TEMA TEMA KETERAMPILAN DALAM PERMAINAN

TEMA-TEMA KETERAMPILAN DALAM PERMAINAN
Oleh:
Ratia Hesti Putridinanti (14711251013)
Margi Asih (14711251009)
ABSTRAK
Pendidikan jasmani telah menjadi bagian integral dalam proses
pendidikan. Pendidikan jasmani adalah satu fase dari proses pendidikan secara
menyeluruh yang peduli terhadap perkembangan dan kemampuan gerak individu
yang bersifat sukarela serta bermakna, dan berhubungan dengan sikap, mental,
emosional, dan sosial. Tujuan Pendidikan Jasmani dalam kurikulum Sekolah
Dasar (2004) sebagai berikut: (1) mengembangkan kemampuan gerak dan
keterampilan berbagai macam permainan dan olahraga, (2) mengembangkan sikap
sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis
melalui Penjas, (3) mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dan
pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas
jasmani, (4) mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai
informasi untuk mencapai kesehatan, kebugaran jasmani dan pola hidup sehat,
dan (5) mampu mengisi waktu luang. Artinya pengelolaan pembelajaran
Pendidikan Jasmani tidak hanya mengarah kepada kemampuan dan keterampilan
saja melainkan lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan bergerak siswa
Sekolah Dasar yang lebih bersifat apresiatif dan rekreatif.

Permainan adalah suatu aktivitas jasmani untuk memperoleh kesenangan
dan memperkaya keterampilan motorik anak sesuai dengan kebutuhan motorik
anak. Dalam bermain anak mengembangkan keterampilan memecahkan masalah
dengan mencoba berbagai cara dengan mengerjakan sesuatu dan memilih dan
menentukan cara yang paling tepat. Dalam bermain anak-anak menggunakan
bahasa untuk membawakan aktivitasnya, memperluas dan menyaring bahasa
mereka dengan berbicara dan mendengar anak lain. Ketika bermain mereka
belajar memahami orang lain dengan cara mensepakati komitmen yang mereka
buat dari berbagai aturan dan menilai pekerjaan secara bersama-sama. Bermain
mematangkan perkembangan anak-anak dalam semua area; intelektual, sosial
ekonomi dan fisik. Bermain bagi anak adalah apa yang mereka lakukan sepanjang
hari, bermain adalah kehidupan dan kehidupan adalah bermain.
Setiap guru pendidikan jasmani, kesehatan, dan rekreasi di sekolah dasar
harus memahami setiap karakteristik anak. Setiap anak tidak memiliki kebutuhan
akan keterampilan gerak yang sama, sehingga guru harus mampu merancang
suatu permainan yang dapat memenuhi kebutuhan akan keterampilan gerak anak.
Kata kunci: Pendidikan Jasmani, Permainan, dan Perkembangan Gerak

1


PENDAHULUAN
Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang perlu melaksanakan
pembangunan disegala bidang, khususnya pada bidang pendidikan. Pendidikan
merupakan salah satu bidang dalam pembangunan yang perlu mendapatkan
prioritas sendiri, karena merupakan investasi yang sangat besar nilainya bagi
tumbuh kembang suatu bangsa. Pendidikan Jasmani merupakan mata pelajaran
yang memiliki kedudukan yang vital dalam pembangunan Sumber Daya Manusia
(SDM). Keberadaan Pendidikan Jasmani telah diakui oleh pemerintah dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 42 khususnya isi kurikulum pendidikan dasar dan
menengah yang menetapkan pelajaran Pendidikan Jasmani sebagai mata pelajaran
yang wajib diberikan di sekolah mulai tingkat SD sampai dengan SLTA. Hal ini
menunjukkan bahwa Pendidikan Jasmani telah menjadi bagian integral dari proses
pendidikan. Pernyataan tersebut telah diperkuat oleh para ahli kurikulum
Pendidikan Jasmani, antara lain Nixon dan Jewet (l980) bahwa Pendidikan
Jasmani adalah satu fase dari proses pendidikan secara menyeluruh yang peduli
terhadap perkembangan dan kemampuan gerak individu yang bersifat sukarela
serta bermakna dan terhadap reaksi yang langsung berhubungan dengan mental,
emosional dan sosial.
Tujuan Pendidikan Jasmani dalam kurikulum Sekolah Dasar (2004)

sebagai berikut: (1) mengembangkan kemampuan gerak dan keterampilan
berbagai macam permainan dan olahraga, (2) mengembangkan sikap sportif, jujur,
disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis melalui

2

Penjas, (3) mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dan pemeliharaan
kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani, (4)
mengetahui dan memahami konsep aktivitas jasmani sebagai informasi untuk
mencapai kesehatan, kebugaran jasmani dan pola hidup sehat, dan (5) mampu
mengisi waktu luang. Berdasarkan tujuan Pendidikan Jasmani tersebut, maka guru
Pendidikan Jasmani harus terlebih dahulu mampu mengelola pembelajaran
Pendidikan Jasmani di SD yang mengarah pada makna tujuan Pendidikan
Jasmani. Artinya pengelolaan pembelajaran Pendidikan Jasmani tidak hanya
mengarah kepada kemampuan dan keterampilan saja melainkan lebih berorientasi
pada pemenuhan kebutuhan bergerak siswa Sekolah Dasar yang lebih bersifat
apresiatif dan rekreatif.
Berbeda dengan yang selama ini dilakukan, khususnya praktik
pembelajaran


Pendidikan

Jasmani

cenderung

mencerminkan

pendekatan

kepelatihan yang kaku, miskin kreativitas dan apresiasi, serta kering akan nilai.
Tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran Pendidikan Jasmani semata-mata
aspek keterampilan fisik, sementara penanaman dan penghayatan nilai
keolahragaan sama sekali terabaikan. Hasil penelitian Cholik Mutohir dan
Maksum (1996) menunjukkan bahwa program Pendidikan Jasmani lebih
menekankan

kepada

hasil


keterampilan

dan

performansi

daripada

memperhitungkan kebutuhan siswa sebagai subjek didik bahkan sebagai objek
didik seperti yang terjadi selama ini di lapangan. Penyajian materi, sebaiknya
memperhatikan perbedaan karakter keragaman anak didik baik secara horizontal
(perbedaan dalam kelas) maupun vertikal (perbedaan tingkat kelas), sehingga

3

siswa melakukan kegiatan dengan senang hati karena sesuai dengan
kemampuannya. Pendidikan jasmani yang diberikan kepada siswa sekolah dasar
bukanlah mengarah pada teknik secara spesifik hanya sebatas memberikan
keterampilan gerak dasar yang dapat dituangkan dalam permainan, dan kebutuhan

akan gerak siswa disesuaikan dengan tingkatannya.
Krisis Pendidikan Jasmani yang terjadi seperti itu, sebenarnya tidak bisa
lepas dari belum efektifnya pembelajaran Penjas di sekolah. Pengelolaan Penjas
oleh guru saat ini, belum menunjukkan ke arah yang efektif dan efisien. Proses
pembelajaran yang diberikan guru Penjas dalam kegiatan pembelajaran bersifat
monoton, berpusat pada guru, hanya menggunakan pendekatan drill, dan
menekankan penguasaan motorik saja sedang aspek lain terabaikan seperti
intelektual, mental dan nilai-nilai keolahragaan lainnya. Akibatnya siswa
cenderung acuh tak acuh, kurang motivasi dalam belajar, merasa bosan, dan
kurang kreatif, serta perkembangan geraknya tidak sesuai dengan kebutuhan
siswa. Seharusnya guru merancang proses pembelajaran Penjas berorientasi pada
tujuan dan berusaha menyesuaikan dengan kondisi fisik dan psikis siswa,
sehingga siswa dapat melakukan aktivitas belajar sesuai dengan minat, keinginan,
bakat yang dimiliki dan kreativitas sesuai dengan kemampuan siswa. Dengan
demikian dapat dirumuskan permasalahannya yaitu permainan apa saja yang dapat
merangsang kemampuan gerak yang sesuai terhadap kebutuhan geraknya?
Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar
Pendidikan jasmani merupakan salah satu usaha sadar untuk menciptakan
lingkungan yang mampu mempengaruhi potensi peserta didik agar berkembang
4


ke arah tingkah laku yang positif melalui aktivitas jasmani. Aktivitas jasmani
inilah bentuk rangsangan yang diciptakan untuk mempengaruhi potensi-potensi
yang dimiliki peserta didik dalam pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah
mulai dari jenjang pendidikan usia dini sampai pendidikan menengah. Melalui
aktivitas jasmani ini diharapkan tujuan pendidikan yang meliputi ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik dapat terwujud. Bentuk aktivitas jasmani yang disajikan
dalam pembelajaran pendidikan jasmani dapat berbentuk olahraga maupun non
olahraga. Olahraga seperti atletik, senam, permainan, beladiri, dan akuatik, sedang
non olahraga dalam bentuk bermain, modifikasi cabang olahraga, dan aktivitas
jasmani lainnya.
Pendidikan jasmani yang pada dasarnya bagian integral dari sistem
pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek
kesehatan, kebugaran jasmani, keterampilan, berpikir kritis, stabilitas emosional,
keterampilan sosial, penalaran, dan tindakan moral melalui aktivitas jasmani dan
olahraga (Gabe Markin dan Marshall Hoffman, 1984: 15 dalam Purwati 2011:1).
Pendidikan jasmani merupakan usaha pendidikan dengan menggunakan otot-otot
besar hingga proses pendidikan yang berlangsung tidak terhambat oleh gangguan
kesehatan dan pertumbuhan badan. Pendidikan jasmani merupakan usaha yang
bertujuan untuk mengembangkan kawasan organik, neuromaskuler, intelektual,

dan sosial (Abdul Kadir, 1992:4 dalam Purwati 2011:1).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani
merupakan bagian penting dalam proses pendidikan. Hal ini didukung dengan UU
No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang dalam Pasal 3

5

menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat 10
mata pelajaran yang salah satunya disebutkan adalah Pendidikan Jasmani dan
olahraga. Dilain pihak Pendidikan Jasmani juga menjadi penting dan berharga
yang didasarkan oleh suatu sumber hukum yang kuat yang tercantum dalam UU
No. 3 tahun 2005 tentang sistem Keolahragaan Nasional. Dalam UU tersebut
disebutkan bahwa pada Pasal 1 kententuan umum berbunyi bahwa "olahraga
pendidikan adalah Pendidikan Jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai
bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperoleh
pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani".
Selanjutnya dalam pasal yang lain yaitu pasal 18 yang mengatur tentang
Olahraga Pendidikan. Dengan beberapa sumber hukum yang kuat tersebut
menjadi bukti nyata bahwa pendidikan jasmani sangat penting dan harus
dilaksanakan secara sistematik dan terprogram di institusi pendidikan atau

sekolah. Sebuah guide line atau menu yang ada dalam istilah pendidikan disebut
dengan kurikulum sangat diperlukan untuk melaksanakan perintah dari UndangUndang yang tersebut di atas. Untuk itu kemudian dibuatlah kurikulum
Pendidikan Jasmani untuk sekolah dasar dan menengah . Untuk menindak lanjuti
hal tersebu, kemudian ditetapkan sebuah peraturan pemerintah no. 19 tahun 2005
yang memuat tentang standar nasional pendidikan yang salah satu isinya adalah
tentang diterbitkannya standar isi kurikulum tingkat satuan pelajaran. Standar isi
dalam kurikulum tingkat satuan pelajaran khususnya untuk mata pelajaran
pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan menjelaskan bahwa mata pelajaran
pendidikan jasmani ,olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong

6

pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan
penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritualsosial) serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk merangsang
pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang (Pusat
Kurikulum, 2008:512).
Kurikulum SD terus berubah seiring dengan perubahan kurikulum dan
jenjang pendidikan calon guru SD. Hal ini menuntut agar para calon guru SD
sejak jauh hari selama proses perkuliahan terutama saat melakukan PPL akrab
dengan suasana “lapangan (SD)”. Khusus kurikulum penjas, telah mengalami

perubahan nama mata pelajaran dan substansinya, mulai dengan istilah
Pendidikan Jasmani, Olahraga Kesehatan, Penjaskes, Penjas, dan terakhir
Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Pergantian nama kurikulum penjas
ini, berkonsekuensi kepada perubahan berbagai infra struktur pembelajaran mulai
dari penentuan tujuan, penentuan isi, proses (strategi dan pendekatan) serta
evaluasinya.
Namun demikian apapun istilahnya iklim belajar yang terjadi harus
bersuasanakan ke SD-an. Adapun iklim belajar ke SD-an harus tercermin seperti
yang di tulis Rusli Lutan (1995-1996: 1-2) sebagai berikut; Pertama, penjaskes
merupakan upaya sistematis untuk pengembangan kepribadian anak, seperti
pengembangan hormat diri (self esteem), kepercayaan diri, toleransi sesama
kawan, dll. Kedua, isi dari tugas ajar (learning task) diselaraskan dengan tingkat
perkembangan anak. Kegiatan benyak ditandai oleh susasana kebebasan untuk

7

menyatakan diri dan bermain secara leluasa untuk mengenal lingkungan dalam
situasi yang menggembirakan.
Ketiga, meskipun arah dari pengajaran, khususnya pendidikan jasmani
juga peduli dengan pengembangan keterampilan suatu cabang olahraga, tetapi

tekanannya lebih banyak pada pengembangan kemampuan gerak umum dan
menyeluruh. Kalaupun kegiatan itu diarahkan bagi pengenalan suatu cabang
olahraga, namun tugas gerak, alat dan pelaksanaannya diubah dan disesuaikan
dengan kemampuan anak.
Keempat, model pembelajaran lebih banyak ditandai oleh pemberian
kesempatan bagi anak untuk mengekspresikan diri, berinisiatif dan memecahkan
persoalan secara kreatif. Namun demikian, guru tetap memiliki peranan penting
dalam mengelola proses belajar-mengajar.
Kelima, meskipun tujuan intruksional umum dan khusus yang menjadi
sasaran belajar, tetapi diupayakan agar dampak pengiring positif yang
menyangkut perkembangan penalaran dan sifat-sifat lainnya seperti disiplin,
kejujuran, dll. Bangkitnya keinginan untuk memperbaharui kurikulum penjaskes,
termasuk penerapannya, terutama didorong oleh harapan untuk meningkatkan
efektivitas penjaskes itu sendiri. Apa yang diterapkan dewasa ini di lingkungan
SD tidaklah sepenuhnya keliru, namun lebih condong mengarah ke upaya
pengenalan dan penguasaan keterampilan suatu cabang olahraga. Pendekatan yang
dipakai oleh guru-guru tak ubahnya seperti seorang melatih suatu cabang
olahraga. Keadaan demikian menyebabkan hilangnya peluang “emas” untuk
meraih keuntungan semaksimal mungkin dari pengajaran penjaskes sebagai

8

medium pendidikan. Oleh sebab itu, semakin kuat keyakinan dari kalangan
pendidik pendidikan jasmani untuk kembali ke konsep dan penerapan pendidikan
jasmani yang sebenarnya, maka tujuan pendidikan jasmani Sekolah Dasar akan
tercapai sesuai dengan kebutuhan gerak anak.
Tujuan Pendidikan Jasmani
Berdasarkan pemahaman mengenai hakikat pendidikan jasmani maka
tujuan pendidikan jasmani sama dengan tujuan pendidikan pada umumnya, karena
pendidikan jasmani merupakan bagian yang integral dari pendidikan pada
umumnya melalui aktivitas jasmani. Aktivitas jasmani yang meliputi berbagai
aktivitas jasmani dan olahraga hanya sebagai alat atau sarana untuk mencapai
tujuan pendididkan pada umumnya. Secara rinci tujuan pendidikan terdapat dalam
UU No. 20 Th. 2003 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif. Mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Permainan
Batasan mengenai bermain sangat luas dan sulit untuk menemukan
pengertian bermain secara nyata dan tepat dalam arti satu batasan dapat mencakup
seluruh pengertian bermain. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai
batasan bermain walaupun belum satu bahasa tetapi dapat sebagai acuan untuk
memberi pengertian bermain dalam pendidikan jasmani pada khususnya.
James Sully dalam Tedjasaputra (2001) menyatakan bahwa tertawa adalah
tanda dari kegiatan bermain dan tertawa ada di dalam aktivitas sosial yang

9

dilakukan bersama sekelompok teman, yang penting dan perlu ada di dalam
kegiatan bermain adalah rasa senang yang ditandai oleh tertawa.
Soemitro (1991), menyatakan bahwa bermain adalah belajar menyesuikan
diri dengan keadaan.
Sukintaka (1998) menyatakan bermain adalah aktivitas jasmani yang
dilakukan dengan sukarela dan bersungguh-sungguh untuk memperoleh rasa
senang dari melakukan aktivitas tersebut.
Hurlock (1978:320) menyatakan bahwa bermain adalah setiap kegiatan
yang

dilakukan

untuk

kesenangan

yang

ditimbulkannya,

tanpa

mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara sukarela dan dan tidak
ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban.
Piaget dalam Hurlock (1978) menjelaskan bahwa bermain terdiri atas
tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional.
Drijarkara dalam Sukintaka (1998) menyatakan bahwa bermain adalah
gejala manusia yang merupakan aktivitas dinamika manusia yang dibudayakan.
Selanjutnya Drijarkara menyatakan bahwa dalam bermain bukan hanya
merupakan aktivitas jasmani saja tetapi juga menyangkut fantasi, logika, dan
bahasa. Sehingga dalam bermain dibutuhkan keterpaduan antara fisik dalam hal
ini aktivitas jasmani dan psikis yaitu logika, persepsi, asumsi, emosi, keberanian,
kecerdasan dan lain-lain. Menurut Drijarkara dalam bermain harus ada dua watak
yaitu eros dan agon. Eros dalam arti bahwa bermain hendaknya didasari rasa
senang/cinta terhadap komponen yang ada dalam bermain itu sendiri seperti
teman bermain, sarana dan prasarana bermain, waktu bermain, situasi bermain dan

10

sebagainya. Sedang agon berarti perjuangan untuk mengalahkan segala tantangan
atau kesulitan/hambatan atau permasalahan dalam bermain.
Menurut Rebecca Isbell dalam bukunya The Complete Learning Center
Book “Play is Children’s Work and Children Want to Play”, dalam bermain,
anak-anak mengembangkan keahlian memecahkan masalah dengan menggunakan
berbagai cara untuk melakukan sesuatu dan menentukan pendekatan terbaik.
Dalam bermain anak-anak menggunakan bahasa untuk melakukan kegiatan
mereka, memperluas dan memperbaiki bahasa mereka sambil berbicara dengan
anak lainnya. Ketika bermain, mereka belajar tentang orang lain selain dirinya dan
mereka mencoba berbagai peran dan menyesuaikan diri saat bekerjasama dengan
orang lain. Bermain membentuk perkembangan anak pada semua bagian:
intelektual, sosial, emosional dan fisik (Isbell dalam Satya, 2006).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, permainan adalah suatu
aktivitas jasmani untuk memperoleh kesenangan dan memperkaya keterampilan
motorik anak sesuai dengan kebutuhan motorik anak.
Bermain adalah pekerjaan anak-anak dan anak-anak sangat gemar
bermain. Dalam bermain anak mengembangkan keterampilan memecahkan
masalah dengan mencoba berbagai cara dengan mengerjakan sesuatu dan memilih
dan menentukan cara yang paling tepat. Dalam bermain anak-anak menggunakan
bahasa untuk membawakan aktivitasnya, memperluas dan menyaring bahasa
mereka dengan berbicara dan mendengar anak lain. Ketika bermain mereka
belajar memahami orang lain dengan cara mensepakati komitmen yang mereka
buat dari berbagai aturan dan menilai pekerjaan secara bersama-sama. Bermain

11

mematangkan perkembangan anak-anak dalam semua area; intelektual, sosial
ekonomi dan fisik. Bermain bagi anak adalah apa yang mereka lakukan sepanjang
hari, bermain adalah kehidupan dan kehidupan adalah bermain. Anak-anak tidak
membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Anak-anak adalah pemain
alami, mereka menikmati bermain dan dapat berkonsentrasi dalam waktu yang
lama untuk sebuah keterampilan. Bermain merupakan motivasi interinsik bagi
anak dan tidak ada seorangpun yang dapat mengatakan apa yang akan dilakukan
dan bagaimana melakukannya. Dalam bermain anak dapat mengembangkan
mental, menumbuhkan kemampuan untuk memecahkan masalah dalam hidupnya
(perkembangan sosial) dan meningkatkan kebugaran komponen motoriknya.
Tidak ada satu definisi yang dapat menjelaskan arti bermain yang sebenarnya
( Mary Mayesky, 1990; dalam Satya 2006).
Permainan

anak-anak

merupakan

wadah

dasar

dan

indikator

pengembangan mental. Bermain memungkinkan anak-anak untuk memajukan
perkembangannya seperti sensori motor, intelegensi pada bayi, mulai dari
operasional

sampai

operasional

konkrit

pada

anak

pra

sekolah

juga

mengembangkan kognitif, fisik, dan perkembangan sosial ekonomi (George W
Maxim, 1992, dalam Satya 2006). Bermain merupakan kepentingan utama
seorang anak dalam hidupnya, lewat bermain ia belajar keahlian untuk bertahan
dan menemukan pola dalam dunia yang penuh kebingungan. Bermain merupakan
tujuan dasar dari belajar pada masa kanak-kanak dan secara bertahap
mengembangkan konsep dari hubungan yang wajar, kemampuan untuk

12

membedakan, untuk menilai, untuk menganalisis dan mengambil intisari, untuk
membayangkan dan merumuskan.
Dengan demikian pada anak usia sekolah dasar untuk pembelajaran
pendidikan jasmani, kesehatan dan rekreasi yang diberikan adalah olahraga
permainan yang sifatnya multilateral atau belajar gerak secara keseluruhan.
Dengan konsep menyeluruh ini, maka dapat disarankan bahwa siswa sekolah
dasar tidak perlu untuk menguasai cabang olahraga tertentu sebab pendidikan
jasmani sifatnya adalah kesamaan dan keadilan gerak.
Tujuan Bermain dalam Pendidikan Jasmani
Bermain mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia yang
dapat dilihat dari aspek psikis, fisik, dan sosial. Beberapa komponen aspek psikis
akan berkembang melalui bermain antara lain dalam hal kecerdasan, motivasi,
emosi, mental, percaya diri, minat, kemauan, kecemasan, agresivitas, perhatian,
konsentrasi, dan sebagainya. Misalkan faktor kecerdasan berkembang melalui
bermain disebabkan bahwa melalui bermain anak akan menghadapi berbagai
masalah yang timbul dalam permainan tersebut dan harus diselesaikan/diputuskan
pada saat itu juga dengan cepat dan tepat, atau faktor motivasi melalui bermain
anak akan menampilkan apa saja yang mereka punyai dengan sungguh-sungguh
dan penuh semangat karena dalam bermain itu suasananya menggembirakan dan
menyenangkan sehingga bebas beraktivitas dengan penuh semangat sesuai dengan
kemampuannya.
Melalui bermain anak akan akan terbiasa dengan tekanan-tekanan baik
dari dirinya sendiri maupun dari luar, sehingga akan mampu mengelola emosi,

13

kecemasan dan rasa percaya diri dengan baik. Melalui bermain anak akan mampu
mengembangkan, mempertahankan, dan mengendalikan aspek-aspek psikis
tersebut. Aspek fisik juga akan berkembang dengan baik melalui aktivitas bermain
ini meliputi pertumbuhan dan perkembangan jasmani, kebugaran jasmani,
kesehatan jasmani, kemampuan gerak dasar, unsur-unsur fisik yang ada. Faktor
pertumbuhan dan perkembangan fisik anak pun akan berkembang melaui aktivitas
bermain. Pertumbuhan fisik berkenaan dengan bertambahnya ukuran tubuh secara
nyata yang dapat diukur secara pasti, misalnya bertambahnya tinggi badan, berat
badan, dan besar atau bertambah secara kuantitatif. Perkembangan fisik adalah
semakin berkualitasnya kemampuan tubuh atau sekelompok otot dalam
beraktivitas/gerak. Misalnya kemampuan melempar bola kecil semakin jauh dari
hasil sebelum melakukan aktivitas bermain walaupun jumlah serabut otot-ototnya
relatif sama. Melalui bermain juga memberi kesempatan pada anak untuk melatih
kemampuan gerak dasar seperti gerak lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif.
Kemampuan gerak dasar ini semakin baik dan berkualitas.
Melalui aktivitas bermain maka kemampuan fisik anak akan berkembang
secara optimal. Aspek sosial pun juga akan berkembang dengan baik melalui
aktivitas bermain ini antara dalam hal kerja sama, komunikasi, saling percaya,
menghormati, bermasyrakat, tenggang rasa, kebersamaan dan sebagainya. Melalui
bermain anak mampu memciptakan suatu bentuk kerjasama untuk mencapai
tujuan bersama, dalam kerjasama dipastikan ada komunikasi antar anggota regu,
dan dalam kerjasama juga ada rasa saling percaya dan saling menghormati antar
anggota untuk meraih tujuan bersama yang diinginkan.

14

Hal tersebut sependapat dengan Cowel dan Hazelton dalam Sukintaka
(1998:9) yang menyatakan bahwa melalui bermain akan terjadi perubahan yang
positif dalam hal jasmani, sosial, mental, dan moral. Perubahan yang positif dalam
hal jasmani meliputi pertumbuhan dan perkembangan jasmani yaitu terjadinya
arah pertumbuhan dan perkembangan jasmani yang baik/proposional, kebugaran
jasmani yaitu terjadinya kemampuan anak dalam hal meningkatkan dan
mempertahankan kebugaran jasmaninya, sehat jasmani dalam arti melalui bermain
anak beraktivitas jasmani yang merupakan salah satu pemenuhan kebutuhan hidup
anak yaitu gerak yang berakibat sehat secara fisik bagi anak, selanjutnya melalui
bermain juga memberikan perubahan secara fisik dalam hal peningkatan
kemampuan unsur-unsur fisik seperti kecepatan, kekuatan, daya ledak,
kelentukan, keseimbangan, kelincahan, daya tahan, ketepatan dan koordinasi.
Selanjutnya melalui bermain juga membawa perubahan positif dalam hal
fisik terutama kemampuan gerak dasar anak yang meliputi gerak lokomotor, non
lokomotor, dan manipulatif. Perubahan positif dalam ranah sosial melalui
aktivitas bermain yaitu terjadinya kesadaran akan bekerjasama, rasa saling
mempercayai, saling menghormati, saling tenggang rasa, rasa solider, saling
menolong antar anggota untuk berusaha bersama mencapai suatu tujuan yang
diinginkan. Melalui aktivitas bermain anak juga belajar menaati suatu peraturan,
disiplin, dan tanggungjawab sehingga anak mampu bermasyarakat secara baik.
Perubahan positif dalam mental terjadi melalui aktivitas bermain terutama
dalam hal pengembangan rasa percaya diri. Melalui bermain anak terlatih dan
terbiasa dengan menghadapi berbagai tantangan baik dai dalam dirinya seperti

15

rasa takut, cemas, keberanian, minat, motivasi, rasa lelah, malas atau dari luar
dirinya seperti lawan/teman bermain dalam hal teknik, taktik, fisik maupun psikis,
penonton, situasi atau keadaan arena permainan yang bervariatif sehingga anakanak mampu menyesuaikan diri yang berdampak kepada rasa percaya diri yang
tinggi. Perubahan secara positif pada faktor moral yaitu bahwa melalui aktivitas
bermain anak-anak dituntut untuk selalu bertindak jujur, disiplin, adil, tidak
curang, tanggung jawab, fair play, menghargai teman atau lawan main, yang
semuanya mengarah kepada perbuatan atau tingkah laku yang baik, sehingga
dengan kebiasaan semacam itu dapat diduga anak-anak akan mengalami
perubahan tingkah laku yang mengarah kepada perbuatan yang baik berarti anak
mengalami perubahan moral secara positif. Selanjutnya Hurlock (1978:323)
menyatakan mengenai pengaruh bermain dalam dunia anak bahwa bermain
mempunyai pengaruh dalam perkembangan anak, pengaruh tersebut antara lain:
dorongan berkomunikasi, penyaluran bagi energi emosional yang terpendam,
sumber belajar, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, standard
moral.
Menurut Graham, dkk (2010:636), menyebutkan tujuan permainan dalam
kurikulum Sekolah Dasar adalah anak-anak bisa melakukan segala sesuatu,
mampu beradaptasi, memiliki keterampilan atau terampil dalam menghadapi
situasi permainan. Tujuan memberikan permainan pada anak Sekolah Dasar
disesuaikan dengan kebutuhan gerak anak, agar anak mampu secara menyeluruh
mengusai keterampilan dasar sebagai bekal dalam tingkat lanjutan. Pengalaman
permainan yang dilakukan anak-anak akan membantu anak-anak dalam

16

menerapkan kognitif, afektif, dan psikomotor yang telah mereka peroleh untuk
menjadikan kompeten dan berpengetahuan dalam kehidupan sosial.
Jenis-Jenis Permainan
Isi dari permainan yang diberikan kepada anak sekolah dasar didasarkan
pada tema keterampilan manipulatif dikombinasikan dengan traveling, chasing,
fleeing, and dodging. Sebelum anak-anak mengikuti permainan pengalaman,
sebaiknya anak-anak diberikan keterampilan dasar. Hal ini bertujuan agar anak
tidak mengalami kegagalan dan bertindak atau dalam menjalani suatu
keterampilan,

karena

kegagalan

yang

terus-menerus

dalam

melakukan

keterampilan akan membuat anak merasa trauma atau enggan untuk mengikuti
kegiatan olahraga/permainan. Dalam memberikan permainan kepada siswa, guru
harus memilih, mendesain, mengurutkan, dan memodifikasi permainan untuk
memaksimalkan

pencapaian

belajar

siswa,

peningkatan

kebugaran,

dan

kesenangan siswa.
Guru dapat memodifikasi aturan, peralatan, dan ruang bermain untuk
memfasilitasi pembelajaran anak-anak agar memiliki kemampuan beragam dan
fokus dalam proses belajar. Guru harus menentukan tujuan dari diadakannya
permainan, dan guru harus memungkinkan semua siswa untuk banyak memiliki
kesempatan untuk berpartisipasi. Griffin, Mitchell, dan Olson (2006) dalam
Graham, dkk (2010:639), menyebutkan anak-anak harus memiliki pengalaman
bermain secara terus-menerus, dan mengikuti instruksi keterampilan serta
memiliki taktik bermain. Anak-anak tidak akan bisa mencapai keterampilan
tingkat tinggi (kemahiran dan pemanfaatan) jika anak tidak menggunakan

