Filsafat ketuhanan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Filsafat Tuhan berdasar spekulasi

Sedangkan Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran tentang Tuhan dengan pendekatan akal budi, maka dipakai pendekatan yang disebut filosofis. Bagi orang yang menganut agama tertentu terutama agama Islam, Kristen, Yahudi, akan menambahkan pendekatan wahyu di dalam usaha memikirkannya. Jadi Filsafat Ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi tentang Tuhan. Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinan- kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan. Dalam filsafat Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa tauhid . Dia itu wahid dan Esa ahad, Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut al- Quran terdapat 99 Nama Allah asmaul husnaartinya: nama-nama yang paling baik yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah Maha Pengasih ar-rahman dan Maha Penyayang ar-rahim. Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut al-Qur’an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada- Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang di ridhoi- Nya.” Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi . Filsafat ketuhanan dalam Islam digolongkan menjadi dua: konsep ketuhanan yang berdasar al-Qur’an dan hadits secara harafiah dengan sedikit spekulasi sehingga banyak pakar ulama bidang akidah yang menyepakatinya, dan konsep ketuhanan yang bersifat spekulasi berdasarkan penafsiran mendalam yang bersifat spekulatif, filosofis, bahkan mistis.

1. Filsafat ketuhanan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits

Menurut para mufasirahli agama, melalui hadis al-Qur’an Al-’Alaq [96]:1-5, Tuhan menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia berbagai hal termasuk diantaranya konsep ketuhanan. Umat Muslim percaya al-Qur’an adalah wahyu Allah, sehingga semua keterangan Allah dalam al-Qur’an merupakan “penuturan Allah tentang diri-Nya” Selain itu menurut Al-Qur’an sendiri, pengakuan akan Tuhan telah ada dalam diri manusia sejak manusia pertama kali diciptakan Al-A’raf [7]:172. Artinya : Dan ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul Engkau Tuhan kami, kami menjadi saksi”. Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini keesaan Tuhan” Al-A’raf [7]:172. Ketika masih dalam bentuk roh, dan sebelum dilahirkan ke bumi, Allah menguji keimanan manusia terhadap-Nya dan saat itu manusia mengiyakan Allah dan menjadi saksi. Sehingga menurut ulama, pengakuan tersebut menjadikan bawaan alamiah bahwa manusia memang sudah mengenal Tuhan. Seperti ketika manusia dalam kesulitan, otomatis akan ingat keberadaan Tuhan. Al-Qur’an menegaskan ini dalam surah Az-Zumar [39]:8 Artinya : Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon pertolongan kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa kepada Allah untuk menghilangkannya sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka” surah Az-Zumar [39]:8.

2. Filsafat Tuhan berdasar spekulasi

Spekulasi adalah membuat suatu keputusan dengan pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki dan keyakinan untuk mendapatkan yang diinginkan, dengan pemikiran yang matang walaupun kadang hasil yang diterima tidak sesuai harapan. Sebagian ulama berbeda pendapat terkait konsep Tuhan. Namun begitu, perbedaan tersebut belum sampai mengubah Al-Qur’an. Pendekatan yang bersifat spekulatif untuk menjelaskan konsep Tuhan juga bermunculan mulai dari berfikir rasional hingga agnostisisme ada teorinya dan lainnya dan juga ada sebagian yang bertentangan dengan konsep tauhid sehingga dianggap sesat oleh ulama terutama ulama syariat. 2. Cara mengenal Tuhan Dalam Al Quran telah ditegaskan beberapa ayat, dimana pengikut Muhammad nantinya bisa mengenal Allah dan lebih dekat dengan-Nya dengan cara ber-dzikir. Dzikir dalam Islam mempunyai nilai khusus yang bisa diartikan ‘mengosongkan pikiran dan mendekatkan diri kepada Allah’. Allah berfirman: yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” QS: Ar-Ra’d 28. Adapula hadis yg menjelaskan pentingnya berdjikir untuk mendekatkan diri kepada tuhan yaitu Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menyebutkan: “Aku ini adalah menurut dugaan hamba-Ku, dan Aku menyertainya dimana saja ia berdzikir kepada-Ku, jika ia berdzikir atau ingat pada-Ku dalam hatinya maka Aku akan ingat pula padanya dalam hati-Ku, dan kalau ia mengingati-Ku di depan umum, maka Aku akan mengingatinya pula di depan khalayak yang lebih baik. Dan seandainya ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya sehasta, dan jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya sedepa, dan jika ia datang kepada-Ku secara berjalan kaki, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.” Mengenal Allah ada empat cara yaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah. 1. Mengenal Wujud Allah. Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syari’at. Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman : ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘Betul Engkau Tuhan kami kami mempersaksikannya Kami lakukan yang demikian itu agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini keesaan-Mu atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’.” QS. Al A’raf: 172-173 2. Mengenal Rububiyah Allah Menyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala mamfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah. Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang menandingi Allah dalam hal ini. Allah mengatakan: “’Katakanlah’ Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” QS. Al Ikhlash: 1-4 Maka ketika seseorang meyakini bahwa selain Allah ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan seperti di atas, berarti orang tersebut telah mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya. 3. Uluhiyah Allah Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis- jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Allah berfirman di dalam Al Qur’an: “Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah kamimeminta.” QS. Al Fatihah: 5 Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah membimbing Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dengan sabda beliau: “Dan apabila kamu minta maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong maka minta tolonglah kepada Allah.” HR. Tirmidzi Allah berfirman: “Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” QS. An Nisa: 36 Allah berfirman: “Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang- orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.” QS. Al Baqarah: 21 Dengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikitpun kepada selain Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah semata.

4. Mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah