77
4. Sanksi noninansial terdiri atas tiga jenis:
a Pemberitahuan untuk Mematuhi Ketentuan: pemberitahuan kepada pihak yang diduga melakukan penyimpangan agar
melakukan sejumlah tindakan tertentu sehingga mereka tidak saja kembali ke jalur yang sesuai dengan ketentuan, tetapi juga
menjamin agar penyimpangan serupa tidak lagi terjadi pada masa mendatang Compliance Notices. Misalnya, permintaan
kepada partai politik yang diduga menerima sumbangan yang besarnya Rp 10 juta atau lebih untuk segera melaporkan
sumbangan tersebut kepada KPU.
b Pemberitahuan untuk Pemulihan: pemberitahuan kepada pihak yang diduga melakukan penyimpangan agar mengambil
sejumlah tindakan tertentu untuk memulihkan keadaan kembali ke situasi ketika belum terjadi penyimpangan. Sanksi
ini biasanya dikenakan sebagai kelanjutan dari tindakan lain
Restoration Notice. Misalnya, penyetoran sumbangan yang diterima dari pihak yang dilarang kepada kas negara.
c Pemberitahuan untuk Menghentikan Tindakan: pemberitahuan
kepada pihak tertentu untuk segera menghentikan tindakan yang menimbulkan pelanggaran atau tindakan yang dapat
menimbulkan pelanggaran peraturan Stop Notice. Selain sanksi inansial dan noninasial yang disebutkan di atas, jenis sanksi
lain yang dapat dijatuhkan kepada peserta pemilu yang melanggar ketentuan keuangan partai adalah:
1. Mengembalikan uang yang diterima secara ilegal kepada kas negara.
2. Pencabutan hak mendapat public funding, sebagian atau seluruhnya,
selama dua kali atau lebih pemilu berikutnya.
3. Diskualiikasi sebagai peserta pemilu di daerah pemilihan tertentu.
4. Diskualiikasi sebagai calon terpilih.
5. Pemberhentian sebagai anggota DPR, DPD, atau DPRD.
78
Pengendalian Keuangan Partai Politik
Agar warga masyarakat mengetahui bahwa semua jenis pelanggaran diproses secara adil dan tepat waktu, semua jenis sanksi yang dikenakan kepada
peserta pemilu wajib diumumkan kepada publik.
N. Tantangan dalam Pelaksanaan
Setidak-tidaknya terdapat tiga tantangan bagi Partai Politik dalam melaksanakan kebijakan tentang pengendalian keuangan partai ini. Pertama,
tantangan struktural. Tantangan structural ini tampak pada Kepeminpinan Partai Politik di Indonesia tidak hanya bersifat oligarhis tetapi terutama bersifat
personal. Kepeminpinan seperti inilah yang menyebabkan mengapa sebagian besar soal urusan keuangan tidak terletak pada Bendahara melainkan pada
Ketua Umum. Karena itu partai politik perlu segera memfungsikan seluruh aparat partai sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
Kedua, tantangan kultural atau pola kebiasaan. Belum ada kebiasaan untuk mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran beserta dokumen dan bukti
yang menyertainya. Undang-undang mewajibkan setiap Partai Politik Peserta Pemilu membuka Rekening Khusus Dana Kampanye Pemilu tetapi isi Rekening
itu hanya saldo awal saja. Alasan yang diberikan oleh sejumlah politisi atas keadaan ini sungguh tidak masuk akal, yaitu UU tidak mewajibkan setiap P4
memasukkan setiap penerimaan ke dalam Rekening Khusus Dana Kampanye dan tidak mewajibkan setiap P4 untuk mengambil dana dari Rekening Khusus
Dana Kampanye untuk setiap pengeluaran kegiatan kampanye. Setiap P4 tidak hanya perlu membiasakan diri mencatat setiap penerimaan dan
pengeluaraan dan memelihara setiap dokumen dan bukti yang menyertai penerimaan dan pengeluaran tersebut tetapi juga menggunakan Rekening
Khusus Dana Kampanye tersebut sesuai dengan tujuan pembukaan Rekening.
Dan ketiga, tantangan sumber daya manusia, yaitu belum semua P4 memiliki tenaga terlatih dalam pembukuanakutansi sehingga mengalami kesukaran
tidak saja mencatat semua penerimaan dan pengeluaran tetapi juga dalam menyusun Laporan yang diwajibkan oleh UU. Setiap P4 perlu merekrut tenaga
terlatih dalam bidang akutansi atau menyekolahkan sejumlah kader dalam bidang akutansi tersebut. Persoalan pembukuan bagi Partai Politik bukanlah
sekedar soal teknis belaka melainkan persoalan kepercayaan publik tidak saja karena Partai Politik merupakan badan public tetapi terutama karena Partai
Politik memegang dan melaksanakan kekuasan negara.
79
Bab 5 Rekomendasi untuk Pengendalian
Keuangan Partai Politik
Rekomendasi berikut disusun berdasarkan sejumlah pemikiran. Pertama, partai politik peserta pemilu memerlukan dana yang tidak sedikit untuk
dapat melaksanakan fungsinya sebagai jembatan antara masyarakat dengan negara sebagaimana dikemukakan pada Bab II. Uang merupakan kebutuhan
mutlak untuk proses politik demokratis, dan partai politik harus memiliki akses terhadap dana untuk dapat berperan dalam proses politik. Proses politik
demokratis tidak akan dapat berlangsung tanpa keuangan yang memadai. Partai politik tidak akan dapat mengorganisasi dirinya, para politikus tidak
akan dapat berkomunikasi dengan publik, dan kampanye pemilu tidak akan dapat dilaksanakan bila mereka tidak memiliki dana yang memadai.
Bahkan untuk konteks Indonesia, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan penugasan kepada partai politik, yaitu menjadi peserta Pemilu
Anggota DPR dan DPRD dan menjadi pihak yang mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dan belakangan UU menugaskan partai
politik mengusulkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dengan tugas ini, partai politik tidak hanya berarti badan publik, tetapi juga
para kader partai politiklah yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan lembaga legislatif dan eksekutif. Karena itu, dana partai tidak hanya tak
terhindarkan, tetapi juga diperlukan.
Akan tetapi uang tidak pernah tidak menjadi masalah money is never an unproblematic dalam sistem politik karena uang juga merupakan akar
sejumlah kejahatan politik. Hal ini tidak hanya karena uang mengendalikan proses politik uang tidak hanya menentukan siapa yang mendapatkan
kekuasaan, tetapi juga menentukan siapa yang diuntungkan oleh kebijakan publik; tetapi juga karena proses politik mengendalikan uang kewenangan
digunakan untuk mendapatkan uang.
Karena itu peran uang dalam proses politik, khususnya dana yang digunakan partai politik dan para politikus dalam kampanye pemilu, perlu dikendalikan
melalui regulasi. Regulasi tentang keharusan tranparansi laporan keuangan
disclosure, misalnya, akan dapat membantu pengendalian pengaruh
80
Pengendalian Keuangan Partai Politik
negatif uang dalam proses politik, tetapi hanya apabila regulasi tersebut dipersiapkan dan diimplementasikan dengan baik. Pengawasan yang efektif
terhadap regulasi keuangan partai tidak hanya tergantung pada aktivitas interaksi antar-pemangku kepentingan stakeholders, seperti regulator,
organisasi masyarakat sipil, dan media massa; tetapi juga pelaksanaan prinsip transparansi tersebut. Peningkatan kesadaran publik tentang pentingnya
pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam keuangan partai politik sangat menentukan berfungsinya lembaga demokrasi.
Kedua, partai politik di Indonesia tidak lagi dapat dikategorikan sebagai partai massa karena telah gagal menyediakan insentif bagi para anggota untuk tidak
saja bersedia aktif dalam partai tetapi juga bersedia memberikan iuran dan sumbangan lain kepada partai. Partai politik di Indonesia dapat dikategorikan
sebagai partai pasca-massa yang kegiatannya tidak lagi dibiayai oleh para anggota post-mass party in free riding society. Para anggota tidak membayar
iuran kepada partai sesuai dengan ADART partai tidak hanya karena partai memang tidak melaksanakan ADART partai yang menempatkan
anggota sebagai pemegang kedaulatan partai tetapi juga karena partai lebih berorientasi pada mencari dan mempertahankan kekuasaan daripada
berorientasi pada memperjuangkan alternatif kebijakan publik sesuai dengan ideologi partai dan kehendak para anggota dan simpatisan.Hal
ini terjadi karena kepercayaan para anggota kepada partai politik semakin menurun. Empat fakta berikut membuktikan hal itu: jumlah anggota partai
menurun atau basis pendukung partai makin berkurang, jumlah pemilih yang menggunakan hak pilih menurun dari Pemilu ke Pemilu berikutnya,
jumlah suara yang dicapai partai pemenang Pemilu menurun dari Pemilu ke Pemilu berikutnya, dan jumlah swing voter meningkat dari Pemilu ke Pemilu
berikutnya setiap Pemilu melahirkan dua partai baru dengan jumlah suara melebihi ambang-batas masuk DPR.
Ketiga, hanya para kader yang mempunyai ambisi akan kekuasaan dalam partai atau dalam pemerintahan sajalah yang bersedia menyediakan
dana bagi kegiatan partai. Para anggota partai yang tidak memiliki ambisi kekuasaan akan dengan segera menyadari bahwa mereka tidak memiliki
pengaruh apapun jua terhadap keputusan partai. Karena kegiatan partai memerlukan dana yang cukup besar, maka para kader kemudian berupaya
mencari dana dari sumber keuangan lainnya. Partai politik peserta pemilu di Indonesia membiayai kegiatannya dari tiga sumber utama berikut, tetapi tidak
ada satupun partai politik tersebut membiayai kegiatannya berdasarkan iuran