MAKALAH KOMUNIKASI DAN PSIKOLOGI AUDIT R

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada masa sekarang ini keberhasilan suatu penugasan audit bukan dari berapa
jumlah temuan yang dihasilkan namun dilihat dari kualitas rekomendasi yang diberikan
dapat ditindaklanjuti oleh auditan dan mampu menghilangkan akar permasalahan
dengan tuntas sehingga tidak terjadi temuan berulang.
Dalam perkembangannya, peran dan citra internal auditor sedikit demi sedikit
mengalami pergeseran paradigma dari yang sebelumnya dikenal sebagai watchdog
terkait perannya sebagai “penjaga” asset organisasi hingga saat ini berkembang menjadi
konsultan bagi organisasi yang mampu memberikan nilai tambah (add values) dan
sebagai katalisator bagi suatu organisasi dalam mencapai tujuannya.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pergeseran paradigma tersebut belum
sepenuhnya terjadi. Hal ini terlihat dari masih banyak auditan

yang menganggap

bahwa auditor internal masih seperti watchdog. Auditor internal masih dicitrakan
sebagai sosok yang tidak ramah, sibuk sendiri dan bahkan tidak jarang auditor masih
dianggap sewenang-wenang.
Gambaran auditor yang demikian tentunya berdampak pada hasil kinerja auditor

pada saat pelaksanaan audit. Kerja sama yang baik antara auditor dengan auditan
menjadi sulit dibangun karena bagi para auditan yang memiliki pandangan demikian
cenderung akan bersikap tertutup dan tidak mau bekerja sama.
Dalam meningkatkan profesionalisme seorang auditor haruslah terlebih dahulu
memahami dirinya sendiri dan tugas yang akan dilaksanakannya serta selalu
meningkatkan dan mengendalikan dirinya dalam berhubungan dengan auditan
Auditor juga harus berusaha memahami perilaku auditan
komunikasi dan kerjasama dengan pihak auditan

.

dan juga membangun

. Penampilan diri, kemampuan,

keahlian teknis, etika pergaulan, gaya berkomunikasi, dan kemampuan membaca sifat
psikologis auditan

merupakan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan untuk


menunjang keberhasilan penugasan.
Penerapan cara berkomunikasi yang tepat sangat penting sebagai langkah awal
memperoleh informasi dan keterangan dari seluruh pihak yang terkait dengan kegiatan
audit.

Sedangkan

keterampilan

psikologi

membantu

auditor

untuk

dapat

Page 1 of 21


mengidentifikasi diri dan menjaga perilaku pada saat berhadapan dan berkomunikasi
dengan auditan. Keterampilan psikologis juga akan membantu auditor untuk lebih
mengetahui keadaan psikologis dari auditan

dan lingkungannya sehingga suasana

kenyamanan akan tercipta selama proses audit.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan pengalaman penulis ketika masih aktif sebagai auditor internal,
sering kali kebuntuan yang dialami oleh seorang auditor dalam mengumpulkan
informasi-informasi dari para auditan
auditan

disebabkan komunikasi antara auditor dengan

kurang terjalin dengan baik. Sehingga sebagaimana yang telah disinggung

diatas, pihak auditan


pun pada akhirnya bersikap defensive, tertutup, dan relatif sulit

untuk diajak kerja sama.
Disisi lain, komunikasi dengan unit kerja terkait lainnya juga sering mengalami
hambatan. Pada saat melakukan persiapan awal pelaksanaan audit kurang mendapat
dukungan yang cukup dari unit kerja lainnya. Informasi yang diberikan oleh unit kerja
lain kepada auditor mengenai kantor cabang yang akan diaudit sangat minim dan jauh
dari harapan.
Pada titik ini apabila auditor tidak peka dalam membaca situasi dan tidak segera
melakukan perbaikan komunikasi baik dengan pihak auditan maupun unit kerja terkait
maka hampir dapat dipastikan audit yang dilakukan akan menemui berbagai macam
hambatan sehingga sulit untuk mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan.
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendorong para auditor internal
mengembangkan keterampilan komunikasi dan psikologi serta penerapannya dalam
setiap pelaksanaan penugasan guna membantu kelancaran sekaligus meningkatkan
kualitas audit yang dilakukan
1.4. Ruang Lingkup Pembahasan
Pembahasan makalah ini dibatasi hanya pada pembahasan pentingnya
pengembangan keterampilan komunikasi dan psikologi audit bagi para auditor untuk

menunjangn kelancaran dan peningkatan kualitas audit.

Page 2 of 21

1.5. Sistematika Pembahasan
Makalah ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I

Pendahuluan
Menjelaskan latar belakang, permasalahan yang dibahas dalam makalah
ini, tujuan penulisan, ruang lingkup pembahasan, dan sistematika
penulisan.

BAB II

Rujukan Teori
Bab ini menjelaskan tentang rujukan teori dari berbagai sumber seperti
pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, buku-buku kepustakaan, dan
sumber lain (internet) termasuk materi-materi yang telah dipelajari selama
mengikuti pembelajaran di YPIA.


BAB III

Pembahasan
Bab ini membahas tentang penerapan keterampilan komunikasi dan
psikologi audit dalam pelaksanaan audit internal berdasarkan rujukan teori
yang diperoleh

BAB IV

Kesimpulan dan Saran
Menjelaskan kesimpulan-kesimpulan yang bisa diperoleh dari pembahasan
masalah

serta

memberikan

saran-saran


yang

dapat

dipergunakan

manajemen dalam menunjang kelancaran proses pelaksanaan dan
peningkatan kualitas audit yang dilakukan melalui penerapan keterampilan
komunikasi dan psikologi audit.
-----oooOOOooo-----

Page 3 of 21

BAB II
RUJUKAN TEORI
2.1

Komunikasi Dalam Audit
2.1.1


Pengertian dan Definisi Komunikasi
Komunikasi dalam sejarahnya berasal dari bahasa Latin yaitu communis
(sama), communico, communication atau communicare yang berarti “membuat
sama”. Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses
penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain.
Secara sederhana digambarkan bahwa komunikasi suatu proses untuk
memperoleh kesamaan “gambar” mengenai persepsi dan penafsiran antara pihak
penyampai pesan dengan pihak penerima pesan.
Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila pesan yang disampaikan
oleh suatu pihak telah dapat ditafsirkan sama dengan pihak penerima pesan
tersebut. Sehingga komunikasi sangat bergantung pada kemampuan kita dalam
memahami satu dengan yang lainnya (communication depends on our ability to
understand one to another).
Terdapat sangat banyak pengertian komunikasi yang dikemukakan oleh
para ahli. Beberapa pengertian sederhana mengenai komunikasi menurut para
ahli antara lain :
a.

Komunikasi adalah proses pengalihan ide dari sumber kepada satu
penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka

(Everett M. Rogers)

b.

Pendapat dari Prof. Dr. Soekanto Reksohadiprojo bahwa komunikasi adalah
usaha mendorong orang lain untuk menginterprestasikan pendapat seperti
apa yang dikehendaki oleh orang yang mempunyai pendapat tersebut serta
diharapkan diperoleh titik kesamaan untuk pengertian.

c.

Komunikasi itu “siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa
dengan pengaruh bagaimana (Who Says What In Which Channel to Whom
With and What Effect?) – Harold Dwight Lasswel

Page 4 of 21

Dari pendapat-pendapat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
komunikasi adalah proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu sama
lain antara sesama manusia baik langsung maupun tidak langsung.

2.1.2

Jenis Komunikasi
Secara garis besar komunikasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian
besar, yaitu :
a. Komunikasi verbal, yaitu suatu proses komunikasi dengan menggunakan
simbol atau lambang-lambang. Simbol-simbol yang digunakan selain sudah
ada yang diterima menurut konvensi internasional seperti simbol lalu-lintas,
alfabet latin, simbol matematika, juga terdapat simbol-simbol lokal yang
hanya bisa dimengerti oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
b. Komunikasi non-verbal, yaitu proses komunikasi dilakukan dengan
menggunakan kode-kode non-verbal. Contohnya berkomunikasi dengan
menggunakan gerak tubuh (body language)
Dalam

konteks

organisasi,

menurut


Soejono

Trimo

(Analisis

Kepemimpinan Angkasa Bandung. 1986) komunikasi dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu :
a. Downward Communication
Komunikasi yang berlangsung pada saat pihak yang berada pada tataran
manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Informasi yang
disampaikan antara lain meliputi kebijakan pemimpin, peraturan, ketentuan
yang harus diikuti, jadwal kegiatan atau program, dan alokasi sumbersumber.
b. Upward Communication
Komunikasi

yang

berlangsung

pada

saat

bawahan

(subordinate)

mengirimkan pesan kepada atasannya. Pesan yang disampaikan berupa
laporan pekerjaan, permasalahan yang dialami, sampai dengan penyampaian
keluhan-keluhan
c. Horizontal Communication
Komunikasi yang terjadi antar para karyawan antar bagian yang memiliki
kesetaraan kedudukan. Pesan atau informasi yang disampaikan bertujuan
Page 5 of 21

untuk berbagi informasi, koordinasi, upaya pemecahan masalah, dan
membina hubungan kerja antar unit.
2.1.3

Faktor Dalam Komunikasi
Secara umum komunikasi dapat terbentuk secara efektif jika telah terjadi
kesamaan penafsiran yang dimiliki oleh seorang komunikator dengan
komunikan atas pesan yang diberikan dan diterima.
Menurut Onong Ichjana Effendy dalam buku “Ilmu Komunikasi Teori
dan Praktek” (1985) bahwa komunikasi dapat dikatakan berjalan efektif dan
memiliki manfaat apabila memenuhi faktor-faktor sebagai berikut, yaitu :
a. Tepat Waktu dan Tepat Sasaran
Ketepatan waktu dalam menyampaikan komunikasi harus benar-benar
diperhatikan. Apabila penyampaian komunikasi tersebut terlambat maka
kemungkinan apa yang disampaikan tersebut tidak ada manfaatnya lagi.
b. Lengkap
Selain komunikasi yang disampaikan harus mudah dimengerti oleh
penerima komunikasi, maka komunikasi tersebut harus lengkap sehingga
tidak menimbulkan keraguan bagi penerima komunikasi. Hal itu perlu
ditekankan karena meskipun komunikasi mudah dimengerti tetapi apabila
komunikasi tersebut kurang lengkap maka hal itu menimbulkan keraguan
bagi penerima komunikasi sehingga pelaksanaan tidak sesuai dengan apa
yang diinginkan.
c. Memperhatikan Situasi dan Kondisi
Dalam menyampaikan suatu komunikasi terutama jika komunikasi tersebut
merupakan hal-hal yang penting dan perlu pengertian secara mendalam
maka faktor situasi dan kondisi yang tepat perlu diperhatikan. Apabila
situasi dan kondisi dirasakan kurang tepat kiranya komunikasi yang akan
dilakukan sebaiknya ditunda atau ditangguhkan.
d. Menghindari Pilihan Kata Yang Buruk
Agar komunikasi yang disampaikan mudah dimengerti dan direspon dengan
baik maka perlu dihindarkan penggunaan kata-kata yang kurang baik
terutama kata-kata yang dapat menyinggung perasaan si penerima pesan

Page 6 of 21

e. Persuasi Dalam Komunikasi
Seringkali auditor harus merubah dan menyesuaikan sikap, tingkah laku,
dan perbuatan dari auditan

yang sedang dihadapinya. Agar komunikasi

dapat memperoleh hasil yang diinginkan diperlukan hal-hal yang bersifat
persuasive didalamnya.
2.1.4

Hambatan Dalam Komunikasi
Kegagalan dalam berkomunikasi sering terjadi karena banyak hambatanhambatan. Salah satu hambatan yang ditimbulkan adalah karena persepsi yang
berbeda. Perbedaan persepsi cenderung menghambat informasi baru, terutama
jika informasi itu bertentangan dengan apa yang diyakini. Persepsi pada
hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam
menterjemahkan informasi melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan dan penciuman

2.1.5

Manfaat komunikasi
Apabila hambatan dalam berkomunikasi dapat dihilangkan atau
setidaknya diperkecil maka kemungkinan komunikasi yang dilaksanakan akan
menjadi lebih baik. Komunikasi yang dilakukan dengan baik dalam suatu
organisasi dapat memberikan mafaat, seperti :
a. Kelancaran tugas-tugas lebih terjamin
Komunikasi yang baik memudahkan seorang auditor untuk menggali
informasi seakurat mungkin yang bermanfaat untuk mendukung kelancaran
audit.
b. Biaya biaya dapat ditekan
Informasi yang akurat membantu auditor dalam melakukan pengujianpengujian yang efisien dan tepat sasaran
c. Meningkatkan partisipasi
Dalam suatu hubungan komunikasi yang baik, pihak auditan akan dengan
lebih partisipatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan oleh auditor
d. Pengawasan dapat dilakukan dengan baik
Hal-hal yang menyangkut seluruh aktifitas yang dilakukan dapat diketahui sedini
mungkin jika komunikasi antar individu dibangun dengan baik.
Page 7 of 21

2.2

Psikologi Dalam Audit
2.2.1

Pengertian Psikologi
Psikologi dalam sejarahnya berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu psyche
yang berarti “jiwa” dan logos yang berarti “ilmu”. Psikologi dapat diartikan
sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia. Hal ini berkaitan
dengan kepribadian, perilaku, dan sifat manusia.
Manusia sebagai individu merupakan kesatuan yang integral dan tidak dapat
dipisah-pisahkan antara aspek-aspek fisiologis, psikologis, dan sosial sebagai
berikut :
a. Aspek Fisiologis
Manusia sebagai organisme dengan segala masalah biologis serta fungsinya
seperti fungsi penginderaan, fungsi kelenjar, fungsi susunaan syaraf
pusat,fungsi peredaaraan darah, dan lain sebagainya
b. Aspek Psikologis
Manusia dengan segala fungsi kemampuan psikis seperti pengamatan,
perasaan, pikiran dan sebagainya
c. Aspek Sosial
Manusia dengan penghayatan pada kedua hal diatas dalam interaksinya
dengan lingkungan atau dunia luar, baik secara pasif maupun aktif.
Dalam setiap tingkah laku, aspek-aspek tersebut memainkan peranannya
sendiri-sendiri namun dalam keadaan tertentu salah satu aspek mungkin lebih
menonjol dari aspek lainnya. Untuk memahami makna tingkah laku, semua
aspek tersebut perlu diperhitungkan peranannya.

2.2.2

Praktek Psikologi
Dalam prakteknya, cara dan gaya berkomunikasi yang tepat dari seorang
auditor sangat dipengaruhi oleh keterampilan psikologi yang dimilikinya. Untuk
melakukan komunikasi yang efektif seorang auditor harus mampu membaca dan
mencermati lingkungan disekitarnya. Di mana dan sedang dalam kondisi apa dia
saat ini berada, situasi apa yang secara umum sedang terjadi disekitarnya, dan
dengan siapa dia berhadapan. Jika hal-hal tersebut dapat dicermati dengan baik,
maka auditor dapat dengan mudah menentukan bagaimana sikap dan cara
Page 8 of 21

berkomunikasi yang tepat dengan lingkungan sekitar. Dalam hal ini kaitan
peranan faktor psikologi dengan praktek audit bagi seorang auditor adalah :
a. Penguasaan personal, yakni ketrampilan untuk mengklarifikasi dan
memahami visi orang, dan mempunyai kesabaran dalam mencapai tujuan
b. Ketrampilan membuat asumsi, generalisasi, gambaran atau kesan secara
mendalam dalam memahami kehidupan dan menentukan sikap yang harus
diambil.
c. Ketrampilan dalam menciptakan visi bersama sehingga segala usaha menuju
tujuan tersebut tercapai.
Seorang auditor harus dapat menciptakan suasana nyaman dan aman
sehingga secara psikologis auditan tidak merasa terancam dalam memberikan
segala sesuatu atau informasi yang akan dibutuhkan dalam pelaksanaan proses
audit.
Secara normal aspek psikologis bekerja bedasarkan aspek fisiologis
yang sehat dan disesuaikan dengan keadaaan linngkungan sosial, fasilitas
sekitarnya, serta nilai-nilai kehidupan yang ada. Kesatuan dari ketiga aspek
tersebut dalam perkembangannya pada setiap orang berbeda.
-----oooOOOooo-----

Page 9 of 21

BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
3.1. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tenaga Auditor
3.1.1. Kebijakan Sistem Rekrutmen dan Penempatan
Pada umumnya pegawai yang ditempatkan di Unit Internal Audit adalah
hasil perekrutan baru yang masih minim kompetensi baik dari sisi pengalaman
maupun keterampilan. Sehingga secara umum perusahaan masih membutuhkan
banyak waktu dan biaya untuk meningkatkan kompetensi auditor tersebut.
Kebijakan rekrutmen dan penempatan tenaga auditor belum sepenuhnya
memperhatikan konsep the right men on the right place. Para auditor yang
ditempatkan belum melalui semacam proses assesment untuk mengetahui
tingkat kelayakan dan karakter pribadi tenaga auditor yang dibutuhkan.
Sering kali auditor-auditor baru mengalami kebuntuan pada saat
pelaksanaan audit. Hal ini disebabkan auditor baru belum mampu memahami
situasi, lingkungan, dengan siapa dia berhadapan, dan permasalahan apa yang
sebenarnya dihadapi saat itu. Auditor tersebut sulit untuk berkomunikasi dengan
cara yang tepat dan pada akhirnya dia menggunakan cara-cara yang cenderung
arogan.
Kebijakan rekrutmen/penempatan pegawai di Unit Internal Audit yang
semacam ini sudah saatnya diubah. Perusahaan seharusnya tidak memberikan
kesan “asal-asalan” dalam memenuhi kebutuhan tenaga auditor. Penempatan
tenaga auditor seharusnya tetap memperhatikan faktor keahlian, keterampilan,
dan pengalaman tanpa mengesampingkan faktor karakter dan kepribadian calon
auditor.
Perubahan sistem dan kebijakan rekrutmen ini dapat dilakukan sebagai
berikut :
1. Penetapan Persyaratan Minimal
Persyaratan minimal yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
a. Masa Kerja dan Pengalaman
b. Latar Belakang Pendidikan (formal dan non-formal)
c. Kemampuan dan Keterampilan Teknis (komputer dan aplikasi)

