MANAJEMEN SUMBER DAYA LAHAN DALAM USAHA
NAMA
KELAS
NPP
: DUL ROKHIM
: E-3
: 18.0464
1
MANAJEMEN SUMBER DAYA LAHAN DALAM USAHA PERTANIAN
BERKELANJUTAN
PENDAHULUAN
Saat ini pemerintah telah menetapkan program ketahanan pangan sebagai
prioritas utama dalam kebijakan pembangunan pertanaian. Dalam program ini
mencakup usaha-usaha untuk meraih kembali swasembada pangan yang pada tahun
1984 berhasil dicapai. Akan tetapi usaha pencapain swasembada pangan ataupun
kecukupan pangan ini dihadapkan masalah semakin merosotnya kualitas
sumberdaya lahan pertanian, sehingga mengancam usaha pertanian kedepan. .
Tidaklah berlebihan ungkapan bahwa : bumi ini bukanlah warisan nenek
moyang kita, namun merupakan titipan anak cucu kita mendatang, yang mengandung
makna kita mempunyai kewajiban untuk mengelola dan memelihara bumi (lahan) ini
dengan sebaik-baiknya. Pada tulisan ini akan kami sampaikan keprihatinan kondisi
lahan yang semakin terdegradasi yang mengancam keberlanjutan usaha pertanian
mendatang. Merupakan tanggung jawab kita bersama untuk melestarikan lahan kita
agar tetap produktif dan terhindar dari ancaman degradasi akibat berbagai kegiatan
pembangunan yang tidak terkendali dan tidak ramah lingkungan, sehingga nantinya
lahan yang akan kita wariskan pada anak cucu kita masih mempunyai daya dukung
yang optimal. Kondisi yang optimal ini akan menjamin usaha pertanian yang
berkelanjutan dimasa datang.
Pembangunan pertanian konvensional yang telah kita lakukan masa lalu
nampaknya belum menjamin keberlanjutan program pembangunan pertanian. Kita
berevaluasi diri, setelah lebih dari 30 tahun menerapkan pembangunan pertanian
nasional kita menghadapi beberapa indikator yang memprihatinkan : (1) tingkat
produktivitas lahan menurun, (2) tingkat kesuburan lahan merosot, (3) konversi lahan
pertanian semakin meningkat, (4) luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas, (5)
tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat, (6) daya dukung
likungan merosot, (7) tingkat pengangguran di pedesaan meningkat, (8) daya tukar
petani berkurang, (9) penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani menurun, dan
(10) kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat. Dari evaluasi tersebut
degradasi lahan yang berupa penurunan daya dukung lahan dan pencemaran lahan
pertanian nampaknya menjadi ancaman yang serius yang harus perlu kita hindari.
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
2
Dilema yang dihadapi tentang peruntukan lahan pada sektor pertanian seringkali
bersaing dengan sektor lain seperti industri, pemukiman dan perdagangan. Pada
daerah yang padat seperti pulau Jawa, setiap tahunnya sekitar 50.000 hektar lahan
pertanian yang berubah fungsi penggunannya (Soni Harsono, 1995). Penguasaan dan
pemilikan lahan pertanian sering dikatakan sebagai masalah yang rumit. Dimana
menyangkut berbagai aspek seperti ekonomi, demografi, hukum, politik, dan sosial.
Bahkan kerumitan itu akan bertambah dengan keterkaitkannya dengan aspek-aspek
teknis seperti agronomi, ekologi, dan lain sebagainya. Dilihat dari aspek segi hukum,
hak memiliki dan menguasai itu pada umumnya dapat melekat pada dua jenis subyek
hukum, yaitu masyarakat/penguasa dan perseorangan. Pengertian penguasaan adalah
memberikan kewenangan seperti pemilikan, namun penguasaan dan pemilikan lahan
terdapat perbedaan tergantung pada subyeknya. Seperti cara penguasaan oleh pihak
pengembang dan para spekulan terletak pada kepemilikan modal kuat, sehingga ribuan
hektar lahan menjadi terlantar yang akhirnya menjadi lahan tidur yang sebenarnya
dapat dibudidayakan untuk pembangunan pertanian (Yustika Baharsyah, 1998).
Dalam suasana lingkungan strategis yang berubah dengan cepat, penajaman
arah kebijakan dan perencanaan bagi reformasi pembangunan pertanian pada masa
depan menjadi demikian penting. Dengan mengantisipasi perubahan eksternal maupun
internal, visi pembangunan pertanian dapat dirumuskan sebagai pertanian yang
menjadi ciri pada era reformasi. Kerangka reformasi pembangunan pertanian yang
berwawasan agrobisnis tersebut pada dasarnya mempunyai beberapa tujuan, antara
lain (a) menarik dan mendorong sector pertanian; (b) menciptakan struktur
perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel; (c) menciptakan nilai tambah; (d)
meningkatkan penerimaan devisa; (e) menciptakan lapangan kerja; dan (f)
meningkatkan pendapatan para petani.
Oleh karena itu, strategi reformasi pembangunan sektor pertanian harus
dikaitkan dengan strategi pengembangan industri pertanian yang dapat dikembangkan
di perdesaan. Dan karenanya harus diprioritaskan pertumbuhan industri pertanian yang
mampu menangkap efek ganda bagi perdesaan (Syarifuddin Baharsyah, 1997).
Dengan demikian, perlu didorong mekanisme keterkaitan antara pembangunan
pertanian dengan pembangunan industri dan jasa. Seperti di Amerika Serikat dalam
keterkaitan pembangunan pertanian dengan industri, sebenarnya Amerika Serikat
merupakan negara pertanian yang terbesar dan paling efisien di dunia dimana sekitar
2,5 persen angkatan kerjanya mampu mencukupi 90 persen kebutuhan penduduknya
dan bahkan merupakan eksportir terbesar di dunia (Kartomo Wirosuhardjo, 1997).
KONSEPSI UMUM TENTANG LAHAN
Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi beserta segenap
karakteristik-karakteristik yang ada padanya dan penting bagi perikehidupan manusia
(Christian dan Stewart, 1968). Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
3
didefinisikan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua
komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di
atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk,
relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh
aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang; yang kesemuanya itu berpengaruh
terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa
mendatang (Brinkman dan Smyth, 1973; dan FAO, 1976). Lahan dapat dipandang
sebagai suatu sistem yang tersusun atas (i) komponen struktural yang sering disebut
karakteristik lahan, dan (ii) komponen fungsional yang sering disebut kualitas lahan.
