
untuk
melaksanakan
pekerjaan
Kualifikasi K2 adalah kualifikasi
perusahaan atau badan usaha jasa
pelaksana konstruksi atau KONTRAKTOR yang mampu melaksanakan
pekerjaan
dengan
resiko
kecil,
berteknologi sederhana dan biaya yang
kecil. Resiko kecil adalah resiko yang
mencakup pekerjaan konstruksi yang
pelaksanaannya
dan
pemanfaatan
bangunan-konstruksinya tidak membahayakan keselamatan umum dan harta
benda. Teknologi yang mencakup
4

pekerjaan konstruksi yang pelaksanannya menggunakan alat kerja sederhana dan tidak memerlukan tenaga ahli.
Kualifikasi K2 memiliki pengalaman
melaksanakan pekerjaan dengan total
nilai kumulatif perolehan sekarang
paling sedikit Rp 1 Milyar yang diperoleh dalam kurun waktu 10 tahun dan
memiliki kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan jasa pelaksana konstruksi dengan nilai proyek sampai
dengan maksimum Rp 1,75 Milyar,
Kualifikasi K3 adalah kualifikasi
perusahaan atau badan usaha jasa
pelaksana
konstruksi
atau
KONTRAKTOR yang
mampu
melaksanakan pekerjaan dengan resiko
kecil, berteknologi sederhana tinggi
dan biaya yang kecil. Resiko kecil
adalah
resiko
yang
mencakup
pekerjaan
konstruksi
yang
pelaksanaannya
dan
pemanfaatan
bangunan-konstruksinya
tidak
membahayakan keselamatan umum
dan harta benda. Teknologi sederhana
adalah teknologi yang mencakup
pekerjaan konstruksi yang pelaksanannya menggunakan banyak peralatan
kerja sederhana dan tidak memerlukan
tenaga ahli. Kualifikasi K3 memiliki
pengalaman melaksanakan pekerjaan
dengan total nilai kumulatif perolehan
sekarang paling sedikit Rp 1,75 Milyar
yang diperoleh dalam kurun waktu 10
tahun dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan pekerjaan jasa pelaksana
konstruksi dengan nilai proyek sampai
dengan Rp 2,5 Milyar.
1.3 Persyaratan Kualifikasi Dokumen Pengadaan Barang/Jasa
Konstruksi/Jasa Lainnya
Berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Lampiran II bagian B.1.huruf g.1 dan
h.1, pembuktian kualifikasi dilakukan
setelah evaluasi kualifikasi terhadap
peserta yang memenuhi persyaratan

kualifikasi, yaitu terhadap calon
pemenang lelang serta pemenang
cadangan 1 dan 2 apabila ada. Dengan
demikian evaluasi kualifikasi dapat
dilakukan setelah evaluasi penawaran
yang menghasilkan peringkat calon
pemenang. Evaluasi penawaran dimaksud meliputi evaluasi administrasi,
evaluasi teknis dan evaluasi harga.
(Lampiran II bagian B.1.f. 6).
Meskipun
demikian
evaluasi
kualifikasi dapat dilakukan sebelum
evaluasi penawaran (Lampiran II
bagian B.1.g. 7).
Sedangkan pembuktian kualifikasi dilakukan setelah evaluasi kualifikasi dilakukan terhadap peserta yang
memenuhi persyaratan kualifikasi
(Lampiran II bagian B.1.h.1). Agar
pembuktian kualifikasi lebih efektif,
maka sebaiknya dilakukan setelah
evaluasi kualifikasi dan evaluasi
penawaran.
Persyaratan kualifikasi harus
dipenuhi
masing-masing
anggota
kemitraan, khususnya untuk pekerjaan
yang menjadi porsi dan tanggung
jawab Penyedia yang bersangkutan.
Nilai
KD
perusahaan
anggota
kemitraan tidak harus memenuhi
persyaratan KD minimal untuk
keseluruhan nilai pekerjaan, tetapi
cukup dipenuhi oleh lead firmnya.
Sedangkan persyaratan lainnya yang
ditetapkan dalam dokumen pengadaan
dapat dipenuhi oleh salah satu anggota
kemitraan (tidak harus semua anggota),
sesuai porsi dan tanggung jawabnya
dalam pekerjaan tersebut
1.4 Kinerja
Kinerja atau performance sering
diartikan sebagai hasil kerja atau
prestasi kerja. Kinerja mempunyai
makna yang lebih luas, bukan hanya
menyatakan hasil kerja, tetapi juga
bagaimana proses kerja berlangsung.
Kinerja adalah tentang melakukan
pekerjaaan dan hasil yang dicapai dari
5

pekerjaan tersebut. Kinerja adalah
tentang apa yang dikerjakan dan
bagaimana
cara
mengerjakannya.
Kinerja merupakan hasil pekerjaan
yanng telah disusun. Mempunyai
hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi, kepuasan konsumen dan
memberikan
kontribusi
ekonomi
(Armstrong dan Baron, 1998, dalam
Wibowo, 2007). Menurut Gibson, dkk
(1990) kinerja merupakan suatu
keberhasilan mencapai suatu tujuan.
Kinerja organisasi merefleksikan suatu
pencapaian dari tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan organisasi, baik yang
diukur dari visi, misi, tujuan dan target
sasaran.
Indikator kinerja organisasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif
yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan (Bastian,
2001 dalam Syafruddin & Tangkilisan,
2004) yang telah ditetapkan dalam
memperhitungkan elemen-elemen indikator berikut ini.
1. Indikator masukan (input) adalah
segala sesuatu yang dibutuhkan agar
organisasi mampu menghasilkan
produknya, baik barang atau jasa,
yang meliputi sumber daya manusia,
informasi,
kebijakan
dan
sebagainya.
2. Indikator keluaran (outputs) yaitu
sesuatu yang diharapkan langsung
dicapai dari suatu kegiatan yang
berupa fisik ataupun non fisik.
3. Indikator hasil (outcomes) adalah
segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada
jangka menengah (efek langsung).

4. Indikator manfaat (benefit) adalah
sesuatu yang terkait dengan tujuan
akhir dari pelaksanaan kegiatan.
5. Indikator dampak (impacts) adalah
pengaruh yang ditimbulkan, baik
positif maupun negatif pada setiap
tingkatan indikator berdasarkan
asumsi yang telah ditetapkan.
2. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif, dimana penelitian
kualitatif adalah penelitian yang
dilakukan dalam setting tertentu yang
ada dalam kehidupan riil (alamiah)
dengan maksud investigasi dan
memahami fenomena apa yang terjadi,
mengapa terjadi dan bagaimana
terjadinya (Finally, 2006).
Penelitian yang akan dilakukan
ini adalah untuk mengetahui faktor apa
saja yang mempengaruhi tidak
terlaksananya persyaratan kualifikasi
tender diwaktu terlaksananya pekerjaan
konstruksi, kemudian mengetahui
faktor-faktor yang paling mempengaruhi tidak terlaksananya persyaratan
kualifikasi
tender
diwaktu
pelakasanaan pekerjaan konstruksi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa
penelitian ini merupakan penelitian
yang menggunakan metode Kualitatif
deskriptif, yang oleh Ali (1997)
diartikan sebagai analisis terhadap data
yang
diperoleh
berdasarkan
kemampuan nalar peneliti dalam
menghubungkan fakta, data dan
informasi hingga lahirnya suatu model
atau suatu teori.
Kerangka metodologi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.

