Outlook Kopi Komoditas Pertanian Subsekt

Penasehat :

Dr. Ir. Suwandi, MSi.

Penyunting :

Dr. Ir. Leli Nuryati, MSc. Ir. Noviati, MSi.

Naskah :

Rhendy Kencana Putra W, S.Si

Design Sampul :

Victor Saulus Bonavia

Diterbitkan oleh : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii

2015 O UTLOOK K OPI

iv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

KATA PENGANTAR

Guna mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya. Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah Outlook Komoditi Perkebunan.

Publikasi Outlook Kopi Tahun 2015 menyajikan keragaan data series komoditi kopi secara nasional dan internasional selama 10-20 tahun terakhir serta dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan domestik dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019.

Publikasi ini disajikan tidak hanya dalam bentuk hard copy namun dapat dengan mudah diperoleh atau diakses melalui portal e-Publikasi Kementerian Pertanian di alamat http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/ .

Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi komoditi kopi secara lebih lengkap dan menyeluruh.

Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya.

Jakarta, Oktober 2015 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,

Dr. Ir. Suwandi, MSi. NIP.19670323.199203.1.003

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v

2015 O UTLOOK K OPI

vi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Sumber Data dan Informasi yang Digunakan ............................. 5 Tabel 5.1.

Hasil Proyeksi Produksi Kopi di Indonesia, 2015-2019 ................. 54 Tabel 5.2.

Hasil Proyeksi Konsumsi Kopi di Indonesia, 2015-2019 ................ 55 Tabel 5.3.

Proyeksi Surplus Kopi di Indonesia, 2015-2019 ......................... 56 Tabel 5.4.

Hasil Proyeksi Ketersediaan Kopi di ASEAN, 2015-2019 ............... 57 Tabel 5.5.

Hasil Proyeksi Ketersediaan Kopi di Dunia, 2015-2019 ................ 58

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix

2015 O UTLOOK K OPI

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Kopi Indonesia Menurut Status Pengusahaan di Indonesia, 1980-2013 ................................. 13 Gambar 3.2. Perkembangan Luas Areal Kopi Menurut Jenis Kopi Yang Diusahakan, 2001-2013 ................................................... 14 Gambar 3.3. Perkembangan Produksi Kopi Menurut Status Pengusahaan, 1980-2013 .................................................................. 15 Gambar 3.4. Perkembangan Produksi Kopi Menurut Jenis Kopi Yang Diusahakan, 2001-2013 ................................................... 16 Gambar 3.5. Perkembangan Produktivitas Kopi Menurut Status Pengusahaan di Indonesia, 2003-2013 ................................. 17 Gambar 3.6. Provinsi Sentra Produksi Kopi Perkebunan Rakyat di Indonesia, Rata-rata 2009-2013 ........................................ 18 Gambar 3.7. Provinsi Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Indonesia, Rata-rata 2009-2013 ........................................ 19 Gambar 3.8. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Lampung, Tahun 2013 ...................................... 20 Gambar 3.9. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan, Tahun 2013 ............................ 21 Gambar 3.10. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Bengkulu, Tahun 2013 ...................................... 22 Gambar 3.11. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Jawa Timur, Tahun 2013 ................................... 23 Gambar 3.12. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Barat, Tahun 2013 .............................. 24 Gambar 3.13. Provinsi Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Indonesia, Rata-rata 2009-2013 ........................................ 25 Gambar 3.14. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2013 .............................. 26

x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

2015 O UTLOOK K OPI

Gambar 4.11. Perkembangan Produktivitas Kopi Dunia, 1980-2013 ................ 43 Gambar 4.12. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Kopi

di Kawasan ASEAN, 1980-2012 .......................................... 44 Gambar 4.13. Negara-negara Eksportir Kopi Terbesar di Kawasan ASEAN, Rata-rata 2008-2012 ...................................................... 45 Gambar 4.14. Negara-negara Importir Kopi Terbesar di Kawasan ASEAN, Rata-rata 2008-2012 ...................................................... 46 Gambar 4.15. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Kopi di Kawasan ASEAN, 1980-2012 ......................................................... 47 Gambar 4.16. Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Kopi Dunia, 2008-2012 .................................................................. 48 Gambar 4.17. Negara-negara Eksportir Kopi Terbesar Dunia, Rata-rata 2008-2012 .................................................................. 49 Gambar 4.18. Negara-negara Importir Kopi Terbesar Dunia, Rata-rata 2008-2012 .................................................................. 50 Gambar 4.19. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Kopi Dunia, 1980-2012 .... 51 Gambar 4.20. Perkembangan Ketersediaan Kopi ASEAN, 1980-2012 ............... 52 Gambar 4.21. Perkembangan Ketersediaan Kopi Dunia, 1980-2012 ................ 52

xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perkembangan Luas Areal Kopi di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, 1980-2015. ............................................. 67

Lampiran 2. Perkembangan Luas Areal Kopi di Indonesia Menurut Pengusahaan dan Jenis Kopi Yang Diusahakan, 2001-2013 ...... 68

Lampiran 3. Perkembangan Produksi Kopi di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, 1980-2015 .............................................. 69

Lampiran 4. Perkembangan Produksi Kopi di Indonesia Menurut Pengusahaan dan Jenis Kopi Yang Diusahakan ..................... 70

Lampiran 5. Perkembangan Produktivitas Kopi di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, 2003-2015 ................................................ 71

Lampiran 6. Beberapa Provinsi dengan Produksi Kopi Perkebunan Rakyat Terbesar di Indonesia , 2009-2013 ..................................... 72

Lampiran 7. Beberapa Provinsi dengan Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat Terbesar di Indonesia, 2009-2013 ............................. 72

Lampiran 8. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Lampung, 2013 ........................................................... 73

Lampiran 9. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Sumatera Selatan, 2013 .............................................. 73

Lampiran 10. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Bengkulu, 2013 ....................................................... 74

Lampiran 11. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Jawa Timur, 2013 .................................................... 74

Lampiran 12. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Sumatera Barat, 2013 ................................................ 75

Lampiran 13.

Beberapa Provinsi dengan Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat Terbesar di Indonesia, 2009-2013 ........... 75

Lampiran 14. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Sumatera Utara, 2013 ................................................... 76

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii

2015 O UTLOOK K OPI

Lampiran 15. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Aceh, 2013 ............................................................ 76

Lampiran 16. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Sulawesi Selatan, 2013 .................................................. 77

Lampiran 17. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Sumatera Barat, 2013 ................................................... 77

Lampiran 18. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Nusa Tenggara Timur, 2013 ............................................ 78

Lampiran 19. Perkembangan Harga Kopi Menurut Jenis Kopi di Pasar Dalam Negeri, 1997–2012 .............................................. 78

Lampiran 20. Perkembangan Konsumsi Kopi di Indonesia, 2002-2015 .......... 79 Lampiran 21.

Perkembangan Volume, Nilai dan Neraca Ekspor dan Impor Kopi Indonesia, 1980-2013 ............................................ 80

Lampiran 22. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kopi di Negara-negara ASEAN, 1980-2013 ......... 81

Lampiran 23. Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kopi Negara-negara ASEAN, Rata-rata 2008-2012 ....................... 82

Lampiran 24. Sentra Produksi Kopi Negara-negara ASEAN, Rata-rata 2008-2012 ................................................................ 82

Lampiran 25. Negara-negara dengan Produktivitas Kopi Terbesar di ASEAN, 2008-2012 ...................................................... 83

Lampiran 26. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kopi Dunia, 1980-2013 ................................ 84

Lampiran 27. Negara-negara dengan Luas Tanaman Menghasilkan Kopi Terbesar di Dunia, 2009-2013 ........................................ 85

Lampiran 28. Negara-negara dengan Produksi Kopi Terbesar di Dunia, 2009-2013 ................................................................ 85

Lampiran 29. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor dan Impor Kopi ASEAN, 1980-2012 ...................................................... 86

Lampiran 30. Negara-negara Eksportir Kopi Terbesar di Kawasan ASEAN, 2008-2012 ................................................................ 87

xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

Lampiran 31. Negara-negara Importir Kopi Terbesar di Kawasan ASEAN, 2008-2012 ................................................................ 87

Lampiran 32. Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor dan Impor Kopi Dunia, 1980-2012 ....................................................... 88

Lampiran 33. Negara-negara Eksportir Kopi Terbesar di Dunia, 2008-2012 .... 89 Lampiran 34.

Negara-negara Importir Kopi Terbesar di Dunia, 2008-2012 ..... 89 Lampiran 35.

Perkembangan Ketersediaan Kopi di ASEAN, 1980-2012 ......... 90 Lampiran 36.

Perkembangan Ketersediaan Kopi di Dunia, 1980-2012 .......... 91 Lampiran 37.

Hasil Analisis ARIMA untuk Produksi Kopi di Indonesia ........... 92 Lampiran 38.

Hasil Analisis Pemulusan Eksponensial Berganda untuk Konsumsi Kopi di Indonesia ........................................... 93

Lampiran 39. Hasil Analisis ARIMA untuk Ketersediaan Kopi di ASEAN .......... 93 Lampiran 40.

Hasil Analisis ARIMA untuk Ketersediaan Kopi di Dunia .......... 94

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xv

2015 O UTLOOK K OPI

xvi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

RINGKASAN EKSEKUTIF

Berdasarkan Angka Tetap Statistik Perkebunan Indonesia (Ditjen Perkebunan, 2014), produksi kopi Indonesia di tahun 2013 tercatat sebesar 675.882 ton. Produksi ini berasal dari 1.241.713 ha luas areal perkebunan kopi dimana 96,16% diantaranya diusahakan oleh rakyat (PR) sementara sisanya diusahakan oleh perkebunan besar milik swasta (PBS) sebesar 1,82% dan perkebunan besar milik negara (PBN) sebesar 2,02%.

Jika dilihat dari jenis kopi yang diusahakan, maka kopi robusta mendominasi produksi kopi Indonesia di tahun 2013. Dari 675.882 ton produksi kopi Indonesia, sebanyak 75,39% atau 509.557 ton adalah kopi robusta sementara sisanya sebanyak 24,61% atau 166.325 ton adalah kopi arabika. Sentra produksi kopi robusta di Indonesia pada tahun 2013 adalah Provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Timur, dan Sumatera Barat. Adapun sentra produksi kopi arabika ditahun yang sama terdapat di Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Nusa Tenggara Barat. Harga kopi robusta tahun 2013 di pasar domestik Indonesia rata-rata adalah Rp.14.976 per kg, lebih rendah jika dibandingkan harga kopi arabika yang mencapai rata-rata Rp.20.491 per kg. Tingkat konsumsi kopi pada tahun 2014 berdasarkan hasil SUSENAS yang dilakukan oleh BPS mencapai 1,35 kg/kapita/tahun.

Berdasarkan data FAO, di antara negara-negara kawasan ASEAN, Indonesia dikenal sebagai produsen dan eksportir kopi terbesar kedua setelah Vietnam. Namun demikian, Indonesia adalah importir kopi terbesar ketiga di ASEAN setelah Malaysia dan Filipina. Di dunia, Indonesia tercatat sebagai penghasil kopi terbesar ketiga setelah Brazil dan Vietnam. Tetapi dalam hal ekspor kopi, Indonesia adalah eksportir kopi terbesar keempat di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia.

Hasil proyeksi produksi kopi di tahun 2019 mencapai 727.973 ton. Sementara proyeksi konsumsi langsung kopi ditahun yang sama mencapai 434.922 ton. Proyeksi konsumsi ini belum menggambarkan permintaan kopi dikarenakan proyeksi disusun menggunakan data konsumsi dari SUSENAS.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xvii

2015 O UTLOOK K OPI

xviii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kopi merupakan komoditas tropis utama yang diperdagangkan di seluruh dunia dengan kontribusi setengah dari total ekspor komoditas tropis. Popularitas dan daya tarik dunia terhadap kopi, utamanya dikarenakan rasanya yang unik serta didukung oleh faktor sejarah, tradisi, sosial dan kepentingan ekonomi (Ayelign et al, 2013). Selain itu, kopi adalah salah satu sumber alami kafein (Nawrot et al, 2003) zat yang dapat menyebabkan peningkatan kewaspadaan dan mengurangi kelelahan (Smith, 2002). Minuman kopi, minuman dengan bahan dasar ekstrak biji kopi, dikonsumsi sekitar 2,25 milyar gelas setiap hari di seluruh dunia (Ponte, 2002). Pada tahun 2013, International Coffee Organization (ICO) memperkirakan bahwa kebutuhan bubuk kopi dunia sekitar 8,77 juta ton (ICO, 2015).

Tanaman kopi (Coffea spp.) termasuk kelompok tanaman semak belukar dengan genus Coffea. Linnaeus merupakan orang pertama yang mendeskripsikan spesies kopi arabika (Coffea arabica) pada tahun 1753 (Panggabean, 2011). Kini lebih dari 120 spesies kopi telah diidentifikasi namun hanya satu spesies yaitu Coffea canephora atau kopi robusta yang dibudidayakan mendekati kuantitas kopi arabika di seluruh dunia (Hoffman, 2014). Mekuria et al (2004) menyatakan bahwa 66% produksi kopi dunia merupakan jenis kopi arabika dan sisanya berasal dari kopi robusta.

Dalam the Coffee Book: Anatomy of an Industry from Crop to the Last Drop disebutkan bahwa kopi pertama kali ditemukan antara tahun 575-850 M oleh suku Galla di Ethiopia yang memanfaatkan kopi sebagai sejenis makanan penambah energi “energy bar”. Pada masa kejayaan Islam, para pedagang Islam menyebarkan kopi, minuman yang dipercaya memiliki khasiat bagi kesehatan dan penahan rasa kantuk, ke negara-negara dibawah kekaisaran Ottoman. Tahun 1650, Kedai kopi (coffee house) pertama dibuka di London menandakan penyebaran kopi secara luas di dunia, termasuk Indonesia.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

Kopi di Indonesia pertama kali dibawa oleh pria berkebangsaan Belanda sekitar tahun 1646 yang mendapatkan biji arabika mocca dari Arab (Prastowo et al, 2010). Tanaman kopi kemudian ditanam hingga tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Namun setelah timbul serangan penyakit karat daun (coffee leaf rust), maka Pemerintah Hindia Belanda saat itu mendatangkan jenis kopi robusta yang berasal dari Kongo, Afrika pada tahun 1900. Kopi jenis ini lebih tahan penyakit dan memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan yang ringan, dengan hasil produksi yang jauh lebih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan kopi jenis ini lebih cepat berkembang di Indonesia (Panggabean, 2011). Lebih dari 80% dari luas areal pertanaman kopi Indonesia saat ini merupakan jenis kopi Robusta (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).

Berdasarkan data dari FAO, pada tahun 2013, Indonesia tercatat sebagai produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Meskipun demikian, ekspor kopi dari Indonesia diperkirakan tidak lebih banyak daripada ekspor kopi Brazil, Vietnam dan Kolombia. Di dunia, Indonesia dikenal dengan dengan specialty coffee melalui berbagai varian kopi dan kopi luwak. Kopi arabika yang dikenal dari Indonesia diantaranya kopi lintong dan kopi toraja. Dengan keunikan cita rasa dan aroma kopi asal Indonesia, Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan perdagangan kopinya di dunia.

Outlook komoditas kopi ini, menyajikan keragaan komoditas kopi di Indonesia dan dunia, serta hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan kopi di Indonesia pada periode 2015-2019, yang diharapkan dapat berguna sebagai data mentah maupun bagian dari pengawasan terhadap kebijakan yang telah ada.

1.2. TUJUAN

Melakukan Penyusunan Buku Outlook Komoditi Kopi yang berisi keragaan data series secara nasional dan dunia, yang dilengkapi dengan hasil proyeksi penawaran dan permintaan nasional.

2 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

1.3. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup yang dicakup dalam Buku Outlook Komoditi Kopi adalah: • Keragaan luas tanaman menghasilkan, produksi, produktivitas, konsumsi, ekspor, impor, harga, situasi komoditas kopi di dalam dan di luar negeri.

• Analisis komoditi kopi pada situasi nasional dan internasional serta penyusunan proyeksi komoditi kopi tahun 2015-2019.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

BAB II. METODOLOGI

2.1. SUMBER DATA DAN INFORMASI

Outlook Komoditi Kopi tahun 2015 disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari data primer yang bersumber dari daerah, instansi terkait di lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan Food and Agriculture Organization (FAO). Data-data yang digunakan dalam outlook ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sumber Data dan Informasi yang Digunakan

No. Variabel

Periode

Sumber Data

Keterangan

Luas Tanaman Menghasilkan, 1. Produktivitas dan Produksi

- Produksi dalam wujud kopi berasan Kopi Indonesia

Sentra Produksi Kopi 2. Robusta dan Arabika di

- Produksi dalam wujud kopi berasan

3. Konsumsi Kopi di Indonesia

2002-2014

BPS

- Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

4. Harga Kopi di Pasar Dalam Negeri

2007-2013

Ditjen Perkebunan

Volume, Nilai dan Neraca - Kode HS : 0901111000; 0901119000; 5. Ekspor dan Impor Kopi

- Produksi dalam wujud biji kopi mentah Luas Tanaman Menghasilkan,

- Negara Anggota ASEAN : Brunei 6. Produksi dan Produktivitas

Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Kopi ASEAN dan Dunia

1980-2013

FAO

Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam

- Produksi dalam wujud biji kopi mentah Volume dan Nilai Ekspor dan

- Negara Anggota ASEAN : Brunei 7. Impor Kopi ASEAN dan Dunia

1980-2012

FAO

Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

2.2. METODE ANALISIS

2.2.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif atau perkembangan komoditas kopi dilakukan berdasarkan ketersediaan data series yang yang mencakup indikator luas areal dan luas tanaman menghasilkan, produktivitas, produksi, konsumsi, ekspor-impor serta harga domestik dengan analisis deskriptif sederhana. Analisis keragaan dilakukan baik untuk data series nasional maupun dunia.

