sementara itu pendekatan ini di Jepang dikenal dengan istilah pendekatan PDCA Plan-Do-Check-Action. Dalam konteks dunia pendidikan, manajemen pendidikan
maupun manejemen sekolah adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan dalam upaya untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan
visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan itu sendiri. Berdasarkan pada uraian sebelumnya, keterkaitan antara nilai-nilai perilaku
dalam komponen-komponen moral karakter terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, kebangsaan dan keinternasionalan
membentuk suatu karakter manusia yang unggul. Penyelenggaraan pendidikan karakter memerlukan pengelolaan yang memadai. Pengelolaan yang dimaksudkan
adalah bagaimana pembentukan karakter dalam pendidikan direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan secara memadai.
Sebagai suatu sistem pendidikan, maka dalam pendidikan karakter juga terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang selanjutnya akan dikelola melalui bidang-bidang
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Unsur-unsur pendidikan karakter yang akan direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan tersebut antara lain
meliputi: a nilai-nilai karakter kompetensi lulusan, b muatan kurikulum nilai-nilai karakter, c nilai-nilai karakter dalam pembelajaran, d nilai-nilai karakter pendidik
dan tenaga kependidikan, dan e nilai-nilai karakter pembinaan kepesertadidikan.
2. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah
Dalam mengimplementasikan pendidikan karakter, sebagai sebuah institusi, sekolah dituntut untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, keberhasilan pendidikan karakter terkait dengan kondisi peserta didik. Fungsi pendidikan karakter adalah untuk menunjukkan kesadaran normatif peserta
2
didik, seperti berbuat baik dan melaksanakan tanggung jawabnya agar terinternalisasi pada pembentukan pribadi para peserta didik.
Organ manusia yang berfungsi melaksanakan kesadaran normatif ialah hati nurani atau kata hati. Sementara organ penunjangnya ialah pikiran atau logika.
Pendidikan karakter diprogram untuk upaya kesadaran normatif yang ada pada hati nurani supaya diteruskan kepada pikiran untuk dicari rumusan bentuk perilaku,
kemudian ditransferkan ke anggota badan pelaksana perbuatan. Contoh, mulut pelaksana perbuatan bicara atau bahasa melalui kata-kata, maka sistem mulut
memfungsikan kata-kata bersifat logis atau masuk akal, bahkan dengan landasan kesadaran norma dan tanggung jawab akan terjadi komunikasi dengan perkataan
santun akan jauh dari celaan yang menyakitkan orang lain. Karena itu, pendekatan proses
pembelajaran di
sekolah perlu disesuaikan, yakni
dengan menciptakan iklim yang merangsang pikiran peserta didik untuk dijadikan sebagai alat observasi dalam mengeksplorasi dunia. Interaksi antara pikiran dan
dunia harus memunculkan proses adaptasi, penguasaan dunia dan pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Keberhasilan anak menjalani interaksi
dengan dunia akan membentuk kemampuan merumuskan cita-citanya, bahkan cita- cita itu dijadikan pedoman hidup. Dengan pedoman hidup itu ia menentukan arah
sekaligus membentuk norma hidupnya. Kedua, kondisi
sekolah dapat menciptakan iklim rasa
aman bagi peserta
didiknya. Jika peserta didik tidak merasa aman, seperti merasa jiwa tergonjang, cemas, atau frustrasi akibat mendapatkan pengalaman kurang baik dari sekolah,
maka ia tak akan dapat menanggapi upaya pendidikan dari sekolahnya, bahkan ia sering kali merespons upaya pendidikan dengan bentuk protes atau agresi terhadap
lingkungannya. Perasaan nyaman dan tidak diliputi kecemasan di sekolah hanya
3
mungkin bila suasana sekolah mencintai anak dengan menciptakan iklim keterbukaan, mesra, bahagia, gembira dan ceria.
Ketiga, kebijakan sekolah dalam merumuskan bahan belajar pendidikan berbasis karakter diorientasikan ke masa depan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggambarkan indikasi bentuk baru peradaban masyarakat. Ada dua hal yang menjadi dasar pertimbangannya, yakni 1 proses pembangunan berkonsekuensi
terhadap perubahan bentuk baru kebiasaan hidup masyarakat dan 2 pendidikan berbasis
karakter harus berperan sebagai penyeimbang proses pembangunan.
3. Implemantasi Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran