Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang)

(1)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

KAJIAN AKTIVITAS MIKROORGANISME TANAH

PADA BERBAGAI KELERENGAN DAN

KEDALAMAN HUTAN ALAM

(Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi

Besitang)

SKRIPSI

OLEH: RIO ARDI

041202006/BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009


(2)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Rio Ardi. Soil Microorganism Activity from Slope and Depth Class at Natural

Forest. (Study at Gunung Leuser National Park, Besitang Section). Under Supervision of Dr. Deni Elfiati SP, MP and Achmad Siddik Thoha,

S. Hut, M. Si

ABSTRACT

The objectives of this research are to calculate the value of soil microorganism in slope zone and variation of soil depth class at natural forest ecosystem. The research was conducted in the Laboratory Of Soil Biology and Central Laboratory, Faculty of Agriculture, Univesity of North Sumatera, Medan. The method used is Factorial Complete Random with two factor compared. They are: Factor I, slope class (V)and Factor II: depth class(D)

The result of this research is showing that the highest pH according to slope class is in 0 - 8 % about 5,80 and lowest pH is in 15 – 25 % about 5,37. According to depth class, the highest pH is in 20 – 30 cm about 5,95 and the lowest is in 0 – 10 cm about 5,27. The highest amount of soil microorganism according to slope class is in 0 – 8% about 34,48 x 107 SPK/ml and the lowest is 15 – 25 % about 33,65 x 107 SPK/ml. According to slope class the highest amount of soil microorganism is in 0 – 10 cm about 47,17 x 107 SPK/ml and the lowest is 20 – 30 cm about 22,08 x 107 SPK/ml. The highest production of CO2 (respiration) from soil microorganism based on depth class is in 0 – 8% about 1,33 kg/day, while the lowest is in 15 – 25 % about 1,10 kg/day. According to depth class, the highest production of CO2 (respiration) from soil microorganism is in 0 – 10 cm about 1,37 kg/day and the lowest is in 20 – 30 cm about 1,12 kg/hari. The highest organic substance based on slope class is in 0 – 8 % yaitu about 1,65 % while the lowest is in 8 – 15 % yaitu about 1,54 %. The highest organic substance based on depth class is in 0 – 10 cm about 2,40 % and the lowest is in 20 – 30 cm about 0,99 %.


(3)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Rio Ardi. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah pada berbagai kelerengan dan

kedalaman tanah hutan alam (Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang) di Bawah bimbingan Dr. Deni Elfiati S.P, MP dan Achmad

Siddik Thoha S.Hut, Msi

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung besarnya aktivitas mikroorganisme (jumlah total mikroorganisme tanah dan produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah) pada zona kelerengan dan tingkat kedalaman tanah yang berbeda-beda di ekosistem hutan alam. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Jurusan Ilmu Tanah dan Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor yang dibandingkan, yaitu: Faktor I Kelerengan Tanah (V), Faktor II Kedalaman Tanah (D).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH tertinggi berdasarkan faktor kelerengan terdapat pada kelerengan 0 – 8% yaitu sebesar 5,80 dan pH terendah terdapat pada kelerengan 15 – 25% sebesar 5,37. Berdasarkan faktor kedalaman tanah, pH tertinggi terdapat pada kedalaman 20 – 30 cm yaitu sebesar 5,95 dan pH terendah terdapat pada kedalaman 0 – 10 cm sebesar 5,27. Jumlah Total Mikroorganisme Tanah tertinggi berdasarkan faktor kelerengan terdapat pada kelerengan 0 – 8% sebesar 34,48 x 107 SPK/ml dan rataan jumlah total mikroorganisme terendah terdapat pada kelerengan 15 – 25 % yaitu sebesar 33,65 x 107 SPK/ml. Sedangkan berdasarkan faktor kedalaman rataan jumlah total mikroorganisme tertinggi terdapat pada kedalaman 0 – 10 cm yaitu sebesar 47,17 x 107 SPK/ml dan rataan jumlah total mikroorganisme terendah terdapat pada kedalaman 20 – 30 cm yaitu sebesar 22,08 x 107 SPK/ml. Produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah tertinggi terdapat pada kelerengan 0 – 8% sebesar 1,33 kg/hari, sedangkan jumlah produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme terendah yaitu pada kelerengan 15 – 25 % yaitu sebesar 1,10 kg/hari. Berdasarkan faktor kedalaman tanah, jumlah Produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah tertinggi adalah pada kedalaman 0 – 10 cm sebesar 1,37 kg/hari dan jumlah produksi CO2 terendah yaitu pada kedalaman 20 – 30 cm yaitu sebesar 1,12 kg/hari. Bahan Organik Tertinggi berdasarkan faktor kelerengan terdapat pada kelerengan 0 – 8 % yaitu sebesar 1,65 % sedangkan bahan organik terendah terdapat pada kelerengan 8 – 15 % yaitu sebesar 1,54 %. Berdasarkan faktor kedalaman tanah bahan organik tanah terbesar yaitu pada kedalaman 0 – 10 cm sebesar 2,40 % dan bahan organik terendah terdapat pada kedalaman 20 – 30 cm sebesar 0,99 %.


(4)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Hasil penelitian ini tepat pada waktunya.

Adapun yang menjadi judul penelitian ini adalah kajian aktivitas

mikroorganisme tanah pada berbagai kelerengan dan kedalaman hutan alam Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Deni Elfiati, SP, MP selaku Ketua dan kepada Bapak Achmad Siddik Thoha S.Hut.Msi selaku anggota Dosen Pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan selama ini.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam pembuatan hasil penelitan ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan tulisan ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak semoga tulisan ini berguna bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juni 2009


(5)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Tropis ... 4

Mikroorganisme Tanah ... 5

Populasi Mikroorganisme Tanah ... 8

pH dan Aktivitas Mikroorganisme Tanah ... 10

Bakteri ... 12

Peranan Bakteri Dalam Pembentukan Tanah ... 14

Fungi dan Peranannya Bagi Kesuburan Tanah ... 15

Peranan Fungi Dalam Tanah ... 16

Bahan Organik Tanah dan Aktivitas Mikroorganisme Tanah... 17

KONDISI UMUM PENELITIAN Lokasi Penelitian ... 19

Topografi dan Iklim ... 19

Tanah ... 20

METODOLOGI Tempat dan Waktu ... 21

Bahan dan Alat ... 21

Metode Penelitian ... 22

Prosedur Penelitian ... 24

Pengambilan Sampel Tanah ... 24

Penanganan Sampel Tanah ... 25

Jumlah Total Mikroorganisme Tanah ... 25

Produksi CO2 (respirasi) Mikroorganisme Tanah ... 26

pH Tanah ... 27


(6)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

pH Tanah ... 29

Jumlah Total Mikroorganisme Tanah ... 30

Produksi CO2 (respirasi) Mikroorganisme Tanah ... 36

Bahan Organik ... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA


(7)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Klasifikasi pH menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) ... 10 2. Klasifikasi Kandungan Bahan Organik ... 18 3. Rataan pH Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan

Kedalaman Tanah ... 29 4. Rataan jumlah total mikroorganisme tanah pada berbagai

kelerengan dan kedalaman tanah ... 31 5. Rataan Produksi CO2 (respirasi) Mikroorganisme Tanah

tanah pada berbagai kelerengan dan kedalaman tanah ... 36 6. Hasil Analisis Bahan Organik tanah pada berbagai

kelerengan dan kedalaman tanah ... 40 7. Klasifikasi Kandungan Bahan Organik ... 44


(8)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

DAFTAR LAMPIRAN

1. Analisis Sidik ragam ... 48 2. Dokumentasi Penelitian... 49


(9)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

PENDAHULUAN

Latar Belakang.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat tinggi (megabio-diversity). Hutan Hujan Tropis adalah suatu masyarakat kompleks merupakan tempat yang menyediakan pohon dari berbagai ukuran. Istilah hutan digunakan sebagai suatu yang umum untuk menjelaskan masyarakat tumbuhan keseluruhan di atas bumi (Irwanto, 2006).

Setiap daerah mempunyai lahan yang tidak rata atau miring yang sering kita sebut kelerengan. Kelerengan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hara yang terkandung didalam tanah. Unsur hara tanah merupakan salah satu yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme yang ada didalam tanah

Keberadaan mikroorganisme tanah tersebut dibutuhkan dalam berbagai proses yang berperan dalam daur kehidupan dan pengendalian aneka fenomena didalam tanah pada hutan alam yang mempunyai ciri siklus hara yang tertutup. Mikroorganisme yang terdapat didalam hutan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh didalam pembentukan hutan, banyaknya mikroorganisme pada suatu tanah hutan menunjukkan bahwa hutan itu berkembang dengan baik, baik pertumbuhan pohon-pohon maupun tanahnya (Kartasaportra dan Sutedjo, 2005).

Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme, mikroorganisme tanah seperti bakteri dan jamur sangat mempengaruhi kesuburan tanah, oleh


(10)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan dalam pembentukan suatu ekosistem. Mikroorganisme tanah juga bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara, dengan demikian mikroorganisme mempunyai pengaruh terhadap sifat kimia dan fisik tanah (Anas,1989).

Kondisi fisik, kimia dan biologi tanah dijadikan indikator untuk menentukan kualitas tanah. Menurut Sitompul dan Setiono (1990), kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam berbagai batas ekosistem untuk mendukung produktivitas tanah.

Mikroorganisme yang hidup didalam tanah berperan penting dalam perubahan-perubahan yang terjadi didalam tanah, salah satunya adalah perubahan bahan organik menjadi substansi yang akan menyediakan nutrien bagi pohon-pohon dan tumbuhan yang berada didalam hutan. Tanpa aktivitas mikroorganisme maka segala kehidupan dibumi ini lambat laun akan terhambat. Mikroorganisme yang berperan dalam merubah bahan organik menjadi substansi itu adalah bakteri, cendawan, algae, protozoa dan virus (Sumarsih, 2003).

Salah satu sifat dari hutan alam menurut Wiharto (2003) adalah besarnya volume biomassa tumbuhan persatuan luas sehingga memberi kesan produktivitas yang sangat tinggi dan lahan yang sangat subur padahal tanah hutan di daerah tropis tidaklah terlalu subur. Oleh karena itu seberapa besar peranan mikroorganisme di tanah hutan alam didalam perkembangan hutan alam perlu dikaji.

Banyak penelitian yang telah dilakukan pada kawasan hutan alam. Namun kebanyakan penelitian itu mengarah kepada ekologi, konservasi, biomassa,


(11)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

analisis vegetasi dan orang secara terus menerus mencoba untuk menggali potensi hutan alam ini baik dari segi flora maupun faunanya. Oleh karena itu sangat penting untuk dikaji seberapa besar peranan mikroorganisme tanah didalam tanah hutan alam khususnya pada berbagai kelerengan hutan alam.

Tujuan Penelitian

Untuk menghitung besarnya aktivitas (jumlah total mikroorganisme tanah dan Produksi CO2) mikroorganisme tanah pada zona kelerengan dan tingkat kedalaman tanah yang berbeda-beda di ekosistem hutan alam

Hipotesis Penelitian

Pada zona kelerengan dan tingkat kedalaman tanah yang berbeda terdapat perbedaan aktivitas mikroorganisme tanah yang hidup didalamnya

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bahwa hasil penelitian ini dapat memperkaya hasil penelitian tentang mikroorganisme tanah pada ekosistem hutan alam.

2. Menunjang upaya rehabilitasi kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

3. Memperkaya Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK) tentang


(12)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Tropis

Hutan hujan tropis adalah hutan yang memiliki keanekaragaman tumbuhan yang sangat tinggi. Sifat menyolok lainnya dari hutan ini adalah besarnya volume biomassa tumbuhan persatuan luas sehingga memberi kesan produktivitas yang sangat tinggi dan lahan yang sangat subur. Keanekaragaman yang sangat tinggi dan produktivitas biomassa yang besar menggambarkan tingginya produktivitas vegetasi di hutan hujan tropis (Wiharto, 2003).

Tanah di daerah tropis tidaklah terlalu subur kecuali lahan-lahan yang tersusun atas tanah alluvial baru dan tanah vulkanik. Sifat tanah hutan hujan tropis adalah miskin hara sehingga tidak mampu mendukung produktivitas tumbuhan yang sangat tinggi. Menurut Cahyana dan Tri dalam Resosoedarmo et al, (2004). produktivitas yang sangat tinggi pada kawasan ini terjadi karena ekosistem hutan hujan tropis memiliki sistem daur hara yang sangat ketat, tahan kebocoran, dan berlangsung cepat. (Cahyana dan Tri, 2004).

Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran (Anomim, 2004).

Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan umat manusia, baik manfaat yang dirasakan secara langsung (Tangible) maupun tidak langsung (Intangible). Dengan semakin


(13)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

bertambahnya jumlah penduduk yang diiringi kemajuan teknologi dan peningkatan kebutuhan lahan dan hasil hutan, maka semakin besar pula tekanan-tekanan yang dialami hutan (Wiharto, 2003).

Hutan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian di atas tanah, bagian di permukaan tanah, dan bagian di bawah tanah. Jika kita menelusuri bagian di atas tanah hutan, maka akan terlihat tajuk (mahkota) pepohonan, batang kekayuan, dan tumbuhan bawah seperti perdu dan semak belukar. Di hutan alam, tajuk pepohonan biasanya tampak berlapis karena ada berbagai jenis pohon yang mulai tumbuh pada saat yang berlainan. Di bagian permukaan tanah, tampaklah berbagai macam semak belukar, rerumputan, dan serasah. Serasah disebut pula ‘lantai hutan’, meskipun lebih mirip dengan permadani. Serasah adalah guguran segala batang, cabang, daun, ranting, bunga, dan buah. Serasah memiliki peran penting karena merupakan sumber humus, yaitu lapisan tanah teratas yang subur. Serasah juga menjadi rumah dari berbagai mikroorganisme lain (Cahyana dan Tri, 2004)

Mikroorganisme Tanah

Hutan di Indonesia merupakan hutan yang memiliki sumber daya alam yang tinggi. Hutan alam Indonesia termasuk kedalam hutan hujan tropis, hutan hujan tropis memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, mempunyai tegakan dan struktur pohon yang rapat. Salah satu sumber daya alam yang terdapat di hutan alam adalah mikroorganisme tanah (Cahyana dan Tri, 2004).

Jasad hidup yang ukurannya kecil sering disebut sebagai mikroba atau mikroorganisme atau jasad renik. Jasad renik disebut sebagai mikroba bukan hanya karena ukurannya yang kecil, sehingga sukar dilihat dengan mata, tetapi


(14)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

juga pengaturan kehidupannya yang lebih sederhana dibandingkan dengan jasad tingkat tinggi (Sumarsih, 2003).

Secara kasat mata kita tidak dapat melihat jasad yang ukurannya kurang dari 0,1 mm. Ukuran mikroba biasanya dinyatakan dalam mikron, 1 mikron adalah 0,001 mm. Sel mikroba umumnya hanya dapat dilihat dengan alat pembesar atau mikroskop, walaupun demikian ada mikroba yang berukuran besar sehingga dapat dilihat tanpa alat pembesar (Sumarsih, 2003).

Mikroorganisme didalam tanah banyak ditemukan didaerah perakaran (rhizosphere). Sebagian besar organisme tanah tersebut termasuk dalam golongan tumbuhan. Walaupun demikian peranan kelompok binatang sangat penting khususnya pada saat pelapukan. Sebagian besar organisme tanah berukuran kecil sehingga tidak bisa dilihat dengan mata, sehingga disebut mikroorganisme ini sangat penting bagi pertumbuhan tanaman (Winarso, 2005).

Mikroorganisme di alam secara umum berperanan sebagai produsen, konsumen, maupun redusen. Jasad produsen menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan energi sinar matahari. Mikroba yang berperanan sebagai produsen adalah algae dan bakteri fotosintetik. Jasad konsumen menggunakan bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Contoh mikroba konsumen adalah protozoa. Jasad produsen menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup yang mati menjadi unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik), sehingga di alam terjadi siklus unsur-unsur kimia. Contoh mikroba redusen adalah bakteri dan jamur (fungi) (Sumarsih, 2003).

Sel mikroba yang ukurannya sangat kecil ini merupakan satuan struktur biologi. Banyak mikroba yang terdiri dari satu sel saja (uniseluler), sehingga


(15)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

semua tugas kehidupannya dibebankan pada sel itu. Mikroba ada yang mempunyai banyak sel (multiseluler). Pada jasad multiseluler umumnya sudah terdapat pembagian tugas diantara sel atau kelompok selnya, walaupun organisasi selnya belum sempurna. Setelah ditemukan mikroskop elektron, dapat dilihat struktur halus didalam sel hidup, sehingga diketahui menurut perkembangan selnya terdapat dua tipe jasad, yaitu:

1. Prokariota (jasad prokariotik/ primitif), yaitu jasad yang perkembangan selnya belum sempurna.

2. Eukariota (jasad eukariotik), yaitu jasad yang perkembangan selnya telah sempurna.

Selain yang bersifat seluler, ada mikroba yang bersifat nonseluler, yaitu virus. Virus adalah jasad hidup yang bersifat parasit obligat, berukuran super kecil atau submikroskopik. Virus hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Struktur virus terutama terdiri dari bahan genetik. Virus bukan berbentuk sel dan tidak dapat membentuk energi sendiri serta tidak dapat berbiak tanpa menggunakan jasad hidup lain (Notohadiprawiro,1998).

Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme, mikroorganisme tanah seperti bakteri dan jamur sangat mempengaruhi kesuburan tanah, oleh karena itu mikroorganisme merupakan salah satu aspek penting yang berperan dalam pembentukan suatu ekosistem. Mikroorganisme tanah juga bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara, dengan demikian mikroorganisme mempunyai pengaruh terhadap sifat kimia dan fisik tanah (Anas,1989).


(16)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Peranan terpenting mikroorganisme tanah ialah fungsinya yang membawa perubahan kimiawi pada substansi-substansi didalam tanah, terutama pengubahan persenyawaan organik yang mengandung karbon, nitrogen, sulfur dan fosfor menjadi persenyawaan anorganik atau disebut mineralisasi, didalamnya terlibat sejumlah besar perubahan kimiawi serta berperan berbagai macam spesies mikroba (Pelczar dan Chan,1988).

Organisme (mikroorganisme) tanah penting dalam kesuburan tanah karena berperan dalam siklus energi, berperan dalam siklus hara, berperan dalam pembentukan agregat tanah, menentukan kesehatan tanah (suppressive / conducive terhadap munculnya penyakit terutama penyakit tular tanah-soil borne pathogen). Kesuburan tanah tidak hanya bergantung pada komposisi kimiawinya, melainkan juga pada ciri alami mikroorganisme yang menghuninya. Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, actinomycetes, fungi, alga, dan protozoa (Rao,1994).

Populasi Mikroorganisme Tanah

Bakteri dan fungi merupakan mikroorganisme yang paling penting dalam tanah yang berhubungan dengan dekomposisi dan siklus hara, selain itu menurut Alexander (1977), pada tanah-tanah yang mempunyai aerasi yang baik, bakteri dan fungi sangat dominan, sebaliknya bakteri sendiri terlibat hampir semua proses biologi dan perubahan kimia dalam lingkungannya yang mengandung sedikit atau tanpa O2 (Alexander, 1977).

Populasi mikroorganisme didalam tanah bersama dengan berbagai bentuk binatang dan berbagai jenis tanaman tingkat lebih tinggi membentuk suatu system


(17)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

kehidupan yang tidak terpisahkan dari bahan mineral dan bahan organik didalam tanah. Populasi mikroorganisme didalam tanah selain bahan mineral dan bahan organik dipengaruhi oleh keadaan iklim daerah, tanaman yang tumbuh, reaksi yang berlangsung didalam tanah dan kelembaban tanah (Sutedjo dkk, 1996).

Peranan mikroorganisme dalam proses pembentukan tanah tidaklah kecil, akumulasi bahan organik, siklus hara, dan pembentukan struktur tanah dipengaruhi oleh kegiatan mikroorganisme didalam tanah. Pengaruh vegetasi mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi aktivitas mikroorganisme didalam tanah, vegetasi yang tumbuh ditanah tersebut merupakan penghalang untuk terjadinya erosi sehingga mengurangi jumlah tanah, bahan, organik dan bahan mineral yang hilang yang berpengaruh kepada aktivitas mikroorganisme dialam tanah. Erosi juga akan semakin meningkat bila lereng semakin curam atau semakin panjang (Hardjowigeno, 1987)

Jumlah bakteri yang ada didalam tanah dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang mempengaruhi pertumbuhannya, seperti temperatur, kelembaban, aerasi dan sumber energi. Tetapi secara umum populasi yang terbesar terdapat dihorison permukaan. Mikroorganisme tanah lebih banyak ditemukan pada permuakaan tanah karena bahan organik lebih tersedia. Oleh karena itu mikroorganisme lebih banyak berada pada lapisan tanah yang paling atas. (Alexander,1977).


(18)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

pH dan Aktivitas Mikroorganisme Tanah

Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) didalam tanah. Semakin tinggi kadar ion H+ didalam tanah semakin masam tanah tersebut. Didalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. Pada tanah-tanah yang masam jumlah ion H+ lebih tinggi dari pada OH-, sedangkan pada tanah alkalis (basa), kandungan OH- lebih banyak dari pada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral (Hardjowigeno,1987)

pH dapat diklasifikasikan menurut kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah, Pusat Penelitian Tanah dalam Hardjowigeno (1987), berikut akan ditampilkan klasifikasi pH pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Klasifikasi pH menurut Pusat Penelitian Tanah (1983).

Tanah pH

Sangat masam Masam

Agak Masam Netral

Agak Alkalis (Basa) Alkalis (Basa)

< 4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6,5 6,6 – 7,5 7,6 – 8,5

> 8,5

Udara tanah dapat mempunyai kandungan CO2 yang cukup tinggi sehingga mampu menurunkan pH tanah yang mempunyai daya sangga rendah dan


(19)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

akan menurunkan pH antara 0,5 – 1 unit untuk tanah yang mempunyai daya sangga tinggi tetapi tidak pernah di bawah pH 5,5 – 6,0. Keasaman tanah dapat ditanggulangi dengan cara pengapuran untuk menetralkan H+ oleh OH− dan sekaligus menambah kandungan Ca dan Mg ( Sutanto,2005).

Jumlah CO2 yang dihasilkan mikroorganisme tanah menurut Walksman dan Starley dalam Sutedjo (1996) dipengaruhi oleh kondisi lembab dan temperatur yang sesuai, menurut mereka pada kondisi lembab dan temperatur yang baik 1 kilogram tanah dapat mengeluarkan atau membebaskan sekitar 1 sampai 30 miligram karbon sebagai CO2 (Sutedjo, 1996)

pH tanah sangat mempengaruhi aktivitas dan perkembangan jasad-jasad renik tanah. Pada umumnya pH yang diinginkan oleh tumbuhan tingkat tinggi sesuai dengan yang diinginkan oleh jasad-jasad renik tanah. Aktivitas jasad renik akan menurun dengan menurunnya pH tanah (Hasibuan dan Ritonga,1981).

Sewaktu pertumbuhan mikroorganisme, seringkali terjadi perubahan pH media. Sebaliknya, ketika metabolisme protein dan asam amino dilepaskan, ion ammonium menyebabkan pH menjadi basa. Bila terjadi penyimpangan pH, pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme tanah dapat terhenti (Lay, 1994).

Lazimnya mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 7. Namun ada juga yang tumbuh pada pH 2 dan pH 10. Pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7 meskipun dapat tumbuh pada kisaran pH 5 – 8. Fungi dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas, kelompok ini dapat tumbuh pada pH masam (Lay,1994).


(20)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Bakteri

Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniselular, termasuk klas

Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri

tidak berklorofil kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan (Sumarsih, 2003).

Bakteri adalah mikroorganisme yang paling dominan didalam tanah bila dibandingkan dengan mikroorganisme lain seperti fungi dan protozoa, bakteri dapat hidup pada seluruh lapisan tanah dan pada kondisi tanah yang berbeda (Widawati dkk, 2005).

Tempat hidup bakteri tersebar luas di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai + 10 km diatas bumi), di dalam lumpur, dan di laut. Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat, batang, dan lengkung. Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat pertumbuhan tertentu. Bakteri dapat mengalami involusi, yaitu perubahan bentuk yang disebabkan faktor makanan, suhu, dan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi bakteri (Sumarsih, 2003).

Bakteri juga dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk yang bermacam-macam dan teratur walaupun ditumbuhkan pada syarat pertumbuhan yang sesuai. Umumnya bakteri berukuran 0,5-10 µ. Berdasarkan klasifikasi artifisial yang dimuat dalam buku “Bergey’s manual of determinative bacteriology” tahun 1974, bakteri diklasifikasikan berdasarkan deskripsi sifat morfologi dan fisiologi (Hanafiah dkk, 2005).

. Pengelompokan Bakteri Tanah Bakteri tanah dapat dikelompokkan dalam beberapa kriteria sebagai berikut:


(21)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

1. Berdasarkan Sumber Makanan, bakteri tanah dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Bakteri Autotroph atau Bakteri Lithotropik , yaitu: bakteri yang dapat

menghasilkan makanan sendiri, contohnya: bakteri nitrifikasi, bakteri denitrifikasi, bakteri pengoksidasi belerang, bakteri pereduksi sulfat, dll. Bakteri autotroph ini dikelompokkan lagi berdasarkan sumber energi yang diperlukan, yaitu: (a) Bakteri Photoautotroph atau Bakteri Foto

Lithotropik: bakteri yang menghasilkan makanan sendiri dan sumber

energi yang digunakan berasal dari Sinar Matahari, dan (b) Bakteri

Khemoautotroph atau Bakteri Khemolithotropik : bakteri yang

menghasilkan makanan sendiri dan sumber energi yang digunakan dari hasil oksidasi bahan organik.

b. Bakteri Heterotroph atau Bakteri Organotropik, yaitu: bakteri yang

mendapatkan makanan dari bahan organik atau sisa-sisa dari makhluk hidup lain, baik fauna maupun flora, dan baik yang makro maupun yang mikro. Bakteri heterotroph ini pun dikelompokkan lagi berdasarkan

sumber makanan, menjadi dua kelompok, yaitu: (a) Bakteri

Photoheterotroph atau Bakteri Fotoorganotropik: bakteri yang

mendapatkan makanan dari bahan organik atau sisa-sisa makhluk hidup lain dan sumber energi yang digunakan berasal dari Sinar Matahari, dan (b) Bakteri Khemoheterotroph atau Bakteri Khemoorganotropik: bakteri yang mendapatkan makanan dari bahan organik atau sisa sisa makhluk hidup lain dan sumber energi yang digunakan dari hasil oksidasi bahan organik.


(22)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

2. Berdasarkan Kebutuhan Oksigen, Bakteri dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a. Bakteri Aerob, yaitu bakteri yang selama hidupnya membutuhkan

oksigen (O2).

b. Bakteri Anaerob, yaitu bakteri yang selama hidupnya tidak

membutuhkan oksigen, bahkan bila terdapat oksigen bakteri ini mati, dan

c. Bakteri Mikroaerofilik, yaitu bakteri yang selama hidupnya hanya

membutuhkan oksigen dalam jumlah yang sedikit.

(Pelczar dan Chan,1988).

Peranan Bakteri Dalam Pembentukan Tanah

Bahan-bahan yang merupakan hasil penghancuran secara mekanis dan kimiawi akan bercampur menjadi satu membentuk lapisan-lapisan bakal tanah dipermukaan kerak bumi dan bahan-bahan ini merupakan substrat bagi pertumbuhan jasad renik yang berbentuk bakteri dan gangang yang menjadi awal dari proses pembentukan tanah (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2005).

Bakteri yang hidup dalam tanah memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman, sehubungan dengan kemampuannya dalam mengikat N2 dari udara dan mengubah amonium menjadi nitrat. Termasuk ke dalam golongan ini yang berbentuk batang (bacil) yang mampu membentuk spora dan yang tidak membentuk spora, spora pada bakteri bukan untuk alat berkembangbiak melainkan alat untuk mempertahankan diri dari lingkungan yang tidak menyenangkan (Sutedjo, 1996).


(23)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Fungi Dan Peranannya Bagi Kesuburan Tanah

Di dalam dunia mikrobia, jamur termasuk divisio Mycota (fungi). Mycota berasal dari kata mykes (bahasa Yunani), disebut juga fungi (bahasa Latin). Ada beberapa istilah yang dikenal untuk menyebut jamur, (a) mushroom yaitu jamur yang dapat menghasilkan badan buah besar, termasuk jamur yang dapat dimakan, (b) mold yaitu jamur yang berbentuk seperti benang-benang, dan (c) khamir yaitu jamur bersel satu (Sumarsih, 2003).

Jamur merupakan jasad eukariot, yang berbentuk benang atau sel tunggal, multiseluler atau uniseluler. Sel-sel jamur tidak berklorofil, dinding sel tersusun dari khitin, dan belum ada diferensiasi jaringan. Jamur bersifat

khemoorganoheterotrof karena memperoleh energi dari oksidasi senyawa organik.

Jamur memerlukan oksigen untuk hidupnya (bersifat aerobik). Habitat (tempat hidup) jamur terdapat pada air dan tanah. Cara hidupnya bebas atau bersimbiosis, tumbuh sebagai saprofit atau parasit pada tanaman, hewan dan manusia (Hanafiah, dkk, 2005).

Secara umum berdasarkan sifat hubungan antara fungi dengan akar tanaman, maka fungi tanah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Parasitik, yaitu: fungi tanah yang sebagian atau seluruh hidupnya dapat menyebabkan penyakit pada akar tanaman, seperti: penyakit bercak akar kapas, 2. Saprophitik, yaitu: fungi tanah yang semasa hidupnya mendapatkan makanan (energi) dari dekomposisi bahan organik tanah. Fungi kelompok ini tidak menyebabkan penyakit pada akar tanaman.


(24)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

3. Simbiotik, yaitu: fungi tanah yang semasa hidupnya berada pada akar-akar tanaman dan hubungannya dengan akar tanaman membentuk hubungan yang saling menguntungkan, seperti: Mycorhiza atau jamur akar (Sumarsih, 2003)

Fungi ditemukan didalam tanah. Mereka aktif pada tahap pertama proses dekomposisi bahan organik, berperan penting dalam agregasi tanah, sejumlah fungi juga menyebabkan penyakit (patogen). Ada petunjuk bahwa fungi bersifat saprofik mempengaruhi kehidupan dan tingkat penyakit yang disebabkan oleh penyakit yang berasal dari tanah melalui kompetisi, antagonisme atau parasit. Oleh karena itu gambaran tentang populasi fungi dalam tanah sangat penting (Anas,1989).

Peranan Fungi Dalam Tanah

Fungi mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan tanah karena ternyata berbagai jenis fungi dapat melapukkan atau mempunyai daya lapuk yang kuat terhadap sisa-sisa tanaman yang mengandung karbohidrat dan ternyata tidak mudah dilapukkan atau dihancurkan oleh bakteri. Bagi berbagai jenis fungi walaupun secara agak lambat bahan-bahan seperti sellulosa atau lignin akan dapat dilapukkan dan dimanfaatkannya. Apabila fungi-fungi itu telah sampai pada siklus hidupnya yang terakhir maka bahan-bahan yang dikandungnya akan sangat bermanfaat dalam memperkaya tanah dengan bahan-bahan organis (Kartasapoetra


(25)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Bahan Organik Tanah dan Aktivitas Mikroorganisme Tanah

Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus. Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun (Ansori, 2005)

Kandungan bahan organik dalam setiap jenis tanah tidak sama. Hal ini tergantung dari beberapa hal yaitu; tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi mikroorganisme tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah (Ansori, 2005).

Perbedaan vegetasi dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah. Akibat adanya variasi jenis-jenis vegetasi pada lahan secara umum dapat merubah sifat-sifat tanah, dan antar sifat terdapat hubungan timbal balik yang kompleks. Perubahan sifat akibat perubahan tipe vegetasi penutup tanah secara langsung berpengaruh terhadap distribusi bahan organik tanah dan aktivitas mikroorganisme tanah (Barchia.F dkk, 2007).

Kegiatan mikroorganisme tanah dalam perombakan bahan organik berbeda menurut tekstur tanahnya. Pada tanah yang bertekstur halus, perombakan bahan organik akan mengalami kesulitan karena mempunyai kemampuan untuk menimbun bahan organik yang lebih tinggi yang kemudian terjerap pada kisi-kisi


(26)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

mineral, dan dalam keadaan terjerap tersebut pada kisi-kisi mineral tersebut akan sulit merombaknya. (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2005)

Sumber utama bahan organik tanah ialah jaringan tanaman baik yang berupa serasah atau sisa-sisa tanaman, batang dan akar tanaman akan terombak oleh jasad-jasad renik dan akhirnya akan menjadi komponen tanah. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa bahan organik tanah merupakan hasil perombakan dan penyusunan yang dilakukan jasad renik atau mikroorganisme tanah (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2005).

Berdasarkan klasifikasinya kandungan bahan organik didalam tanah dapat diklasifikasikan kedalam 5 kategori yaitu :

Tabel 2. Klasifikasi kandungan bahan organik

No Kandungan bahan Organik keterangan

1 <1% Sangat rendah

2 1-2% Rendah

3 2-3% Sedang

4 3-5% Tinggi

5 >5% Sangat Tinggi

Hardjowigeno (1986)

Bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah diantaranya jamur dan cendawan, karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup didalam tanah. Mikroorganisme tanah saling


(27)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik karena bahan organik menyediakan karbon sebagai sumber energi untuk tumbuh (Ansori, 2005).


(28)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

KONDISI UMUM PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan satu kesatuan kawasan pelestarian alam, seluas 1.094.692 ha yang terletak di 2 (dua) Propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Propinsi Sumatera Utara. Di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, Kabupaten-kabupaten yang berdampingan dengan TNGL adalah Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Singkil, Aceh Barat daya dan Aceh Tamiang sedangkan di Propinsi Sumatera Utara, terdapat di kabupaten Langkat, Karo, dan sedikit di Kabupaten Dairi. Lokasi koordinat TNGL adalah pada 96035” – 98030” Bujur Timur dan 2050” – 4010” Lintang Utara (PPL, 2002)

Kawasan Penelitian berada di dusun Aras Napal kecamatan Besitang Taman Nasional Gunung Leuser. Untuk mencapai lokasi penelitian dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari dusun Aras Napal (APL, 2002).

B. Topografi dan Iklim

Dusun Aras Napal berada pada ketinggian 47 - 58 m dpl dengan kondisi topografi beragam mulai dari datar hingga curam. Curah hujan kawasan berkisar antara 3500 - 4000 mm per tahun, dengan iklim yang sangat lembab dan tidak memiliki bulan kering. Berdasarkan klasifikasi Schmit dan Ferguson kawasan ini termasuk kedalam tipe iklim A (PPL, 2002)


(29)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

C. Tanah

Dusun Aras Napal terletak di Kabupaten Langkat. Jenis dan struktur tanah di Kabupaten Langkat yaitu didaerah pantai yang terdiri dari tanah alluvial. Dataran rendah terdiri dari tanah glei humus rendah, hidromofil kelabu dan plrosal serta pada dataran tinggi dan perbukitan terdiri dari tanah podsolid merah kuning (PPL, 2002).


(30)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. pH Tanah

Hasil analisis sidik ragam antara faktor kelerengan dan kedalaman tanah terhadap pH tanah di hutan alam menunjukkan bahwa faktor kedalaman tanah berpengaruh nyata. Faktor kelerengan dan interaksi kedua faktor (kelerengan dan kedalaman tanah) berpengaruh tidak nyata terhadap pH tanah di hutan alam. Rataan pH tanah pada berbagai kelerengan dan kedalaman tanah, serta hasil pengujian dengan uji DMRT disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan pH tanah pada berbagai kelerengan dan kedalaman tanah Kedalaman

tanah (cm)

Kelerengan Tanah % Rataan V1 (0-8 %) V2 (8 –15 %) V3 (15-25 %)

D1 (0-10) D2 (10-20) D3 (20-30) 5,43 5,84 6,12 5,35 5,76 6,18 5,04 5,52 5,54 5,27 b 5,70 ab 5,95 a

Rataan 5,80 5,76 5,37 16,92

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh hurup yang sama berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf nyata 5 %

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa faktor kedalaman tanah berpengaruh nyata terhadap besarnya pH tanah, dimana semakin dalam suatu tanah maka semakin besar pula pH tanahnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh ion H+ dan OH- didalam tanah. Menurut Hardjowigeno (1987) pada tanah-tanah yang masam jumlah ion H+ lebih tinggi dari pada OH-, sedangkan pada tanah alkalis (basa), kandungan OH- lebih banyak dari pada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral.


(31)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

pH tanah mempengaruhi perkembangan mikroorganisme tanah yang hidup didalamnya. Menurut Hasibuan dan Ritonga (1981), pH tanah mempengaruhi perkembangan mikroorganisme tanah pada kondisi tanah yang berbeda.

Berdasarkan klasifikasi pH oleh Hardjowigeno (1987) menurut Pusat Penelitian Tanah (1983), dapat dilihat bahwa pH tanah yang diperoleh dari penelitian ini di kategorikan sebagai pH masam hingga agak asam dengan kisaran pH 4,5 – 5,5 (masam) dan pH 5,6 – 6,5 (agak masam). pH tanah yang diperoleh dari hasil penelitian berada pada kisaran pH 5,0 – 6,1.

Mikroorganisme tanah umumnya dapat hidup dengan baik pada tanah dengan pH yang netral. Menurut Buckman dan Brady (1982) tanah dengan kisaran pH sedang antara 6 - 7 menyajikan keadaan yang paling baik untuk hidup mikroorganisme tanah, akan tetapi ada beberapa mikroorganisme yang dapat hidup dengan baik pada tanah dengan keadaan pH masam misalnya fungi. Hal ini sesuai dengan penyataan Lay (1994) fungi dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas, kelompok ini dapat tumbuh pada pH masam.