2.2.2. Analisis Penawaran

Analisis penawaran dilakukan berdasarkan analisis fungsi produksi. Penelusuran model untuk analisis fungsi produksi tersebut dilakukan dengan pendekatan deret waktu (time series analysis) melalui metode ARIMA (Auto-Regressive Integrated Moving Average). Dalam pendekatan deret waktu, produksi kopi di Indonesia pada tahun tertentu dianggap memiliki keterkaitan dengan produksi kopi pada tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan model yang dibangun dengan ARIMA, pada dasarnya menggunakan nilai amatan pada masa lalu dan sekarang untuk kemudian model tersebut digunakan dalam peramalan atau proyeksi.

Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis deret waktu dengan pendekatan ARIMA adalah stasioner atau tidaknya data deret waktu yang digunakan. Dalam model ARIMA, aspek-aspek AR dan MA hanya berkenaan dengan deret waktu yang stasioner. Stasioneritas berarti tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data. Dengan kata lain, fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung pada waktu, dan varians dari fluktuasi tersebut pada dasarnya tetap konstan setiap waktu. Suatu deret waktu yang tidak stasioner harus diubah menjadi data stasioner dengan melakukan differencing (pembedaan). Yang dimaksud dengan differencing adalah menghitung perubahan atau selisih nilai observasi.

6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

Apabila hasil differencing ini belum stasioner, maka perlu dilakukan differencing kembali hingga menjadi stasioner.

Secara umum model ARIMA dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu: model autoregressive (AR), moving average (MA) dan model campuran ARIMA (autoregressive integrated moving average) yang mempunyai karakteristik dari dua model pertama. Model ARIMA biasa dituliskan dengan notasi ARIMA (p, d, q) dimana notasi p adalah ordo model autoregressive (AR), notasi d adalah jumlah differencing yang dilakukan dan notasi q adalah ordo model moving area (MA).

1. Model autoregressive (AR) Bentuk umum model autoregressive dengan ordo p (AR(p)) atau

model ARIMA (p,0,0) dinyatakan sebagai berikut:

X t = ' + φ 1 X t − 1 + φ 2 X t − 2 + + φ p X tp − + e t

dimana:

' = suatu konstanta φ p = parameter autoregressive ke-p

e t = nilai kesalahan pada saat t

2. Model moving average (MA) Bentuk umum model moving average ordo q (MA(q)) atau ARIMA

(0,0,q) dinyatakan sebagai berikut:

X t = ' +− e t θ 1 e t − 1 − θ 2 e t − 2 − − θ qtk e −

dimana:

' = suatu konstanta

φ 1 sampai φ q adalah parameter moving average

e tk − = nilai kesalahan pada saat t-k

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

3. Model campuran (ARIMA)

a. Proses ARMA Model umum untuk campuran proses AR(1) murni dan MA(1)

murni, atau ARIMA (1,0,1) dinyatakan sebagai berikut:

X t = ' + φ 1 X t − 1 +− e t θ 1 e t − 1

atau

( 1 − φ 1 BX ) t = ' +− ( 1 θ 1 Be ) t

AR(1) MA(1)

b. Proses ARIMA Apabila deret waktu yang digunakan tidak stasioner dan

dilakukan differencing, maka model umum ARIMA (p,d,q) terpenuhi. Persamaan untuk kasus sederhana ARIMA (1,1,1) adalah sebagai berikut:

( 1 − B )( 1 − φ 1 BX ) t = ' +− ( 1 θ 1 Be ) t

pembedaan AR(1) MA(1) pertama

Dalam hal terdapat faktor musiman pada data, maka factor musiman tersebut didefinisikan sebagai suatu pola yang berulang-ulang dalam selang waktu yang tetap. Untuk data yang stasioner, factor musiman dapat ditentukan dengan mengidentisfikasi koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time-lag yang berbeda nyata dari nol. Autokorelasi yang secara signifikan berbeda dari nol menyatakan adanya suatu pola dalam data. Dengan demikian, autokorelasi yang tinggi pada data merupakan suatu tanda adanya factor musiman. Notasi umum untuk ARIMA dengan factor musiman adalah sebagai berikut:

ARIMA S ( pdq ,, )( PDQ ,, )

dimana P, D dan Q adalah bagian musiman dan S adalah jumlah periode. 8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

2.2.3. Analisis Permintaan

Analisis permintaan komoditas perkebunan merupakan analisis permintaan langsung masyarakat terhadap komoditas perkebunan yang dikonsumsi oleh rumahtangga konsumen dalam bentuk tanpa diolah dan telah diolah.

Sama halnya seperti pada analisis penawaran, analisis permintaan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deret waktu (time series analysis) namun dalam outlook ini akan digunakan metode pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). Pemulusan eksponensial adalah suatu metode yang secara terus menerus memperbaiki peramalan dengan merata-ratakan data masa lalu dari suatu data deret waktu secara eksponensial.

