Analisis Isi Label Pangan dan Klaim pada Kemasan Produk Bumbu Instan dan Bumbu Pelengkap

ANALISIS ISI LABEL PANGAN DAN KLAIM PADA
KEMASAN PRODUK BUMBU INSTAN
DAN BUMBU PELENGKAP

WORO DWIAYUSARI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Isi Label
Pangan dan Klaim pada Kemasan Produk Bumbu Instan dan Bumbu Pelengkap
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013
Woro Dwiayusari
NIM I24090025

ABSTRAK
WORO DWIAYUSARI. Analisis Isi Label Pangan dan Klaim pada
Kemasan Produk Bumbu Instan dan Bumbu Pelengkap. Dibimbing oleh UJANG
SUMARWAN.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis label pangan dan klaim pada
kemasan produk bumbu instan dan pelengkap dengan menggunakan metode
analisis isi. Analisis isi merupakan metode kualitatif yang digunakan untuk
memperdalam kajian mengenai dokumen tertulis (label). Variabel yang diteliti
yaitu jenis produk, perusahaan yang memproduksi, serta kategori bumbu instan
dan pelengkap, unsur label seperti informasi yang dicantumkan pada label, dan isi
klaim pada label. Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif. Hasil
penelitian dari 98 produk yang dievaluasi berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan menunjukkan bahwa

masih terdapat label yang belum sesuai. Berdasarkan UUPK, pelanggaran terjadi
pada pencantuman tanggal kadaluarsa dan tulisan komposisi yang kurang jelas,
sehingga pelaku usaha melanggar hak konsumen dalam mendapat informasi yang
benar, jelas, dan jujur serta hak keamanan konsumen. Hasil juga menunjukkan
bahwa klaim subjektif (mengelabui) masih terdapat pada produk bumbu instan
dan pelengkap. Implikasi manajerial dari penelitian ini yaitu produsen harus
berhati-hati dalam mencantumkan klaim agar tidak menyesatkan konsumen.
Produsen juga harus selalu memerhatikan label kemasan agar sesuai dengan
aturan yang ada.
Kata kunci: analisis isi, bumbu, klaim, label pangan, perlindungan konsumen

ABSTRACT
WORO DWIAYUSARI. The Content Analysis of Food Labels and Claims
in Product Package of Instant Seasoning and Condiment. Supervised by UJANG
SUMARWAN.
The research is aimed to analyze food labels and claims in instant seasoning
and condiment by using content analysis method. Content analysis is qualitative
which is used to deepen the study about written document (label). The researched
variabels are product type, producing company (the manufacture company),
instant seasoning and condiment categories, label element is like in the written

information on label, and the content of claim in label. The data processing uses a
descriptive analysis. The research result from 98 products which is evaluated
based on Government Regulations Number 69 on 1999 shows that there are labels
which have not approriated yet. Based on Consumer Protection Law, the
violations have occured in the inclusion of expired date and the unclear of
ingredients inclusion so that the producer violates consumer rights to get a true,
clear, and honest information, and also the rights of consumer safety. The result
also shows that there are some subjective (deceiving) claims in instant seasoning
and condiment. The managerial implication from this research is producer has to
be careful in claim inclusion so that it can not deceive the consumer. The producer
also has to pay attention to the package label so that it approriates based on the
existing regulations.
Keywords: claim, consumer protection, content analysis, food label, seasoning

ANALISIS ISI LABEL PANGAN DAN KLAIM PADA
KEMASAN PRODUK BUMBU INSTAN
DAN BUMBU PELENGKAP

WORO DWIAYUSARI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Analisis lsi Label Pangan dan Klaim pada Kemasan Produk Bumbu
Instan dan Bumbu Pelengkap
: Woro Dwiayusari
Nama
: 124090025
NIM


Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, MSc
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

"

Tanggal Lulus:

M セ@

Judul Skripsi : Analisis Isi Label Pangan dan Klaim pada Kemasan Produk Bumbu
Instan dan Bumbu Pelengkap
Nama
: Woro Dwiayusari
NIM
: I24090025


Disetujui oleh

Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, MSc
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Hartoyo, MSc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan anugerah yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
Skripsi yang berjudul analisis isi label pangan dan klaim pada kemasan produk
bumbu instan dan bumbu pelengkap ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa
bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Ujang
Sumarwan M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati,

MFSA selaku dosen pembimbing akademik, Megawati Simanjuntak, SP, M.Si
dan Dr. Ir. Diah Krisnatuti P, MS sebagai dosen penguji, serta para dosen Ilmu
Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat. Tidak
lupa pula ucapan terima kasih kepada kedua orang tua, mbak nita, keluarga, dan
teman-teman yang selalu memberi dukungan kepada penulis.
Semoga skripsi penelitian ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

Woro Dwiayusari

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Pencarian Informasi Konsumen


5

Klaim dan Informasi yang Mengelabui

5

Pelabelan Pangan

6

Perlindungan Konsumen

8

Bumbu dan Rempah-rempah

10

Kajian Riset Terdahulu


11

Hasil Riset

11

Konsep dan Variabel Penelitian

12

Metode yang Digunakan

13

Ringkasan Penelitian Terdahulu

14

KERANGKA PEMIKIRAN

14

METODE PENELITIAN

16

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian

16

Populasi dan Contoh Penelitian

16

Variabel Penelitian

17

Pengumpulan dan Analisis Data

18

Definisi Operasional

18

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

19

Hasil

19

Sebaran Contoh Produk Bumbu Instan dan Pelengkap yang
Diamati

19

Pemenuhan Unsur Label Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

21

Teknis Pencantuman Label

21

Tulisan pada Label

22

Keterangan Minimum Label

22

Keterangan Lain pada Label

30

Keterangan yang Dilarang (Tidak Boleh Dicantumkan)

34

Rata-rata Pemenuhan Syarat Unsur pada Label Kemasan Produk
Bumbu Instan dan Pelengkap

35

Klaim Produk

36

Tinjauan Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen

38

Pembahasan

39

SIMPULAN DAN SARAN

44

Simpulan

44

Saran

45

DAFTAR PUSTAKA

46

LAMPIRAN

48

RIWAYAT HIDUP

70

DAFTAR TABEL
1 Keterangan tentang label pangan dan fungsinya
2 Rincian bab II dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
tentang label pangan
3 Unsur label yang diamati pada kemasan produk bumbu instan dan
pelengkap berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
4 Sebaran bumbu instan berdasarkan kategori dan perusahaan/produsen
(n=65)
5 Sebaran
bumbu
pelengkap
berdasarkan
kategori
dan
perusahaan/produsen (n=31)
6 Kriteria pemenuhan syarat unsur teknis pencantuman label
7 Kriteria pemenuhan syarat unsur tulisan pada label
8 Kriteria pemenuhan syarat unsur nama produk pangan
9 Kriteria pemenuhan syarat unsur daftar bahan
10 Sebaran kategori produk bumbu instan berdasarkan bahan yang
digunakan (n=65)
11 Sebaran kategori produk bumbu pelengkap berdasarkan bahan yang
digunakan (n=31)
12 Pengaruh penggunaan berlebihan pada beberapa bahan tambahan
pangan
13 Kriteria pemenuhan syarat unsur berat bersih/isi bersih
14 Kriteria pemenuhan syarat unsur nama dan alamat produsen
15 Kriteria pemenuhan syarat unsur tanggal kadaluarsa
16 Perbandingan keterangan minimum label berdasarkan PP Nomor 69
Tahun 1999 dengan UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012
17 Keterangan kandungan gizi yang terdapat pada produk
18 Kriteria pemenuhan syarat unsur bahan tambahan pangan
19 Kriteria pemenuhan syarat unsur keterangan yang dilarang (tidak boleh
dicantumkan)
20 Rata-rata pemenuhan syarat unsur label kemasan produk bumbu instan
dan pelengkap
21 Sebaran sifat klaim pada kemasan bumbu instan dan pelengkap
22 Sebaran sifat klaim berdasarkan kategori produk (n=77)
23 Contoh kategori produk yang termasuk klaim objektif
24 Contoh kategori produk yang termasuk klaim subjektif

7
8
17
20
21
21
22
22
23
24
26
27
27
28
28
29
31
34
34
35
36
37
37
38

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian
2 Jumlah item/jenis produk bumbu instan dan pelengkap dari setiap
perusahaan yang telah diamati

15
19

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kategori bumbu instan, ukuran, bentuk, dan perusahaan
2 Kategori bumbu pelengkap, ukuran, bentuk, dan perusahaan
3 Klaim berbagai produk bumbu instan dan pelengkap
4 Perusahaan yang memproduksi bumbu kemasan untuk produsen lain
5 Pemenuhan syarat pada kemasan produk bumbu instan dan bumbu
pelengkap berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
tentang label dan iklan pangan
6 Gambar logo resmi halal yang dikeluarkan LPPOM MUI
7 Gambar logo RADURA untuk menyatakan iradiasi pangan
8 Royco all in one kemasan luar (kanan) dan kemasan dalam (kiri)

48
51
52
59

61
69
69
69

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kaya dengan beragam tradisi dan kuliner yang
memiliki rasa khas masing-masing dari Sabang sampai Merauke. Ditunjang
dengan produksi rempah-rempah yang melimpah, kuliner Indonesia memiliki rasa
yang enak, unik, dan eksotik. Untuk membuat bumbu masak yang enak,
dibutuhkan beragam rempah dan terkadang memerlukan waktu yang lama. Oleh
sebab itu, pemakaian bumbu masak kemasan dapat menjadi pilihan alternatif.
Menurut Mantoroadi (2004), kebutuhan konsumen terhadap produk yang cepat
saji atau instan meningkat seiring dengan keinginan yang serba cepat dan praktis
dalam persiapan dan penyajian makanan.
Kemunculan produk bumbu instan dan pelengkap dalam kemasan ini juga
didukung oleh tren perempuan yang bekerja di sektor publik. Data Badan Pusat
Statistik tahun 2012 menunjukkan peningkatan sebanyak 1 390 725 pekerja
perempuan pada Agustus 2011-Februari 2012. Semakin padatnya kegiatan
perempuan khususnya ibu rumah tangga menyebabkan waktu untuk memasak
menu makanan bagi keluarga menjadi terbatas. Bumbu kemasan ini membantu
ibu-ibu untuk menyajikan makanan dalam waktu singkat. Tidak hanya ibu-ibu,
baik laki-laki maupun remaja laki-laki dan perempuan yang memiliki hobi
memasak yang tidak mau repot-repot meracik bumbu, mendapatkan keuntungan
dengan kehadiran bumbu kemasan ini. Selain untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga, bumbu instan kemasan juga bermanfaat bagi para pedagang dalam
menyajikan masakan bagi pembeli.
Terkait dengan sikap individu sebagai konsumen yang menyukai hal berbau
cepat dan praktis, pemasar memanfaatkan peluang tersebut untuk memproduksi
bumbu instan dan bumbu pelengkap dengan beragam merek. Konsumen sebagai
seseorang yang membeli dan menggunakan atau mengonsumsi suatu produk akan
melakukan pencarian informasi sebagai salah satu faktor pengambilan keputusan
pembelian. Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) menyatakan bahwa pencarian
informasi merupakan kegiatan konsumen mencari informasi yang disimpan dalam
ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan
keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal).
Pencarian informasi mengenai produk dapat diketahui salah satunya dengan
melihat kemasan produk. Kemasan berfungsi sebagai silent salesman (Lister
1992; Judd, Aalders, Melis 1989 dalam Robertson 1993) yaitu pemberi informasi
melalui label pangan yang dicantumkan. Lister (1992) juga menyatakan bahwa
bagi produsen atau distributor, ruang pelabelan adalah komoditas yang langka dan
berharga. Pelabelan dibatasi oleh ukuran wadah, bentuk, dan ruang yang tersedia
sehingga harus digunakan dengan hati-hati untuk berkomunikasi secara efektif.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 3, label
pangan merupakan setiap keterangan pangan mengenai pangan yang berbentuk
gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan dalam
pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan
pangan. Pemberian label bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan
jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan yang dikemas sebelum

2
membeli dan/atau mengonsumsi Pangan (Undang-undang Pangan Nomor 18
Tahun 2012). Blanchfield (2000) menyatakan bahwa mayoritas konsumen tidak
memiliki tuntutan khusus mengenai label pangan, tetapi konsumen mengharapkan
informasi yang tertera pada label dapat dijadikan bahan pertimbangan mereka
dalam memilih suatu produk. Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) menyatakan
bahwa konsumen memberikan perhatian pada label kemasan dengan anggapan
bahwa informasi yang tertera dalam label kemasan merupakan informasi yang
benar. Anggapan konsumen yang percaya bahwa informasi yang tertera pada label
adalah benar, menyebabkan sebagian konsumen tidak memperhatikan label
pangan dengan tuntas. Tidak jarang hal ini akan menyebabkan informasi pada
label dipandang secara keliru, dimengerti sebagian, atau malah diabaikan sama
sekali.
Begitu pula dengan klaim yang dicantumkan pada label, konsumen
mengharapkan klaim yang ditampilkan adalah benar. Oleh karena itu, klaim harus
dapat menyampaikan informasi dengan benar, jujur, dan bertanggungjawab.
Klaim adalah segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau secara
tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu pangan yang
berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat, produksi, pengolahan,
komposisi atau faktor mutu lainnya (FAO dan WHO 1992; BPOM 2011). Engel,
Blackwell, dan Miniard (1995) dalam Moniharapon (1999) mengungkapkan
bahwa kuantitas dan juga kekuatan atau kualitas klaim yang dibuat dalam sebuah
pesan dapat mempengaruhi persuasi, sehingga terkadang konsumen membeli
karena klaim yang diutarakan oleh produsen, padahal bisa saja klaim tersebut
bersifat mengelabui konsumen. Oleh karena itu, untuk mengangkat harkat dan
martabat serta melindungi konsumen maka pemerintah membuat Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Pemerintah
Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, sehingga konsumen dapat
terhindar dari praktik penjualan yang merugikan.
Penelitian yang berkaitan dengan label pangan kemasan dan klaim label
pernah dilakukan sebelumnya. Moniharapon (1999) menganalisis klaim iklan dan
label pada produk pangan yang terdapat pada majalah dan menilai kebenarannya
berdasarkan The Nutrition Labelling and Education Act (NLEA 1994), Undangundang Pangan Nomor 7 Tahun 1996, Pedoman Umum Label dan Periklanan
Makanan (Dirjen POM No.02240/B/SK/VII/91), serta Tata Krama dan Tata Cara
Periklanan Indonesia). Gunanta (2007) melakukan perbandingan label yang tertera
pada beras kemasan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999.
Maradhika (2011) melakukan hal yang sama dengan Gunanta namun dengan
produk yang berbeda yaitu minuman sari buah (kemasan siap minum). Penelitianpenelitian tersebut memiliki persamaan yaitu menganalisis isi informasi yang
didapat dari label pangan yang kemudian dinilai kebenarannya berdasarkan
hukum atau peraturan yang berlaku. Dari semua peraturan yang dipakai,
penelitian terdahulu belum menggunakan Undang-undang Perlindungan
Konsumen. Untuk itu, perlu penelitian lanjut yang juga menganalisis label dan
klaim produk kemasan berdasarkan undang-undang mengenai perlindungan
konsumen.
Konsumen sebagai individu yang melakukan pembelian harus dilindungi
sehingga terhindar dari praktek-praktek perdagangan yang merugikan. Adanya
praktik-praktik iklan atau pemasangan label dan klaim yang merugikan konsumen

3
tersebut merupakan akar masalah sehingga penelitian ini dilakukan. Menilik dari
penelitian sebelumnya, penelitian ini ditujukan untuk melihat label dan klaim
pangan kemasan pada produk bumbu instan dan pelengkap yang beredar di
pasaran. Selanjutnya dilakukan evaluasi kelengkapan persyaratan pada
pencantuman label pangan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
1999 (PP No. 69/1999) tentang Label dan Iklan Pangan dan menganalisis hak-hak
konsumen yang dilanggar berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Perumusan Masalah
Maraknya bumbu instan kemasan yang beredar dengan berbagai merek di
pasaran menjadikan konsumen selektif dalam melakukan pembelian. Oleh karena
itu konsumen melakukan pencarian informasi berkaitan dengan produk yang akan
dibeli, salah satu pencarian informasi adalah melalui label pangan yang tertera
pada kemasan. Namun, terkadang konsumen beranggapan bahwa informasi yang
dicantumkan oleh produsen di label kemasan adalah benar, sehingga sering tidak
memperhatikan dengan seksama label yang tertera atau malah mengabaikan label
tersebut sama sekali. Padahal tidak selamanya label yang dicantumkan sesuai
dengan kenyataannya, banyak terdapat informasi yang mengelabui pada label
kemasan.
Menurut Kementerian Perdagangan terdapat temuan sebanyak 621 kasus
produk tidak layak edar sepanjang tahun 2012. Angka ini naik drastis
dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 28 kasus. Kasus tersebut
terdiri atas produk yang melanggar persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI)
sebesar 34 persen, 22 persen melanggar manual kartu garansi, 43 persen
melanggar ketentuan label dalam Bahasa Indonesia, serta satu persen tidak
memenuhi ketentuan produk yang diawasi distribusinya 1 . Sedangkan beberapa
contoh penyimpangan terhadap PP No. 69/1999 yang banyak ditemui pada label
pangan adalah penggunaan label tidak berbahasa Indonesia dan tidak
menggunakan huruf latin, terutama produk impor, label yang ditempel tidak
menyatu dengan kemasan, tidak mencantumkan waktu kadaluarsa, tidak
mencantumkan keterangan komposisi dan berat bersih, tidak ada kode barang MD,
ML atau P-IRT dan acuan kecukupan gizi yang tidak konsisten, serta tidak
mencantumkan alamat produsen/importir bagi produknya (BPKN 2009 dalam
Maradhika 2012).
Klaim iklan dan label pangan juga ada yang menyesatkan, mengelabui, dan
membingungkan konsumen. Misalnya klaim minyak goreng yang mencantumkan
‘bebas kolestrol’, hal tersebut jelas menyesatkan konsumen karena minyak goreng
memang bebas dari kolesterol sehingga tidak perlu mencantumkan klaim tersebut.
Disamping itu, kolesterol hanya terdapat pada lemak hewani. Klaim seperti

1

Diambil dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/03/14/1234510/Menjadi.Konsumen.
Cerdas [diakses 16 Maret 2013]

4
reduced fat, no sugar added, no salt added, atau no preservatives, semakin
membingungkan konsumen (Suksmaningsih 1997 dalam Moniharapon 1999).
Produsen atau pihak-pihak terkait, dalam menjalankan praktik bisnisnya,
berkewajiban melakukan penyampaian informasi dengan benar, jelas, dan jujur
melalui label pangan yang tertera di kemasan produk. Hal tersebut harus
disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, perlu dikaji
mengenai pemenuhan persyaratan label pada kemasan produk bumbu instan dan
pelengkap berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Untuk
memperjelas perumusan masalah, terdapat beberapa pertanyaan yang ingin
dijawab dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana kesesuaian pencantuman label pangan tersebut dengan peraturan
yang berlaku?
2. Apakah terdapat pelanggaran yang terjadi pada pencantuman label tersebut
berdasarkan PP No. 69/1999?
3. Apakah terdapat pelanggaran yang terjadi pada pencantuman label tersebut
berdasarkan UUPK No. 8/1999?
4. Bagaimana isi klaim pada kemasan produk bumbu instan dan bumbu
pelengkap?

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis label pangan dan klaim
pada kemasan produk bumbu instan dan bumbu pelengkap (aplikasi dari metode
analisis isi) dan secara khusus bertujuan, antara lain:
1. Menganalisis kesesuaian label kemasan produk bumbu instan dan bumbu
pelengkap sesuai dengan PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
2. Menganalisis dan mengevaluasi pelanggaran yang terjadi pada label dan klaim
kemasan produk bumbu instan dan bumbu pelengkap sesuai dengan PP No.
69/1999 dan UUPK.
3. Mengidentifikasi dan menganalisis isi klaim pada label produk bumbu instan
dan bumbu pelengkap.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti dalam
mengembangkan analisis dan keilmuan yang telah dipelajari. Manfaat bagi
institusi adalah dapat menambah daftar pustaka khususnya di bidang pendidikan
dan perlindungan konsumen mengenai analisis label pangan dan klaim pada
kemasan produk bumbu instan dan bumbu pelengkap. Bagi masyarakat sebagai
konsumen, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi
agar masyarakat menjadi konsumen yang teliti dan cerdas dengan selalu
memperhatikan label jika ingin melakukan pembelian khususnya produk pangan.
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah untuk
dijadikan sebagai bahan acuan penentuan kebijakan tentang label dan klaim
pangan di Indonesia.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Pencarian Informasi Konsumen
Keputusan konsumen dalam membeli atau mengonsumsi suatu produk/jasa
diawali oleh pengenalan kebutuhan. Sumarwan (2011) menyatakan bahwa
pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu
terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang
sebenarnya terjadi. Faktor-faktor yang memengaruhi pengaktifan kebutuhan yaitu
waktu, perubahan situasi, pemilikan produk, konsumsi produk, perbedaan
individu, dan pengaruh pemasaran. Seseorang akan melakukan pencarian
informasi jika kebutuhan tersebut dapat dipenuhi atau dengan membeli atau
mengonsumsi suatu produk/jasa.
Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) menyatakan bahwa pencarian
informasi merupakan kegiatan konsumen mencari informasi yang disimpan dalam
ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan
keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal). Dalam pencarian internal
konsumen akan mengingat semua produk dan merek, baik yang sangat dikenalnya
secara baik maupun tidak dikenalnya. Kemudian konsumen akan fokus pada
produk dan merek yang dikenalnya dan membaginya menjadi tiga. Sumarwan
(2011) menjelaskan pembagian tersebut menjadi kelompok yang dipertimbangkan
(produk dan merek dipertimbangkan lebih lanjut), kelompok yang netral (produk
dan merek dianggap tidak berbeda), dan kelompok yang tidak diterima (produk
dan merek yang tidak dipertimbangkan). Konsumen akan berlanjut pada tahap
pencarian ekstrenal jika pencarian internal tidak membuat apa yang diinginkan
konsumen menjadi terpenuhi. Pencarian eksternal adalah proses pencarian
informasi mengenai produk dan merek, pembelian, maupun konsumsi kepada
lingkungan konsumen (Sumarwan 2011). Salah satunya adalah dengan membaca
label kemasan.

Klaim dan Informasi yang Mengelabui
Klaim adalah segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau
secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu pangan yang
berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat, produksi, pengolahan,
komposisi atau faktor mutu lainnya (BPOM 2011). Klaim yang dicantumkan
dapat berupa klaim gizi (klaim kandungan zat gizi dan klaim perbandingan zat
gizi) dan klaim kesehatan (klaim fungsi zat gizi, klaim fungsi lain, dan klaim
penurunan risiko penyakit). Klaim yang lain yaitu dapat berupa klaim cita rasa
dan klaim bahan yang digunakan dalam proses produksi.
Penyampaian informasi yang mengelabui (deceptive information)
merupakan kegiatan produsen yang merugikan konsumen. Sumarwan (2011)
menyatakan bahwa terdapat empat jenis informasi yang mengelabui, yaitu klaim
objektif, klaim subjektif, klaim dua arti, dan klaim tidak rasional. Klaim objektif
merupakan suatu informasi yang diberikan kepada konsumen tentang karakteristik
suatu produk yang kebenaran informasinya hanya bisa dibuktikan melalui
pengujian atau dibandingkan dengan standar yang telah ada. Klaim subjektif

6
merupakan klaim yang menggunakan kriteria yang bersifat sangat subjektif, sulit
untuk diukur secara objektif. Informasi mengelabui yang berikutnya merupakan
klaim yang mengandung dua arti, sebagian salah dan sebagian benar. Klaim tidak
rasional merupakan pernyataan yang tidak mempunyai dasar, bertentangan dengan
logika atau tidak masuk akal.

Pelabelan Pangan
Pangan menurut PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain
yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan
makanan dan minuman. Label adalah tulisan, tag, gambar, atau deskripsi lain yang
tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias, atau dicantumkan dengan cara apapun
dan dapat memberikan kesan dari suatu produk yang terdapar pada suatu wadah
atau kemasan (Wijaya 2001).
Wijaya (1997) mengungkapkan tujuan pelabelan secara umum, yaitu:
1. Memberi informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus membuka
kemasan.
2. Berfungsi sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumen tentang halhal yang perlu diketahui oleh konsumen tentang produk tersebut, terutama halhal yang tidak kasat mata atau tidak dapat diketahui secara fisik.
3. Memberi petunjuk yang tepat pada konsumen hingga diperoleh fungsi produk
yang optimum.
4. Sarana periklanan bagi produsen.
5. Memberi rasa aman pada konsumen.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004) dalam Wimala (2011)
menjelaskan bahwa secara garis besar label pangan terbagi menjadi dua bagian,
yaitu:
1. Bagian utama merupakan bagian label yang memuat keterangan penting untuk
diketahui masyarakat. Bagian utama label setidaknya memuat keterangan
mengenai nama produk, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak
yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia,
nomor pendaftaran.
2. Bagian kedua yaitu bagian informasi merupakan bagian label yang tidak
termasuk bagian utama label. Bagian ini mencantumkan keterangan mengenai
daftar bahan atau komposisi, informasi nilai gizi, serta keterangan lain yang
sesuai dengan bab II, pasal PP Nomor 69 Tahun 1999 seperti kode produksi,
tanggal kadaluarsa, petunjuk penyimpanan dan petunjuk penggunaan.

7
Tabel 1 Keterangan tentang label pangan dan fungsinya
No
1

Jenis
Nama produk

2

Daftar bahan
yang
digunakan
Berat bersih

3

Pengertian
Tanda yang dipakai untuk membedakan
makanan yang diperniagakan oleh
seseorang atau badan dari makanan yang
diperdagangkan oleh orang atau badan
lain
Susunan bahan penyusun dan/atau
komponen yang terdapat dalam makanan

Fungsi
Memudahkan pengenalan
produk dan pembeda produk
dengan produk lain

Berat produk di luar kemasan

Mengetahui proporsi isi
terhadap kemasan dan media
Memudahkan konsumen
melakukan pengaduan jika
terjadi sesuatu yang
merugikan
Antisipasi keamanan dan
keselamatan konsumen saat
mengonsumsi suatu produk

4

Nama dan
alamat
produsen

Alamat lengkap yang memproduksi atau
mengedarkan produk pangan tersebut

5

Tanggal
kadaluarsa

6

Kode
produksi

7

Nomor
pendaftaran

Keterangan yang mengindikasikan
tahun, bulan, tanggal kapan makanan
tersebut aman dikonsumsi dari produksi
sampai diterima konsumen
Keterangan berupa huruf atau angka atau
perpaduannya yang menunjukkan
riwayat barang diproduksi
Kode dan nomor yang diberikan BPOM
untuk makanan yang telah terdaftar

Lebih memahami isi produk

Memudahkan dalam mendata
serta mengidentifikasi produk
Mengetahui apakah produk
tersebut telah melalui
pemeriksaan standar BPOM
sehingga aman dikonsumsi

Sumber: dimodifikasi dari Wimala (2011)

Keterangan tentang daftar bahan atau komposisi bahan yang digunakan
dalam kegiatan atau proses produksi pangan dicantumkan pada label sebagai
komposisi secara berurutan dimulai dari bagian yang terbanyak digunakan (bahan
utama), kecuali vitamin, mineral, dan zat penambah gizi lainnya. Bahan yang
digunakan sebagaimana yang dimaksud menggunakan nama yang lazim
digunakan. Pangan yang mengandung bahan tambahan pangan, pada labelnya
harus mencantumkan nama golongan bahan tambahan pangan. Pada label pangan
yang mengandung bahan tambahan pangan golongan antioksidan dan pemanis
buatan, pengawet, pewarna dan penguat rasa harus mencantumkan pula nama
bahan tambahan pangan dan nomor indeks khusus untuk pewarna.
Peraturan pelabelan pangan di Indonesia secara khusus diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Terdapat delapan bab dalam peraturan pemerintah tersebut, ketentuan pelabelan
pangan terdapat pada bab II yang terdiri atas 15 bagian dengan jumlah pasal
sebanyak 42 pasal (pasal 2-43). Isi dari tujuh bab lainnya mencakup, antara lain:
Bab I mencakup ketentuan umum; bab III mengenai iklan pangan; bab IV
mengenai pengawasan; bab V mencantumkan tindakan administratif; serta
ketentuan peralihan, ketentuan khusus, dan ketentuan penutup masing-masing
dijelaskan pada bab VI, VII, dan VIII. Rincian bab II tentang ketentuan label
pangan dapat dilihat pada Tabel 2.