Mikroorganisme tanah dapat hidup dengan baik jika kelembaban tanah terjaga, temperatur terjaga, bahan organik yang banyak dan mempunyai aerasi yang baik. Menurut Alexander (1977) pada tanah yang mempunyai aerasi yang baik, mikroorganisme seperti bakteri dan fungi sangat dominan.

2. Jumlah Total Mikroorganisme Tanah

Hasil analisis sidik ragam antara faktor kelerengan dan kedalaman tanah terhadap jumlah total mikroorganisme tanah dihutan alam menunjukkan bahwa faktor kelerengan, faktor kedalaman tanah dan interaksi kedua faktor tersebut


(32)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

(kelerengan dan kedalaman tanah) berpengaruh tidak nyata. Jumlah total mikroorganisme tanah pada berbagai kelerengan dan kedalaman tanah disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan jumlah total mikroorganisme tanah pada berbagai kelerengan dan

kedalaman tanah ... x 107 SPK/ml.

Kedalaman tanah (cm)

Kelerengan Tanah % Rataan V1 (0-8 %) V2 (8 –15 %) V3 (15-25 %)

D1 (0-10) D2 (10-20) D3 (20-30) 49,83 26,28 27,33 42,77 36,57 23,99 48,92 36,10 15,92 47,17 32,32 22,08

Rataan 34,48 34,44 33,65 101,57

Pada tabel 4, berdasarkan faktor kelerengan diketahui rataan jumlah total mikroorganisme tanah tertinggi terdapat pada tanah dengan kelerengan 0 – 8 % yaitu sebesar 34,48 x 107 SPK/ml dan rataan jumlah total mikroorganisme terendah terdapat pada kelerengan 15 – 25 % yaitu sebesar 33,65 x 107 SPK/ml. Sedangkan berdasarkan faktor kedalaman rataan jumlah total mikroorganisme tertinggi terdapat pada kedalaman 0 – 10 cm yaitu sebesar 47,17 x 107 SPK/ml dan rataan jumlah total mikroorganisme terendah terdapat pada kedalaman 20 – 30 cm yaitu sebesar 22,08 x 107 SPK/ml.

2.1 Jumlah Total Mikroorganisme berdasarkan Faktor Kelerengan Tanah

Pada tabel 4, berdasarkan faktor kelerengan, kelerengan 0 – 8 % rataan jumlah total mikroorganisme tanahnya adalah sebesar 34,48 x 107 SPK/ml. Rataan jumlah total mikroorganisme pada kelerengan 0 – 8 % lebih tinggi dibandingkan dengan kelerengan lain, hal tersebut diduga karena pada kelerengan 0 – 8 % faktor-faktor yang berpengaruh terhadap populasi mikroorganisme tanah seperti bahan organik, keadaan iklim daerah, jenis vegetasi dan kelembaban tersedia


(33)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

dengan baik. Menurut Sutedjo dkk (1996) selain bahan mineral dan bahan organik keadaan iklim daerah, berbagai vegetasi yang tumbuh, reaksi yang berlangsung dan kadar kelembaban mempengaruhi populasi mikroorganisme didalam tanah.

Kelerengan 0 – 8 % merupakan kelerengan dengan klasifikasi datar, sehingga diduga pada kelerengan 0 – 8 % faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroorganisme tanah seperti erosi belum terjadi, hal ini didukung oleh keadaan vegetasi yang rapat. Menurut Hardjowigeno (1987) vegetasi yang tumbuh ditanah merupakan penghalang untuk terjadinya erosi, erosi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan mikroorganisme didalam tanah.

Rataan pH tanah pada kelerengan 0 – 8 % adalah sebesar 5,80. Didalam klasifikasi pH, menurut Hardjowigeno (1987) termasuk kedalam tanah yang bersifat agak masam. Adapun mikroorganisme yang banyak hidup pada pH ini pada umumnya adalah bakteri dan fungi. Menurut Lay (1994) pada umumnya bakteri dapat tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7 (netral) meskipun dapat tumbuh pada kisaran pH 5 – 8 sedangkan fungi dapat hidup pada kisaran pH yang luas.

Hasil Penelitian Widawati dkk (2005) menunjukkan bahwa Bakteri adalah mikroorganisme yang paling dominan didalam tanah bila dibandingkan dengan mikroorganisme lain seperti fungi dan protozoa, bakteri dapat hidup pada seluruh lapisan tanah dan pada kondisi tanah yang berbeda

Pada kelerengan 8 – 15 % rataan jumlah total mikroorganisme didalam tanah adalah sebesar 34,44 x 107 SPK/ml. Berdasarkan klasifikasi kelerengan, kelerengan 8 – 15 % termasuk dalam kelas landai. Pada kelerengan 8 – 15 %


(34)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

rataan jumlah total mikroorganisme cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan kelerengan 0 – 8 % . Hal ini diduga karena pada kelerengan 8 – 15 % telah terjadi erosi, erosi akan membuat mikroorganisme kehilangan sumber makanannya karena terangkut oleh erosi. Menurut Hardjowigeno (1987) apabila lereng semakin besar maka kecepatan aliran permukaan meningkat sehingga kekuatan mengangkut semakin meningkat.

Rataan pH tanah pada kelerengan 8 – 15 % adalah sebesar 5,76. Didalam klasifikasi pH menurut Hardjowigeno (1987) termasuk kedalam tanah yang bersifat agak masam. Mikroorganisme yang dapat hidup pada kelerengan ini sama seperti mikroorganisme yang hidup pada kelerengan 0 – 8 % yaitu bakteri dan fungi. Adapun yang membuat rataan jumlah total mikroorganisme berkurang adalah faktor erosi yang mulai terjadi pada kelerengan ini.

Pada kelerengan 15 – 25 % rataan jumlah total mikroorganisme didalam tanah adalah sebesar 33,65 x 107 SPK/ml. Jumlah rataan total mikroorganisme pada kelerengan 15 – 25 % terendah bila dibandingkan dengan kelerengan 0 – 8 % dan kelerengan 8 – 15 % . Faktor panjangnya lereng diduga menjadi penyebab berkurangnya jumlah mikroorganisme. Pada kelerengan ini karena erosi akan mengangkut bahan-bahan mineral dan bahan organik yang merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Menurut Hardjowigeno (1987) erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang, selain karena faktor erosi keadaan vegetasi di tempat pengambilan tanah tidak begitu rapat sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme didalam tanah seperti temperatur, kelembaban, energi dan aerasi tidak tersedia dengan baik. Menurut Alexander (1977) jumlah mikroorganisme didalam tanah


(35)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

dipengaruhi oleh berbagai kondisi seperti kerapatan vegetasi, temperatur, sumber energi dan kelembaban.

Rataan pH tanah pada kelerengan 15 – 25 % adalah sebesar 5,37. Didalam klasifikasi pH menurut Hardjowigeno (1987) termasuk kedalam tanah yang bersifat masam, adapun mikroorganisme yang dapat tumbuh pada pH ini adalah bakteri dan fungi, tetapi karena keadaan vegetasi yang kurang rapat dan terangkutnya bahan mineral dan bahan organik oleh erosi menyebabkan jumlah total mikroorganisme tanah berkurang.

2.2 Jumlah Total Mikroorganisme Berdasarkan Faktor Kedalaman Tanah

Berdasarkan Tabel 4, pada kedalaman 0 – 10 cm rataan jumlah total mikroorganisme tanah adalah sebesar 47,17 x 107 SPK/ml. Hal ini diduga karena kedalaman 0 - 10 cm termasuk kedalam zona perakaran, dimana pada zona perakaran mikroorganisme dapat hidup dengan baik. Hal ini seperti pernyataan Winarso (2005) mikroorganisme didalam tanah banyak ditemukan didaerah perakaran (Rhizosphere). Selain itu mikroorganisme juga dapat tumbuh dengan baik pada lapisan atas atau horison permukaan seperti pernyataan Alexander (1977) jumlah mikroorganisme yang ada didalam tanah dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang mempengaruhi pertumbuhannya, seperti temperatur, kelembaban, aerasi dan sumber energi. Tetapi secara umum populasi yang terbesar terdapat dihorison permukaan. Mikroorganisme tanah lebih banyak ditemukan pada permukaan tanah karena bahan organik lebih tersedia. Oleh karena itu mikroorganisme lebih banyak berada pada lapisan tanah yang paling atas.

Didalam tanah mikroorganisme memiliki peranan terpenting. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pelczar dan Chan (1988) peranan terpenting


(36)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

mikroorganisme tanah ialah fungsinya yang membawa perubahan kimiawi pada substansi-substansi didalam tanah terutama didalam pengubahan senyawa organik menjadi anorganik yang disebut mineralisasi.

Rataan pH tanah pada kedalaman 0 –10 cm adalah 5,27. Didalam klasifikasi pH menurut Hardjowigeno (1987) termasuk kedalam tanah yang bersifat masam, adapun mikroorganisme yang dapat tumbuh pada pH ini adalah bakteri dan fungi.

