DAMPAK KONVERSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI PADI DI KABUPATEN MAGELANG (Studi Kasus di Kecamatan Mertoyudan)

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Choirul Chafidhoh 20120210071

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

i SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh

Derajat Sarjana Pertanian

Oleh : Choirul Chafidhoh

20120210071

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan :

1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakartamaupun di perguruan tingi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing

3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh Karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing,

4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan pabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Yogyakarta,

Yang membuat pernyataan

Choirul Chafidhoh 20120210071


(4)

iv

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmannirrohim.

Alhamdulliah segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas ridho, kasih sayang, izin dan hidayah-Nya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap Produksi Padi (Studi Kasus Kecamatan Mertoyudan) merupakan karya ilmiah yang bertujuan untuk memahami sekaligus mengkaji kaitan antara kegiatan konversi lahan pertanian dengan kondisi kesejahteraan masyarakat khususnya petani secara sosial, ekonomi dan ekologis.

Penulisan skripsi terselesaikan dengan bimbingan, saran dan sumbangan pemikiran yang menarik dari berbagai pihak. Dengan rasa kekaguman dan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.Ir. Gunawan Budiyanto, MP dan Dr.Ir. Gatot Supangkat, M.P selaku pembimbing studi pustaka sekaligus pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati Penulis menerima kritikan dan saran yang membangun untuk penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi dikemudian hari.


(5)

v DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN …...……… ii

HALAMAN PERNYATAAN...………....iii

KATA PENGANTAR...………iv

DAFTAR ISI...………v

DAFTAR TABEL...………...vi

DAFTAR GAMBAR...……….vii

DAFTAR LAMPIRAN...………..vii

INTISARI...………ix

ABSTRACT...……….x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 2

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Batasan Studi ... 6

F. Kerangka Pemikiran ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Lahan Sawah ... 8

B. Konversi Lahan ... 8

C. Dampak Konversi Lahan... 10

D. Produksi Padi ... 13

III. TATA CARA PENELITIAN ... 14

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

B. Metode Penelitian dan Analisis Data ... 14

C. Jenis Data ... 20

IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI ... 22

A. Letak Geografis ... 22

B. Klimatologi ... 23

C. Tinggi Tempat ... 24

D. Jenis Tanah ... 24

E. Penggunaan Lahan ... 25

F. Kecamatan Mertoyudan ... 26

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi ... 29

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ... 36

VI. PENUTUP ... 42

A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 42 Lampiran - lampiran


(6)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis Data Penelitian ... 9

2. Penggunaan Lahan di Kabupaten Magelang ... 25

3. Luas penggunaan lahan 2014 ... 27

4. Produksi padi ... 28

5. Perkembangan Laju konversi lahan Kecamatan Mertoyudan ... 29

6. Perkembangan luas tanam Kecamatan Mertoyudan ... 32


(7)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran ... 7

2. Peta wilayah Kabupaten Magelang ... 22

3. Peta Kecamatan Mertoyudan ... 26

4. Hubungan antara konversi lahan dengan produksi padi ... 30

5. Hubungan antara luas tanam dengan produksi padi ... 33

6. Hubungan antara luas panen ... 34


(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran ... 7

2. Peta wilayah Kabupaten Magelang ... 22

3. Peta Kecamatan Mertoyudan ... 26

4. Hubungan antara konversi lahan dengan produksi padi ... 30

5. Hubungan antara luas tanam dengan produksi padi ... 33

6. Hubungan antara luas panen ... 34


(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Daftar responden Lampiran II. Kuisioner penelitian Lampiran II. Hasil tabulasi

Lampiran III. Data luas sawah, konversi, luas panen Lampiran IV. Hasil Analisis Regresi


(10)

(11)

2016

This research was done using survey method with primary and secondary datas collecting. The datas collection were analyzed descriptively and to figure the relation between paddy field conversion and rice production, regression analysis was done.

The result showed that socio-economic and government policy were the effect factors of the conversion of paddy field. The paddy field conversion had no significantly effect to planting area, harvesting area decreasing, and rice production. Keyword: conversion land , rice production , Magelang


(12)

ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur perekonomian. Konversi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan tersebut. Konversi lahan merupakan ancaman serius terhadap ketahanan pangan karena dampak dari konversi lahan bersifat permanen. Lahan sawah yang telah dikonversi ke penggunaan lain dipertanian sangat kecil peluangnya untuk berubah kembali menjadi lahan sawah (Agus Pakpahan, 2007).

Fenomena alih fungsi lahan pertanian di Indonesia sudah menjadi perhatian semua pihak. Penyusutan lahan sawah di Indonesia periode 1979-1999 mencapai 1,6 juta hektar atau 81.376 hektar/tahun. Penyusutan lahan di Pulau jawa sendiri mencapai 61,57 % atau 1 juta hektar atau 50.100 hektar/tahun (Isa, 2012). Menurut Irawan B dan Prayitno (2012), konversi lahan telah menyebabkan hilangnya setara 50,9 juta ton gabah atau sekitar 2,82 juta ton gabah per tahun. Perubahan penggunaan lahan ini sejalan dengan penelitian Sudaryanto (2005) bahwa selama periode 1981-1999 telah kehilangan produksi padi sebesar 8,89 juta ton, dimana 6,86 juta ton terjadi di Pulau Jawa dan 2,03 juta ton di Luar Jawa.

Di Indonesia, Konversi lahan merupakan masalah krusial. Konversi lahan pertanian menjadi areal pemukiman, perkotaan atau daerah industry lebih banyak terjadi pada areal persawahan. Akibat dari konversi lahan tersebut semakin


(13)

sulitnya mempertahankan self sufficiency untuk memenuhi kebutuhan panagan nasional yang semakin meningkat seiring dengan tingginya laju pertambahan penduduk (Wicaksono, 2007).

Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa Tengah yang juga mengalami alih fungsi lahan. Perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian di beberapa wilayah Kabupaten Magelang salah satunya

Kecamatan Mertoyudan. Menurut data BPS, Kabupaten Magelang mengalami perubahan luas lahan sawah sebesar 2.539 hektar dari tahun 2000 sampai 2010 yang menunjukkan perubahan terbesar di Jawa Tengah. Berdasarkan data penggunaan lahan Sawah BPN yang telah berizin, Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang Tahun 2000 dan 2010, yaitu pada tahun 2000 sebesar 142.823 hektar sedangkan tahun 2010 sebesar 133.962 hektar, sehingga mengalami perubahan sebesar 88,60 hektar yang merupakan perubahan tertinggi di Kabupaten Magelang. Hal ini menunjukkan bahwa di Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang mengalami alih fungsi lahan sawah ke non sawah, termasuk ke penggunaan non pertanian.

B. Perumusan Masalah

Konversi lahan sawah di Indonesia yang terus berlangsung dan sulit dihindari, berdampak serius terhadap penyediaan beras nasional. Lahan pertanian yang semulanya berfungsi sebagai sektor pertanian berubah fungsi menjadi lahan nonpertanian, seperti kompleks perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan sarana publik dapat menimbulkan dampak negatif secara


(14)

ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bagi ketahanan pangan nasional, konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius, mengingat konversi lahan tersebut sulit dihindari, sementara dampak yang ditimbulkan terhadap masalah pangan bersifat permanen, kumulatif, dan progresif. Oleh karena itu, hilangnya lahan sawah akibat dikonversi ke penggunaan non pertanian akan mengurangi manfaat dari lahan. Kegiatan konversi lahan menyebabkan turunnya tingkat produksi padi di Indonesia, khususnya di Kabupaten Magelang sedangkan kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Berdasarkan permasalahan ini, penelitian ini memiliki permasalahan :

1. Faktor apa saja yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Kabupaten Magelang khususnya Kecamatan Mertoyudan?

2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya penurunan luas lahan pertanian terhadap produksi padi di Kabupaten Magelan khususnya Kecamatan Mertoyudan?

3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini, yaitu:

1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Kabupaten Magelang khusunya Kecamatan Mertoyudan.

2. Menganalisis dampak yang ditimbulkan dari konversi lahan pertanian terhadap produksi padi di Kabupaten Magelang khususnya Kecamatan Mertoyudan.


(15)

3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah melalui dinas terkait dalam mengidentifikasi variabel yang dapat mempengaruhi dampak konversi lahan pertanian terhadap ketersediaan pangan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti-peneliti lainnya yang melakukan penelitian dengan objek yang sama.

4. Batasan Studi

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Magelang, tepatnya yaitu di Kecamatan mertoyudan, Kabupaten Magelang. Kecamatan Mertoyudan terdiri dari 13 desa yakni Banjarnegoro, Banyurojo, Bondowoso, Bulurejo, Danurejo, Deyangan, Donorojo, Jogonegoro, Kalinegoro, Mertoyudan, Pasuruhan, Sukorejo dan Sumberrejo. Kecamatan Mertoyudan merupakan daerah yang paling tinggi mengalami konversi lahan.

5. Kerangka Pikir Penelitian

Kabupaten Magelang merupakan salah satu Kabupaten penghasil pangan di Provinsi Jawa Tengah. Persawahan di Kabupaten Magelang terdapat 2 macam yaitu sawah irigasi seluas 28.801 hektar dan tadah hujan (reservation) seluas 8.091 hektar. Melihat luas lahan rata-rata dan produktivitas padi berkisar 8 ton/hektar, hal ini ermasuk dalam hasil panen yang tinggi di Kabupaten Magelang. Kecamatan Mertoyudan merupakan daerah perbatasan antara kota dan desa yang memiliki sifat yang mirip dengan daerah wilayah perkotaan atau daerah


(16)

peralihan. Kecamatan Mertoyudan merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan daerah perkotaan dan memiliki kontribusi sendiri bagi jalur transportasi yang menghubungkan Semarang, Magelang dan Yogyakarta. Selain itu, Kecamatan Mertoyudan merupakan pusat permukiman di Kabupaten Magelang dan sebagian lahan pertanian telah berubah menjadi pemukiman penduduk atau non pertanian dan menyebabkan kegiatan pertanian di daerah tersebut berkurang.

Luas lahan sawah di Kabupaten Magelang yang cukup luas akhir-akhir ini mengalami penyempitan. Konversi lahan pertanian adalah perubahan alih fungsi lahan sektor pertanian menjadi nonpertanian. Lahan padi sawah yang luas sangat penting untuk menghasilkan produktivitas padi yang maksimal. Pola tanam padi yang disesuaikan dengan iklim yang sedang terjadi juga merupakan salah satu cara untuk menanggulangi gagal panen atau menurunnya hasil produksi padi.

Dalam proses laju konversi lahan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor Secara umum, konversi lahan pertanian dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan dampak transformasi struktur ekonomi dan demografis. Lahan tidak berubah tetapi permintaan meningkat. Sedangkan faktor internal adalah karena kemiskinan. Buruknya kondisi sosial ekonomi, harga barang yang semakin meningkat, produksi yang berkurang, banjir, kekeringan, serta anjloknya harga harga hasil pertanian membuat petani lebih memilih untuk menjual tanah mereka untuk mendapatkan uang secara mudah.

Peran pemerintah dalam menanggulangi permasalahan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian sangatlah penting. Pemerintah harus berani membuat kebijakan menetapkan lahan pertanian untuk digunakan sebagaimana


(17)

mestinya. Dengan kata lain, lahan-lahan ini tidak boleh dikonversi untuk keperluan sektor non-pertanian. Hal ini dilakukan agar produktivitas padi tetap stabil atau bahkan meningkat, sehingga kebutuhan bersa tercukupi dan tidak bergantung pada impor.

Konversi lahan pertanian sawah menjadi kecemasan, karena kegiatan konversi tersebut mengancam ketahanan pangan dalam hal produksi padi dimana semakin terkonversinya lahan pertanian khususnya persawahan, maka secara otomatis produksi padi akan semakin menurun. Produksi padi secara nasional terus meningkat setiap tahunnya, dengan laju pertumbuhan yang cenderung semakin menurun. Konversi lahan pertanian menjadi non pertanian karena pesatnya pembangunan dianggap salah satu penyebab menurunnya produksi padi.


(18)

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, lebih jelasnya dapat dilihat pada skema di bawah:

Gambar1. Kerangka pemikiran konversi lahan Kab. Magelang

Luas lahan Pertanian

Produksi Padi

Konversi

Kecamatan Mertoyudan

Pola Tanam

Dampak Konversi Lahan Sawah Pertanian Terhadap Produksi Padi


(19)

8

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lahan Sawah

Lahan sawah dapat dianggap sebagai barang publik, karena selain memberikan manfaat yang bersifat individual bagi pemiliknya, juga memberikan manfaat yang bersifat sosial. Lahan sawah memiliki fungsi yang sangat luas terkait dengan manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat bawaan. Manfaat langsung berhubungan dengan perihal penyediaan pangan, penyediaan kesempatan kerja, penyediaan sumber pendapatan bagi masyarakat dan daerah, sarana penumbuhan rasa kebersamaan (gotong royong), sarana pelestarian kebudayaan tradisional, sarana pencegahan urbanisasi, serta sarana pariwisata. Manfaat tidak langsung terkait dengan fungsinya sebagai salah satu wahana pelestari lingkungan. Manfaat bawaan terkait dengan fungsinya sebagai sarana pendidikan, dan sarana untuk mempertahankan keragaman hayati (Rahmanto, dkk., 2002).

B. Konversi Lahan

Lahan sebagai salah satu faktor produksi merupakan sumber hasil-hasil pertanian yang menjadi tempat proses produksi dan hasil produksi diperoleh. Dalam pertanian terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, faktor produksi lahan mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima dari lahan dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya.


(20)

Bagi petani, lahan mempunyai arti yang sangat penting. Dari situlah mereka dapat mempertahankan hidup bersama keluarganya, melalui kegiatan bercocok tanam dan berternak. Karena lahan merupakan faktor produksi dalam berusaha tani, maka keadaan status penguasaan terhadap lahan menjadi sangat penting. Ini berkaitan dengan keputusan jenis komoditas apakah yang mau diusahakan dan juga berkaitan dengan besar kecilnya bagian yang akan diperoleh dari usahatani yang diusahakan.

Tri Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Irawan B (2004) mengungkapkan bahwa konversi lahan berawal dari permintaan komoditas pertanian terutama komoditi pangan yang kurang elastis terhadap pendapatan dibanding permintaan komoditi non pertanian. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi yang berdampak pada peningkatan pendapatan penduduk cenderung menyebabkan naiknya permintaan komoditi non pertanian dengan laju lebih tinggi dibanding permintaan komoditi pertanian. Konsekuensi lebih lanjut adalah, karena kebutuhan lahan untuk memproduksi setiap komoditi merupakan turunan dari permintaan komoditi yang bersangkutan, maka


(21)

pembangunan ekonomi yang membawa kepada peningkatan pendapatan akan menyebabkan naiknya permintaan lahan untuk kegiatan di luar pertanian dengan laju lebih cepat dibanding kenaikan permintaan lahan untuk kegiatan pertanian.

Perubahan jenis lahan merupakan penambahan penggunaan jenis lahan di satu sektor dengan diikuti pengurangan jenis lahan di sektor lainnya. Dengan kata lain perubahan penggunaan lahan merupakan berubahnya fungsi lahan pada periode waktu tertentu, misalnya saja dari lahan pertanian digunakan untuk lahan non pertanian. Menurut Wahyunto (2001), perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Menurut Irawan (2005), ada dua hal yang mempengaruhi alih fungsi lahan. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan.

C. Dampak Konversi Lahan

Dampak konversi lahan pertanian menyangkut berbagai dimensi kepentingan yang luas yaitu tidak hanya mengancam keberlanjutan


(22)

swasembada pangan, tetapi juga berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja, pemubaziran investasi irigasi, pemerataan kesejahteraan, kualitas lingkungan hidup dan kemapanan struktur sosial masyarakat. Adapun dampak konversi lahan pertanian adalah sebagai berikut:

1. Acaman terhadap keberlangsungan swasembada pangan. Berkurangnya produksi pangan akibat konversi lahan pertanian adalah bersifat permanen, karena proses konversi lahan pertanian menjadi non pertanian sifatnya tidak dapat balik (irreversible) yaitu sekali lahan pertanian tersebut berubah fungsi maka lahan tersebut tidak dapat lagi digunakan sebagai sawah. Kegiatan konversi lahan sawah cenderung menimbulkan penurunan produksi per satuan lahan yang semakin besar dari tahun ke tahun, sebaliknya pencetakan sawah cenderung memberikan dampak peningkatan produksi per satuan lahan yang semakin kecil. Kecenderungan demikian terjadi karena konversi lahan sawah semakin bergeser ke daerah dengan teknologi usahatani yang cukup tinggi, sedangkan pencetakan lahan sawah semakin bergeser ke daerah dengan teknologi usahatani yang semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan sumberdaya alam (lahan dan air) yang potensial bagi pencetakan sawah semakin terbatas (Irawan dan Friyatno, 2012).

2. Ancaman terhadap kualitas lingkungan. Lahan pertanian tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk budidaya padi tetapi dapat menjadi lahan yang efektif untuk menampung kelebihan air resapan, pengendali


(23)

banjir dan pelestarian lingkungan. Apabila sehamparan lahan sawah beralih fungsi untuk pembangunan kawasan perumahan, hotel atau industri maka dengan sendirinya lahan di sekitarnya akan terkena pengaruh dari konversi tersebut. Lahan untuk menampung kelebihan air akan semakin berkurang sehingga bencana seperti banjir akan semakin sering terjadi. Selain itu harga lahan tersebut pada umumnya akan meningkat dan apabila pemiliknya tetap untuk digunakan sebagai usaha tani maka dalam jangka panjang kualitas lingkungan ekologinya akan menurun sehingga produktifitas juga menurun.

3. Ancaman terhadap penyerapan tenaga kerja. Konversi lahan pertanian pada hakikatnya tidak hanya menyangkut hilangnya peluang memproduksi pangan tetapi juga menyangkut hilangnya kesempatan kerja. Seperti diketahui usaha tani mempunyai kaitan dengan berbagai usaha di bagian hulu dan hilir, maka dengan lahan terkonversi akan hilang kesempatan untuk mendapat pekerjaan.

