Fungsi, Kategori, dan Peran Sintaksis

morfologis, merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan tidak bisa berdiri sendiri. 18 Preposisi dan konjungsi termasuk ke dalam kategori kata tugas. Hierarki kedua adalah frasa, Menurut Muhammad Farkhan, frasa dapat didefinisikan sebagai struktur sintaksis yang memiliki sifat sintaksis berasal dari pusat. 19 Struktur sintaksis tersebut harus dalam bentuk kelompok kata dan berfungsi sebagai satu kesatuan dalam sintaks. Klausa memiliki kombinasi verba subjek-terbatas, akan tapi frasa tidak memiliki kedua subjek dan kata kerja yang terbatas. Menurut Abdul Chaer, Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau lazim disebut sebagai gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. 20 Frasa dikatakan nonpredikatif karena frase tidak dibentuk dari dua unsur yang berstruktur subjek - predikat atau predikat-objek. Contohnya kontruksi tata boga dan inter lokalbukanlah frasa, sedangkan kontruksi belum makan dan tanah tinggi merupakan frasa. Dari penjabaran tersebut jelas nyatanya frasa merupakan konsituen pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Hierarki ketiga adalah klausa, klausa adalah suatu bentuk linguistik yang terdiri dari subjek dan predikat. 21 Menurut Abdul Chaer, klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata yang berkontruksi predikatif. Muhammad Farkan juga mengatakan yang sama terkait definis klausa, bahawa klausa merupakan kelompok kata yang terdiri dari subjek dan predikat meskipun di dalamnya terdapat klausa tidak terbatas yang dimana subjeknya sering tidak secara eksplisit diberikan. Dari ketiga definisi tersebut jelas bahwa klausa merupakan kontruksi yang didalamnya harus ada kompnen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Selain fungsi predikat dikatakan wajib dalam kontuksi klausa, fungsi subjek pun boleh dikatakan wajib ada dalam kontuksi klausa, sedangkan fungsi yang lain bersifat 18 Ibid. h. 219. 19 Muhammad Farkhan, In Introduction To Linguistics, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, h. 82. 20 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Sintaksis, Bandung: Angkasa, 1986, h. 222. 21 Ibid, h. 74. tidak wajib. Contoh kontuksi kamar mandi bukanlah sebuh klausa karena hubungan komponen kamar dengan komponen mandi bukalah bersifat predikatif. Namun kontruksi nenek mandi merupakan sebuah klausa kerena hubungan komponen nenek dan komponen mandi bersifat presikatif, nenek adalah pengisi fungsi subjek dan mandi adalah pengisi fungsi predikat. Hierarki yang keempat adalah kalimat. Kalimat adalah satuan bahasa yang mengatakan sesuatu dalam struktur memperbaiki tata bahasa dan tanda baca, dan ditandai dalam kebanyakan bahasa dengan kehadiran sebuah kata kerja yang terbatas. 22 Pendapat lain mengatakan, kalimat adalah satuan bahasa yang secara reklatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa. 23 Kalimat sebagai satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi apabila diperlukan, dan disertai dengan intonasi final 24 . Dari beberapa penjelasan diatas bisa ditari secara garis besar, bahwa yang terpenting dalam kontuksi kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sedangkan konjungi ada jika diperlukan saja. Konstituen dasar biasanya berbentuk suatu klasua. Seandainya sebuah klausa diberikan intonasi final, maka akan terbentuklah sebuah kalimat. Hierarki yang terakhir dalam satuan gramatikal adalah wacana. Wacana adalah kesatuan makna semantis antarbagian di dalam satuan bangun bahasa. 25 Abdul Chaer mendefiniskan wacana sebagai satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. 26 Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka wacana memiliki sebuah konsep dan gagasan yang membentuk suatu bangunan bahasa yang utuh yang bisa dipahami oleh pembaca. Sebagai satuan gramatikal tertinggi, ini artinya wacana 22 Muhammad Farkhan. In Introduction To Linguistics. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2006. h. 86. 23 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Sintaksis, Bandung: Angkasa, 1986, h. 8. 24 Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007, h. 240. 25 Liberti P. Sihombing dan Djoko Kent jono, “Sintaksis” dalam Kushartanti , dkk ed, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 92. 26 Op. Cit, h. 267. dibentuk dari kalimat-kalimat yang sudah minimal memenuhi syarat sebagai satuan gramatiakal dan maksimal memenuhi persyaratan kewacanaan lainnya seperti, kekohesian, keterpaduan dengan konteks, dll. Dalam tataran sintasksis kata dan wacana tidak dibahas secara mendalam, yang dibahas secara mendalam adalah frasa, klausa, dan kalimat. Kata tidak dibahasa secara mendalam karena kata satuan terbesar dalam tataran morfologi dan bidang morfologi yang lebih banyak membahas mengenai kata. Wacana merupakan satuan yang paling tinggi dalam tataran gramatikal dan bidang semantik yang mengulas lebih dalam mengenai wacana.

C. Kalimat

1. Definisi Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa yang mengatakan sesuatu dalam struktur memperbaiki tata bahasa dan tanda baca, dan ditandai dalam kebanyakan bahasa dengan kehadiran sebuah kata kerja yang terbatas. 27 Pendapat lain mengatakan, kalimat adalah satuan bahasa yang secara reklatif dapat berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa. 28 Abdul Chaer mendifinisikan kalimat sebagai satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi apabila diperlukan, dan disertai dengan intonasi final 29 . Dari beberapa penjelasan di atas bisa ditari secara garis besar, bahwa kalimat merupakan satuan bahasa yang dibentuk oleh klausa dan secara relatif dapat berdiri sendiri dengan disertai intonasi akhir. Dalam kontuksi kalimat hal yang harus ada ilah konstituen dasar dan intonasi final, sedangkan konjungi ada jika diperlukan saja. Konstituen dasar biasanya berbentuk suatu klasua. Seandainya sebuah klausa diberikan intonasi final, maka akan terbentuklah sebuah kalimat. 27 Muhammad Farkhan. In Introduction To Linguistics. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2006. h. 86. 28 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Sintaksis, Bandung: Angkasa, 1986, h. 8. 29 Abdul Chaer, Linguistik Umum, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2007, h. 240.