8
Tabel 2 Rincian bab II dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
tentang label pangan
Bagian
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Perihal
Umum
Bagian utama label
Tulisan pada label
Nama produk pangan
Keterangan tentang bahan yang digunakan
Keterangan tentang berat bersih atau isi bersih pangan
Keterangan tentang nama dan alamat
Tanggal kadaluarsa
Nomor pendaftaran pangan
Keterangan tentang kode produksi pangan
Keterangan tentang kandungan gizi
Keterangan tentang iradiasi pangan dan rekayasa genetika
Keterangan tentang bahan pangan yang dibuat dari bahan baku
alamiah
14
Keterangan lain pada label tentang pangan olahan tertentu
15
Keterangan tentang bahan tambahan pangan
Sumber: PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

Pasal
pasal 2-11
pasal 12-14
pasal 15-16
pasal 17-18
pasal 19-22
pasal 23-25
pasal 26
pasal 27-29
pasal 30
pasal 31
pasal 32-33
pasal 34-35
pasal 36-37
pasal 38-42
pasal 43

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 7 ayat b menyatakan kewajiban produsen adalah memberikan informasi
yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. Hal tersebut
relevan dengan tugas produsen untuk mencantumkan label sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Pelaku yang melanggar ketentuan PP No. 69/1999 akan
dikenakan tindakan administratif. Tindakan yang dikenakan dalam pasal 61 ayat
2, antara lain: peringatan secara tertulis; larangan peredaran produk untuk
sementara waktu maupun penarikan produk dari peredaran; pemusnahan pangan
jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia; penghentian produksi
untuk sementara waktu; pengenaan denda (paling tinggi lima puluh juta rupiah);
dan atau pencabutan izin produksi atau izin usaha.

Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen (UU
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999). Di dalam UUPK juga dijelaskan
tujuan dari perlindungan konsumen, yaitu:
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;

9
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha
g. produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
a.
b.

c.
d.
e.
f.
g.
h.

i.

Pasal 4 UUPK menjelaskan mengenai hak-hak konsumen, yaitu:
hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga membahas mengenai
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yang tertuang dalam pasal 8 ayat 1.
Uraian dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau
jasa tersebut;
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

10
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat;
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Bumbu dan Rempah-rempah
Rempah (spice) adalah tanaman atau bagian tanaman yang bersifat aromatik
dan digunakan dalam makanan dengan fungsi utama sebagai pemberi flavor dan
bukan sebagai pemberi komponen gizi. Bumbu merupakan bahan yang
mengandung satu atau lebih rempah (dalam bentuk segar atau terolah) yang
ditambahkan ke dalam makanan pada saat pengolahan atau pada saat preparasi
sebelum makanan tersebut disajikan, yang ditujukan untuk memperkaya flavor,
aroma dan/atau penampakan keseluruhan dari suatu produk makanan (Syamsir
2011). Begitu pula menurut Rokayah 2001 dalam Rosalia 2007 yang menguraikan
bahwa bumbu merupakan campuran yang terdiri atas satu atau beberapa spices
(rempah-rempah) yang ditambahkan pada makanan pada saat pengolahan atau
penyiapan, yang berfungsi untuk meningkatkan flavor alami dari makanan,
sehingga dapat meningkatkan derajat penerimaan konsumen. Formula bumbu
dilakukan dengan mencampurkan dua macam atau lebih rempah-rempah, baik
berdasarkan resep yang telah banyak dikenal maupun berdasarkan penemuanpenemuan baru secara organoleptis dapat diterima oleh konsumen.
Bumbu
dikenal
dengan
dua
istilah
yaitu
seasoning
dan
condiment. Seasoning adalah bumbu yang ditambahkan ke dalam makanan
selama proses pengolahan atau pemasakan (Syamsir 2011) atau bumbu campuran
yang mengandung satu atau lebih rempah-rempah atau ekstrak rempah-rempah
yang meningkatkan rasa makanan yang ditambahkan selama pemrosesan oleh
industri makanan atau selama proses memasak di rumah (Hirasa dan Takemasa
1998). Sedangkan condiment adalah bumbu yang ditambahkan pada makanan
pada tahap preparasi (sebelum disajikan, bukan pada saat pemasakan) (Syamsir
2011) atau campuran yang akan ditambahkan ke makanan ketika dimakan, tidak
selama memasak (Hirasa dan Takemasa 1998), contohnya adalah kecap dan saus.
Syamsir (2011) juga menjelaskan bahwa bumbu komersial biasanya
merupakan campuran dari beberapa rempah yang ditambah dengan flavor
enhancer (garam, monosodium glutamat dan nukleotida) dan pewarna serta
beberapa aditif lainnya yang berfungsi sebagai pengawet, antioksidan, pengental,
penstabil, anti kempal, pemanis dan penambah nilai gizi. Sejalan dengan Syamsir
(2011), Rokayah (2001) dalam Rosalia (2007) menyatakan bahwa komponenkomponen yang digunakan dalam pembuatan bumbu siap pakai olahan industri
antara lain senyawa yang dapat menghasilkan flavour misalnya garam dan
monosodium glutamat, dan senyawa yang dapat memberikan warna, misalnya

11
ekstrak dari hewan dan tumbuhan. Selain itu ditambahkan senyawa aditif
misalnya antioksidan dan pengawet yang berupa antimikroba.

Kajian Riset Terdahulu
Hasil Riset
Gunanta (2007) melakukan penelitian berjudul “Pemenuhan Syarat Label
dari Beras Berlabel di Beberapa Pasar Swalayan Jakarta. Dengan menggunakan
metode analisis isi, terdapat 38 dari 42 merek beras berlabel yang telah
mencantumkan nama dan alamat produsen. Hasil lain menunjukkan bahwa tingkat
pemenuhan syarat kelompok unsur teknis pencantuman label, tulisan pada label,
keterangan minimum label, keterangan lain label, dan keterangan yang dilarang
(tidak diperbolehkan pada label) masing-masing sebesar 78.57 persen (33 merek);
47.62 persen (20 merek); 24.28 persen (10 merek); 91.67 persen (38 merek), dan
92.46 persen (38 merek). Dari 23 unsur yang diteliti, sebagian besar merek
memenuhi 15 sampai dengan 18 unsur label pangan (85.72%). Tidak terdapat
merek beras berlabel yang memenuhi 23 syarat unsur label. Informasi tambahan
yang banyak dicantumkan pada label adalah informasi cara memasak sebanyak 20
merek (47.62%).
Penelitian serupa dilakukan oleh Maradhika (2012) dengan produk berbeda
dengan judul “Kajian Pemenuhan Syarat Label Minuman Sari Buah (Kemasan
Siap Minum) di Beberapa Pasar Swalayan Kota Bogor” menggunakan metode
content analysis untuk membandingkan hasil pengamatan label minuman sari
buah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999. Analisis yang
dilakukan menemukan bahwa pada 68 merek minuman yang diamati
menunjukkan hasil tingkat pemenuhan syarat kelompok unsur keterangan
minimum label sebesar 94.70 persen, tulisan pada label 88.24 persen, teknis
pencantuman label 66.18 persen, keterangan yang dilarang untuk dicantumkan
pada label 90.68 persen, dan keterangan lain pada label yaitu 99.41 persen.
Sebanyak 55 merek dari total 68 merek minuman yang dianalisis (80.88%)
memenuhi ketentuan keterangan minimum yang harus dicantumkan pada label.
Hanya sepuluh merek yang telah memenuhi seluruh syarat pemenuhan unsur label
minuman sari buah.
Kedua penelitian di atas memiliki kesamaan yaitu menggunakan PP
No.69/1999 sebagai dasar peraturan yang digunakan untuk mengevaluasi label
pangan. Maradhika (2012) menambahkan pengamatannya mengenai tingkat
kepedulian dan kesadaran konsumen dalam label minuman sari buah siap minum.
Hasil menunjukkan tanggal kadaluarsa dan komposisi merupakan hal awal yang
diperhatikan oleh konsumen. Hal ini sesuai dengan penemuan Oksowela (2008)
dalam penelitiannya yang mengukur mengenai persepsi konsumen terhadap
tanggal kadaluarsa. Responden selalu memperhatikan informasi produk sebelum
melakukan tindakan pembelian (66%) dan hal yang paling utama diperhatikan
adalah tanggal kadaluarsa produk (38%). Selanjutnya, dapat diketahui pula bahwa
responden tidak mengetahui bahwa perbedaan antara produk ”best before” dengan
produk “best before end” terletak pada daya tahan masing-masing produk (45%).
Berbicara mengenai komposisi, di dalam komposisi tentunya memiliki
daftar bahan yang digunakan dalam proses pembuatannya, tidak terkecuali bahan

12
tambahan pangan. Penelitian mengenai pengetahuan dan persepsi risiko terhadap
bahan tambahan makanan dilakukan oleh Shim SM et al (2011). Sebanyak 430
konsumen yang tinggal di Seoul, Korea berpartisipasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden sangat sadar tentang pengawet, pewarna, dan
pemanis buatan dalam makanan. Lebih dari dua pertiga menyatakan bahwa
informasi tentang aditif makanan cukup. Hampir setengah dari responden memilih
selebaran dan pamflet sebagai media transmisi informasi. Para peserta
menunjukkan bahwa leaflet dan poster berguna untuk memahami baik jenis
maupun fungsi pengawet. Hasil uji coba pra-survei dan pasca-survei tersirat
bahwa persepsi keamanan pada zat aditif makanan dipengaruhi oleh kesadaran
konsumen dan pengetahuan. Studi ini menunjukkan bahwa program komunikasi
dapat mengakrabkan konsumen dengan berbagai jenis bahan tambahan makanan,
sehingga harus dikembangkan dalam rangka meningkatkan persepsi risiko dan
untuk merespon kebutuhan informasi konsumen terhadap zat aditif makanan.
Informasi lain yang terrdapat pada label yaitu klaim produk. Moniharapon et
al (1999) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Klaim Iklan dan Label pada
Produk Pangan” menemukan bahwa isi klaim dari berbagai produk pangan yang
diamati, antara lain: klaim gizi (49.6%) klaim gizi dan cita rasa (29.8%), dan
klaim cita rasa (8.6%). Klaim gizi terdapat pada kategori susu dan hasil olahan
(60.7%), makanan bayi dan anak (66.2%), serta makanan ibu hamil dan menyusui
(100.0%). Klaim subjektif terdapat pada kategori makanan bayi dan anak (76.8%)
serta tepung dan hasil olahan (100.0%). Klaim yang bersifat objektif terdapat pada
susu dan hasil olahan (58.9%) dan makanan diet khusus (80.4%). Sedangkan label
produk pangan yang melanggar aturan pelabelan, yaitu SNM (bubur susu),
Promina (bubur bayi), dan Prenagen (minuman ibu hamil dan menyusui).
Kelebihan dari penelitian ini adalah peraturan yang digunakan sebagai dasar untuk
mengevaluasi klaim dan label ada empat, yaitu The Nutrition Labelling and
Education Act (NLEA, 1994), UU Pangan No. 7/1996, Pedoman Umum Label
dan Periklanan Makanan (Dirjen POM, No.02240/B/SK/VII/91), dan Tata Krama
dan Tata Cara Periklanan Indonesia. Banyaknya dasar peraturan yang digunakan
menjadikan hasil penelitian memiliki sudut pandang yang luas mengenai variabel
yang diteliti.
Konsep dan Variabel Penelitian
Pada penelitian Moniharapon (1999), konsep yang digunakan yaitu
pencarian informasi oleh konsumen melalui label pada kemasan dan variabelvariabel yang digunakan adalah:
1. Kategori iklan berdasarkan produk pangan;
2. Karakteristik iklan (ukuran iklan, intensitas warna, jenis iklan, posisi iklan
dalam majalah, bentuk penyajian iklan, metode penguatan iklan, dan total
frekuensi pemunculan berdasarkan merek produk pangan);
3. Pelanggaran iklan (isi klaim, kesaksian konsumen dan penggunaan tenaga
profesional);
4. Karakteristik label (pernyataan klaim pada label, gambar padalabel, informasi
yang dicantumkan pada label: nama produk, komposisi, isi bersih, nama dan
alamat pabrik/importer, nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal
kadaluarsa, petunjuk/cara penyiapan/penggunaan, nilai gizi, dan
tulisan/pernyataan khusus);

13
5. Karakteristik klaim (isi klaim, objektivitas klaim, verifiabilitas klaim, dan
substantiasi klaim).
Penelitian Maradhika dan Gunanta menggunakan variabel-variabel yang
disesuaikan dengan PP Nomor 69 Tahun 1999, yaitu:
1. Teknis pencantuman label;
2. Tulisan pada label;
3. Keterangan minimum label (nama produk pangan, daftar bahan yang
digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat produsen, serta
tanggal kadaluarsa);
4. Keterangan lain (manfaat pangan bagi kesehatan, pernyataan tentang halal,
nomor pendaftaran pangan, keterangan tentang kode produksi pangan,
kandungan gizi, iradiasi pangan, pangan rekayasa genetika, pangan sintesis
yang dibuat dari bahan baku alamiah, pangan olahan tertentu, dan bahan
tambahan pangan);
5. Keterangan yang dilarang atau tidak boleh dicantumkan (keterangan yang
tidak benar dan menyesatkan, pangan dapat berfungsi sebagai obat,
mencantuman nama dan lembaga yang menganalisis produk pangan,
keterangan pangan mengandung zat gizi lebih unggul dari produk pangan lain,
keterangan pangan terbuat dari bahan baku alamiah apabila pangan dibuat
tanpa menggunakan bahan baku alamiah atau hanya sebagian menggunakan
bahan baku alamiah, dan keterangan pangan terbuat dari bahan segar apabila
pangan terbuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi).
Penelitian Oksowela (2008) mengenai persepsi tanggal kadaluarsa memiliki
variabel penelitian berupa pertanyaan mengenai karakteristik responden (profil
responden), pertanyaan mengenai pengetahuan tanggal kadaluarsa, dan pertanyaan
mengenai perilaku dan persepsi konsumen. Konsep yang digunakan dalam
penetian ini adalah mutu dan keamanan pangan dalam hal ini dapat dilihat melalui
umur simpan produk. Shim SM et al (2011) menggunakan konsep pengetahuan
dan persepsi keamanan konsumen. Variabel yang digunakan yaitu status
sosiodemografi konsumen, pola pembelian dari makanan (jenis makanan yang
sering dibeli, frekuensi pembelian makanan, tempat membeli, atribut penting
ketika membeli makanan), kesadaran konsumen dan persepsi keamanan terhadap
bahan tambahan makanan, kebutuhan informasi mengenai bahan tambahan
makanan, dan efek transmisi pada bahan informasi.
Metode yang Digunakan
Moniharapon et al (1999), Gunanta (2007), dan Maradhika (2012),
menggunakan metode kualitatif pada penelitian mereka. Metode kualitatif yang
digunakan yaitu analisis isi (content analysis). Analisis data yang dilakukan
menggunakan statistika deskriptif.
Oksowela (2008) dalam penelitiannya
menggunakan penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang
mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpul data yang pokok. Data diolah dengan metode statistik menggunakan
analisa tabulasi silang, korelasi Spearman dan ANOVA. Shim SM (2011) et al
menggunakan analisis deskriptif untuk mengidentifikasi pola pembelian makanan
olahan, kesadaran konsumen, dan persepsi keamanan pada bahan tambahan

14
makanan. Tabulasi silang dan chi-square dilakukan untuk menentukan persepsi
keamanan responden berdasarkan data demografi. Evaluasi dari kampanye
pendidikan diukur menggunakan frekuensi dan tabulasi silang. Tes multivariat
juga dilakukan untuk menentukan pengaruh independen dari brosur dan poster
tentang pengetahuan makanan aditif, persepsi keamanan, dan perubahan tingkat
perilaku. Analisis Chi-square digunakan untuk menyelidiki bagaimana informasi
dari brosur dan poster tentang pengawet dapat mempengaruhi pengetahuan,
persepsi keamanan, dan sikap terhadap pengawet.
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Label pangan dan klaim merupakan hal penting yang dibutuhkan oleh
konsumen dalam melakukan proses pembelian. Oleh karena itu, penelitianpenelitian yang telah dijelaskan di atas mengevaluasi label pangan dan klaim
pangan yang tertera berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Penelitian
ini juga melakukan hal yang sama, namun dasar peraturan yang digunakan
ditambah dengan UU Perlindungan Konsumen guna mengevaluasi dari sudut
pandang konsumen itu sendiri. Dilihat dari hasil penelitian terdahulu, ternyata
masih terdapat ketidaksesuaian label yang dicantumkan dalam kemasan dengan
peraturan yang ada. Oleh karena itu, produsen harus berhati-hati dalam
mencantumkan label pangan yang hendak diedarkan atau dijual. Klaim yang
bersifat mengelabui juga masih ada, sehingga konsumen harus jeli dalam memilih
produk yang akan dibeli maupun dikonsumsi. Konsumen juga ternyata sadar akan
pentingnya informasi label pangan, terutama mengenai tanggal kadaluarsa dan
komposisi bahan (bahan tambahan pangan).

KERANGKA PEMIKIRAN
Kuliner Indonesia memiliki beragam rasa yang khas, unik, dan eksotik.
Dalam pembuatannya, dibutuhkan berbagai macam rempah-rempah dan bahan
tambahan lain dengan takaran yang pas dan dibutuhkan waktu agar tercipta
masakan yang lezat. Bagi konsumen yang enggan meracik bumbu, bumbu instan
dan bumbu pelengkap dalam kemasan merupakan kebutuhan yang memberikan
manfaat ganda. Manfaat yang didapat yaitu selain dapat mengefisienkan waktu,
konsumen juga dapat membuat masakan dengan rasa yang konsisten.
Pengenalan kebutuhan akan menyebabkan tekanan (tension) kepada
konsumen sehingga ada dorongan dalam diri (drive state) untuk melakukan
tindakan agar tujuannya tercapai (Sumarwan 2011). Maraknya produk bumbu
instan dan bumbu pelengkap dalam kemasan yang beredar di pasaran, menjadikan
konsumen harus jeli dalam mengambil keputusan pembelian. Salah satu proses
yang harus dijalani konsumen ad