D. Produksi Padi

Produksi adalah proses mengubah input menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah. Input dapat terdiri dari barang atau jasa yang digunakan dalam proses poduksi dan output adalah barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu proses produksi (Sri Adiningsih, 1995). Produksi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menciptakan atau menambah nilai guna atau manfaat baru. Guna atau manfaat mengandung pengertian kemampuan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Jadi produksi meliputi


(24)

semua aktifitas menciptakan barang dan jasa. Sesuai dengan pengertian produksi diatas, maka produksi pertanian dapat dikatakan sebagai suatu usaha pemeliharaan dan penumbuhan komoditi pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pada proses produksi pertanian terkandung pengertian bahwa guna dan manfaat suatu barang dapat diperbesar melalui suatu penciptaan guna bentuk yaitu dengan menumbuhkan bibit sampai besar dan pemeliharaan.

E. Faktor Produksi Faktor – faktor yang mempengaruhi produksi padi:

1. Lahan Pertanaman

Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi ke luar. Faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkan faktor-faktor produksi lainnya (Mubyarto, 1995).

Rukmana (1997), Pengolahan tanah secara sempurna sangat diperlukan agar dapat memperbaiki tekstur dan struktur tanah, memberantas gulma dan hama dalam tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, mendorong aktivitas mikroorganisme tanah serta membuang gas-gas beracun dari dalam tanah. Penyiapan lahan untuk tanaman jagung dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu tanpa olah tanah (TOT) atau disebut zero tillage, pengolahan tanah minimum (minimum tillage) dan pengolahan tanah maksimum.


(25)

2. Luas Panen

Luas panen adalah luasan tanaman yang diambil hasilnya setelah tanaman tersebut cukup umur. Jumlah luas panen akan mempengaruhi besar produksi yang dihasilkan.

3. Bahan Tanam

Input dasar yang paling penting dalam pertanian adalah mutu benih, mutu benih yang baik merupakan dasar bagi produktifitas pertanian yang lebih baik. Benih merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam budidaya tanaman, karena faktor tersebut ikut menentukan produksi. Kualitas benih itu sendiri akan ditentukan dalam proses perkembangan dan kemasakan benih, panen dan perontokan, pengeringan, penyimpanan benih sampai fase pertumbuhan di persemaian. Menurut Qamar dan Setiawan (1995) mutu benih adalah hal yang penting dalam usaha produksi benih. Produsen atau pedagang benih yang maju menggunakan mutu sebagai suatu teknik kompetitif sebagaimana harga dan pelayanan. Mutu merangsang ketertarikan konsumen, membantu produsen dan pedagang benih membangun reputasi positif atau kesan yang baik dan menghasilkan konsumen yang puas dan bisnis yang berkelanjutan.

Penggunaan benih bermutu akan memberi banyak keuntungan bagi petani diantaranya akan mengurangi resiko kegagalan budidaya karena benih bermutu akan mampu tumbuh baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan, bebas dari serangan hama penyakit sehingga dengan


(26)

demikian hasil panen dapat sesuai dengan harapan (Qamara dan Setiawan, 1995).

4. Pupuk

Pupuk adalah material yang ditambahkan pada medium tanam atau

tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga

mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun non-organik (mineral). Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme. Meskipun demikian, ke dalam pupuk, khususnya pupuk buatan, dapat ditambahkan sejumlah material suplemen.

Dalam pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan tumbuhan tersebut, agar tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalu banyak zat makanan dapat berbahaya bagi tumbuhan. Pupuk dapat diberikan lewat tanah ataupun disemprotkan ke daun. Salah satu jenis pupuk organik adalah kompos.

5. Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah :


(27)

a. Tersedianya tenaga kerja

Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.

b. Kualitas tenaga kerja

Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan alat tersebut.

c. Tenaga kerja musiman

Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri. Tenaga kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak perlu dinilai dengan uang tetapi terkadang juga membutuhkan tenaga kerja tambahan misalnya dalam penggarapan tanah baik dalam bentuk


(28)

pekerjaan ternak maupun tenaga kerja langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin. Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi daripada upah tenaga kerja manusia ( Mubyarto, 1995).


(29)

18

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Magelang yaitu di Kecamatan Mertoyudan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan Juni 2016. Proses penelitian meliputi pengumpulan data, analisis data sampai dengan seminar hasil penelitian.

B. Metode Penelitian dan Analisis Data 1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer dalam penelitian ini survei melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Menurut Widyatama (2010) dalam Adhi Sudibyo (2011) metode survey adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara factual. Untuk data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan inventarisasi data sekunder.

2. Metode Pemilihan Lokasi

Daerah penelitian ditentukan secara Stratifed random sampling Menurut Arikunto (2006), metode pengambilan sampel acak terstratifikasi (stratified random sampling) adalah metode pemilihan sampel dengan acara membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata, dan kemudian sampel diambil secara acak dari setiap strata tersebut. Pemilihan yaitu dimulai dengan mengelompokkan berdasarkan pada daerah atau kecamatan yang mempunyai konversi lahan lebih tinggi berdasarkan data penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian pada tahun 2011-2014. Berdasarkan laju konversi


(30)

lahan yang terjadi di Kabupaten Magelang diambil satu kecamatan, yaitu Kecamatan Mertoyudan dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Magelang.

3. Metode Pemilihan Responden a. Petani

Pengambilan sampel responden dilakukan dengan purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Populasi dari penelitian ini yakni petani di Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Responden yang dipilih pada penelitian ini yakni petani yang lahannya telah dikonversi menjadi non pertanian baik seluruh lahan maupun sebagian di daerah penelitian. Kecamatan Mertoyudan diambil 6 Desa sebagai tempat penelitian dan setiap desa diambil 10 petani sebagai responden, sehingga total responden 60 petani.

b. Mantri Tani dan Penyuluh

Responden yang dipilih mantri tani dan penyuluh, dengan jumlah responden dalam satu kecamatan terdapat 1 mantri tani dan setiap desa terdapat 1 orang penyuluh, sehingga total responden terdapat 1 mantri tani dan 6 penyuluh di Kecamatan Mertoyudan.