6

Kerangka Penelitian

Survei Lokasi

Studi Literatur

I su Penelitian
Pertanyaan penelitian
Tujuan Penelitian

Pelaksanaan Penelitian

Data Sekunder

Data Primer

Observasi Lapangan

Wawancara
Pembahasan Penelitian
Kesimpulan dan Saran

Gambar Metodologi Penelitian
2.1. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian
kualitatif adalah memberi kategori,
mensistematisasi,
dan
bahkan
memproduksi makna si ”peneliti” atas
apa yang menjadi pusat perhatiannya
Miles dan Huberman (1992)
dalam Salim (2006), menyebutkan ada
tiga langkah pengolahan data kualitatif,
yakni reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display), dan
penarikan kesimpulan (conclusion
drawing and verification).
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses peneliti
melakukan
pemilihan,
dan
pemusatan
perhatian
untuk
penyederhanaan,
abstraksi
dan
transformasi dari data kasar yang
diperoleh. Mereduksi data berarti
membuat rangkuman, memilih halhal yang pokok dan penting,
mencari tema dan pola dan

membuang data yang dianggap tidak
penting. Dengan demikian, data
yang direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih spesifik dan
mempermudah peneliti melakukan
pengumpulan data selanjutnya
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi langkah
selanjutnya adalah penyajian data
(display data). Data dalam proses
penyajian data yang telah direduksi
data
diarahkan
agar
terorganisasikan, tersusun dalam
pola hubungan, sehingga semakin
mudah dipahami. Penyajian data
biasa dilakukan dalam uraian
naratif, seperti bagan, diagram alur
(flow diagram), tabel dan lain-lain.
3. Penarikan kesimpulan (Conclusion)
Langkah berikutnya dalam proses
analisis data kualitatif adalah
menarik kesimpulan berdasarkan
temuan dan melakukan verifikasi
7

data dengan mencari makna setiap
gejala yang diperoleh dari lapangan,
mencatat
keteraturan
dan
konfigurasi yang mungkin ada, dan
proposisi.
Kesimpulan
yang
dikemukakan tahap awal yang
diperoleh bersifat sementara dan
akan berubah, jika diketemukan
bukti-bukti pendukung pada tahap
pengumpulan
data
berikutnya.
Proses menemukan bukti-bukti
inilah disebut tahap verifikasi data.
Apabila
kesimpulan
yang
dikemukakan tahap awal didukung
oleh bukti-bukti yang kuat pada saat
peneliti kembali ke lapangan
(pengumpulan data lanjutan), maka
kesimpulan tersebut sudah kredibel.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk tujuan penelitian pertama
yang merupakan pertanyaan penelitian:
“Apakah
faktor-faktor
yang
mempengaruhi tidak terlaksananya
persyaratan kualifikasi tender diwaktu
pelaksanaan pekerjaan konstruksi”,
setelah dilakukan wawancara pada
tanggal 15 April hingga 23 April 2015
dengan Pengguna Anggaran (PA),
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK),
Panitia
Pengadaan
Barang/Jasa Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Lima Puluh Kota, dan
kontraktor sebagai anggota Asosiasi
yang
berjumlah
sepuluh
orang
informan, diperoleh hasil sebagai
berikut,
Pada penelitian administrasi
diketahui bahwa Kontraktor kecil di
Kabupaten Lima Puluh Kota sudah
mengikuti syarat-syarat yang telah
ditetapkan
oleh
pemberi
kerja.
Penelitian administrasi yang dilakukan
diantaranya adalah memiliki ijin usaha
jasa konstruksi, memiliki kompetensi
yang ditunjukkan dengan sertifikat
Badan Usaha, tidak dalam pengawasan
pengadilan, tidak bangkrut, kegiatan

usahanya tidak sedang dihentikan,
dan/atau tidak sedang menjalani sanksi
pidana, serta telah melunasi pajak
tahunan terakhir, memiliki laporan
bulanan PPh pasal 25 atau pasal
21/pasal 23 atau PPN sekurangkurangnya tiga bulan yang lalu.
Penilaian aspek keuangan, Pada
umumnya kontraktor kecil terkendala
dalam permodalan/keuangan. Kendala
permodalan
yang
dialami
oleh
kontraktor kecil di Kabupaten Lima
Puluh Kota diantaranya dapat dilihat
melalui pengajuan uang muka kepada
pemilik proyek sebagai modal awal
pada pelaksanaan proyek yang
dikerjakan, kemudian mengajukan
pinjaman
kepada
bank
untuk
membiayai proyek. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kontraktor tidak
memiliki modal yang cukup pada
penanganan proyek yang sedang
dikerjakan sehingga sisa kemampuan
keuangan setelah proyek selesai
dikerjakan tidak cukup. Kekayaan
bersih perusahaan merupakan rekayasa
saja
yang
semata-mata
untuk
memenuhi
persyaratan
dalam
kualifikasi lelang untuk meyakinkan
pihak yang melelangkan tender
tersebut.
Penilaian pengalaman, Kontraktor kecil yang ada di Kabupaten Lima
Puluh
Kota
belum
memiliki
pengalaman yang cukup memadai
dimana
banyak
yang
memiliki
pengalaman kurang dari 7 (tujuh)
tahun. Kontraktor kecil yang ada di
Kabupaten
Lima
Puluh
Kota
mengerjakan bidang pekerjaan adalah
pekerjaan yang bidang dan sub bidang
sama dengan pekerjaan yang akan
dilelangkan. Nilai kontrak yang pernah
dikerjakan semuanya dibawah Rp 2
Milyar, dan rata-rata pengerjaan proyek
konstruksi 3-5 tahun. Status badan
usaha kontraktor dalam pelaksanaan
pekerjaan
ada
kontraktor
yang
8

bertindak sebagai kontraktor utama dan
ada juga kontraktor yang mempunyai
status sebagai sub kontraktor
Penilaian Kemampuan Teknis,
Kontraktor tidak memiliki peralatan
pada pelaksanaan proyek yang
dikerjakan kecuali untuk peralatan
sederhana. Tenaga kerja yang dimiliki
dalam perusahaan jasa konstruksi
menggunakan tenaga kerja hanya dari
tukang harian atau tukang borongan
yang bukan merupakan bagian dari
perusahaan jasa konstuksi, yang
sebenarnya dalam sebuah perusahaan
jasa konstruksi hanya 2 (dua) – 3(tiga)
orang yang merangkap semua tenaga
ahli, mulai dari arsitek, administrasi,
teknis lapangan dan keuangan. Tenaga
ahli dan tenaga terampil yang ada
semata-mata
hanya
memenuhi
persyaratan administrasi saja agar
perusahaan dapat mendaftar pada
pelelangan/tender atau dengan kata lain
sertifikat yang dilampirkan dipinjam
kepada sipemilik yang tidak merupakan
karyawan dari perusahaan jasa
konstruksi yang mengikuti lelang
tender tersebut, dan tidak terdaftar
sebagai karyawan dalam perusahaan
tersebut. Adapun tenaga teknik yang
dimiliki
oleh
kontraktor
dapat
disimpulkan
hanya
memahami
sebagian dari spesifikasi teknis, gambar
kerja
dalam
pelaksanaan
dan
pembuatan
laporan
kemajuan
pekerjaan. Ada kalanya masih perlu
berkonsultasi
dengan
Pembuat
Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen
dan
Pejabat
Pelaksana
Teknis
Kegiatan.
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan,
Kontraktor kecil yang ada di
Kabupaten Lima Puluh Kota sudah
membuat shop drawing pada setiap
item pekerjaan yang sedang dikerjakan,
namun masih ditemukan kontraktor
yang meminta bimbingan dari pihak
proyek terhadap
gambar kerja,

spesifikasi teknis yang dikerjakan dan
kadang-kadang
melenceng
dari
spesifikasi teknik sebagai persyaratan
yang telah ditetapkan. Sebagian
kontraktor kecil memulai pekerjaan
tepat waktu, sebagian lagi tidak
sehingga tahap penyelesaian pekerjaan
menjadi kritis. Pengetesan material
yang akan digunakan terhadap proyek
yang dikerjakan, penyediaan peralatan
standar keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) pada proyek yang
dikerjakan jarang sekali diperhatikan
oleh kontraktor.
3.1. Kualifikasi Kontraktor
1. Penelitian Administrasi
Penelitian administrasi yang
dilakukan sudah mencerminkan bahwa
kontraktor kecil di Kabupaten Lima
Puluh Kota sudah mengikuti syaratsyarat yang telah ditetapkan oleh
pemberi kerja. Penelitian administrasi
yang dilakukan diantaranya adalah
memiliki ijin usaha jasa konstruksi,
memiliki kompetensi yang ditunjukkan
dengan sertifikat Badan Usaha, tidak
dalam pengawasan pengadilan, tidak
bangkrut, kegiatan usahanya tidak
sedang dihentikan, dan/atau tidak
sedang menjalani sanksi pidana, serta
telah melunasi pajak tahunan terakhir,
memiliki laporan bulanan PPh pasal 25
atau pasal 21/pasal 23 atau PPN
sekurang-kurangnya tiga bulan yang
lalu. Hal ini perlu dilakukan, karena
akan mempengaruhi
keberhasilan
proyek dan kualitas proyek tersebut
(Wahyudin et al., 2004).
Dengan demikian evaluasi
kualifikasi dapat dilakukan setelah
evaluasi penawaran yang menghasilkan
peringkat calon pemenang. Evaluasi
penawaran dimaksud meliputi evaluasi
administrasi, evaluasi teknis dan
evaluasi harga. Kontraktor kecil
memenuhi persyaratan kualifikasi itu
hanya untuk memenuhi persyaratan
administrasi. Keberadaan dari ijazah itu
9

sendiri hanya untuk memenuhi
persyaratan agar perusahaan yang
mendaftar pada pelelangan/tender
menang atau dengan kata lain ijazah
yang dilampirkan dipinjam kepada
sipemilik yang tidak merupakan
karyawan dari perusahaan jasa
konstruksi yang mengikuti lelang
tender tersebut, dan tidak terdaftar
sebagai karyawan dalam perusahaan
tersebut
2. Penilaian Keuangan
Ditinjau
dari
penilaian
kemampuan keuangan, pada umumnya
kontraktor kecil terkendala dalam
permodalan/keuangan.
Keuangan
berkaitan dengan adanya dukungan
modal dalam suatu perusahaan yang
berguna untuk memperlancar program
peningkatan kinerja.
Kendala
permodalan
yang
dialami oleh kontraktor kecil di
Kabupaten
Lima
Puluh
Kota
diantaranya dapat dilihat melalui
pengajuan uang muka kepada pemilik
proyek sebagai modal awal pada
pelaksanaan proyek yang dikerjakan,
kemudian
mengajukan
pinjaman
kepada bank untuk membiayai proyek.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa
kontraktor tidak memiliki modal yang
cukup pada penanganan proyek yang
sedang dikerjakan sehingga sisa
kemampuan keuangan setelah proyek
selesai dikerjakan tidak cukup.
Kekayaan
bersih
perusahaan
merupakan rekayasa saja yang sematamata untuk memenuhi persyaratan
dalam
kualifikasi
lelang
untuk
meyakinkan pihak yang melelangkan
tender tersebut.
3. Penilaian Pengalaman
Ditinjau
dari
pengalaman,
kontraktor kecil yang ada di Kabupaten
Lima Puluh Kota belum memiliki
pengalaman yang cukup memadai
dimana
banyak
yang
memiliki
pengalaman kurang dari 7 (tujuh)

tahun. Keputusan Menteri Permukiman
dan
Prasarana
Wilayah
No.
339/KPTS/M/2003, Tentang Standar
dan
Pedoman
Pengadaan
Jasa
Konstruksi
menjelaskan
bahwa
penilaian
dilakukan
terhadap
pengalaman pekerjaan yang pernah
dikerjakan selama 7 (tujuh) tahun
terakhir
yang
disertai
bukti
penyelesaian pekerjaan dengan baik
oleh pengguna jasa.
Kontraktor kecil yang ada di
Kabupaten
Lima
Puluh
Kota
mengerjakan bidang pekerjaan adalah
pekerjaan yang bidang dan sub bidang
sama dengan pekerjaan yang akan
dilelangkan. Nilai kontrak yang pernah
dikerjakan semuanya dibawah Rp 2
Milyar, dan rata-rata pengerjaan proyek
konstruksi 3-5 tahun. Status badan
usaha kontraktor dalam pelaksanaan
pekerjaan
ada
kontraktor
yang
bertindak sebagai kontraktor utama dan
ada juga kontraktor yang mempunyai
status sebagai sub kontraktor.
4. Penilaian Kemampuan Teknis
Keputusan
Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah
No.
339/KPTS/M/2003,
Tentang
Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa
Konstruksi
menjelaskan
bahwa
penilaian kemampuan teknis dinilai
terhadap 2 (dua) unsur yaitu peralatan,
personil. Penilaian peralatan yaitu
kondisi alat yang diperhitungkan hanya
kondisinya tidak kurang dari 70 %
Kepemilikan peralatan dinilai adalah
milik sendiri dengan bukti, sewa beli
dengan bukti, sewa jangka pendek
dengan bukti dan sewa jangka panjang
dengan bukti. Hasil wawancara
ditemukan bahwa ternyata kontraktor
tidak
memiliki
peralatan
pada
pelaksanaan proyek yang dikerjakan
kecuali untuk peralatan sederhana.
Adapun tenaga teknik yang
dimiliki
oleh
kontraktor
dapat
disimpulkan
hanya
memahami
10

sebagian dari spesifikasi teknis, gambar
kerja
dalam
pelaksanaan
dan
pembuatan
laporan
kemajuan
pekerjaan. Ada kalanya masih perlu
berkonsultasi
dengan
Pembuat
Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen
dan
Pejabat
Pelaksana
Teknis
Kegiatan.
3.2 Pelaksanaan Pekerjaan
Meskipun tenaga ahli dan
tenaga terampil yang dimiliki oleh
kontraktor harus menguasai spesifikasi
teknis, gambar kerja tetapi masih
ditemukan kontraktor yang meminta
bimbingan dari pihak proyek terhadap
gambar kerja, spesifikasi teknis yang
dikerjakan
dan
kadang-kadang
melenceng dari spesifikasi teknik
sebagai persyaratan yang telah
ditetapkan sehingga ditemukan proyek
yang dikerjakan oleh kontraktor kecil
di Kabupaten Lima Puluh Kota pernah
mengalami kerusakan/gagal pakai
sebelum habis waktu pelaksanaan/
pemeliharaan pekerjaan.
Sebagian
kontraktor
kecil
memulai pekerjaan tepat waktu,
sebagian lagi tidak sehingga tahap
penyelesaian pekerjaan menjadi kritis,
akan tetapi hal ini harus cepat disikapi
oleh direksi teknis agar proyek berjalan
sesuai dengan pengendalian mutu dan
waktu yang telah ditetapkan. Akibat
tidak memulai pekerjaan sesuai dengan
waktu yang ditetapkan mengakibatkan
penyelesaian pekerjaan menjadi kritis
atau menjadi tidak tepat dengan waktu
yang telah ditentukan.
Untuk menjaga kualitas, setiap
memulai
pekerjaan
kontraktor
diwajibkan melakukan pengetesan
material yang akan digunakan terhadap
proyek yang dikerjakan, penyediaan
peralatan standar keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) pada proyek yang
dikerjakan jarang sekali diperhatikan
oleh kontraktor.

Kualifikasi Kontraktor sangat
berpengaruh terhadap
pencapaian
kualitas pekerjaan konstruksi, hal ini
disebabkan bahwa semakin tinggi
kualifikasi kontraktor semakin baik
dalam
kemampuan
penanganan
pekerjaannya, hal ini disebabkan
faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas kontraktor adalah pengalaman
kerja, sumber daya manusia dan
manajerial yang dikuasainya, modal
kerja serta peralatan yang memadai,
jika faktor tersebut telah terpenuhi
maka secara langsung juga pekerjaan
dapat diselesaikan dengan baik.
4. KESIMPULAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi
tidak
terlaksananya
persyaratan
kualifikasi tender diwaktu pelaksanaan
pekerjaan konstruksi adalah:
1. Kualifikasi Kontraktor
a. Faktor Administrasi
Kontraktor di Kabupaten Lima
Puluh Kota tidak mengalami
kesulitan dalam memenuhi
syarat-syarat administrasi dan
memiliki memiliki tenaga teknis
yang disesuaikan dengan
pendidikan dan keterampilan
sesuai dengan yang distandarkan
oleh LPJK.
b. Faktor Keuangan (modal kerja)
Kekayaan bersih perusahaan
merupakan rekayasa saja yang
semata-mata untuk memenuhi
persyaratan dalam kualifikasi
lelang untuk meyakinkan pihak
yang melelangkan tender
tersebut.
c. Faktor Pengalaman
Banyak dari kontraktor kecil di
Kabupaten Lima Puluh Kota
memiliki pengalaman yang
kurang dari 7 tahun seperti yang
disyaratkan dalam Keputusan
Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah No.
11

339/KPTS/M/2003, Tentang
Standar dan Pedoman Pengadaan
Jasa Konstruksi. Semakin banyak
pengalaman kerja dibidangnya
semakin baik pemahaman dalam
mengerjakan pekerjaan
konstruksi.
d. Faktor Kemampuan Teknis
Kontraktor kecil di Kabupaten
Lima Puluh Kota tidak memiliki
peralatan pada pelaksanaan
proyek yang dikerjakan kecuali
untuk peralatan sederhana.
Sertifikat tenaga ahli dan tenaga
terampil hanya untuk memenuhi
persyaratan agar perusahaan
dapat mendaftar pada
pelelangan/tender atau dengan
kata lain sertifikat yang
dilampirkan dipinjam kepada
sipemilik yang tidak merupakan
karyawan dari perusahaan jasa
konstruksi yang mengikuti lelang
tender tersebut, dan tidak
terdaftar sebagai karyawan dalam
perusahaan tersebut
2. Faktor Pelaksanaan Pekerjaan
Masih ditemukan kontraktor
yang meminta bimbingan dari pihak
proyek terhadap gambar kerja,
spesifikasi teknis yang dikerjakan dan
tidak
memperhatikan
pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
serta kualitas pekerjaan yang rendah
dimana proyek yang dikerjakan
mengalami kerusakan/gagal pakai
sebelum habis waktu pemeliharaan
pekerjaan. Pengelolaan manajemen
yang
terarah
akan
mampu
menyelesaian
pekerjaan
dengan
efisiensi waktu, mutu dan biaya
5. DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Syafarudin. 2001. Manajemen
Sumber Daya Manusia, Strategi
Keunggulan Kompetitif. Yogyakarta :
BPFE

Armstrong, Michael & Baron, A. 1998.
Performance Managemen : The New
Realities, institute of Personnel dan
development, New York.
Azwar, Saifuddin. 2004. Metode
Penelitian. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Asiyanto. 2005. Contruction Project
Cost Management. PT. Pradya
Paramita Jakarta
Ali,
Faried.
1997.
Metodologi
Penelitian Sosial dalam Bidang I lmu
Administrasi. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada.

Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa
Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor
Publik Di Indonesia. Edisi Pertama.
Yogyakarta: BPFE.
Bachrowi Sanusi, 2000, ”Pengantar
Evaluasi Proyek”, Fakultas Ekonomi,
Universitas
Indonesia,
Jakarta,
Nopember
Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami
Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rineka
Cipta
Fandy Tjiptono, 2003. Strategi
Pemasaran. Edisi kedua, Yogyakarta :
Penerbit Andi
Gibson, Rosalind S. 1990. Principles of
Nutritional
Assesmen.
Oxford
University press. New York.
Hersey, Paul dan Ken Balnchard. 1992.
Manajemen Perilaku Organisasi :
Pendayagunaan sumberdaya Manusia,
Cetakan Ketiga, Alih bahasa Agus
Dharma, Erlangga, Jakarta.

12

INKINDO, 2009, Anggaran Dasar
Rumah Tangga (ADRT) Inkindo,.
Jakti, Dorodjatun Kuncoro. 2004. Kiat
Meraih Peluang di Era Kebangkitan
Jasa
Konstruksi,
Profesionalisme
Tulang Punggung Kompetensi dan
Daya Saing. Jakarta : PT Tren
Pembangunan
Koentjaraningrat.
1997.
MetodeMetode Penelitian Masyarakat. Jakarta
: PT. Gramedia Pustaka Utama
Keputusan
Dewan
Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi
Nasional
tentang
Pedoman
Sertifikasi dan Registrasi Badan
Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi
Nasional Tahun 2002, Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi,
Jakarta

Keputusan Menteri Permukiman dan
Prasarana
Wilayah
No.
339/KPTS/M/2003, Tentang Standar
dan
Pedoman
Pengadaan
Jasa
Konstruksi
LPJK No. 10 Tahun 2013. Tata Cara
Registrasi Usaha Jasa Konstuksi

LPJK No. 11 Tahun 2013. Registrasi
Usaha
Jasa
Perncanaan
dan
Pengawasan konstruksi
LPJK No. 2 Tahun 2014. Tata Cara
Registrasi Konversi Sertifikat Badan
Usaha Jasa Konstruksi
Miles, B.B, dan A.M. Huberman.
1992. Analisa Data Kualitatif, UI
Press Jakarta
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja
Sektor Publik, Edisi I . Yogyakarta:
Buku UPP AMP YKPN.

Nana Sudjana. 2004. Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
PP
No.
29
Tahun
2000.
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
PP No. 4 Tahun 2010. Usaha dan
Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
Peraturan
menteri
PU
No.
08/PRT/M/2011.
Pembagian
subklasifikasi dan subkualifikasi Usaha
Jsa Konstruksi
Perpres No. 54 Tahun 2010.
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah
Perpres No. 70 Tahun 2012,
Perubahan Kedua Perpres No. 54
Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/ Jasa Pemerintah
Perpres No. 4 Tahun 2015, Perubahan
Ke empat Perpres No. 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/ Jasa
pemerintah
Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun
2010
Peraturan Pemerintah Nomor 30
Penyelenggaraan
Tahun
2000.
Pembinaan Jasa Konstruksi. Jakarta
: Departemen Pekerjaan Umum.

Piliando, Romy. 2008. Identifikasi
Faktor-Faktor
Dominan
Yang
Mempengaruhi Penentuan Pemenang
Lelang
Jasa
Kontruksi
Proyek
Pemerintah. Skripsi, Program Sarjana
Fakultas Teknik Universitas Indonesia,
Depok.
Riduwan (2004), Metode dan Teknik
Menyusun Tesis, Alfabeta, Bandung.
SE Kementerian Pekerjaan Umum No.
IK.0201-Kk/978.
Pemberitahuan
Klasifikasi dan kualifikasi Usaha jasa
konstruksi
pada
Pelaksanaan
pengadaan pekerjaan Jasa Konstruksi
untuk Tahun 2014.

13

Sedarmayanti, 2007, Sumber Daya
Manusia dan Produktivitas Kerja,
Bandung, Penerbit Mandar Maju
Soeharto, Iman. 1995. Manajemen
Proyek dari konseptual sampai
operasional.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian
Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sedarmayanti, 2007. Manajemen
Sumber Daya Manusia, Reformasi
Birokrasi dan Manajemen Pegawai
Negeri Sipil. Bandung: PT. Refika
Aditama
Soeharto, I mam. 1995. Manajemen
Proyek, Dari Konseptual Sampai
Operasional. Jakarta : Erlangga.

Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005.
Manajemen
Publik.
Jakarta
:
Gramedia Widia Sarana Indonesia
UU No. 18
Konstruksi

Tahun

1999.

Jasa

UU No. 20 Tahun 2008. Kekayaan
Bersih
Wibowo, 2007. Manajemen kinerja.
PT. Raja Grafindo Parsada: Jakarta
Wahyudin, et al. 2004. Petunjuk
Pelaksanaan
Pengadaan
Jasa
Kontruksi Oleh Instansi pemerintah.
Jakarta: BP Cipta Jaya.
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja.
Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.

14