Kualitas lahan ini pada hakekatnya merupakan sekelompok unsur-unsur lahan
(complex attributes) yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan (FAO,
1976).
Lahan sebagai suatu "sistem" mempunyai komponen- komponen yang
terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu.
Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam
hubungannya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sys
(1985) mengemukakan enam kelompok besar sumberdaya lahan yang paling penting
bagi pertanian, yaitu (i) iklim, (ii) relief dan formasi geologis, (iii) tanah, (iv) air, (v)
vegetasi, dan (vi) anasir artifisial (buatan). Dalam konteks pendekatan sistem untuk
memecahkan
permasalahan-permasalahan lahan, setiap komponen lahan atau
sumberdaya lahan tersebut di atas dapat dipandang sebagai suatu subsistem tersendiri
yang merupakan bagian dari sistem lahan. Selanjutnya setiap subsistem ini tersusun
atas banyak bagian-bagiannya atau karakteristik- karakteristiknya yang bersifat dinamis
(Soemarno, 1990).
KEBIJAKAN EKSTENSIFIKASI LAHAN DAN DISTRIBUSINYA
Kebijaksanaan ekstensifikasi pertanian dan perkebunan juga sangat
berpengaruh terhadap keadaan hutan. Pencetakan sawah yang diperluas dengan
pemanfaatan hutan rawa dan gambut. Sementara sawah kelas satu yang sudah
dikorbankan dibuat perindustrian pada kawasan-kawasan industri pinggiran kota.
Dalam pemikiran para perancang program ini, perusahaan perkebunan milik negara
yang menguasai teknologi, permodalan, dan teknik-teknik manajemen akan dikaitkan
dengan petani plasma yang tidak memiliki keunggulan-keunggulan seperti itu. Jadi
tujuan tersebut kepada para petani perkebunan kecil melalui hubungan ekonomi intensif
atau pola kemitraan. Dalam pola kemitraan tersebut investor bukanlah melakukan
pemaksaan yang harus dilakukan terhadap mitranya, melainkan merupakan strategi
usaha atau bisnis berdasarkan analisis manfaat biaya yang sama-sama
menguntungkan antara pelaku kemitraan. Dengan pola pengembangan strategi
transformasional dalam bidang pertanian dapat dirintis usaha pertanian menuju
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
4
agroindustri dan pada gilirannya dapat menciptakan agrobisnis yang tangguh (Tri
Cahyono, 1997).
PENATAAN DAN PEMANFAATAN LAHAN
Gejala yang timbul diseputar penguasaan dan pemilikan tanah perdesaan dan
perkotaan dewasa ini adalah terpusatkan pada sebagian besar pemanfaatan pemilikan
tanah ditangan sekelompok masyarakat pemilik modal kuat. Di lain pihak, masyarakat
perkotaan secara umum dan masyarakat pemilik modal lemah khususnya cenderung
tersingkir dari mekanisme pasar yang ada, yang berakibat pada timbulnya ketidak
merataan dalam penguasaan dan pemilikan tanah. Posisi pemerintah dalam mengatasi
atau mengendalikan masalah tersebut di atas sudah cukup jelas, sebagaimana yang
telah diamanatkan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan UUPA pasal 2 ayat 1.
Pemerintah memiliki banyak alternatif dalam upaya mengendalikan mekanisme pasar
yang ada. Namun paling tidak ada dua cara yang dapat ditempuh yaitu melalui (1)
intervensi secara langsung untuk dapat menciptakan mekanisme pasar yang tidak
hanya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi semata dan (2) memperhatikan
aspek pemerataan.
Sejauh ini memang belum ada suatu penelitian mendalam mengenai intervensi
mana yang paling efektif di dalam upaya mencapai maksud tersebut di atas. Namun
sejalan dengan tugas praktis pertanahan maka secara ringkas gambaran intervensi
pemerintah secara langsung yang selama ini telah dilaksanakan disamping konsep
pemikiran baru yang masih perlu diteliti dan kemudian dikembangkan. Dalam penataan
penguasaan tanah oleh Negara diarahkan agar pemanfaatannya dapat mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amanat tersebut termasuk upaya
pemerintah untuk melakukan intervensi dalam rangka memperbaiki tata cara dan
kekurangan mekanisme pasar tanah, serta menunjang secara bertahap terwujudnya
rasa keadilan dalam penguasaan/pemilikan tanah melalui kebijakan yang baru,
penyesuaian yang ada dan perombakan yang telah usang.
Dalam prakteknya, khususnya untuk kegiatan pembangunan lewat perizinan
tersebut, timbul banyak masalah pasca proses pra pelayanan seperti adanya penyalah
gunaan perizinan yang telah diberikan. Selain itu terjadi pula penelantaran tanah yang
telah dikuasai dan bentuk-bentuk spekulasi lainnya sehingga terjadi lahan tidur seperti
akhir-akhir ini dikenal masyarakat, yang dalam pemanfatannya dapat digunakan
sebagai usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan (Yustika
Baharsyah, 1998). Selanjutnya apabila dipilah dalam penataan lahan yang layak dan
tidak layak untuk usaha pertanian kemudian dibagi dengan jumlah penduduk agraris,
sebenarnya lahan yang tersedia untuk masing-masing tidak juga terlalu luas. Harus
diakui bahwa penataaan lahan yang layak untuk sektor pertanian tidak selalu
dimanfaatkan secara tepat. Dengan hanya melanjutkan pola pemanfaatan lahan yang
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
5
ditinggalkan penjajah, banyak usaha pertanian di Indonesia tidak mendukung
kelestarian lingkungan sehingga tidak layak apabila dilihat dari aspek ekonomi. Kecuali
perkebunan peninggalan penjajah, hanya sedikit pertanian di Indonesia yang dirancang
untuk perdagangan antar wilayah maupun perdagangan internasional. Selebihnya
hanya diusahakan untuk mendukung kehidupan petani sehari-hari atau hanya untuk
memenuhi perdagangan setempat (Amien, 1994).
Oleh karena itu konsolidasi tanah merupakan salah satu instrumen penting untuk
mengendalikan mekanisme pasar dalam kaitannya dengan upaya pemanfaatan tanah
secara optimal, seimbang dan lestari dengan meningkatkan efisiensi pemanfaatan
tanah di wilayah perkotaan. Konsolidasi tanah dapat didefinisikan sebagai suatu model
penataan lingkungan yang dari tidak teratur menjadi teratur. Di samping itu dilengkapi
dengan prasarana dan fasilitas umum yang dibutuhkan, sedangkan prinsipnya
dipergunakan secara swadaya oleh masyarakat pemilik tanah sendiri. Dalam
penerapannya terdapat dua aspek penting yang menjadi sasaran utama konsolidasi
tanah yaitu (1) penataan fisik atas penggunan serta (2) pemanfaatan tanah dan
penataan terhadap penguasaan dan pemilikan tanah. Kedua aspek tersebut tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Diharapkan penataan melalui fisik maka nilai
tanah perkotaan semakin meningkat untuk kepentingan masyarakat pemilik tanah. Dan
diharapkan melalui pelayanan penguasaaan dan pemilikan oleh masyarakat dapat
tercapai.
Selain intervensi melalui pembatasan pemilikan tanah, lembaga perizinan,
kosolidasi tanah maka praktek “land banking” juga dapat dijadikan sebagai salah satu
alat instrumen dalam mengendalikan mekanisme pasar yang ada. Paling tidak melalui
kegiatan “land banking” dapat terpenuhi beberapa syarat utama penyediaan tanah yang
lancar dan mendukung pelaksanaan pembangunan nasional seperti lokasi tanah yang
sesuai, luas areal tanah yang cukup, harga atau ganti rugi tanah secara wajar, waktu
penyediaan tanah tepat, ketentuan yang berlaku ditaati serta tidak menimbulkan
keresahan atau sengketa. Sampai saat ini kita mengenal dua contoh konkrit mengenai
kegiatan pengadaan tanah yang menggunakan prinsip “land banking”. Contoh pertama
adalah dalam upaya mengatasi masalah penyediaan tanah bagi keperluan
pembangunan perumahan dan pemukiman. Pemerintah menetapkan suatu badan
untuk mengolah kawasan siap bangun sesuai dengan amanat dalam rangka
penyediaan tanah untuk industri beberapa perusahaan untuk mengelola kawasan
industri seperti berbagai pengembang. Secara garis besar, kegiatan dasar usaha land
banking adalah meliputi pengadaan tanah, pematangan tanah dan penyaluran atau
penjualan tanah. Sedangkan modal awal diperoleh dari beberapa sumber antara lain
sebagian pajak pertanahan, dana pengganti biaya dan termasuk keuangan dalam
rangka kegiatan konsolidasi tanah dan pemasukan keuangan negara yang berasal dari
kegiatan fungsional pertanian.
INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
6
Dalam rangka reformasi pertanian yang berkelanjutan banyak faktor beserta
interaksinya yang patut dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah
keadaan lingkungan, sumber daya lahan, perubahan agroklimat, dan sosial ekonomi.
Penilaian produktivitas lahan memerlukan pengetahuan mengenal jenis tanah,
penyebarannya, dan masukan yang diperlukan untuk mengatasi dan meningkatkan
produktivitasnya, serta tanggapannya terhadap penerapan teknologi (Widjaja Adhi,
1989). Pengetahuan mengenai sumber daya lahan telah disadari perlunya perencanaan
terutama untuk pengembangan pertanian, tetapi informasi data sumber daya lahan
jarang digunakan secara efektif. Hal-hal tersebut perlu ditelaah dalam usaha
meningkatkan sumbangan penelitian sumber daya lahan untuk pengembangan
pertanian secara berkelanjutan. Saat ini data base tentang tanah sedang digarap dan
unit informasi tanah sehingga memudahkan dan mempercepat pelayanan informasi
tanah. Pada tingkat nasional sasaran utama penelitian informasi data tanah adalah
untuk, (1) menentukan wilayah yang memungkinkan keuntungan biotik dan sosial
ekonomi yang tertinggi untuk suatu komoditi; (2) memilih komoditi yang memberikan
keuntungan biotik dan sosial ekonomi untuk suatu wilayah; dan (3) meneliti cara
peningkatan dan pelestarian produktivitas suatu komoditi di suatu wilayah. Kesemuanya
itu merupakan pendekatan dasar dari sistem pembangunan pertanian yang berazaskan
keterpaduan komoditi, wilayah dan usahatani.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN ERA REFORMASI
Pembangunan pertanian dalam era reformasi tidak lagi berorientasi kepada
peningkatan produksi semata, tetapi mengarah kepada pendekatan agrobisnis. Secara
konseptual sistem agrobisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas, mulai dari
pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai dengan pemaaran produk-produk
yang dihasilkan oleh usaha tani dan nelayan serta agroindustri, yang saling terkait satu
sama lainnya. Dengan demikian sitim agrobisnis merupakan suatu sistem yang terdiri
dari berbagai subsistem yaitu (a) sub sistem pengadaan dan penyaluran sarana
produksi, teknologi dan pengembangan sumber daya manusia; (b) sub sistem budidaya
atau usahatani; (c) sub sistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri; dan (d) sub
sistem pemasaran hasil pertanian atau agrobisnis. Dengan pendekatan sistem tersebut
orientasi reformasi pembangunan pertanian mencakup seluruh aspek dalam sistem
agrobisnis yang dilaksanakan secara terpadu dengan memperhatikan kelestarian
sumber daya alam dan lingkungan hidup. Keterkaitan dengan agroindustri dalam sistem
agrobisnis menjadi sangat penting dalam penyediaan dan penyaluran sarana produksi,
penyediaaan dana dan investasi, serta teknologi dengan dukungan sistem tataniaga
dan perdagangan yang efektif.
Pengembangan agroindustri pada dasarnya diharapkan selain memacu
pertumbuhan ekonomi perdesaan, sekaligus diarahkan untuk meningkatkan
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
7
kesempatan kerja dan pendapatan petani. Dengan demikian maka menumbuhkan
agroindustri yang dikembangkan di perdesaan perlu dirancang dengan prinsip dasar
yaitu (1) memacu keunggulan brigade penumbuhan agroindustri; (2) memacu
peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan menumbuhkan agroindustri yang
sesuai serta mampu dilakukan di wilayah yang dikembangkan; (3) memperluas wilayah
sentra-sentra agrobisnis komoditas unggulan yang nantinya akan berfungsi sebagai
penyandang bahan baku yang berkelanjutan; (4) memacu pertumbuhan agrobisnis
wilayah dengan menghadirkan subsistem-subsistem agrobisnis; dan (5) menghadirkan
sarana pendukung berkembangnya industri perdesaan.
Untuk dapat memberikan dukungan yang penuh terhadap perkembangan
agroindustri di perdesaan tersebut, kendala-kendala yang masih melekat pada sektor
pertanian harus segera dapat diatasi. Kendala tersebut antara lain masih tersebarnya
usahatani dengan beragam kualitas produk sehingga menyulitkan baik dari aspek
processing, marketing maupun pendukung agrobisnis atau agroindustri lainnya. Hal
tersebut akan terkait dengan kelangsungan bahan baku serta “high cost industrial
processing and marketing”. Berbagai upaya telah dilakukan seperti konsepsi
pengembangan sentra agrobisnis komoditas unggulan (SPAKU) yang diharapkan akan
mampu memperkecil serta menuntaskan permasalahan yang ada. Gambaran umum
mengenai kendala atau permasalahan serta tantangan dan berbagai peluang yang
dipandang mempengaruhi berkembangnya agrobisnis perdesaan, antara lain
pengembangan wilayah agroindustri dan kelembagaan.
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan mengenai penggunaan sumber daya lahan dalam rangka
reformasi pembangunan pertanian adalah sebagai berikut :
1. Permasalahan pokok yang kita hadapi dalam pengelolaan sumber daya lahan
untuk dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat petani adalah dengan
memanfaatkan sumber daya lahan secara efisien dan lestari sehingga tidak
merusak lingkungan.
2. Sumber daya lahan merupakan matriks dasar kehidupan manusia dan
pembangunan. Hampir semua aspek kehidupan dan pembangunan, baik
langsung maupun tidak langsung, berkaitan dengan permasalahan lahan. Untuk
dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan kehidupan, manusia
membutuhkan pangan, sandang, dan fasilitas kehidupan dasar lainnya dalam
kualitas dan kuantitasnya. Untuk kebutuhan tersebut manusia membutuhkan
lahan, baik sebagai faktor produksi maupun sebagai ruang yang dapat
mewadahinya.
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
8
3. Sumber daya lahan kering merupakan modal dasar pembangunan pertanian
yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
terutama di daerah perdesaan.
4. Memasuki pembangunan tahapan berikutnya, kesinambungan untuk
mempertahankan swasembada pangan, sangatlah berat tantangannya
mengingat luas areal persawahan yang produktif berubah fungsi ke non
pertanian. Dengan demikian, salah satu upaya untuk mempertahankan
swasembada pangan dimasa mendatang adalah melalui pemanfaatan lahan
kering dengan menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah.
5. Untuk menunjang swasembada pangan, maka perlu dikembangkan komoditas
tanaman pangan dan hortikultura dalam skala yang luas secara agrobisnis
dengan melibatkan perusahaan swasta sebagai bapak angkat dengan partisipasi
aktif dari petani sebagai stakeholder melalui program kemitraan secara
berkeadilan.
6. Melibatkan perusahan BUMN dan koperasi dalam usahatani konservasi dengan
mengembangkan komoditas unggulan yang kompetitif dengan nilai ekonomi
tinggi. Disamping itu pula meningkatkan kemampuan petugas dan petani dalam
pola kemitraan dengan investor sehingga pelaksanaannya menjadi lebih
profesional yang pada gilirannya dapat mendukung pembangunan pertanian
berwawasan agrobisnis dan agroindustri.
Daftar Pustaka
Bambang Tri Cahyono. 1997. Pengembangan Strategi Bisnis dengan Pola Kemitraan di
Indonesia Jurnal Magister Agrobisnis. Badan Penerbit IPWI. Jakarta.
Biro Pusat Statistik. 1998. Potensi Lahan Pertanian . BPS. Jakarta.
Heryadi, S. 1993. Meningkatkan Mutu Intensifikasi. Harian Suara Pembanruan. Dewi
Sartika. Jakarta, 29 Mei 1993.
Yustika Baharsyah. 1998. Harian Kompas. Bulan Februari. Jakarta.
Kartomo Wirosudardjo. 1997. Strategi Link and Match dalam Pendidikan Tinggi di
Indonesia. Jurnal Magister Manajemen. Badan Penerbit IPWI.
Repubik Indonesia. 1999. Garis-garis Besar Halkuan Negara.
Syarifuddin Baharsyah. 1997. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Pembekalan
Juru Kampanye Tingkat Nasional. DPP Golkar. Jakarta.
Soekartawi. 1992. Agrobisnis. Teori dan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta.
Soni Harsono. 1995. Alih Fungsi Lahan Pertanian. Harian Kompas 15 Oktober 1995.
Jakarta.
Soleh Sukmana, H. Suwardjo, Uha Kusnadi dan amirudin syam. 1998. Usahatani
Konservasi
di Daerah Sungai bagian Hulu. Risalah Lokakarya Penelitian Sistem Usahatani.
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
9
Bogor, 14 – 15 Desember 1988. Puslitbangtan. Deptan.
Subagyo, H dan IPG. Widjaja Adhi. 1998. Peluang dan Kendala Penggunaan Lahan
Rawa
untuk Pengembangan Pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Balitbang. Deptan.
Widjaja Adhi, IPG. 1988. Penelitian Sistem Usahatani di Indonesia. Perspektif dan
Persepsi.
Risalah Lokakarya Penelitian Usahatani. Bogor, 14 – 15 Desember 1988. Puslitbang
Deptan.
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
KELAS
NPP
: DUL ROKHIM
: E-3
: 18.0464
1
MANAJEMEN SUMBER DAYA LAHAN DALAM USAHA PERTANIAN
BERKELANJUTAN
PENDAHULUAN
Saat ini pemerintah telah menetapkan program ketahanan pangan sebagai
prioritas utama dalam kebijakan pembangunan pertanaian. Dalam program ini
mencakup usaha-usaha untuk meraih kembali swasembada pangan yang pada tahun
1984 berhasil dicapai. Akan tetapi usaha pencapain swasembada pangan ataupun
kecukupan pangan ini dihadapkan masalah semakin merosotnya kualitas
sumberdaya lahan pertanian, sehingga mengancam usaha pertanian kedepan. .
Tidaklah berlebihan ungkapan bahwa : bumi ini bukanlah warisan nenek
moyang kita, namun merupakan titipan anak cucu kita mendatang, yang mengandung
makna kita mempunyai kewajiban untuk mengelola dan memelihara bumi (lahan) ini
dengan sebaik-baiknya. Pada tulisan ini akan kami sampaikan keprihatinan kondisi
lahan yang semakin terdegradasi yang mengancam keberlanjutan usaha pertanian
mendatang. Merupakan tanggung jawab kita bersama untuk melestarikan lahan kita
agar tetap produktif dan terhindar dari ancaman degradasi akibat berbagai kegiatan
pembangunan yang tidak terkendali dan tidak ramah lingkungan, sehingga nantinya
lahan yang akan kita wariskan pada anak cucu kita masih mempunyai daya dukung
yang optimal. Kondisi yang optimal ini akan menjamin usaha pertanian yang
berkelanjutan dimasa datang.
Pembangunan pertanian konvensional yang telah kita lakukan masa lalu
nampaknya belum menjamin keberlanjutan program pembangunan pertanian. Kita
berevaluasi diri, setelah lebih dari 30 tahun menerapkan pembangunan pertanian
nasional kita menghadapi beberapa indikator yang memprihatinkan : (1) tingkat
produktivitas lahan menurun, (2) tingkat kesuburan lahan merosot, (3) konversi lahan
pertanian semakin meningkat, (4) luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas, (5)
tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan pertanian meningkat, (6) daya dukung
likungan merosot, (7) tingkat pengangguran di pedesaan meningkat, (8) daya tukar
petani berkurang, (9) penghasilan dan kesejahteraan keluarga petani menurun, dan
(10) kesenjangan antar kelompok masyarakat meningkat. Dari evaluasi tersebut
degradasi lahan yang berupa penurunan daya dukung lahan dan pencemaran lahan
pertanian nampaknya menjadi ancaman yang serius yang harus perlu kita hindari.
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
2
Dilema yang dihadapi tentang peruntukan lahan pada sektor pertanian seringkali
bersaing dengan sektor lain seperti industri, pemukiman dan perdagangan. Pada
daerah yang padat seperti pulau Jawa, setiap tahunnya sekitar 50.000 hektar lahan
pertanian yang berubah fungsi penggunannya (Soni Harsono, 1995). Penguasaan dan
pemilikan lahan pertanian sering dikatakan sebagai masalah yang rumit. Dimana
menyangkut berbagai aspek seperti ekonomi, demografi, hukum, politik, dan sosial.
Bahkan kerumitan itu akan bertambah dengan keterkaitkannya dengan aspek-aspek
teknis seperti agronomi, ekologi, dan lain sebagainya. Dilihat dari aspek segi hukum,
hak memiliki dan menguasai itu pada umumnya dapat melekat pada dua jenis subyek
hukum, yaitu masyarakat/penguasa dan perseorangan. Pengertian penguasaan adalah
memberikan kewenangan seperti pemilikan, namun penguasaan dan pemilikan lahan
terdapat perbedaan tergantung pada subyeknya. Seperti cara penguasaan oleh pihak
pengembang dan para spekulan terletak pada kepemilikan modal kuat, sehingga ribuan
hektar lahan menjadi terlantar yang akhirnya menjadi lahan tidur yang sebenarnya
dapat dibudidayakan untuk pembangunan pertanian (Yustika Baharsyah, 1998).
Dalam suasana lingkungan strategis yang berubah dengan cepat, penajaman
arah kebijakan dan perencanaan bagi reformasi pembangunan pertanian pada masa
depan menjadi demikian penting. Dengan mengantisipasi perubahan eksternal maupun
internal, visi pembangunan pertanian dapat dirumuskan sebagai pertanian yang
menjadi ciri pada era reformasi. Kerangka reformasi pembangunan pertanian yang
berwawasan agrobisnis tersebut pada dasarnya mempunyai beberapa tujuan, antara
lain (a) menarik dan mendorong sector pertanian; (b) menciptakan struktur
perekonomian yang tangguh, efisien dan fleksibel; (c) menciptakan nilai tambah; (d)
meningkatkan penerimaan devisa; (e) menciptakan lapangan kerja; dan (f)
meningkatkan pendapatan para petani.
Oleh karena itu, strategi reformasi pembangunan sektor pertanian harus
dikaitkan dengan strategi pengembangan industri pertanian yang dapat dikembangkan
di perdesaan. Dan karenanya harus diprioritaskan pertumbuhan industri pertanian yang
mampu menangkap efek ganda bagi perdesaan (Syarifuddin Baharsyah, 1997).
Dengan demikian, perlu didorong mekanisme keterkaitan antara pembangunan
pertanian dengan pembangunan industri dan jasa. Seperti di Amerika Serikat dalam
keterkaitan pembangunan pertanian dengan industri, sebenarnya Amerika Serikat
merupakan negara pertanian yang terbesar dan paling efisien di dunia dimana sekitar
2,5 persen angkatan kerjanya mampu mencukupi 90 persen kebutuhan penduduknya
dan bahkan merupakan eksportir terbesar di dunia (Kartomo Wirosuhardjo, 1997).
KONSEPSI UMUM TENTANG LAHAN
Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi beserta segenap
karakteristik-karakteristik yang ada padanya dan penting bagi perikehidupan manusia
(Christian dan Stewart, 1968). Secara lebih rinci, istilah lahan atau land dapat
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
3
didefinisikan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua
komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di
atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk,
relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh
aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang; yang kesemuanya itu berpengaruh
terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa
mendatang (Brinkman dan Smyth, 1973; dan FAO, 1976). Lahan dapat dipandang
sebagai suatu sistem yang tersusun atas (i) komponen struktural yang sering disebut
karakteristik lahan, dan (ii) komponen fungsional yang sering disebut kualitas lahan.
Kualitas lahan ini pada hakekatnya merupakan sekelompok unsur-unsur lahan
(complex attributes) yang menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian lahan (FAO,
1976).
Lahan sebagai suatu "sistem" mempunyai komponen- komponen yang
terorganisir secara spesifik dan perilakunya menuju kepada sasaran-sasaran tertentu.
Komponen-komponen lahan ini dapat dipandang sebagai sumberdaya dalam
hubungannya dengan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sys
(1985) mengemukakan enam kelompok besar sumberdaya lahan yang paling penting
bagi pertanian, yaitu (i) iklim, (ii) relief dan formasi geologis, (iii) tanah, (iv) air, (v)
vegetasi, dan (vi) anasir artifisial (buatan). Dalam konteks pendekatan sistem untuk
memecahkan
permasalahan-permasalahan lahan, setiap komponen lahan atau
sumberdaya lahan tersebut di atas dapat dipandang sebagai suatu subsistem tersendiri
yang merupakan bagian dari sistem lahan. Selanjutnya setiap subsistem ini tersusun
atas banyak bagian-bagiannya atau karakteristik- karakteristiknya yang bersifat dinamis
(Soemarno, 1990).
KEBIJAKAN EKSTENSIFIKASI LAHAN DAN DISTRIBUSINYA
Kebijaksanaan ekstensifikasi pertanian dan perkebunan juga sangat
berpengaruh terhadap keadaan hutan. Pencetakan sawah yang diperluas dengan
pemanfaatan hutan rawa dan gambut. Sementara sawah kelas satu yang sudah
dikorbankan dibuat perindustrian pada kawasan-kawasan industri pinggiran kota.
Dalam pemikiran para perancang program ini, perusahaan perkebunan milik negara
yang menguasai teknologi, permodalan, dan teknik-teknik manajemen akan dikaitkan
dengan petani plasma yang tidak memiliki keunggulan-keunggulan seperti itu. Jadi
tujuan tersebut kepada para petani perkebunan kecil melalui hubungan ekonomi intensif
atau pola kemitraan. Dalam pola kemitraan tersebut investor bukanlah melakukan
pemaksaan yang harus dilakukan terhadap mitranya, melainkan merupakan strategi
usaha atau bisnis berdasarkan analisis manfaat biaya yang sama-sama
menguntungkan antara pelaku kemitraan. Dengan pola pengembangan strategi
transformasional dalam bidang pertanian dapat dirintis usaha pertanian menuju
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
4
agroindustri dan pada gilirannya dapat menciptakan agrobisnis yang tangguh (Tri
Cahyono, 1997).
PENATAAN DAN PEMANFAATAN LAHAN
Gejala yang timbul diseputar penguasaan dan pemilikan tanah perdesaan dan
perkotaan dewasa ini adalah terpusatkan pada sebagian besar pemanfaatan pemilikan
tanah ditangan sekelompok masyarakat pemilik modal kuat. Di lain pihak, masyarakat
perkotaan secara umum dan masyarakat pemilik modal lemah khususnya cenderung
tersingkir dari mekanisme pasar yang ada, yang berakibat pada timbulnya ketidak
merataan dalam penguasaan dan pemilikan tanah. Posisi pemerintah dalam mengatasi
atau mengendalikan masalah tersebut di atas sudah cukup jelas, sebagaimana yang
telah diamanatkan oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan UUPA pasal 2 ayat 1.
Pemerintah memiliki banyak alternatif dalam upaya mengendalikan mekanisme pasar
yang ada. Namun paling tidak ada dua cara yang dapat ditempuh yaitu melalui (1)
intervensi secara langsung untuk dapat menciptakan mekanisme pasar yang tidak
hanya berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi semata dan (2) memperhatikan
aspek pemerataan.
Sejauh ini memang belum ada suatu penelitian mendalam mengenai intervensi
mana yang paling efektif di dalam upaya mencapai maksud tersebut di atas. Namun
sejalan dengan tugas praktis pertanahan maka secara ringkas gambaran intervensi
pemerintah secara langsung yang selama ini telah dilaksanakan disamping konsep
pemikiran baru yang masih perlu diteliti dan kemudian dikembangkan. Dalam penataan
penguasaan tanah oleh Negara diarahkan agar pemanfaatannya dapat mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amanat tersebut termasuk upaya
pemerintah untuk melakukan intervensi dalam rangka memperbaiki tata cara dan
kekurangan mekanisme pasar tanah, serta menunjang secara bertahap terwujudnya
rasa keadilan dalam penguasaan/pemilikan tanah melalui kebijakan yang baru,
penyesuaian yang ada dan perombakan yang telah usang.
Dalam prakteknya, khususnya untuk kegiatan pembangunan lewat perizinan
tersebut, timbul banyak masalah pasca proses pra pelayanan seperti adanya penyalah
gunaan perizinan yang telah diberikan. Selain itu terjadi pula penelantaran tanah yang
telah dikuasai dan bentuk-bentuk spekulasi lainnya sehingga terjadi lahan tidur seperti
akhir-akhir ini dikenal masyarakat, yang dalam pemanfatannya dapat digunakan
sebagai usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan (Yustika
Baharsyah, 1998). Selanjutnya apabila dipilah dalam penataan lahan yang layak dan
tidak layak untuk usaha pertanian kemudian dibagi dengan jumlah penduduk agraris,
sebenarnya lahan yang tersedia untuk masing-masing tidak juga terlalu luas. Harus
diakui bahwa penataaan lahan yang layak untuk sektor pertanian tidak selalu
dimanfaatkan secara tepat. Dengan hanya melanjutkan pola pemanfaatan lahan yang
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
5
ditinggalkan penjajah, banyak usaha pertanian di Indonesia tidak mendukung
kelestarian lingkungan sehingga tidak layak apabila dilihat dari aspek ekonomi. Kecuali
perkebunan peninggalan penjajah, hanya sedikit pertanian di Indonesia yang dirancang
untuk perdagangan antar wilayah maupun perdagangan internasional. Selebihnya
hanya diusahakan untuk mendukung kehidupan petani sehari-hari atau hanya untuk
memenuhi perdagangan setempat (Amien, 1994).
Oleh karena itu konsolidasi tanah merupakan salah satu instrumen penting untuk
mengendalikan mekanisme pasar dalam kaitannya dengan upaya pemanfaatan tanah
secara optimal, seimbang dan lestari dengan meningkatkan efisiensi pemanfaatan
tanah di wilayah perkotaan. Konsolidasi tanah dapat didefinisikan sebagai suatu model
penataan lingkungan yang dari tidak teratur menjadi teratur. Di samping itu dilengkapi
dengan prasarana dan fasilitas umum yang dibutuhkan, sedangkan prinsipnya
dipergunakan secara swadaya oleh masyarakat pemilik tanah sendiri. Dalam
penerapannya terdapat dua aspek penting yang menjadi sasaran utama konsolidasi
tanah yaitu (1) penataan fisik atas penggunan serta (2) pemanfaatan tanah dan
penataan terhadap penguasaan dan pemilikan tanah. Kedua aspek tersebut tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya. Diharapkan penataan melalui fisik maka nilai
tanah perkotaan semakin meningkat untuk kepentingan masyarakat pemilik tanah. Dan
diharapkan melalui pelayanan penguasaaan dan pemilikan oleh masyarakat dapat
tercapai.
Selain intervensi melalui pembatasan pemilikan tanah, lembaga perizinan,
kosolidasi tanah maka praktek “land banking” juga dapat dijadikan sebagai salah satu
alat instrumen dalam mengendalikan mekanisme pasar yang ada. Paling tidak melalui
kegiatan “land banking” dapat terpenuhi beberapa syarat utama penyediaan tanah yang
lancar dan mendukung pelaksanaan pembangunan nasional seperti lokasi tanah yang
sesuai, luas areal tanah yang cukup, harga atau ganti rugi tanah secara wajar, waktu
penyediaan tanah tepat, ketentuan yang berlaku ditaati serta tidak menimbulkan
keresahan atau sengketa. Sampai saat ini kita mengenal dua contoh konkrit mengenai
kegiatan pengadaan tanah yang menggunakan prinsip “land banking”. Contoh pertama
adalah dalam upaya mengatasi masalah penyediaan tanah bagi keperluan
pembangunan perumahan dan pemukiman. Pemerintah menetapkan suatu badan
untuk mengolah kawasan siap bangun sesuai dengan amanat dalam rangka
penyediaan tanah untuk industri beberapa perusahaan untuk mengelola kawasan
industri seperti berbagai pengembang. Secara garis besar, kegiatan dasar usaha land
banking adalah meliputi pengadaan tanah, pematangan tanah dan penyaluran atau
penjualan tanah. Sedangkan modal awal diperoleh dari beberapa sumber antara lain
sebagian pajak pertanahan, dana pengganti biaya dan termasuk keuangan dalam
rangka kegiatan konsolidasi tanah dan pemasukan keuangan negara yang berasal dari
kegiatan fungsional pertanian.
INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
6
Dalam rangka reformasi pertanian yang berkelanjutan banyak faktor beserta
interaksinya yang patut dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah
keadaan lingkungan, sumber daya lahan, perubahan agroklimat, dan sosial ekonomi.
Penilaian produktivitas lahan memerlukan pengetahuan mengenal jenis tanah,
penyebarannya, dan masukan yang diperlukan untuk mengatasi dan meningkatkan
produktivitasnya, serta tanggapannya terhadap penerapan teknologi (Widjaja Adhi,
1989). Pengetahuan mengenai sumber daya lahan telah disadari perlunya perencanaan
terutama untuk pengembangan pertanian, tetapi informasi data sumber daya lahan
jarang digunakan secara efektif. Hal-hal tersebut perlu ditelaah dalam usaha
meningkatkan sumbangan penelitian sumber daya lahan untuk pengembangan
pertanian secara berkelanjutan. Saat ini data base tentang tanah sedang digarap dan
unit informasi tanah sehingga memudahkan dan mempercepat pelayanan informasi
tanah. Pada tingkat nasional sasaran utama penelitian informasi data tanah adalah
untuk, (1) menentukan wilayah yang memungkinkan keuntungan biotik dan sosial
ekonomi yang tertinggi untuk suatu komoditi; (2) memilih komoditi yang memberikan
keuntungan biotik dan sosial ekonomi untuk suatu wilayah; dan (3) meneliti cara
peningkatan dan pelestarian produktivitas suatu komoditi di suatu wilayah. Kesemuanya
itu merupakan pendekatan dasar dari sistem pembangunan pertanian yang berazaskan
keterpaduan komoditi, wilayah dan usahatani.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN ERA REFORMASI
Pembangunan pertanian dalam era reformasi tidak lagi berorientasi kepada
peningkatan produksi semata, tetapi mengarah kepada pendekatan agrobisnis. Secara
konseptual sistem agrobisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas, mulai dari
pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai dengan pemaaran produk-produk
yang dihasilkan oleh usaha tani dan nelayan serta agroindustri, yang saling terkait satu
sama lainnya. Dengan demikian sitim agrobisnis merupakan suatu sistem yang terdiri
dari berbagai subsistem yaitu (a) sub sistem pengadaan dan penyaluran sarana
produksi, teknologi dan pengembangan sumber daya manusia; (b) sub sistem budidaya
atau usahatani; (c) sub sistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri; dan (d) sub
sistem pemasaran hasil pertanian atau agrobisnis. Dengan pendekatan sistem tersebut
orientasi reformasi pembangunan pertanian mencakup seluruh aspek dalam sistem
agrobisnis yang dilaksanakan secara terpadu dengan memperhatikan kelestarian
sumber daya alam dan lingkungan hidup. Keterkaitan dengan agroindustri dalam sistem
agrobisnis menjadi sangat penting dalam penyediaan dan penyaluran sarana produksi,
penyediaaan dana dan investasi, serta teknologi dengan dukungan sistem tataniaga
dan perdagangan yang efektif.