4. Analisis Data

Data primer yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan dan produksi padi di Kabupaten Magelang. Data sekunder yang diperoleh dianalisis regresi untuk mencari pola hubungan antar laju konversi lahan dan produksi padi.


(31)

C. Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan dengan cara observasi dan wawancara.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, intansi pemerintah terkait seperti Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Magelang, Dinas Pertanahan Kabupaten Magelang, serta dari internet.

Tabel 1. Jenis Data Penelitian

No Jenis Data Lingkup Bentuk

Data

Sumber 1. Geografis Wilayah a. Batas wilayah

b. Luas wilayah c.Ketinggian tempat

Soft copy Website Resmi Kabupaten Magelang 2. Peta Wilayah Kabupaten

Magelang

Kabupaten Magelang, Kecamatan Mertoyudan

Soft copy Dinas Pertanahan Kabupaten Magelang

3. Luas Konversi Kecamatan

Mertoyudan

Soft copy Dinas Pertanahan Kabupaten Magelang 4. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten

Magelang, Kecamatan Mertoyudan

Soft copy Dinas Pertanahan Kabupaten Magelang 5. Luas tanam, Luas panen,

Produksi padi, Hasil, Produktivitas

Kecamatan Mertoyudan

Soft copy Dinas Pertanian Kabupaten Magelang


(32)

6. Kondisi Sosial dan Ekonomi a. Tingkat Pendidikan b. Pendapatan c. Analisis

usaha tani padi d. Pola tanam e. Sebaran usia

Kuisioner Wawancara petani

7. Konversi Lahan a. Luas sawah b. Luas lahan setelah konversi c. Produksi padi

Kuisioner Wawancara petani


(33)

IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten Temanggung, Kabupaten Semarang, Kota Magelang dan lain sebagainya. Memiliki koordinat antara 110o26’ 51” dan 110o26’ 58” Bujur Timur dan 7o19’13” dan 7o42’ 16” Lintang Selatan. Peta admistrasi Kabupaten Magelang serta posisi Kabupaten Magelang di wilayah Provinsi Jawa Tengah di bawah ini

Gambar 2. Peta Wilayah Kabupaten Magelang Sumber: Kabupaten Magelang Dalam Angka 2014

Adapun batas wilayah administrasi Kabupaten Magelang adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang;


(34)

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali;

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Daerah Istimewa Yogyakarta

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo;

5. Wilayah tengah berbatasan dengan Kota Magelang. B. Klimatologi

Wilayah Kabupaten Magelang merupakan daerah yang sejuk. Curah hujan rata-rata 1.937 mm/tahun dengan curah hujan tertinggi pada bulan November 394 mm dan bulan Maret 382 mm. Suhu udara di Kabupaten Magelang rata-rata adalah 25,620C, dengan kelembaban udara 82%.

C. Tinggi Tempat

Wilayah Kabupaten Magelang merupakan daerah dengan topografi beragam. Daerah topografi datar memiliki luas 8.599 hektar, daerah yang bergelombang seluas 44.784 hektar, daerah yang curam 41.037 hektar dan sangat curam 14.155 hektar dengan ketinggian wilayah antara 0 – 3.065 meter di atas permukaan laut, ketinggian rata-rata 360 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Magelang secara topografi merupakan dataran tinggi yang berbentuk menyerupai cawan (cekungan) karena dikelilingi oleh 5 (lima) gunung yaitu


(35)

Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing, dan Pegunungan Menoreh (Kabupaten Magelang dalam Angka, 2013).

D. Jenis Tanah

Wilayah Kabupaten Magelang di bagian tengah merupakan tanah endapan/alluvial yang merupakan lapukan dari batuan induknya. Endapan aluvial menempati satuan geomorfik dataran aluvial di sepanjang sungai-sungai yang besar yaitu sungai Progo dengan cabang-cabangnya yang mengalir di wilayah Kecamatan Salaman sampai Kecamatan Borobudur. Endapan aluvial sangat baik sebagai batuan akuifer (penyimpan air tanah) sekaligus sebagai penghasil pasir dan batu.Sedangkan di lereng dan kaki gunung merupakan tanah endapan vulkanis. Jenis tanah di Kabupaten Magelang sebagian besar latosol dan regosol, sebagian lainnya adalah andosol, litosol, dan aluvial. Rata-rata mempunyai kedalaman efektif tanah yang cukup 30 – 90 cm (Kabupaten Magelang dalam Angka, 2013).

E. Penggunaan Lahan

Luas wilayah Kabupaten Magelang adalah 108.573 hektar. Berdasarkan data BPS Tahun 2014, alokasi penggunaan lahan di Kabupaten Magelangmencakup luas 86.410 hektar lahan pertanian, yang terdiri dari lahan sawah (wetland) seluas 36.982 hektar dan lahan kering seluas 41.923 hektar, adapun peruntukan lahan sawah diantaranya adalah sawah irigasi seluas 28.801 hektar dan tadah hujan (reservation) seluas 8.091 hektar.

Sedangkan peruntukan lahan kering adalah tegalan seluas 32.679 hektar, perkebunan seluas 394 hektar, ditanami pohon atau hutan rakyat seluas 6.312


(36)

hektar, padang penggembalaan seluas 2 hektar, sementara ditanami atau diusahakan seluas 107 hektar, dan lainnya(kolam/empang/hutan dan lain-lain) seluas 10.024 hektar. Sedangkan, lahan bukan pertanian mencakup area seluas 22.163 hektar.

Variasi penggunaan lahan Kabupaten Magelang merupakan salah satu potensi sumber daya lahan. Data menunjukkan bahwa penggunaan lahan terbesar adalah pertanian. Apabila dibandingkan antara luasan lahan pertanian lahan basah dengan luasan lahan pertanian lahan kering, luasan lahan kering lebih sempit dibandingkan luasan lahan basah. Perkembangan penggunaan lahan selama kurun waktu 2009-2013 selanjutnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Penggunaan Lahan di Kabupaten Magelang, 2009-2013 (Hektar)

Penggunaan Lahan

Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

A. Lahan Pertanian 79.306 79.283 79.748 78.748 86.41 Lahan Sawah 37.232 37.221 37.219 36.974 36.892 1. Berpengairan beririgasi 28.985 28.965 28.964 29.254 28.801

2. Tadah Hujan 8.247 8.256 8.255 7.72 8.091

Lahan Bukan Sawah 42.074 42.066 42.065 41.774 49.518

1. Kebun 36.237 36.234 36.033 35.493 32.679

2. Perkebunan 234 256 276 296 394

3. Hutan Rakyat 2.939 2.971 3.171 3.665 6.312

4. Padang Rumput 2 2 2 2 2

5. Sementara tidak ditanami 8 107 107

6. Kolam, Tambak, Empang 2.662 2.603 2.575 2.211 10.024

B. Lahan Bukan

Pertanian 29.276 29.286 29.289 29.825 22.163

1. Jalan, Pemukiman,

Kantor, dll 29.276 29.286 29.289 29.825 22.163 Jumlah 108.573 108.573 108.573 108.573 108.573 Sumber: BPS Kabupaten Magelang, 2014


(37)

Berdasarkan data pada tabel 2 tahun 2009-2013 telah terjadi konversi lahan yaitu berkurangnya lahan pertanian menjadi non pertanian. Berubah fungsinya lahan pertanian menjadi non pertanian memang diperbolehkan selama lahan pertanian tersebut bukan merupakan lahan produktif. Pertambahan luas pertanian ke non pertanian dalam kurun waktu 2009-2013 tidak terlalu luas akan tetapi hal tersebut sudah menjadi indikasi bahwa telah terjadi konversi lahan pertanian yang dapat menjadi masalah di masa mendatang.

F. Kecamatan Mertoyudan 1. Letak Geografis

Kecamatan Mertoyudan sebagai salah satu Kecamataan yang berada di Kabupaten Magelang. Batas administrasi wilayah Kecamatan Mertoyudan sebagai berikut :

Sebelah Utara: Kota Magelang;

Sebelah Timur: Kecamatan Candimulyo dan Mungkid; Sebelah Selatan: Kecamatan Borobudur dan Tempuran; Sebelah Barat: Kecamatan Bandongan;


(38)

Gambar 3. Peta Kecamatan Mertoyudan

Sumber: BPS, 2013

Iklim di Kecamatan Mertoyudan yaitu tropis dengan temperatur 20o sampai 25o C. Curah hujan Rata rata 2.120,3 mm per bulan, jumlah hari hujan rata-rata 120 hari per tahun, dan terdapat bulan kering 6 bulan dan bulan basah 6 bulan. Jenis tanah di Kecamatan Mertoyudan yakni latosol coklat dengan tekstur lempung, kedalaman efektif tanah 50 sampai 80 cm. Kecamatan Mertoyudan berada pada ketinggian 339-400 mdpl.

2. Kependudukan

Jumlah keseluruhan penduduk Kecamatan Mertoyudan pada tahun 2013 adalah 109.753 jiwa, terdiri dari 54.405 jiwa penduduk laki-laki dan 55.348 jiwa penduduk perempuan. Kepadatan .

3. Luas Penggunaan Lahan

Kecamatan Mertoyudan menempati area seluas 4.535 hektar yang terdiri dari 13 desa. Penggunaan lahan di Kecamatan Mertoyudan dapat dilihat pada tabel (BPS, 2014).


(39)

Tabel 3. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Mertoyudan Tahun 2011-2014 Kecamatan Tahun

Luas Desa

Luas Lahan Sawah

Luas Bukan Sawah

Luas Lahan Non Pertanian

Mertoyudan 2011 2.830 1.887 118 849

2012 2.830 1.875 118 850

2013 2.830 1.865 117 851

2014 2.830 1.862 117 851

Sumber: BPS, 2014

Tabel 3 menunjukkan bahwa luas desa di Kecamatan Mertoyudan seluas 2.830 hektar. Penggunaan lahan di daerah penelitian terbesar digunakan untuk lahan sawah dari tahun 2011 – 2014. Berdasarkan tabel tersebut penggunaan lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan lebih tinggi dari penggunaan lahan nonpertanian.

4. Produksi Padi

Produksi padi di Kecamatan Mertoyudan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4. Produksi Padi

Tahun Luas Tanam (Hektar)

Luas Panen (Ton) Produksi (Ton)

2011 3.063 2.706 16.610

2012 3.100 3.513 21.543

2013 3.132 3.367 20.046

2014 3.096 3.115 18.939

2015 3.468 3.337 21.048

Sumber:Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Magelang

Tabel 4 menunjukkan Produksi padi di Kecamatan Mertoyudan cenderung meningkat dari tahun 2011-2015. Pada tahun 2011 produksi padi 16.610 ton, tahun 2012 21.543 ton, tahun 2013 20.046 ton, tahun 2014 produksi padi mencapai 18.939 ton dan pada tahun 2015 mencapai 21.048 ton.


(40)

29

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan

Perkembangan luas lahan sawah dan produksi padi mengalami penurunan yang disebabkan konversi lahan sawah yang marak terjadi. Berikut merupakan tabel perkembangan laju konversi lahan di Kecamatan Mertoyudan.

Tabel 5. Perkembangan Laju Konversi Kecamatan Mertoyudan

Tahun Luas Panen

Luas Sawah (hektar)

Laju Konversi

Sawah (hektar/tahun)

Produksi Padi (ton)

Produktivitas (ton/hektar)

2011 2.706 1.887 3 16.610* 4,401

2012 3.100 1.875 12 21.543* 5,745

2013 3.367 1.865 10 20.490* 5,449

2014 3.115 1.862 3 18.939* 5,086

Sumber: Kecamatan Mertoyudan, 2016 Ket : * (Dua Kali Panen Dalam Setahun)

Luas lahan sawah yang terkonversi pada tahun 2011 seluas 3 hektar, pada tahun 2012 mengalami peningkatan konversi lahan seluas 12 hektar, pada tahun 2013 lahan sawah yang terkonversi seluas 10 hektar dan pada tahun 2014 konversi lahan sawah menurun menjadi 3 hektar. Konversi lahan sawah tertinggi di Kecamatan Mertoyudan yaitu terjadi pada tahun 2012. Produksi padi pada tahun 2011 adalah produksi yang terendah. Pada tahun 2012 sampai tahun 2014 produksi padi mengalami peningkatan dibandingkan pada


(41)

tahun 2011, dengan rata-rata produksi padi di Kecamatan Mertoyudan sekitar 5 ton/ hektar dua kali panen dalam satu tahun.

. Hubungan antara variabel konversi lahan sawah dengan produksi padi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan antara laju konversi lahan sawah dengan produksi padi.

Gambar 4 menunjukkan bahwa laju konversi lahan setiap tahunnya mengalami peningkatan, kecuali pada tahun terakhir mengalami penurunan. Begitu juga dengan produksi padi juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Gambar diatas menunjukkan peningkatan nilai koefisien korelasi R= 0,895 hal ini menunjukkan bahwa hubungan konversi lahan dan produksi padi dikategorikan kuat. Nilai koefisien determinasinya R2= 0,8011 hal ini menunjukkan bahwa konversi lahan sawah dipengaruhi sebesar 80,11%, terhadap kenaikan produksi padi, sedangkan 19,89% dipengaruhi oleh faktor lain, yaitu faktor luas tanam padi yang kecil dan jumlah penduduk yang

y = 408.92x + 16.533 R² = 0.8011

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 5 10 15

Produk

si

Padi

(

T

on)


(42)

bertambah. Nilai statistik menunjukkan bahwa nilai Signifikan sebesar 0,105 hal ini menunjukkan bahwa konversi lahan sawah tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Hal ini dimungkinkan karena intensitas tanam padi yang dilakukan oleh petani sebanyak tiga kali dalam satu tahun. Pola tanam yang dilakukan oleh petani yang sebagian besar yakni padi, padi dan padi dengan musim tanam pertama pada musim penghujan periode bulan Oktober – Februari. Musim tanam ke dua periode Maret – Juni dan periode tanam ke tiga bulan Juli – September, hal ini akan mendukung dalam meningkatkan produksi padi yang meningkat di Kecamatan Mertoyudan. Penggunaan pupuk yang berimbang oleh petani juga berperan dalam meningkatkan produksi padi. Persamaan yang berada pada garis linier Y = 408.92x + 16.533, nilai koefisien b = 408.92 (positif) maka model regresi bernilai positif atau searah, artinya jika variabel laju konversi lahan (X) tinggi maka nilai variabel produksi padi (Y) juga semakin tinggi.

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa luas tanam padi di Kecamatan Mertoyudan tergolong sedang, sekitar 45% petani membudidayakan padi pada luasan <500m2 dan 41.6% petani membudidayakan padi pada luasan >500m2 (Lampiran 3). Berkurangnya luas tanam di Kecamatan Mertoyudan dikarenakan kecamatan ini merupakan daerah peralihan karena lokasinya berbatasan langsung dengan daerah kota dan daerah desa. Selain itu Kecamatan Mertoyudan sevagian wilayahnya telah berkembang menjadi daerah perkotaan terutama di daerah pinggiran


(43)

yang berbatasan langsung dengan daerah Kota Magelang dan sebagian lahan pertanian berubah menjadi non pertanian.

Produksi padi di Kecamatan Mertoyudan tidak dipengaruhi oleh laju konversi lahan. Hal ini disebabkan produksi padi sawah secara makro dalam satu tahun berkaitan dengan intensitas penanaman padi. Jika luas lahan sawah yang lebih dari sekali ditanami padi dalam setahun, maka panen dan hasil produksi akan meningkat. Begitu sebaliknya, jika luas lahan sawah yang ditanami padi satu kali dalam satu tahun, maka luas panen dan produksi akan menurun.

1. Luas Tanam Kecamatan Mertoyudan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan luas tanam dan produksi padi di Kecamatan Mertoyudan meningkat, seiring dengan tinginya luas tanam. Berikut merupakan tabel perkembangan luas tanam di Kecamatan Mertoyudan.

Tabel 6. Perkembangan Luas Tanam Kecamatan Mertoyudan

Tahun

Luas Tanam (Hektar)

Produksi Padi (Ton)

Hasil Padi (Ton/Hektar) 2011 3.063 16.610* 2,711 2012 3.100 21.543* 3,474 2013 3.132 20.490* 3,271 2014 3.096 18.939* 3,058 Sumber : Kecamatan Mertoyudan 2016 Ket :** (dua kali panen dalam setahun)


(44)

Luas tanam di Kecamatan Mertoyudan pada tahun 2011 sekitar 3.063 hektar dan mengalami peningkatan pada tahun selanjutnya yaitu 2012 menjadi 3.100 hektar. Pada tahun 2013 mengalami peningkatan kembali sekitar 32 hektar, namun pada 2014 mengalami penurunan luas tanam seluas 36 hektar.

Hubungan antara variabel luas tanam dengan produksi padi dapat dilihat apada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan antara luas tanam dengan produksi padi Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai koefisien R = 0,771 hal ini menunjukkan bahwa hubungan luas tanam dan produksi padi dikategorikan kuat. Nilai koefisien determinasinya R2 = 0,5948 hal ini menunjukkan bahwa luas tanam mempengaruhi produksi padi sebesar 59,48%, sedangkan 40,2% dipengaruhi oleh faktor lain seperti penggunaan pupuk dan cara bercocok tanam yang dilakukan oleh petani. Pemupukan yang baik dan tepat dapat memperbaiki kesuburan tanah. Waktu tanam dan jarak tanam yang sesuai juga akan memepengaruhi produksi padi. Uji statistik menunjukkan bahwa

y = 58.572x - 16.2045 R² = 0.5948

0 5000 10000 15000 20000 25000

3040 3060 3080 3100 3120 3140

Produk

si

Padi


(45)

nilai Signifikan yaitu sebesar 0,229 sehingga dapat disimpulkan bahwa luas tanam tidak berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Persamaan yang berada pada garis linier Y = 58,572x – 162.045, nilai koefisien b= 58,572 (positif) maka model regresi bernilai positif atau searah, artinya jika variabel luas tanam (X) semakin tinggi maka nilai variabel produksi padi (Y) juga semakin tinggi.