Pada kedalaman 10 – 20 cm rataan jumlah total mikroorganisme tanah adalah sebesar 32,32 x 107 SPK/ml, jika dibandingkan dengan kedalaman 0-10 cm, rataan jumlah total mikroorganisme tanah mengalami penurunan. Hal ini karena pada kedalaman 10 – 20 cm faktor-faktor yang mempengaruhi mikroorganisme tanah seperti bahan organik dan ketersediaan humus tidak tersedia dengan baik. Menurut Sutedjo (1996) ketersediaan bahan organik dan humus didalam tanah menjadi sumber energi bagi perkembangan mikroorganisme. Bahan organik dan humus menyediakan unsur-unsur penting yang diperlukan mikroorganisme tanah.

pH tanah pada kedalaman 10 – 20 cm adalah 5,70. Didalam klasifikasi pH menurut Hardjowigeno (1986) termasuk kedalam tanah yang bersifat agak masam. Adapun mikroorganisme yang banyak hidup pada pH ini pada umumnya adalah bakteri dan fungi. Menurut Lay (1994) pada umumnya bakteri dapat tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7 (netral) meskipun dapat tumbuh pada kisaran pH 5 – 8 sedangkan fungi dapat hidup pada kisaran pH yang luas.

Pada kedalaman 20 – 30 cm jumlah total mikroorganisme adalah sebesar 22,08 x 107 SPk/ml. Rataan jumlah total mikroorganisme pada kedalaman 20 – 30


(37)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

cm lebih kecil dibanding dengan kedalaman 0 –10 cm dan 10 – 20 cm, hal ini diduga karena faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme seperti bahan mineral, bahan organik tanah dan humus tidak tersedia dalam jumlah yang banyak. Menurut Sutedjo (1996) bahan organik tanah mempunyai peran yang penting dalam aktivitas mikroorganisme didalam tanah.

3. Produksi CO2 (respirasi) Mikroorganisme Tanah

Hasil analisis sidik ragam antara kelerengan dan kedalaman tanah terhadap produksi CO2 mikroorganisme tanah, menunjukkan bahwa faktor kelerengan, faktor kedalaman dan interaksi kedua faktor tersebut berpengaruh tidak nyata. Produksi CO2 mikroorganisme tanah pada berbagai kelerengan dan kedalaman tanah disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Produksi CO2 (respirasi) Mikroorganisme Tanah tanah pada berbagai kelerengan dan kedalaman tanah (kg/hari)

Kedalaman tanah (cm)

Kelerengan Tanah % Rataan V1 (0-8 %) V2 (8 –15 %) V3 (15-25 %)

D1 (0-10) D2 (10-20) D3 (20-30)

1,45 1,31 1,22 1,31 1,23 1,17 1,35 1,27 0,97 1,37 1,27 1,12

Rataan 1,33 1,24 1,10 3,76

Pada tabel 5, berdasarkan faktor kelerengan tanah rataan jumlah produksi CO2 (Respirasi) Mikroorganisme tanah tertinggi adalah pada kelerengan 0 – 8 % yaitu sebesar 1,33 kg/hari, sedangkan rataan jumlah produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme terendah yaitu pada kelerengan 15 – 25 % yaitu sebesar 1,10 kg/hari. Berdasarkan faktor kedalaman tanah, rataan jumlah Produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah tertinggi adalah pada kedalaman 0 – 10 cm


(38)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

sebesar 1,37 kg/hari dan rataan jumlah produksi CO2 terendah yaitu pada kedalaman 20 – 30 cm yaitu sebesar 1,12 kg/hari.

3.1 Produksi CO2 (respirasi) Mikroorganisme berdasarkan Faktor Kelerengan Tanah

Pada tabel 5 berdasarkan faktor kelerengan, kelerengan 0 – 8% jumlah produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah adalah sebesar 1,37 kg/hari dan jumlah total aktivitas mikroorganisme tanah adalah sebesar 47,17 x 107 SPK/ml dengan pH 5,80. Hasil analisis menunjukkan, jumlah produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme berbanding lurus dengan jumlah total mikroorganisme tanah, dimana jika aktivitas mikroorganisme tinggi maka produksi CO2 respirasi mikroorganisme tanah juga tinggi.

Produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah pada kelerengan 0 – 8% lebih tinggi jika dibanding kelerengan 8 – 15% dan kelerengan 15 – 25%. Hal ini karena pada kelerengan 0 – 8 % aktivitas mikroorganisme tinggi sehingga produksi CO2 (respirasi) yang dihasilkan mikroorganisme juga tinggi. Jumlah CO2 yang dihasilkan mikroorganisme tanah. Menurut Walksman dan Starley

dalam Sutedjo (1996) dipengaruhi oleh kondisi lembab dan temperatur yang

sesuai, menurut mereka pada kondisi lembab dan temperatur yang baik 1 kilogram tanah dapat mengeluarkan atau membebaskan sekitar 1 sampai 30 mg karbon sebagai CO2.

Pada kelerengan 8 – 15 % produksi CO2 (respirasi) tanah sebesar 1,24 kg/hari dan jumlah total aktivitas mikroorganisme tanah sebesar 34,44 SPK/ml dan pH tanah sebesar 5,76. Pada kelerengan 8 – 15% produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah lebih kecil jika dibandingkan dengan kelerengan 0 – 8 %,


(39)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

hal ini diduga kerena pada kelerengan 8 – 15 % aktivitas mikroorganisme tanah lebih sedikit dibanding dengan kelerengan 0 – 8 %, selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah seperti bahan organik, temperatur, kelembaban tidak tersedia sebanyak kelerengan 0 – 8 % yang mengakibatkan produksi CO2 (Respirasi) mikroorganisme tanah pada kelerengan 8 – 15% lebih sedikit dibandingkan 0 – 8 %.

Pada kelerengan 15 – 25% rataan produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah sebesar 1,10 kg/hari. Jumlah total mikroorganisme tanah sebesar 33,65 x 107 SPK/ml dengan pH tanah 5,37. pada kelerengan 15 – 25 % produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah lebih kecil dibanding kelerengan 0 – 8% dan kelerengan 8 – 15%. Produksi CO2 mikroorganisme tanah pada kelerengan 15 – 25 % berbanding lurus dengan rataan jumlah total mikroorganisme, pada kelerengan 15 – 25 % dimana produksi dan jumlah total mikroorganisme tanah lebih kecil dibanding dengan kelerengan lain. Hal ini diduga karena aktivitas mikroorganisme tanah pada kelerengan 15 – 25 % terganggu karena erosi. Erosi akan mengangkut bahan-bahan organik dan bahan mineral tanah sehingga aktivitas mikroorganisme tanah terganggu dan produksi CO2 sedikit. Menurut Alexander (1977) jumlah dan aktivitas mikroorganisme didalam tanah dipengaruhi oleh bahan organik, kelembaban aerasi dan sumber energi.


(40)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

3.1 Produksi CO2 (respirasi) Mikroorganisme berdasarkan Faktor Kedalaman Tanah

Pada tabel 5 berdasarkan faktor kedalaman tanah, kedalaman 0 – 10 cm rataan produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah adalah sebesar 1,37 kg/hari, jumlah aktivitas mikroorganisme sebesar 47,17 SPK/ml dengan pH sebesar 5,27. Pada kedalaman 0 – 10 cm produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelerengan 10 – 20 cm dan 20 – 30 cm, hal ini diduga karena pada kedalaman 0 – 10 cm aktivitas mikroorganisme tanah berjalan dengan baik, aktivitas mikroorganisme akan berjalan dengan baik jika faktor-faktor pendukung seperti bahan organik, bahan mineral, humus, kelembaban, aerasi juga tersedia dengan baik. Dari hasil analisis produksi CO2 mikroorganisme berbanding lurus dengan aktivitas mikroorganisme yang ada didalam tanah. Besarnya Produksi CO2 didalam tanah juga mempengaruhi kesuburan didalam tanah. Menurut Wahyuni (2003) besarnya konsentrasi CO2 didalam tanah dipengaruhi oleh tingginya aktivitas mikroorganisme didalam tanah, produksi CO2 yang tinggi berarti aktivitas mikroorganisme tanah juga tinggi dan hal ini membantu tanah untuk tetap subur.

Berdasarkan tabel 5, pada kedalaman 10 – 20 cm dan 20 – 30 cm. Rataan produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah adalah sebesar 1,27 kg/hari dan 1,12 kg/hari. Dari hasil analisis data diatas dapat dilihat bahwa semakin dalam suatu tanah maka aktivitas mikroorganisme dan produksi CO2 (Respirasi) mikroorganisme tanah juga menurun, hal ini diduga karena semakin dalam suatu tanah membuat kondisi tanah berubah seperti kelembaban yang tidak terjaga, kondisi bahan organis yang sedikit dan suhu yang tidak sesuai. Sutedjo (1996)


(41)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

menyebutkan aktivitas mikroorganisme tanah yang tinggi akan menghasilkan produksi CO2 yang tinggi.

Produksi CO2 dari hasil penelitian dalam salah satu percobaan produksi CO2 nya ada yang bernilai 0 (nol). Hal ini diduga disebabkan oleh kesalahan atau ketelitian dalam menentukan titik akhir titrasi pada penetuan jumlah produksi CO2, sehingga berpengaruh pada hasil penelitian. Anas (1981) menyatakan bahwa perubahan warna yang terjadi dalam titrasi tidak terlalu jelas sehingga dalam menentukan titik akhir titrasi perlu dilakukan secara hati-hati.

4. Bahan Organik

Hasil analisis laboratorium antara kelerengan dan kedalaman tanah terhadap bahan organik disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisis Bahan Organik tanah pada berbagai kelerengan dan

kedalaman tanah (%).

Kedalaman tanah (cm)

Kelerengan Tanah % Rataan V1 (0-8 %) V2 (8 –15 %) V3 (15-25 %)

D1 (0-10) D2 (10-20) D3 (20-30)

3,27 1,32 0,74 1,94 1,43 1,26 2,01 1,55 1,26 2,40 1,43 0,99

Rataan 1,68 1,54 1,60 4,82

Pada tabel 6, berdasarkan faktor kelerengan tanah, rataan persentase bahan organik tanah tertinggi terdapat pada kelerengan 0 – 8 % yaitu sebesar 1,65 % sedangkan rataan persentase bahan organik terendah terdapat pada kelerengan 8 – 15 % yaitu sebesar 1,54 %. Berdasarkan faktor kedalaman tanah rataan persentase bahan organik tanah terbesar yaitu pada kedalaman 0 – 10 cm sebesar 2,40 % dan


(42)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

rataan persentase bahan organik terendah terdapat pada kedalaman 20 – 30 cm sebesar 0,99 %.

4.1 Bahan Organik berdasarkan Faktor Kelerengan Tanah

Pada tabel 6, berdasarkan faktor kelerengan tanah, kelerengan 0 – 8 % rataan jumlah bahan organik sebesar 1,68 %, jumlah total aktivitas mikroorganisme tanah sebesar 34,48 x 107 SPK/ml dan produksi CO2 mikroorganisme tanah sebesar 1,33 kg/hari. Persentase bahan organik pada kelerengan 0 – 8 % merupakan yang paling tinggi bila dibandingkan dengan kelerengan lain, hal ini diduga karena pada kelerengan ini sumber utama bahan organik tersedia dengan baik. Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (2005) sumber utama bahan organik tanah adalah jaringan tanaman, baik berupa serasah atau sisa-sisa tanaman serta kotoran-kotoran dan bangkai-bangkai hewan.

Ketersediaan sumber bahan organik didukung oleh keadaan lereng yang datar sehingga sumber-sumber bahan organik terjaga dengan baik dan tidak terganggu erosi ataupun faktor-faktor lain yang menyebabkan sumber bahan organik berkurang.

Berdasarkan klasifikasi bahan organik menurut Hardjowigeno (1986) persentase bahan organik pada kelerengan 0 – 8 % termasuk kedalam klasifikasi rendah, karena pada umumnya tanah-tanah mineral kandungan bahan organik tanah rendah, hal ini juga didukung oleh pernyataan Sutedjo dan Kartasapoetra (2005) kandungan bahan organik didalam tanah-tanah mineral pada umumnya menunjukkan kadar persentase yang sedikit, namun peranannya tetap besar dalam mempengaruhi sifat fisika dan kimiawi tanah.


(43)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Berdasarkan tabel 6 pada kelerengan 8 – 15 % persentase bahan organiknya sebesar 1,54 %, jumlah total mikroorganisme sebesar 34,44 SPK/ml dan produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah sebesar 1,24. Berdasarkan hasil pada kelerengan 15 – 25 % persentase bahan organik pada kelerengan ini adalah persentase yang terkecil dibanding dengan kelerengan lain. Faktor vegetasi yang tidak rapat diduga menjadi faktor penyebabnya, hal ini dikarenakan unsur-unsur pembentuk bahan organik tanah yang berasal dari jaringan-jaringan dan sisa-sisa tanaman, vegetasi yang tidak rapat membuat sisa-sisa tanaman akan cepat terbawa erosi sehingga sumber-sumber bahan organiknya menjadi sedikit. Menurut Ansori (2005) kandungan bahan organik dalam setiap jenis tanah tidak sama. Hal ini tergantung dari beberapa hal yaitu; tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi mikroorganisme tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah.

4.2 Bahan Organik berdasarkan Faktor Kedalaman Tanah

Pada tabel 6 berdasarkan faktor kedalaman tanah pada kedalaman 0 – 10 cm rataan persentase bahan organik sebesar 2,40 %, jumlah total mikroorganisme sebesar 47,17 SPK/ml dan produksi CO2 (Respirasi) mikroorganisme tanah sebesar 1,37 kg/hari. Rataan persentase bahan organik pada kedalaman 0 – 10 cm merupakan rataan persentase bahan organik tertinggi dibanding dengan kedalaman lain.

Jumlah total mikroorganisme pada tanah dengan kedalaman 0 - 10 cm lebih banyak dibandingkan kedalaman 10 - 20 dan 20 - 30 cm begitu juga dengan produksi CO2. Hal ini berbanding lurus dengan produksi bahan organik dimana bahan organik yang tinggi aktivitas mikroorganisme juga tinggi. Ansori (2005)


(44)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

menyatakan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah diantaranya jamur dan cendawan. Hal ini juga dikarenakan bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya. Mikroorganisme tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik karena bahan organik menyediakan karbon sebagai sumber untuk tumbuh.

Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara bahan organik dengan aktivitas mikroorganisme tanah dan produksi CO2 mikroorganisme tanah dimana bahan organik yang tinggi, aktivitas mikroorganisme juga tinggi dan mikroorganisme dapat hidup dengan baik.

Pada kedalaman 10 – 20 cm rataan persentase bahan organik sebesar 1,43 %, jumlah total mikroorganisme tanah sebesar 32,32 SPK/ml dan produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah sebesar 1,27 kg/hari. Rataan persentase bahan organik pada kedalaman 0 – 20 cm lebih sedikit dibanding dengan kedalaman 0 – 10 cm, hal ini diduga karena konsentrasi sumber bahan organik lebih banyak pada lapisan 0 – 10 cm. Selain itu jumlah bahan organik pada berbagai lapisan tanah juga berbeda, menurut Sutedjo dan Kartosapoetra (2005) kadar bahan organik didalam tanah pada suatu tempat berlainan dan cukup beragam, hal ini menunjukkan bahwa persentase bahan organik tidak sama pada setiap lapisan tanah walau diambil pada tempat dan jenis tanah yang sama.

Pada kedalaman 20 – 30 cm rataan persentase bahan organik sebesar 0,99 %, jumlah total mikroorganisme tanah sebesar 22,08 SPK/ml dan produksi CO2 (respirasi) mikroorganisme tanah sebesar 1,12 kg/hari. Rataan persentase bahan


(45)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

organik pada kedalaman 20 – 30 cm merupakan persentase bahan organik terkecil dibandingkan dengan kedalaman 0 – 10 cm dan 10 – 20 cm.

Perbedaaan Vegetasi juga mempengaruhi komposisi bahan organik didalam tanah, menurut penelitian Burchia F dkk (2007) Perubahan sifat akibat perubahan tipe vegetasi penutup tanah secara langsung berpengaruh terhadap distribusi bahan organik tanah dan aktivitas mikroorganisme tanah

Berdasarkan tabel 6, terlihat bahwa semakin dalam kedalaman suatu tanah maka bahan organiknya cenderung menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hakim (1986) kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan dilapisan atas setebal 0 - 20 cm, semakin kebawah kadar bahan organik semakin berkurang. Hal ini disebabkan akumulasi bahan organik memang terkonsentrasi pada lapisan atas.

Menurut Hardjowigeno (1986) dalam kriteria penilaian sifat kimia tanah, berdasarkan persentase kandungan bahan organik didalam tanah, maka klasifikasi bahan organik dalam tanah dibagi kedalam 5 (lima) kategori seperti disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi kandungan Bahan Organik

No Kandungan bahan Organik Keterangan

1 <1% Sangat rendah

2 1-2% Rendah

3 2-3% Sedang

4 3-5% Tinggi


(46)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Berdasarkan Tabel 7 diatas, rataan persentase kandungan bahan organik pada berbagai kelerengan di hutan alam relatif seragam yaitu berada pada kisaran nilai 1 – 2 % (sangat rendah). Sedangkan berdasarkan rataan persentase bahan organik tanah berada pada kisaran 0,99 (sangat rendah) hingga 2,40 (sedang), perbedaan ini terjadi diduga karena perbedaan kedalaman tanah dimana pada kedalaman 0 - 10 cm terdapat banyak serasah, selain itu kedalaman 0 – 10 cm adalah zona permukaan dibandingkan pada kedalaman 20 – 30 cm dimana sudah berada pada tanah lapisan dalam.


(47)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jumlah Total Mikroorganisme tanah akan semakin rendah jika kelerengannya semakin tinggi.

2. Jumlah Total Mikroorganisme tanah akan semakin rendah bila kedalaman tanah semakin dalam.

3. Produksi CO2 Mikroorganisme tanah berbanding lurus dengan aktivitas mikroorganisme didalam tanah.

Saran

Penelitian ini akan menjadi lebih baik jika dilanjutkan untuk mengidentefikasi jenis mikroorganisme yang terdapat didalam tanah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).


(48)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

DAFTAR PUSTAKA

---, 2004. Profil Hutan Indonesia.http/mongabay.com/ [14 Sep 2008]. Anas, I. 1989. Biologi Tanah Dalam Praktek. Pusat Antar Universitas

Bioteknologi. Bogor.

Ansori, T. 2005. Mengenal Bahan Organik Lebih Jauh. [14/09/2008].

Alexander,M. 1977. Introduction to soil Microbiology.Academic Press. New York.

Barchia F, Aini N, Prawito P. 2007. Bahan Organik dan Respirasi di Bawah Beberapa Tegakan pada Das Musi Bagian Hulu (Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus No. 2 halaman: 172 - 175).

Cahyana,L dan Tri.M.P. 2004. Potret Buram Hutan Indonesia. http://www.isai.or.id/?q=node[14/09/08].

Gomez, K.A. dan Gomez, A.M. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Hasibuan B,E, M,D Ritonga. 1981. Ilmu Tanah Umum. Fakultas Pertanian USU. Medan.

Hanafiah A,k, Anas, I., Napoleon,A., Ghoffar,A., 2005. Biologi Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Irwanto. 2006. Model Kawasan Hutan. UGM. Yogyakarta.