Dalam pemulusan eksponensial berganda terdapat dua metode yang dapat digunakan, yaitu:

1. Metode Linier Satu Parameter dari Brown’s Metode ini pada dasarnya serupa dengan metode rata-rata

bergerak namun untuk data dengan unsur trend maka akan terjadi lag antara nilai pemulusan dan data sebenarnya. Dalam metode Brown, perbedaan nilai tersebut ditambahkan pada nilai pemulusan dan disesuaikan untuk pola trend. Bentuk umum metode Brown adalah sebagai berikut:

S ' t = α p X t +− ( 1 α p ) S ' t − 1

S '' t = α p S ' t +− ( 1 α p ) S '' t − 1

a t = S ' t + ( S ' t − S '' t ) = 2' S t − S '' t − 1

( S ' t − S '' t )

F tm + = α t + b t m

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

dimana: S ' t = Nilai pemulusan eksponensial tunggal S '' t = Nilai pemulusan eksponensial ganda α p = Parameter pemulusan eksponensial

ab t , t = Konstanta pemulusan

F tm + = Hasil peramalan untuk periode kedepan

2. Metode Dua Parameter dari Holt Dengan metode ini, nilai trend tidak dimuluskan dengan

pemulusan berganda secara langsung, tetapi dilakukan dengan menggunakan parameter berbeda dengan parameter pemulusan data sebenarnya. Secara matematis, metode ini ditulis dengan tiga persamaan. Bentuk umum ketiga persamaan ini adalah sebagai berikut:

• Pemulusan total : S t = α X t +− ( 1 α )( S t − 1 + T t − 1 ) • Pemulusan trend : T t = β ( S t − S t − 1 )( +− 1 β ) T t − 1

• Peramalan : F tm + = S t +× T t m dimana, S t = Nilai pemulusan tunggal pada waktu ke-t

X t = Data sebenarnya pada waktu ke-t T t = Nilai pemulusan trend pada waktu ke-t

F tm + = Nilai ramalan m

= Periode dimasa dating αβ , = Konstanta dengan nilai antara 0 dan 1

2.2.4. Kelayakan Model

Model deret waktu yang diperoleh baik melalui pendekatan analisis regresi ataupun ARIMA dapat digunakan apabila nilai error dari model bersifat random atau tidak memiliki pola tertentu. Untuk menguji apakah nilai error yang diperoleh mengikuti pola tertentu atau tidak maka dilakukan pengujian dengan menggunakan salah satu uji berikut:

10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

1. Uji Q Box dan Pierce Statistik uji untuk pengujian ini adalah:

2. Uji Ljung-Box Statistik uji untuk pengujian ini adalah:

Q k = nn ' ( '2 + ) ∑

Nilai kedua statistik uji diatas menyebar mengikuti distribusi Chi Square ( 2 χ ) dengan derajat bebas ( k −−−− pq PQ ) dimana:

n' = n-(d+SD)

d = ordo differencing non musiman

D = ordo differencing musiman S

= jumlah periode per musim m

= lag waktu maksimum r k = autokorelasi untuk lag waktu ke- 1, 2, 3, 4, …, k

Kriteria pengujian adalah

- 2 Jika Q ≤ χ

( α ,db ) , maka nilai error bersifat random (model dapat diterima)

- 2 Jika Q > χ

, maka nilai error tidak bersifat random (model tidak dapat diterima)

( α ,db )

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

Selain pengujian keberartian model, untuk menentukan model terbaik yang dapat digunakan adalah dengan membandingkan standard error estimate melalui persamaan sebagai berikut:

SSE t  t )  t = S 1 =   = 

  nn − p  

 nn − p

dimana: Y t = nilai sebenarnya pada waktu ke-t Y ˆ t = nilai dugaan pada waktu ke-t

Model terbaik adalah model yang memiliki standard error estimate (S) yang paling kecil.

Statistik lain yang biasa digunakan untuk menentukan model terbaik adalah nilai rata-rata presentase error peramalan atau mean average percentage error (MAPE). Persamaan matematis untuk statistik ini adalah:

MAPE =

dimana: T = banyaknya periode peramalan/dugaan

12 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

BAB III. KERAGAAN KOPI NASIONAL

3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI DI INDONESIA

3.1.1. Perkembangan Luas Areal Kopi di Indonesia

Pengusahaan kopi di Indonesia sebagian besar diusahakan oleh rakyat. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 3.1, dimana luas areal untuk kopi PR (Perkebunan Rakyat) dari tahun 1980 hingga 2013, berimpit dengan luas areal kopi Indonesia. Luas areal kopi di Indonesia sendiri pada periode tahun 1980-2013 cenderung mengalami peningkatan. Jika pada tahun 1980 luas areal kopi Indonesia hanya mencapai 707.464 ha, maka pada tahun 2013, luas areal kopi Indonesia meningkat menjadi 1.241.713 ha atau meningkat sebesar 75,52%. Meskipun demikian, rata- rata laju pertumbuhan luas areal kopi di Indonesia dalam periode tahun 1980-2013 tidak terlalu tinggi. Secara rata-rata, pertumbuhan luas areal kopi Indonesia sejak 1980 hingga 2013 hanya mencapai 1,80% per-tahun atau bertambah 16.186 ha per-tahunnya. Data perkembangan luas areal kopi di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Kopi Indonesia Menurut Status Pengusahaan di Indonesia, 1980–2013

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

Jika dilihat dari jenis kopi yang diusahakan, pada Gambar 3.2 terlihat bahwa mayoritas pekebun kopi di Indonesia menanam kopi jenis robusta. Meskipun demikian dari Gambar 3.2 terlihat bahwa luas areal kopi robusta berkenderungan menurun sementara luas areal kopi arabika berkecenderungan meningkat. Pada tahun 2001, luas areal kopi robusta di Indonesia mencapai 1.232.551 ha dan menurun di tahun 2013 menjadi hanya 916.053 ha atau terjadi penurunan sebesar 25,68% dibandingkan luas areal pada tahun 2001. Sementara luas areal kopi arabika pada tahun 2001 hanya mencapai 82.807 ha, kemudian luasan ini meningkat sebesar 293% pada tahun 2013 menjadi 325.659 ha. Data luas areal kopi di Indonesia berdasarkan jenis kopi yang diusahakan secara rinci disajikan pada Lampiran 2.

Gambar 3.2. Perkembangan Luas Areal Kopi Menurut Jenis Kopi Yang

Diusahakan, 2001–2013

14 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

3.1.2. Perkembangan Produksi Kopi di Indonesia

Sejalan dengan pola perkembangan luas areal kopi di Indonesia, produksi kopi Indonesia juga mengalami kecenderungan peningkatan produksi pada periode 1980–2013 (Gambar 3.3) dengan rata-rata pertumbuhan produksi kopi mencapai 3,12%. Pertumbuhan produksi kopi tertinggi pada periode tersebut terjadi pada tahun 1998. Di tahun 1998 produksi kopi Indonesia mencapai 514.451 ton atau lebih tinggi 20,08% dibandingkan produksi kopi pada tahun sebelumnya yang mencapai 428.418 ton. Secara lengkap, perkembangan produksi kopi menurut status pengusahaan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 3.3. Perkembangan Produksi Kopi Menurut Status

Pengusahaan,1980-2013

Sama halnya dengan pola luas areal kopi, produksi kopi menurut jenis kopi yang diusahakan didominasi oleh kopi dari jenis robusta. Terlihat pada Gambar 3.4, produksi kopi robusta lebih tinggi setiap tahunnya dibandingkan kopi berjenis arabika. Secara rata-rata, pada tahun 2001-2013, kontribusi kopi robusta terhadap produksi kopi nasional mencapai 84,62% setiap tahunnya. Namun demikian, jika diperhatikan Gambar 3.4, maka produksi kopi robusta di Indonesia memiliki kecenderungan menurun pada setiap tahunnya. Adapun untuk kopi arabika, Gambar 3.4 menunjukkan adanya trend peningkatan produksi dalam periode yang sama. Hal ini sesuai dengan perkembangan

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

luas areal kopi berdasarkan jenis kopi yang diusahakan. Secara lengkap, produksi kopi Indonesia berdasarkan jenis kopi yang diusahakan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 3.4. Perkembangan Produksi Kopi Menurut Jenis Kopi Yang

Diusahakan, 2001-2013

3.1.3. Perkembangan Produktivitas Kopi di Indonesia

Dari sisi produktivitas, produktivitas kopi di Indonesia terlihat berfluktuatif pada setiap tahunnya (Gambar 3.5) terutama untuk perkebunan

demikian, pertumbuhan produktivitas kopi di Indonesia pada periode 2003-2013 tidak mengalami perubahan signifikan. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh meningkatnya luas tanaman menghasilkan yang berakibat pada peningkatan produksi kopi. Pada tahun 2003, produktivitas kopi di Indonesia mencapai 725 kg/ha dan hanya meningkat 1,95% di tahun 2013 menjadi 739 kg/ha. Data perkembangan produktivitas kopi di Indonesia pada tahun 2003-2015 disajikan secara lengkap pada Lampiran 5.

besar swasta.

Meskipun

16 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

Gambar 3.5. Perkembangan Produktivitas Kopi Menurut Status

Pengusahaan, 2003-2013

3.1.4. Sentra Produksi Kopi di Indonesia

Berdasarkan data rata-rata selama 5 tahun terakhir (2009-2013), sebesar 21,46% produksi kopi rakyat berasal dari Provinsi Lampung (Gambar 3.6). Pada periode tersebut, produksi kopi secara rata-rata di Provinsi Lampung mencapai 142.111 ton. Pada periode yang sama, Provinsi Sumatera Selatan dengan kontribusi 20,18% dari produksi kopi rakyat di Indonesia secara rata-rata mampu menghasilkan 133.645 ton kopi setiap tahunnya. Data provinsi sentra produksi kopi rakyat tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Lampiran 6.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

Gambar 3.6 . Provinsi Sentra Produksi Kopi Perkebunan Rakyat

di Indonesia, Rata-rata 2009-2013

Jika dilihat berdasarkan jenis kopi yang dibudidayakan, maka sentra produksi kopi robusta di perkebunan rakyat di Indonesia pada periode tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Gambar 3.7 dengan data disajikan pada Lampiran 7. Sentra produksi kopi robusta di perkebunan rakyat di Indonesia secara rata-rata tahun 2009-2013 terpusat di 5 provinsi. Kelima provinsi ini berkontribusi sebesar 74,10% produksi kopi robusta Indonesia. Provinsi sentra produksi kopi robusta di Indonesia dengan kontribusi mencapai 27,93% adalah provinsi Lampung dengan rata-rata produksi mencapai 139.295 ton kopi robusta setiap tahunnya. Tidak jauh berbeda dengan Provinsi Lampung. Provinsi Sumatera Selatan dalam periode yang sama tercatat mampu memproduksi 136.093 ton kopi robusta setiap tahunnya. Produksi kedua provinsi ini secara total menyumbang 55,93% dari produsi kopi robusta di Indonesia. Provinsi penghasil kopi robusta terbesar lainnya adalah Bengkulu dengan produksi mencapai 53.612 ton setiap tahun, Jawa Timur dengan produksi 24.741 ton per tahun dan Sumatera Barat dengan produksi 15.786 ton per tahun.

18 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

Gambar 3.7. Provinsi Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat

di Indonesia, Rata-rata 2009-2013

Sebagaimana disampaikan, sentra produksi kopi robusta di perkebunan rakyat di Indonesia pada tahun 2009-2013 sebagian besar berasal dari Provinsi Lampung. Di provinsi ini pada tahun 2013 produksi kopi robusta mencapai 127.057 ton dengan sentra produksi berasal dari Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Pringsewu (Gambar

3.8 dan Lampiran 8). Kelima kabupaten ini menyumbang 95,20% produksi kopi robusta di Provinsi Lampung. Produksi kopi robusta dari Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2013 mencapai 52.573 ton atau 41,38% dari total produksi kopi robusta di Provinsi Lampung. Kabupaten sentra selanjutnya adalah Kabupaten Tanggamus yang memberikan kontribusi 24,16% dengan produksi kopi robusta mencapai 30.702 ton. Kabupaten Way Kanan kemudian memberikan kontribusi produksi kopi robusta terbesar ketiga di Provinsi Lampung dengan produksi sebesar 17.450 ton atau 13,73%. Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Pringsewu adalah kabupaten sentra produksi kopi robusta terakhir dengan produksi masing-masing 12.254 ton dan 7.985 ton.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

Gambar 3.8. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Lampung, Tahun 2013