Page 10 of 21

2. Pemanfaatan Metode dan Proses Assesment
Metode dan proses assessment bagi para calon auditor diperlukan untuk
mengetahui :
a. Tingkat kelayakan dan potensi calon auditor terhadap pekerjaan yang
akan diberikan
b. Faktor psikologi dari calon auditor seperti kepribadian, tingkah laku, dan
kemampuan intelektual.
3.1.2. Program Pelatihan Tenaga Auditor
Program pelatihan untuk meningkatkan kompetensi para auditor
sangatlah penting. Agar pada setiap penugasan yang diberikan, para auditor
sudah memiliki bekal keterampilan (termasuk keterampilan berkomunikasi)
yang memadai untuk menunjang keberhasilan audit.
Dari total sebanyak 5 (lima) orang tenaga auditor yang dimiliki, 3 (tiga)
orang memiliki pengalaman lebih dari 3 tahun. Jika dilihat dari sisi kompetensi,
seluruhnya sudah pernah diikutkan dalam program pelatihan namun baru
1 (satu) orang auditor yang saat ini sudah memiliki gelar profesi internal auditor.
Sedangkan sisanya hanya ”pernah sekadar” diikutkan saja. Sedangkan untuk
program peningkatan kompetensi lainnya seperti melalui seminar dan lainnya
pun hampir dapat dikatakan tidak pernah. Dalam hal ini, pengembangan
wawasan dari para auditor belum menjadi bagian yang diperhatikan. Pemetaan
kompetensi auditor yang ada tergambar pada tabel dibawah ini :

Selain kemampuan teknis, minimnya pengalaman dan wawasan yang
dimiliki adalah faktor yang sangat mempengaruhi cara dan perilaku auditor
dalam menjalankan tugasnya. Pada akhirnya akan mempengaruhi kelancaran
tugas dan kualitas audit yang dilakukan termasuk citra auditor itu sendiri.
Untuk menghilangkan permasalahan ini, perlu dilakukan perubahan
terhadap sistem dan kebijakan yang berkenaan dengan pengembangan
Page 11 of 21

kompetensi para auditor. Perubahan sistem kebijakan pelatihan dapat dilakukan
dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Penetapan Prosentase Pelatihan dan Pengembangan Kompetensi
Para auditor wajib mengikuti pelatihan dan pengembangan kompetensi
minimal sebanyak 25% hari kerja dalam 1 tahun. Misalnya, dari rata-rata
240 hari kerja dalam 1 tahun para auditor diikutkan dan diberikan
kesempatan minimal 60 hari untuk mengembangkan kompetensi, wawasan,
dan kemampuannya.
b. Kewajiban Pemenuhan Gelar Profesional
Para auditor wajib untuk memenuhi persyaratan gelar professional yang
berkaitan dengan bidang kerjanya. Seperti Qualified Internal Auditr (QIA)
dan Ajun Ahli Asuransi Kerugian Indonesia (AAAI-K). Dapat juga
ditambahkan bahwa gelar professional menjadi salah satu syarat yang harus
dipenuhi dalam proses promosi di jabatan-jabatan tertentu.
3.2. Praktek Komunikasi Dalam Suatu Penugasan
3.2.1. Monitoring Unit Kerja
Untuk menambah referensi informasi yang berkaitan dengan obyek yang
akan diaudit, biasanya dalam tahap persiapan awal Internal Audit berkomunikasi
dengan seluruh unit-unit kerja di Kantor Pusat melalui media persuratan internal
(memo) perihal hasil evaluasi unit tersebut terhadap objek yang akan diaudit.
Pada prakteknya hasil monitoring ini hanya berisikan tentang
permasalahan-permasalahan yang ada secara to the point seperti jumlah piutang,
saldo harian kas dan bank yang melebihi limit, penerbitan polis yang tidak
sesuai, jumlah hutang klaim dan lain-lain tanpa menguraikan secara jelas hal-hal
yang lebih terperinci mengenai kondisi tersebut. Dengan kata lain hasil
monitoring unit yang diperoleh masih kurang informatif.
Belum terbangunnya komunikasi yang baik antara Unit Internal Audit
dengan unit kerja lainnya merupakan penyebab utama permasalahan ini. Dalam
arti lain komunikasi horizontal (horizontal communication) belum berjalan baik.
Hal semacam ini tentunya belum memberikan banyak memberikan
manfaat kepada auditor sehingga biasanya pada saat pelaksanaan audit di kantor
cabang, auditor harus menelusuri kembali hal-hal yang disampaikan oleh unit
Page 12 of 21

kerja tersebut dan menyebabkan pelaksanaan audit memerlukan waktu yang
relatif lebih lama.
3.2.2. Daftar Pertanyaan Audit
Daftar Pertanyaan Audit sebagai salah satu bentuk media komunikasi
dengan pihak auditan . Daftar Pertanyaan Audit ini bertujuan sebagai alat untuk
penggalian informasi awal atas objek yang akan diaudit. Daftar Pertanyaan
Audit ini disampaikan kepada pihak auditan

14 (empat belas) hari sebelum

audit dilaksanakan.
Pada umumnya, Daftar Pertanyaan Audit ini belum sepenuhnya dapat
memberikan informasi yang jelas dan berguna bagi auditor. Hal ini disebabkan
daftar pertanyaan tersebut masih berbentuk checklist dengan menggunakan
bahasa pertanyaan yang bersifat tertutup seperti apakah, sudahkan, adakah dan
hanya menggunakan pilihan jawaban “ya” dan “tidak” saja.
Agar dapat lebih memberikan manfaat kepada auditor, sebaiknya Daftar
pertanyaan menggunakan bahasa pertanyaan yang bersifat terbuka seperti
bagaimanakah, uraikan, jelaskan, dan lain sebagainya. Dengan pertanyaan
seperti itu maka jawaban dari auditan diharapkan akan lebih terperinci, lengkap,
dan memberikan informasi yang lebih mendalam.
3.2.3. Wawancara
Wawancara merupakan suatu proses interaksi yang dilakukan dengan
komunikasi lisan dengan menggunakan metode tanya jawab yang mempunyai
tujuan untuk menggali informasi tertentu. Wawancara merupakan salah satu
bentuk dari komunikasi langsung (direct communication). Pada dasarnya
wawancara dilakukan secara berhadap-hadapan fisik antara auditor dan auditan
Dalam situasi seperti ini diperlukan keterampilan komunikasi dan psikologi
yang baik.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, penulis berkesimpulan bahwa
wawancara dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode, yaitu :

Page 13 of 21

1. Open Interview, dilakukan secara terang-terangan dan disadari oleh auditan
bahwa dia sedang diwawancara oleh auditor. Cara wawancara seperti ini
yang paling lazim dilakukan dalam setiap pelaksanaan audit.
2. Hidden Interview, dilakukan dengan tanpa disadari oleh auditan

bahwa

yang bersangkutan sebenarnya sedang diwawancarai. Hal ini dilakukan
mana kala auditor memerlukan informasi dari auditan

yang bersikap

deffensive. Dibutuhkan kepiawaian auditor dalam berkomunikasi dan
membaca psikologi auditan Kelemahan dari cara ini adalah informasi yang
diperoleh tidak dapat dimuat secara jelas dalam kertas kerja audit, tapi paling
tidak bisa dijadikan panduan dalam tindakan yang akan diambil auditor
selanjutnya.
Sebagai metode pelengkap, wawancara diperlukan untuk melengkapi
informasi dari suatu kondisi yang belum diperoleh dari kegiatan-kegiatan
sebelumnya. Namun hasil wawancara tersebut dapat digunakan sebagai criteria
dimana pada saat dilakukan pengujian kebenaran suatu bukti audit biasanya
mengacu dari informasi yang diperoleh melalui hasil wawancara.
Dalam praktek yang baik, wawancara audit perlu mempertimbangkan
diciptakannya suasana psikologis yang penuh persahabatan, ramah tamah, saling
menghargai, dan saling mempercayai. Hal ini penting agar auditan

merasa

aman, nyaman dan tidak merasa terancam sehingga informasi audit dapat
diperoleh sesuai tujuannya. Pada kondisi demikian auditor diharapkan dapat
menjaga penampilan diri, menguasai suasana dan benar benar menimbulkan
suasana yang bebas pada auditan
Dalam prakteknya, wawancara sering kali dipersamakan dengan
interogasi. Auditor tidak memperhatikan dan bahkan tidak berusaha untuk
membuat kondisi senyaman mungkin. Misalnya, auditor tidak mau melakukan
wawancara selain di ruang kerja auditor, wawancara dilakukan di dalam ruangan
yang hanya berisi sekelompok auditor saja sehingga auditan seolah-olah sedang
disidang.
Dalam melakukan audit regular, wawancara dengan pendekatan seperti
ini sangat tidak tepat. Auditan