Pengembangan agroindustri pada dasarnya diharapkan selain memacu
pertumbuhan ekonomi perdesaan, sekaligus diarahkan untuk meningkatkan
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
7
kesempatan kerja dan pendapatan petani. Dengan demikian maka menumbuhkan
agroindustri yang dikembangkan di perdesaan perlu dirancang dengan prinsip dasar
yaitu (1) memacu keunggulan brigade penumbuhan agroindustri; (2) memacu
peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan menumbuhkan agroindustri yang
sesuai serta mampu dilakukan di wilayah yang dikembangkan; (3) memperluas wilayah
sentra-sentra agrobisnis komoditas unggulan yang nantinya akan berfungsi sebagai
penyandang bahan baku yang berkelanjutan; (4) memacu pertumbuhan agrobisnis
wilayah dengan menghadirkan subsistem-subsistem agrobisnis; dan (5) menghadirkan
sarana pendukung berkembangnya industri perdesaan.
Untuk dapat memberikan dukungan yang penuh terhadap perkembangan
agroindustri di perdesaan tersebut, kendala-kendala yang masih melekat pada sektor
pertanian harus segera dapat diatasi. Kendala tersebut antara lain masih tersebarnya
usahatani dengan beragam kualitas produk sehingga menyulitkan baik dari aspek
processing, marketing maupun pendukung agrobisnis atau agroindustri lainnya. Hal
tersebut akan terkait dengan kelangsungan bahan baku serta “high cost industrial
processing and marketing”. Berbagai upaya telah dilakukan seperti konsepsi
pengembangan sentra agrobisnis komoditas unggulan (SPAKU) yang diharapkan akan
mampu memperkecil serta menuntaskan permasalahan yang ada. Gambaran umum
mengenai kendala atau permasalahan serta tantangan dan berbagai peluang yang
dipandang mempengaruhi berkembangnya agrobisnis perdesaan, antara lain
pengembangan wilayah agroindustri dan kelembagaan.
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan mengenai penggunaan sumber daya lahan dalam rangka
reformasi pembangunan pertanian adalah sebagai berikut :
1. Permasalahan pokok yang kita hadapi dalam pengelolaan sumber daya lahan
untuk dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat petani adalah dengan
memanfaatkan sumber daya lahan secara efisien dan lestari sehingga tidak
merusak lingkungan.
2. Sumber daya lahan merupakan matriks dasar kehidupan manusia dan
pembangunan. Hampir semua aspek kehidupan dan pembangunan, baik
langsung maupun tidak langsung, berkaitan dengan permasalahan lahan. Untuk
dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan kehidupan, manusia
membutuhkan pangan, sandang, dan fasilitas kehidupan dasar lainnya dalam
kualitas dan kuantitasnya. Untuk kebutuhan tersebut manusia membutuhkan
lahan, baik sebagai faktor produksi maupun sebagai ruang yang dapat
mewadahinya.
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
8
3. Sumber daya lahan kering merupakan modal dasar pembangunan pertanian
yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
terutama di daerah perdesaan.
4. Memasuki pembangunan tahapan berikutnya, kesinambungan untuk
mempertahankan swasembada pangan, sangatlah berat tantangannya
mengingat luas areal persawahan yang produktif berubah fungsi ke non
pertanian. Dengan demikian, salah satu upaya untuk mempertahankan
swasembada pangan dimasa mendatang adalah melalui pemanfaatan lahan
kering dengan menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah.
5. Untuk menunjang swasembada pangan, maka perlu dikembangkan komoditas
tanaman pangan dan hortikultura dalam skala yang luas secara agrobisnis
dengan melibatkan perusahaan swasta sebagai bapak angkat dengan partisipasi
aktif dari petani sebagai stakeholder melalui program kemitraan secara
berkeadilan.
6. Melibatkan perusahan BUMN dan koperasi dalam usahatani konservasi dengan
mengembangkan komoditas unggulan yang kompetitif dengan nilai ekonomi
tinggi. Disamping itu pula meningkatkan kemampuan petugas dan petani dalam
pola kemitraan dengan investor sehingga pelaksanaannya menjadi lebih
profesional yang pada gilirannya dapat mendukung pembangunan pertanian
berwawasan agrobisnis dan agroindustri.
Daftar Pustaka
Bambang Tri Cahyono. 1997. Pengembangan Strategi Bisnis dengan Pola Kemitraan di
Indonesia Jurnal Magister Agrobisnis. Badan Penerbit IPWI. Jakarta.
Biro Pusat Statistik. 1998. Potensi Lahan Pertanian . BPS. Jakarta.
Heryadi, S. 1993. Meningkatkan Mutu Intensifikasi. Harian Suara Pembanruan. Dewi
Sartika. Jakarta, 29 Mei 1993.
Yustika Baharsyah. 1998. Harian Kompas. Bulan Februari. Jakarta.
Kartomo Wirosudardjo. 1997. Strategi Link and Match dalam Pendidikan Tinggi di
Indonesia. Jurnal Magister Manajemen. Badan Penerbit IPWI.
Repubik Indonesia. 1999. Garis-garis Besar Halkuan Negara.
Syarifuddin Baharsyah. 1997. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Pembekalan
Juru Kampanye Tingkat Nasional. DPP Golkar. Jakarta.
Soekartawi. 1992. Agrobisnis. Teori dan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta.
Soni Harsono. 1995. Alih Fungsi Lahan Pertanian. Harian Kompas 15 Oktober 1995.
Jakarta.
Soleh Sukmana, H. Suwardjo, Uha Kusnadi dan amirudin syam. 1998. Usahatani
Konservasi
di Daerah Sungai bagian Hulu. Risalah Lokakarya Penelitian Sistem Usahatani.
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN
9
Bogor, 14 – 15 Desember 1988. Puslitbangtan. Deptan.
Subagyo, H dan IPG. Widjaja Adhi. 1998. Peluang dan Kendala Penggunaan Lahan
Rawa
untuk Pengembangan Pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Balitbang. Deptan.
Widjaja Adhi, IPG. 1988. Penelitian Sistem Usahatani di Indonesia. Perspektif dan
Persepsi.
Risalah Lokakarya Penelitian Usahatani. Bogor, 14 – 15 Desember 1988. Puslitbang
Deptan.
TUGAS EKONOMI SUMBER DAYA ALAM & LINGKUNGAN