Di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2013, produksi kopi robusta sebagian besar diperoleh dari Kabupaten OKU Selatan dengan produksi mencapai 33.175 ton atau 23,74% produksi kopi robusta di Provinsi Sumatera Selatan (Gambar 3.9). Kabupaten penghasil kopi robusta terbesar lainnya di Provinsi Sumatera Selatan adalah Kabupaten Empat Lawang dengan produksi 26.005 ton kopi robusta (18,61%), Kabupaten Muara Enim dengan produksi 25.213 ton, Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan produksi 19.941 ton, dan Kabupaten Lahat dengan produksi 19.692 ton. Keempat kabupaten ini bersama dengan Kabupaten OKU Selatan berkontribusi sebesar 88,75% terhadap produksi kopi robusta di Provinsi Sumatera Selatan sementara 11,25% sisanya terdapat di kabupaten-kabupaten lainnya di Provinsi Sumatera Selatan. Data produksi kopi robusta di perkebunan rakyat Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2013 disajikan pada Lampiran 9.

20 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

Gambar 3.9. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan, Tahun 2013

Sebagai penghasil kopi robusta di perkebunan rakyat terbesar ketiga di Indonesia sejak tahun 2009 hingga 2013, kopi robusta di Provinsi Bengkulu pada tahun 2013 tercatat sebagian besar dihasilkan dari Kabupaten Kepahiyang dan Kabupaten Rejang Lebong dengan kontribusi produksi kopi robusta dari keduanya mencapai 57,90% dari total produksi kopi robusta di Provinsi Bengkulu (Gambar 3.10). Produksi kopi robusta perkebunan rakyat dari Kabupaten Kepahiyang pada tahun 2013 mencapai 18.153 ton atau 33,21% dari total produksi kopi robusta perkebunan rakyat di Provinsi Bengkulu. Kabupaten Rejang Lebong pada tahun 2013 tercatat sebagai kabupaten dengan produksi kopi robusta terbesar kedua di Provinsi Bengkulu dengan produksi mencapai 13.500 ton atau 24,70% dari total produksi kopi robusta Provinsi Bengkulu. Tiga kabupaten penghasil kopi robusta terbesar lainnya yaitu Kabupaten Kaur, Kabupaten Lebong dan Kabupaten Seluma masing-masing menyumbang tidak lebih dari 10% produksi kopi robusta di Provinsi Bengkulu. Kabupaten Kaur pada tahun 2013 hanya memproduksi 5.390 ton, sementara Kabupaten Lebong mampu memproduksi 4.915 ton dan Kabupaten Seluma mampu memproduksi 4.908 ton selama tahun 2013.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

Gambar 3.10. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Bengkulu, Tahun 2013

Produksi kopi robusta dengan wujud produksi kopi berasan dari perkebunan rakyat di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 sebagian besar berasal dari Kabupaten Malang (Gambar 3.11). Kontribusi dari kabupaten ini pada total produksi kopi robusta di Provinsi Jawa TImur mencapai 29,18% atau sekitar 7.785 ton kopi robusta (Lampiran 11). Sentra produksi lainnya di Provinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Banyuwangi. Dari Kab. Banyuwangi, sekitar 16,37% produksi kopi robusta Provinsi Jawa Timur berasal. Pada tahun 2013 produksi kopi robusta dari kabupaten ini mencapai 4.367 ton. Kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Timur dengan produksi kopi robusta terbesar adalah Kab. Jember dan Kab. Lumajang dengan produksi kopi robusta di tahun 2013 masing- masing mencapai 2.516 ton, serta diikuti oleh Kab. Bondowoso dengan produksi mencapai 2.109 ton. Secara lengkap data kabupaten sentra produksi kopi robusta di Provinsi Jawa TImur dapat dilihat pada Lampiran 11.

22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

Gambar 3.11. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Jawa Timur, Tahun 2013

Sentra kopi robusta di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2013 terdapat di 5 kabupaten (Gambar 3.12). Dengan wujud produksi kopi berasan, kabupaten produsen kopi robusta terbesar di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2013 adalah Kab. Solok. Kontribusi kabupaten ini terhadap produksi kopi Provinsi Sumatera Barat mencapai 40,10% dengan produksi 6.695 ton. Produksi kopi robusta dari kabupaten ini jauh lebih besar dari keempat kabupaten sentra lainnya yang rata-rata hanya mampu berkontribusi 11,48% terhadap produksi kopi Provinsi Sumatera Barat. Kab. Agam, Kab. Solok Selatan, Kab. Pasaman Barat, dan Kab. Tanah Datar adalah kabupaten-kabupaten lain penghasil kopi robusta terbesar di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2013. Namun demikian produksi kopi robusta dari kabupaten-kabupaten ini masing- masing hanya 1.998 ton, 1876 ton, 1876 ton, dan 1.564 ton. Data lengkap sentra produksi kopi robusta pada tahun 2013 di Provinsi Sumatera Barat disajikan pada Lampiran 12.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

Gambar 3.12. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Robusta Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Barat, Tahun 2013

Untuk kopi arabika, pada tahun 2009-2013, Provinsi Sumatera Utara tercatat sebagai produsen kopi arabika terbesar di Indonesia (Gambar 3.13). Dengan rata-rata produksi kopi arabika sebesar 47.560 ton setiap tahunnya, Provinsi Sumatera Utara berkontribusi 32,05% dari produksi kopi arabika nasional. Provinsi penghasil kopi arabika terbesar lainnya adalah Provinsi Aceh dengan rata-rata produksi sebesar 43.177 ton setiap tahunnya. Secara total, kedua provinsi ini berkontribusi hingga 61,15% terhadap produksi kopi arabika di Indonesia yang mencapai 148.373 ton setiap tahunnya. Secara lengkap data produksi kopi arabika di 5 provinsi produsen terbesar di Indonesia pada tahun 2009-2013 disajikan pada Lampiran 13.

24 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

Gambar 3.13. Provinsi Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat

di Indonesia, Rata-rata 2009-2013

Pada tahun 2013, Kab. Tapanuli Utara tercatat sebagai kabupaten penghasil kopi arabika terbesar di Provinsi Sumatera Utara (Gambar 3.14). Produksi kopi robusta dari kabupaten ini di tahun 2013 mencapai 10.123 ton. Dengan produksi ini, Kab. Tapanuli Utara menyumbang 20,64% dari total produksi kopi arabika di Provinsi Sumatera Utara. Selain Kab. Tapanuli Utara, sentra penghasil kopi arabika pada tahun 2013 di Provinsi Sumatera Utara adalah Kab. Dairi, Kab. Simalungun, Kab. Karo, dan Kab. Hunbang Hasundutan. Produksi kopi arabika dari Kab. Dairi di tahun 2013 mencapai 9.583 ton atau 19,54% dari total produksi kopi arabika di Provinsi Sumatera Utara. Produksi kopi arabika di Kab. Simalungun, Kab. Karo, dan Kab. Hunbang Hasundutan pada tahun 2013 masing-masing adalah 8.475 ton, 6.848 ton dan 5.899 ton. Produksi kopi arabika dari kelima kabupaten ini menyumbang 83,44% produksi kopi arabika Provinsi Sumatera Utara di tahun 2013. Secara lengkap data produksi kopi arabika tahun 2013 di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Lampiran 14.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

Gambar 3.14. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Utara, Tahun 2013

Sebagai penghasil kopi arabika terbesar kedua di Indonesia, Provinsi Aceh hanya memiliki dua kabupaten sebagai sentra produksi kopi arabika di tahun 2013, yaitu Kab. Aceh Tengah dan Kab. Bener Meriah (Gambar 3.15). Berdasarkan data Angka Tetap Perkebunan tahun 2013, produksi kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah mencapai 27.079 ton atau berkontribusi 64,35% terhadap total produksi kopi arabika di Provinsi Aceh. Untuk produksi kopi arabika dari Kabupaten Bener Meriah, pada tahun 2013, produksi kopi arabika di kabupaten ini mencapai 15.000 ton. Secara lengkap data produksi kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah di tahun 2013 dapat dilihat pada Lampiran 15.

26 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

Gambar 3.15. Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Provinsi Aceh, Tahun 2013

Selama tahun 2009-2013, perkebunan rakyat di Provinsi Sulawesi Selatan rata-rata memproduksi 13,18% kopi arabika Indonesia atau setara dengan 19.550 ton kopi arabika pertahun. Untuk tahun 2013 saja, kopi arabika hasil produksi perkebunan rakyat di provinsi ini mencapai 19.333 ton. Produksi ini tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan, namun lima kebupaten dengan produksi kopi arabika terbesar adalah Kab. Enrekang, Tana Toraja, Gowa, Toraja Utara, dan Luwu dengan kontribusi kelima kabupaten ini terhadap produksi kopi arabika Provinsi Sulawesi Selatan mencapai 81,57% (Gambar 3.16). Kabupaten Enrekang pada tahun 2013 tercatat memproduksi 7.915 ton kopi berasan arabika atau 40,49% produksi kopi arabika Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten penghasil kopi arabika terbesar selanjutnya adalah Kabupaten Tana Toraja dengan produksi 2.573 ton (13,16% dari produksi kopi arabika Provinsi Sulawesi Selatan), Kabupaten Gowa dengan produksi 2.120 ton (10,84%), Kabupaten Toraja Utara sebesar 2.065 ton (10,56%), dan Kabupaten Luwu dengan produksi mencapai 1.273 ton (6,51%). Data produksi kopi arabika di 5 kabupaten sentra Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013 dapat dilihat pada Lampiran 16.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

Gambar 3.16 . Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun 2013

Sentra produksi kopi arabika di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 3.17 dengan data di Lampiran 17. Di provinsi ini, kabupaten dengan produksi kopi terbesar adalah Kabupaten Solok Selatan sebesar 4.263 ton kopi berasan atau 28,25% dari total produksi kopi arabika di Provinsi Sumatera Barat. Diikuti oleh Kabupaten Pasaman dengan produksi sebesar 2.236 ton (14,82%), Kabupaten Pesisir Selatan sebesar 1.931 ton (12,80%), Kabupaten Agam sebesar 1.745 ton (11,57%), Kabupaten Solok sebesar 1.587 ton (10,52%), dan sebanyak 22,04% produksi kopi arabika di Provinsi Sumatera Barat diperoleh dari kabupaten lainnya.

28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI 2015

Gambar 3.17 . Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Provinsi Sumatera Barat, Tahun 2013

Dari Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2013, seperti terlihat pada Gambar 3.18 dan Lampiran 18, produksi kopi arabika dari perkebunan rakyat hanya berasal dari 5 (lima) kabupaten saja yaitu Kabupaten Ngada dengan produksi mencapai 51,35% dari total produksi kopi arabika di provinsi ini atau sebesar 3.298 ton kopi berasan, Kabupaten Ende dengan produksi sebesar 1.814 ton (28,25%), Kabupaten Manggarai dengan produksi 623 ton (9,70%), Kabupaten Manggarai Timur dengan produksi hanya 560 ton (8,72%), dan Kabupaten Nagekeo dengan produksi hanya 127 ton (1,98%).

Gambar 3.18 . Kabupaten Sentra Produksi Kopi Arabika Perkebunan Rakyat di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2013

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

O UTLOOK K OPI

3.2. PERKEMBANGAN HARGA KOPI DI INDONESIA

Perkembangan harga kopi pada beberapa pasar dalam negeri di Indonesia berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan (Anonim, 2014) dalam Buku Statistik Perkebunan Indonesia : Kopi 2013-2015 periode tahun 2007-2013 disajikan pada Lampiran 19 dengan grafik seperti pada Gambar

3.19. Secara umum, harga kopi arabika lebih tinggi dibandingkan harga kopi robusta. Pada tahun 2011, terlihat terdapat lonjakan harga kopi arabika hingga mencapai 83,66% dibandingkan harga kopi arabika tahun sebelumnya. Tidak diketahui secara pasti penyebab lonjakan harga ini.