17

keterampilan yang taktis. Menurut Graham, dkk (2010:639), ada 3 jenis games
experiences disekolah dasar yaitu: invariant game skill experiences, dynamic
gamelike skill experiences, dan games playing experiences.
Invariant game skill pada dasarnya melibatkan praktek keterampilan dasar
dan keterampilan ini digunakan pada permainan dalam situasi tertutup atau statis.
Artinya anak-anak diberikan keterampilan dasar seperti dribbling, kicking,
volleying, dan pemberian keterampilan ini hanya pada level prakontrol dan
kontrol. Jika anak telah mampu melakukan keterampilan dasar pada invariant
game skill, maka anak akan banyak memiliki pengalaman keterampilan untuk
memudahkan dalam dynamic gameskill. Pengalaman memungkinkan siswa untuk
menguasai suatu objek menggunakan pola motorik tertentu (Rink, 2006).
Penekanan dalam invariant game yaitu fokus pada penggunaan keterampilan dasar
dan pengujian diri atau mampu menyelesaikan tantangan berupa keterampilan
dasar. Ketika seorang anak yang tidak mampu melakukan keterampilan dasar
secara konsisten (tingkat pra kontrol dan kontrol) atau sering mengalami
kegagalan dalam melakukan keterampilan, anak akan menjadi frustasi.
Tingkat frustasi memungkinkan anak untuk tidak menginginkan lagi
mengikuti kegiatan olahraga hingga anak dewasa. Dalam hal ini peranan guru
sangat dibutuhkan, guru harus memahami karakteristik setiap anak, memahami
tingkat kemampuan keterampilan anak, memahami kebutuhan setiap anak. Dalam
buku Children Movement karya Graham, dkk (2010: 640), guru tidak boleh terusmenerus meneriakkan skor, mengidentifikasi pemenang, dan guru terlalu fokus
pada kompetisi skala penuh. Hal ini tidak diperkenankan karena anak-anak pada

18

masanya belum ditempatkan dalam situasi yang kompetitif. Dengan demikian
peranan guru sangat menentukan kemampuan keterampilan anak.
Dynamic gamelike skill yaitu permainan yang melibatkan penggunaan
keterampilan dalam lingkungan yang berubah, misalnya penggunaan kombinasi
keterampilan dan strategi ofensif dan defensive sederhana untuk menghadapi
situasi yang berubah dan biasanya ditemukan dalam olahraga tradisional.
Misalnya permainan ayam dan elang, permainan cegat-cegatan, permainan hitamhijau, dan permainan lainnya. Dynamic gameskill memiliki aturan yang terbatas
serta memiliki ruang terbatas, hal ini dilakukan untuk pencapaian tujuan
pembelajaran yang jelas dan mudah diserap oleh siswa serta untuk memperbaiki
keterampilan dasar anak. Dalam dynamic gameskill misalnya anak akan
mempraktekkan teknik dasar dribbling dan shooting bola basket, kemudian anak
melakukan keterampilan yang sama dengan satu orang yang bertindak sebagai
pemain defensive. Implikasi dari perkembangan ini adalah anak secara perlahanlahan menjadi lebih mahir menggunakan keterampilan motorik atau kombinasi
keteampilan motorik, dan anak secara bersamaan belajar mengenai taktik dan
strategi. Mengajarkan keterampilan di lingkungan terbuka dan mengajarkan
kombinasi keterampilan dan taktik, sangat penting bagi anak untuk menjadi
mengikuti permainan yang lebih kompeten. Guru perlu menciptakan situasi
terbuka yang progresif dan semakin kompleks, dimana kombinasi keterampilan
digunakan dalam berbagai situasi permainan. Tujuannya adalah anak mampu
menggunakan keterampilannya dalam berbagai kondisi dan situasi permainan.

19

Games playing experiences memungkinkan anak-anak untuk fokus pada
perolehan pengetahuan dan antusiasme untuk bermain sesuai dengan tahapan
perkembangan serta anak sudah mampu menggunakan banyak variasi dan taktik
yang

sebelumnya

telah

dipelajari.

Dalam

games

playing

experiences,

mengembangkan semangat dan pengetahuan, kenikmatan dan kepuasan bermain
menjadi hal utama. Namun, karena waktu yang terbatas hal ini dirasa kurang
memberikan kepuasan pada diri anak. Tahap games playing experiences dapat
dikatakan memasuki tahap pemanfaatan keterampilan gerak, dimana anak
menggunakan keterampilan dasar dan kombinasi keterampilan untuk terlibat
dalam situasi permainan yang lebih kompleks, tujuannya membantu anak-anak
mengalami kenikmatan, kepuasan, kegembiraan, dan rasa prestasi dalam
permainan yang sesuai dengan tahap perkembangannya (Graham, dkk, 2010:643).
Dalam proses mengajarkan games plating experiences, guru harus memperhatikan
pemenuhan kebutuhan gerak perkembangan anak, sehingga instruksi permainan,
peralatan yang digunakan, jumlah pemain, prasarana yang digunakan, serta
peraturan yang digunakan harus dimodifikasi dengan tidak menghilangkan nilai
sebenarnya pada permainan yang dimodifikasi.
Dalam buku Children Movement karya Graham, dkk (2010), untuk
memilih games playing experiences untuk berbagai anak dari tingkat keahlian
yaitu predesigned, modified predesigned, teacher-designed, teacher/childdesigned, dan child-designed. Predesigned games diajarkan kepada anak-anak
tanpa memodifikasi dengan tujuan permainan tesebut telah sesuai dan anak
menarik anak-anak untuk mengikutinya. Dalam presdesigned games guru hanya

20

membutuhkan sedikit persiapan, menjelaskan bagiamana permainannya, setelah
anak memahami mengenai permainan tesebut, anak akan langsung memulai
permainan sampai pelajaran berakhir. Misalnya permainan melempar bola, namun
bola yang diberikan adalah bola kecil. Hal ini tentu akan menyulitkan siswa jika
anak sebelumnya tidak diberikan bola besar. Modified predesigned games
diberikan kepada anak-anak dengan memodifikasi permainan, modifikasi dapat
berupa aturan, peralatan, jumlah pemain, area bermain, bahkan keterampilan yang
digunakan.
Tujuan dari modified predesigned games untuk membuat permainan yang
lebih tepat untuk suatu kelas tertentu. Setelah permainan yang dimodifikasi
perlunya di lakukan evaluasi, apakah permainan modifikasi yang diberikan layak
atau tidak untuk siswa. Contoh permainan yang dimodifikasi adalah permainan
voli mini, dimana bola, lapangan, dan aturan permainan dimodifikasi sedemikian
rupa, agar anak mampu mengembangkan keterampilan modifikasi gerak. Teacher
designed games dirancang ketika guru mengalami kesulitan menemukan
permainan yang tepat untuk kelas tertentu, dan modifikasi permainan yang akan
diberikan dirasa kurang efektif. Guru dapat merancang permainan yang memenuhi
tujuan tertentu, namun guru perlu memahami kemampuan keterampilan anak-anak
sehingga rancangan permainan yang akan diberikan menarik dan menyenangkan
bagi siswa. Contoh dari teacher designed games yaitu merancang permainan
untuk fokus pada memukul bola. Bola di gantung pada ketinggian sesuai dengan
jangkauan anak, dan alat pemukul dimodifikasi. Teacher/Child designed games
adalah dimana guru dan anak-anak merancang permainan secara bersama-sama.

21

Guru menyajikan tujuan permainan dan batasan permainan, kemudian
anak-anak akan dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk bersama-sama
bekerja sama dalam menentukan aturan, penilaian, dan peralatan yang akan
digunakan. Guru membantu anak-anak dalam merancang permainan, memberikan
saran, dan memantau kerja sama anak-anak. Pada teacher/child designed games
memungkinkan menghabiskan jam pembelajaran untuk menciptakan permainan.
Dampak positif dari rancangan permainan ini akan membuat anak mampu
berkomunikasi, memiliki sifat kerja sama, dan antusiasme atau semangat yang
tinggi. Contoh dari teacher/child designed games yaitu permainan juggling bola,
dimana bola modifikasi akan digantungkan pada paralon dan anak-anak dapat
melakukan juggling bola. Tujuannya selain untuk memenuhi keterampilan dasar
juggling bola, bola yang digantungkan pada paralon akan meminimalisir
kegagalan anak dalam melakukan juggling, sehingga akan mengurangi tingkat
frustasi kegagalan anak. Child designed games merupakan perancanangan
permainan berdasarkan kemampuan masing-masing anak, sehingga akan
terbentuk kelompok-kelompok kecil dengan anak yang memiliki kemampuan
sama. Tujuannya untuk merancang permainan yang menarik dan menyenangkan
bagi anak, memungkinkan anak lebih kooperatif dan kompetitif, dan lebih aktif.
Anak-anak akan merancang permainan dengan bantuan guru, permainan yang
dirancang adalah permainan yang dikehendaki oleh siswa dalam kelompok.
Dalam merancang permainan siswa mungkin akan menghabiskan banyak
waktu, namun siswa akan memiliki banyak pengalaman dan secara bertahap akan
mahir dalam merancang atau melakukan sesuatu. Setiap permainan hasil

22

rancangan dari siswa perlu dievaluasi oleh guru sebelum siswa tersebut
mengujicobakannya. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir bencana dalam artian
frustasi akan kegagalan dan gerak, dan faktor keselamatan. Contoh pada child
designed games yaitu disesuaikan pada tahapan kemampuan keterampilan gerak
anak, apakah masih dalam tahap prakontrol, kontrol, atau pemanfaatan.
Dalam memodifikasi permainan yang menggunakan alat atau peralatan
sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik anak, misalnya pada permainan
modifikasi bola basket. Bola yang digunakan lebih lembut, ringan, besar, dan
berwarna. Kemudian ring basket ketinggiannya disesuaikan dengan jangkauan
shooting bola anak, sehingga anak tidak sering mengalami kegagalan dalam
gerakan. Permainan yang dilakukan oleh siswa akan memberikan peluang siswa
lebih kreatif dan terbuka serta memiliki pengalaman baru. Menurut Judy Rink
(2006), menunjukkan empat kriteria pengalaman pendidikan jasmani yang
dirancang untuk hasil belajar siswa yaitu (1) pengalaman memiliki potensi untuk
meningkatkan kemampuan motorik anak, (2) adanya partisipasti maksimum dari
semua anak yang terlibat dalam permainan, (3) pengalaman merupakan langkah
tepat untuk pengetahuan gerak, (4) ada kemungkinan mengintegrasikan kognitif,
afektif, dan psikomotor. Dengan demikian dapat disimpulkan, permainan bagi
anak sekolah dasar sengat penting diberikan sesuai dengan kebutuhan gerak anak.
Perkembangan Anak dalam Permainan
Sebuah penelitian tentang perkembangan anak (Piaget, 1962) dan
pengembangan penalaran (Kohlberg dan Mayer, 1972) mendukung menempatkan
anak dalam situasi permainan yang dirancang untuk mengakomodasi kemampuan,

23

minat, dan keterampilan. Situasi permainan memberikan kesmpatan yang menarik
bagi anak-anak untuk mengembangkan keterampilan sosial dan penalaran etika
ketika dalam situasi yang sesuai dengan tahap perkembangannya. Menurut
Saputra (2002:14-20), periode perkembangan gerak dasar anak usia sekolah dasar
ada 3 fase yaitu (1) fase perkembangan gerak dasar usia 2-7 tahun, (2) fase transisi
usia 7-10 tahun, dan (3) Fase spesifikasi usia 10-13 tahun.
Pada fase perkembangan gerak dasar usia 2-7 tahun, anak mulai belajar
berjalan, berbicara, melakukan gerakan melempar, menendang, dan lain-lain.
Anak usia 207 tahun pada dasarnya sedang mengalami masa pertumbuhan,
mengalami bertambahnya pengalaman, bergantung pada instruksi, dan menirukan,
sehingga pada masa ini sering dikatakan masa “golden age” dimana
perkembangan anak lebih pesat dibandingkan masa setelah umur 7 tahun. Pada
fase ini anak sudah siap menerima berbagai informasi dari guru mengenai
keterampilan dasar, lokomotor, nonlokomotor, dan manipulatif.
Pada fase transisi usia 7-10 tahun, anak secara individu mulai
mengkombinasikan dan menerapkan keterampilan gerak dasar yang telah
dipelajarinya. Pengalaman ini akan membawa anak untuk dapat mengatasi
masalah

ketika

anak

mengalami

kesulitan

dalam

suatu

keterampilan.

Keterampilan berolahraga pada fase transisi merupakan penerapan gerak dasar
menuju bentuk-bentuk penerapan yang lebih kompleks dan spesifik.
Pada fase spesifikasi usia 10-13 tahun, anak sudah dapat menentukan
pilihannya akan cabang olahraga yang sangat disukainya. Secara umum anak pada
fase ini telah memiliki kemampuan dalam mengkombinasikan keterampialn gerak,

24

memiliki koordinasi, dan kelincahan yang lebih baik. Pada fase ini perlunya
pengawasan dari orang tua, agar anak dalam pencapaian keterampilan gerak pada
kecabangan olahraga dapat menjadikannya sebagai peluang berprestasi. Pada usia
di atas 11 tahun, siswa memasuki tingkat yang lebih tinggi pada perkembangan
kognitifnya. Siswa mulai membuat strategi, menguatkan mental, dan mampu
menghormati keterampilan fisik dan mental orang lain dalam situasi permainan.
Guru memegang peran penting dalam perkembangan gerak anak,
bertanggung jawab untuk memberikan instruksi bagi semua siswa, dan membantu
semua siswa untuk menjadi terampil dalam permainan. Dalam program
pendidikan jasmani sekolah dasar yang sukses, semua anak-anak mampu
meningkatkan keterampilan gerak melalui permainan dan merasakan kesenangan
atau kegembiraan ketika mengikuti permainan yang diberikan. Peranan permainan
dalam pendidikan jasmani sekolah dasar adalah untuk memberikan semua
kesempatan pada anak untuk berhasil dalam bermain baik dalam situasi yang
dinamis, dan situasi yang tak terduga. Guru bertanggungjawab untuk merancang
permainan pengalaman yang dapat memenuhi kebutuhan semua siswa sekolah
dasar.
Kesimpulan
Setiap guru pendidikan jasmani, kesehatan, dan rekreasi di sekolah dasar
harus memahami setiap karakteristik anak. Setiap anak tidak memiliki kebutuhan
akan keterampilan gerak yang sama, sehingga guru harus mampu merancang
suatu permainan yang dapat memenuhi kebutuhan akan keterampilan gerak anak.
Pada pendidikan di sekolah dasar, hanya diberikan keterampilan gerak dasar yang

25

termuat dalam permainan. olahraga kecabangan tidak diberikan, hal ini
dikarenakan anak yang tidak memiliki banyak pengalaman gerak akan mengalami
kesulitan dalam melakukan keterampilan gerak secara kompleks. Kegagalan gerak
yang terjadi pada anak justru akan menyebabkan anak pada kondisi frustasi,
dimana anak akan berputus asa hingga tidak mau mengikuti kegiatan olahraga.
Permainan yang diberikan kepada siswa hendaknya dievaluasai baik dari tinjauan
keselamatan, peralatan, peraturan, sarana, dan prasarana. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan siswa dalam menyerap tujuan pembelajaran yang diberikan oleh
guru. Permainan yang diberikan hendaknya ditinjau dari tinjauan sosial, agar anak
memiliki sikap sosial yang tinggi, sehingga terciptanya pertumbuhan dan
perkembangan yang harmonis.

26

Daftar Pustaka
Graham, George, dkk. 2010. Children movement: A Reflective Approach To
Teaching Physical Education. New York: Mc-Graw-Hill.
Hurlock, Elizabeth H. 1978. Perkembangan Anak Jilid 1. Terjemahan. Jakarta:
Erlangga.
Jewet, A.E. (l994) Curriculum Theory and Research in Sport Pedagogy, dalam Sport
Science Review, Sport Pedagogy, Vol. 3 (1).

Kemenegpora. 2003. Undang-undang No. 3 Tahun 2005 Tentang sistem
Keolahragaan Nasional. Jakarta : Kemenegpora.
Kementerian pendidikan nasional.2008. kurikulum tingkat satuan pendidikan
(ktsp). Jakarta:
direktorat tenaga kependidikan direktorat jenderal
peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan departemen
pendidikan nasional.
Kolhberg, L. , and Mayer. (1972). Development as the aim of education. Harvad
Education Review 42 (4): 449-96.
Kurikulum Berbasis Kompetensi. 2003. standar Kompetensi Mata Peleiaran
Pendidikan Jasmani sekolah Dasar dan Madrasah tabidaiyah. Jakarta .
Departemen Pendidikan Nasional.
Lutan, Rusli. (1995)/1996). Hakikat dan Karakteristik Penjaskes. Depdikbud.
Mayke S. Tedjasaputra. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan untuk
Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Gramedia.

27

Muthohir, Cholik, dkk. (l996). Studi Identifikasi Model Pengajaran Pendidikan Jasmani
dan Kesehatan di Sekolah Dasar. Lembaga Penelitian : IKIP Surabaya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. No. 19 Tahun 2005. Tentang standar
nasional pendidikan.
Piaget, J. (1962). Play, dreams, and imitation in childhood. New York: Norton.
Purwati, Novi. (2011). Upaya peningkatan hasil belajar pass bawah bola voli melalui
permainan dua bola pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Bawang Kecamatan
Bawang Kabupaten Banjarnegara. Surakarta: Universitas Sebelah Maret.
Skripsi dipublikasikan.
Rink, J. (2006). Teaching physical education for learning. 5 th ed. St. Louis, MO:
Mosby.
Saputra, Yuhda. (2001). Pembelajaran Atletik di Sekolah Dasar: sebuah Pendekatan
Pembinaan Gerak Dasar melalui Permainan. Bandung: FPOK UPI.
Satya, Wira Indra. (2006). Membangun Kebugaran Jasmani dan Kecerdasan Melalui
Bermain, Depdiknas, Dirjen Dikti, Direktorat Ketenagaan.

Soemitro. 1991. Permainan Kecil. Jakarta: Depdikbud.
Sukintaka. 1998. Teori Bermain untuk Pendidkan Jasmani. Yogyakarta: FPOK
IKIP.
Undang-undang Republik Indonesia. No. 20 Tahun 2003. Tentang sistem
pendidikan nasional.

28