yang masih dilingkari dengan perasaan tidak

suka, takut, dan was-was biasanya akan cenderung bersikap tertutup dan
Page 14 of 21

menjawab apa adanya. Kondisi ini dapat menjadi lebih parah manakala auditan
bersikap defensive, melawan, dan tidak mau bekerja sama. Tujuan utama dari
wawancara untuk menggali informasi sedetil mungkin pun dengan sendirinya
akan gagal.
3.2.4. Pemaparan dan Penyampaian Hasil Audit
Bentuk komunikasi pada akhir satu rangkaian penugasan adalah
pemaparan dan penyampaian hasil audit. Pada situasi ini auditor masih harus
memperhatikan dan mencermati situasi dan psikologi lingkungan auditan pada
saat itu. Hal ini penting agar pada saat auditor memaparkan hasil auditnya
seluruh audience yang hadir mau mendengarkan dengan penuh antusias
sehingga tujuan untuk memperoleh penafsiran yang sama antara pesan atau
maksud yang disampaikan dengan yang diterima dapat terpenuhi.
Selanjutnya hasil audit kemudian dituangkan dalam bentuk laporan.
Laporan Hasil Audit adalah salah satu bentuk dari alat komunikasi dimana
melalui laporan ini internal auditor mengkomunikasikan hasil audit yang
diperolehnya kepada para pembaca laporan. Laporan ini harus menggambarkan
dengan jelas mengenai pesan yang disampaikan sehingga dapat diperoleh
kesamaan penafsiran sesuai dengan maksud dari auditor.
Agar komunikasi melalui laporan dapat berjalan efektif, maka dalam
membuat dan menyampaikan laporan auditor perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Lengkap dan Informatif, hanya memuat poin-poin penting dari hal-hal yang
disampaikan, dirancang sedemikan rupa agar terhindar dari kesalahan
penafsiran dari pembacanya.
2. Pilihan Kata Yang Tepat, menggunakan bahasa yang sederhana, mudah
dimengerti dengan pilihan kata yang tepat.
3. Tepat Waktu, laporan harus disampaikan secara tepat waktu dan tidak terlalu
lama agar informasi-informasi yang disampaikan dapat memberikan manfaat
dan relevan dengan kondisi terkini.
Keberhasilan dari suatu penugasan audit adalah rekomendasi yang diberikan dapat
secara tuntas menghilangkan akar permasalahan dan tidak terjadi lagi temuan berulang. Hal
ini sangat tergantung dari bagaimana dalam melakukan pekerjaannya auditor dapat dengan
Page 15 of 21

semaksimal mungkin memperoleh segala informasi yang dibutuhkannya. Keterampilan
berkomunikasi adalah faktor yang sangat menentukan dalam setiap usaha menggali informasi
dari auditan Keterampilan berkomunikasi ini perlu didukung dengan keterampilan psikologi
agar auditor dapat menentukan cara dan gaya berkomunikasi yang tepat sehingga kelancaran
proses dan kualitas audit dapat lebih ditingkatkan.
-----oooOOOooo-----

BAB IV
PENUTUP

Page 16 of 21

4.1. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
a. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kelancaran proses audit adalah
terjalinnya hubungan komunikasi yang baik antara auditor dengan auditan. Dalam
hal ini auditor harus memiliki keterampilan komunikasi dan psikologi yang baik.
Pemahaman mengenai tingkah laku auditan menjadi penting manakala terjadi
interaksi antara auditor dengan auditan.
b. Selain hubungan dengan auditan, komunikasi horizontal antara Internal Auditor
dengan unit kerja lain juga harus tercipta dengan baik sehingga masing-masing unit
kerja menyadari peran dan fungsi Internal Audit dan turut berpartisipasi dalam
pemberian informasi yang lengkap dan akurat atas hasil evaluasi terhadap objek
yang akan diaudit.
c. Auditor didorong untuk dapat mengenali dirinya sendiri dan tugas yang
diembannya. Pengendalian diri dalam berhubungan dengan lingkungannya seperti
penampilan,

kemampuan

dan

keahlian,

etika

pergaulan,

kemampuan

berkomunikasi, mampu membaca psikologis auditan dan sifat kepemimpinan
merupakan faktor yang sangat penting dalam membangun komunikasi baik dengan
auditan maupun dengan unit-unit kerja untuk mendukung keberhasilan penugasan
audit.
d. Organisasi turut berperan dalam peningkatan kualitas dan pengembangan
keterampilan serta keahlian para auditor yang dimilikinya. Untuk itu perlu
dirancang kebijakan rekrutmen dan penempatan pegawai di Internal Auditor yang
tepat dan selanjutnya merancang program dan sistem pengembangan kompetensi
bagi para auditornya.
e. Dalam hal ini dituntut peran serta perusahaan dalam hal pengembangan wawasan
perusahaan dengan merancang suatu sistem dan kebijakan yang berkaitan dengan
program pengembangan kompetensi para auditornya.