Kartasapoetra A,G dan Sutedjo M,M .2005. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Lay B,W. 1994. Analisis Mikroba di laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Notohadiprawiro T. 1998. Tanah dan Lingkungan.Direktorat Jendral Pendidikan. Jakarta.

Program Pengembangan Leuser. 2002. Sekilas Tentang Ekosistem Leuser. Unit Manajemen Leuser. Medan.


(49)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Pelczar M,J, Chan E,C,S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Rao N,S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Sumarsih S. 2003. Mikrobiologi dasar. Fakultas Pertanian UPN Veteran. Yogyakarta

Sutanto R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Sutedjo M,M. 1996. Mikro Biologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Widawati S, Suliasih H.J.D, Latupapua, Sugiharto A. 2005. Biodiversity of Soil Microbes from Rhizosphere at Wamena Biological Garden (WBiG), Jayawijaya, Papua. Jurnal Biodiversitas. volume 6, nomor 1, halaman: 6-11.

Wiharto M. 2003. Produktivitas Vegetasi Hutan Hujan Tropis. http//search/ ?= hutantropis. :pdf&hl=id[14/09/08].


(50)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Lampiran 1. Analisis Sidik ragam pH tanah, Jumlah total mikroorganisme tanah,

Produksi CO2 tanah dan Bahan Organik Tanah pada berbagai kelerengan dan kedalaman tanah.

Lampiran 1a. Analisis Sidik ragam pH tanah hutan alam pada berbagai zona

kelerengan dan tingkat kedalaman tanah.

Sk DB Jk kT Fhit Ftab (5%) Perlakuan 8 1.1420

Kelerengan 2 0.049 0.0245 0.1849 tn 3.55 Kedalaman 2 1.0222 0.5111 3.8588 n 3.55 Interaksi 4 0.0708 0.0177 0.13363tn 2.93 Galat 18 2.3841 0.13245

Total 34

Lampiran 1b. Analisis Sidik ragam jumlah total mikroorganisme tanah hutan

alam pada berbagai zona kelerengan dan tingkat kedalaman tanah. Sk DB Jk kT Fhit Ftab (5%) Perlakuan 8 954.146

Kelerengan 2 767.3671 383.6385 1.7761 tn 3.55 Kedalaman 2 4.7396 2.3698 0.0109 tn 3.55 Interaksi 2 182.0393 45.5098 0.2107 tn 2.93 Galat 18 3888.0047 216.0003

Total 34

Lampiran 1c. Analisis Sidik ragam jumlah Produksi CO2 mikroorganisme tanah hutan alam pada berbagai zona kelerengan dan tingkat kedalaman tanah.

Sk DB Jk kT Fhit Ftab (5%) Perlakuan 8 0.1639

Kelerengan 2 0.0655 0.03275 0.05546 tn 3.55 Kedalaman 2 0.0833 0.04165 1.83390 tn 3.55 Interaksi 4 0.0151 0.003775 0.166218tn 2.93 Galat 18 0.4088 0.0227111


(51)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

. .


(1)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Berdasarkan Tabel 7 diatas, rataan persentase kandungan bahan organik pada berbagai kelerengan di hutan alam relatif seragam yaitu berada pada kisaran nilai 1 – 2 % (sangat rendah). Sedangkan berdasarkan rataan persentase bahan organik tanah berada pada kisaran 0,99 (sangat rendah) hingga 2,40 (sedang), perbedaan ini terjadi diduga karena perbedaan kedalaman tanah dimana pada kedalaman 0 - 10 cm terdapat banyak serasah, selain itu kedalaman 0 – 10 cm adalah zona permukaan dibandingkan pada kedalaman 20 – 30 cm dimana sudah berada pada tanah lapisan dalam.


(2)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Jumlah Total Mikroorganisme tanah akan semakin rendah jika kelerengannya semakin tinggi.

2. Jumlah Total Mikroorganisme tanah akan semakin rendah bila kedalaman tanah semakin dalam.

3. Produksi CO2 Mikroorganisme tanah berbanding lurus dengan aktivitas mikroorganisme didalam tanah.

Saran

Penelitian ini akan menjadi lebih baik jika dilanjutkan untuk mengidentefikasi jenis mikroorganisme yang terdapat didalam tanah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).


(3)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

DAFTAR PUSTAKA

---, 2004. Profil Hutan Indonesia.http/mongabay.com/ [14 Sep 2008]. Anas, I. 1989. Biologi Tanah Dalam Praktek. Pusat Antar Universitas

Bioteknologi. Bogor.

Ansori, T. 2005. Mengenal Bahan Organik Lebih Jauh. [14/09/2008].

Alexander,M. 1977. Introduction to soil Microbiology.Academic Press. New York.

Barchia F, Aini N, Prawito P. 2007. Bahan Organik dan Respirasi di Bawah Beberapa Tegakan pada Das Musi Bagian Hulu (Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus No. 2 halaman: 172 - 175).

Cahyana,L dan Tri.M.P. 2004. Potret Buram Hutan Indonesia. http://www.isai.or.id/?q=node[14/09/08].

Gomez, K.A. dan Gomez, A.M. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Medyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Hasibuan B,E, M,D Ritonga. 1981. Ilmu Tanah Umum. Fakultas Pertanian USU. Medan.

Hanafiah A,k, Anas, I., Napoleon,A., Ghoffar,A., 2005. Biologi Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Irwanto. 2006. Model Kawasan Hutan. UGM. Yogyakarta.

Kartasapoetra A,G dan Sutedjo M,M .2005. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Lay B,W. 1994. Analisis Mikroba di laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Notohadiprawiro T. 1998. Tanah dan Lingkungan.Direktorat Jendral Pendidikan. Jakarta.

Program Pengembangan Leuser. 2002. Sekilas Tentang Ekosistem Leuser. Unit Manajemen Leuser. Medan.


(4)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Pelczar M,J, Chan E,C,S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Rao N,S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Sumarsih S. 2003. Mikrobiologi dasar. Fakultas Pertanian UPN Veteran. Yogyakarta

Sutanto R. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Penerbit Kanisius. Jakarta.

Sutedjo M,M. 1996. Mikro Biologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Widawati S, Suliasih H.J.D, Latupapua, Sugiharto A. 2005. Biodiversity of Soil Microbes from Rhizosphere at Wamena Biological Garden (WBiG), Jayawijaya, Papua. Jurnal Biodiversitas. volume 6, nomor 1, halaman: 6-11.

Wiharto M. 2003. Produktivitas Vegetasi Hutan Hujan Tropis. http//search/ ?= hutantropis. :pdf&hl=id[14/09/08].


(5)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

Lampiran 1. Analisis Sidik ragam pH tanah, Jumlah total mikroorganisme tanah,

Produksi CO2 tanah dan Bahan Organik Tanah pada berbagai kelerengan dan kedalaman tanah.

Lampiran 1a. Analisis Sidik ragam pH tanah hutan alam pada berbagai zona

kelerengan dan tingkat kedalaman tanah.

Sk DB Jk kT Fhit Ftab (5%) Perlakuan 8 1.1420

Kelerengan 2 0.049 0.0245 0.1849 tn 3.55 Kedalaman 2 1.0222 0.5111 3.8588 n 3.55 Interaksi 4 0.0708 0.0177 0.13363tn 2.93 Galat 18 2.3841 0.13245

Total 34

Lampiran 1b. Analisis Sidik ragam jumlah total mikroorganisme tanah hutan

alam pada berbagai zona kelerengan dan tingkat kedalaman tanah. Sk DB Jk kT Fhit Ftab (5%) Perlakuan 8 954.146

Kelerengan 2 767.3671 383.6385 1.7761 tn 3.55 Kedalaman 2 4.7396 2.3698 0.0109 tn 3.55 Interaksi 2 182.0393 45.5098 0.2107 tn 2.93 Galat 18 3888.0047 216.0003

Total 34

Lampiran 1c. Analisis Sidik ragam jumlah Produksi CO2 mikroorganisme tanah hutan alam pada berbagai zona kelerengan dan tingkat kedalaman tanah.

Sk DB Jk kT Fhit Ftab (5%) Perlakuan 8 0.1639

Kelerengan 2 0.0655 0.03275 0.05546 tn 3.55 Kedalaman 2 0.0833 0.04165 1.83390 tn 3.55 Interaksi 4 0.0151 0.003775 0.166218tn 2.93 Galat 18 0.4088 0.0227111


(6)

Rio Ardi : Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Kelerengan Dan Kedalaman Hutan Alam (Studi kasus di Taman Nasional Gunung Leuser, Seksi Besitang), 2010.

. .


Dokumen yang terkait

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 65 94

Kajian P tersedia dan Cadd tanah pada sistem agroforestry di Kawasan Penyangga Taman Nasional Gunung Leuser.

1 41 59

Kajian K dan Na tanah pada Beberapa Sistem Agroforestry di Kawasan Penyangga Taman Nasional Gunung Leuser

0 34 60

Kajian pH dan KTK Tanah pada Beberapa Sistem Agroforestry di Kawasan Penyangga Taman Nasional Gunung Leuser

1 33 74

Analisis Kerusakan Hutan Di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Besitang

8 83 139

Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Di Desa Harapan Jaya, Kecamatan Sei Lepan Kabupaten Langkat Sumatera Utara

1 35 133

Eksplorasi Pteridophyta di Kawasan Hutan Telagah Taman Nasional Gunung Leuser

7 31 91

KAJIAN EKOLOGI TUMBUHAN LIANA DI HUTAN PRIMER TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER RESORT SEI BETUNG KECAMATAN BESITANG KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA.

0 2 22

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 2 14

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

1 1 11