4.2. Saran-Saran
Adapun saran-saran perbaikan yang dapat diberikan penulis adalah sebagai
berikut :
Page 17 of 21

a. Manajemen melalui Divisi Umum dan SDM secara bersama-sama dengan Divisi
Internal Audit agar :
1. Merancang kebijakan sistem rekrutmen dan penempatan tenaga auditor
dengan mengedepankan prinsip the right man on the right place
2. Menetapkan standar kompetensi minimal dan melakukan proses assesment
bagi para calon auditor yang akan ditempatkan di Divisi Internal Audit
3. Merancang sistem

dan program pengembangan kompetensi karyawan

khususnya pada auditor sehingga dapat memiliki tenaga-tenaga auditor
dengan kemampuan yang memadai
b. Para auditor di Internal Audit menerapkan praktek komunikasi yang baik dalam
setiap penugasan dengan tujuan agar kelancaran penugasan dan kualitas
rekomendasi yang dihasilkan dapat lebih ditingkatkan.
c. Internal Audit dapat meningkatkan hubungan komunikasi dan pengembangan
wawasan mengenai peranan dan fungsi internal audit kepada unit-unit kerja melalui
sosialisasi dalam setiap pertemuan-pertemuan yang diadakan.
-----oooOOOooo-----

DAFTAR PUSTAKA
1. Materi Komunikasi dan Psikologi Audit, Yayasan Pendidikan Internal Audit (2014)
Page 18 of 21

2. Analisis Kepemimpinan, Soejono Trimo (1986)
3. Makalah Pendekatan Psikologi dan Komunikasi Audit Dalam Mendukung Penugasan
Profesional Audit, Achmad Badjuri (2008)
4. Teknik Komunikasi Audit, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (2007)

CURRICULUM VITAE
A. PERSONAL DATA


Full Name

:

M. ERICK CRIZAL
Page 19 of 21



Place / Date of Birth

:

Jakarta, September 3rd 1976



Current Address

:

Jl. Cenderawasih V No. 143/36
Makassar – Sulawesi Selatan



Contact Number

:

0819 – 3397 4100
0411 – 830252



Gender

:

Male



Marital Status

:

Married



Nationality

:

Indonesian

B. EDUCATIONAL BACKGROUND
a. Formal


1984 – 1990

: SDN 09 PagiRagunan – South Jakarta



1990 – 1993

: SMP Negeri 2 Ciputat – South Jakarta



1993 – 1996

: SMA Negeri 47 Tanah Kusir – South Jakarta



2005 – 2009

: Management Major on Economic Faculty (Strata – 1)
STIE Paripurna – Tangerang

b. Non-Formal


1996 – 1997

: Accounting for Banking
NBABusinessCollege – Jakarta



2002 – present : Professional Degree of AAAI-K
(4 subjects)
Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI)



2002 – present : Professional Degree of Qualified Internal Auditor (QIA)
(On process)
Yayasan Pendidikan Internal Auditor (YPIA)

C. FAMILY BACKGROUND
No

Full Name

Age

Educational
Background

Family Status

1

M. Erick Crizal

37

S1

Husband

2

Suzy LaureenReskeHendriks

35

S1

Wife

3

Alessandria Arabella PuteriCrizal

6

-

Children

4

Alessandro Nesta Putera Crizal

1

-

Children

D. WORK EXPERIENCES


1997 – 1998

: Administration Staff
PT. Bina Setia Corpora (Labour Supplier)



1998 – 1999

: Business Consultant Staff
Page 20 of 21

PT. Rimbadana Panca Mukti (Commodity Trader)


1999 – 2000

: Forensic Auditor Staff
PricewaterhouseCooppers – PwC (Public Accountant)



2000 – 2010

: Internal Auditor Supervisor
PT. Jasaraharja Putera – Head Office



2010 – present : Finance & Administration (HR & GA) Manager
PT. Jasaraharja Putera – Manado

E. CERTIFICATES


2005

: Quality Internal Auditor for ISO 9001 : 2000
Premysis Standard Consultant



2009

: Managerial and Corporate Leadership Course
Economic Faculty of Universitas Indonesia



2002 - 2009

: Qualified Internal Auditor (Level 1 – 4)
Yayasan Pendidikan Internal Auditor

Page 21 of 21