2. Luas Panen Kecamatan Mertoyudan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan luas panen dan produksi padi di Kecamatan Mertoyudan meningkat, seiring dengan tingginya luas panen. Perkembangan luas panen di Kecamatan Mertoyudan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 7. Perkembangan luas panen Kecamatan Mertoyudan Tahun

Luas Panen (Hektar)

Produksi Padi (Ton)

Hasil Padi (Ton/Hektar)

2011 2.706 16.610* 3,069

2012 3.513 21.543* 3,066

2013 3.367 20.490* 3,042

2014 3.115 18.939* 3,040

Sumber : Kecamatan Mertoyudan 2016 Ket :* (dua kali panen dalam setahun)

Luas panen di Kecamatan Mertoyudan pada tahun 2011 sekitar 2.706 hektar dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi 3.513 hektar dengan jumlah peningkatan seluas 807 hektar. Pada tahun 2013 mengalami


(46)

penurunan sekitar 146 hektar menjadi 3.367 hektar dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2014 seluas 252 hektar menjadi 3.115 hektar.

Hubungan antara variabel luas panen dengan produksi padi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan antara luas panen dengan produksi padi

Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai koefisien R = 0,999 hal ini menunjukkan bahwa hubungan luas panen dikategorikan kuat. Nilai koefisien determinasi R2 = 0,998 hal ini menunjukkan bahwa luas panen mempengaruhi produksi padi sebesar 99,8%, sedangkan 0,02% dipengaruhi faktor lain. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu penggunaan benih dan pupuk. Menggunakan benih atau bibit yang bagus memiliki potensi produksi yang tinggi. Memperhatikan kesesuaian benih yang cocok dengan ketinggian lahan iklim. Benih yang bagus biasanya dicirikan dengan viabilitas yang tinggi dan cenderung seragam saat tumbuh. Petani di Kecamatan Mertoyudan menggunakan varietas padi seperti IR 64, Situ

y = 6.0581x + 159.45 R² = 0.9981

0 5000 10000 15000 20000 25000

2500 2700 2900 3100 3300 3500 3700

Produk

si

Padi

(

T

on)


(47)

bagendit dan Ciherang. Penggunaan pupuk yang berimbang mampu meningkatkan hasil produksi padi. Penggunaan pupuk anorganik diperlukan oleh tanaman untuk menambah unsur – unsur yang dibutuhkan oleh tanaman, petani Kecamatan Mertoyudan menggunakan pupuk urea dan Ponska. Uji statistik menunjukkan bahwa nilai Signifikan sebesar 0,01 sehinga dapat disimpulkan bahwa luas panen berpengaruh signifikan terhadap produksi padi. Persamaan yang berada pada garis linier Y= 6,0581x + 159,45, nilai koefisien b= 6,0581 (positif) maka model regresi bernilai positif atau searah, artinya jika variabel luas panen (X) semakin tinggi maka nilai variabel produksi (Y) juga semakin tinggi.

Luas areal panen padi adalah jumlah keseluruhan lahan yang dapat memproduksi padi. Areal panen yang memadai merupakan salah satu syarat untuk terjaminnya produksi beras yang mencukupi, peningkatan luas panen padi secara tidak langsung akan meningkatkan produksi padi. Luas areal panen padi menjadi faktor yang berpengaruh terhadap besarnya produksi padi. Luas panen juga dipengaruhi oleh kondisi alam dalam artian tidak terjadi kebanjiran maupun kekeringan.

Hal ini menunjukkan bahwa luas panen di Kecamatan Mertoyudan mampu meningkatkan produksi padi, artinya jika luas panen tinggi maka produksi padi akan meningkat. Berdasarkan informasi dari lapangan, produksi padi yang tinggi tidak hanya dikarenakan luas panen yang tinggi. Produksi padi yang tinggi juga didukung dari penggunaan benih yang dengan varietas unggul. Selain penggunaan bibit yang unggul, penggunaan


(48)

pupuk yang sesuai juga merupakan salah satu faktor yang dalam peningkatan produski padi.

Tabel 8. Luas tanam, luas panen, laju konversi Kecamatan Mertoyudan. Tahun Luas Tanam (hektar) Luas Panen (hektar) Laju Konversi (hektar/tahun)

2011 3.063 2.706 3

2012 3.100 3.513 12

2013 3.132 3.367 10

2014 3.096 3.115 3

Hubungan konversi lahan terhadap luas tanam dan luas panen dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan konversi lahan terhadap luas tanam dan luas panen

Gambar 7 menunjukkan bahwa laju konversi lahan setiap tahunnya mengalami peningkatan, kecuali pada tahun terakhir mengalami penurunan. Begitu juga dengan luas tanam dan luas panen terus

Luas Tanam y = 3,9394x + 3.070,2

R² = 0,4288 Luas Panen

y = 66,394x + 2.710,5 R² = 0,7765

2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400 3600 3800 4000

2 7 12

luas tanam

luas panen

Konversi Lahan (Hektar)

Luas T ana m dan Luas Panen


(49)

mengalami kenaikan setiap tahunnya. Peningkatan konversi lahan diikuti juga oleh peningkatan luas tanam dan luas panen. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang ada bahwa semakin tinggi konversi lahan lahan maka luas tanam semakin kecil. Begitu juga dengan luas tanam tidak lebih kecil dari luas panen. Hal ini terjadi karena intensitas tanam padi yang yang dilakukan oleh petani sebanyak tiga kali dalam satu tahun, penggunaan pupuk yang berimbang serta pola tanam yang baik juga akan mendapatkan hasil yang maksimal.

2. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah

Konversi lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor sosial, ekonomi dan faktor kebijakan.

1. Faktor Ekonomi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan petani dalam mengkonversikan lahan pertanian mereka. Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap persepsi petani dalam konversi lahan sawah. Kecamatan Mertoyudan sebanyak 6% dan 78% sebelum melakukan konversi lahan sawah memiliki pendapatan <Rp 1.000.000 dan sebanyak 15% memiliki pendapatan >Rp 1.000.000. Jika dibandingkan dari angka kebutuhan hidup layak di Kabupaten Magelang sebesar Rp 1.400.000 maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak responden atau petani yang belum mencukupi angka tersebut. Faktor ini menjadikan petani di Kecamatan


(50)

Mertoyudan melakukan konversi lahan sawah ke sektor lainnya, seperti perumahan dan rumah toko.

Siklus hidup padi menjadi poin yang penting bagi petani yang melakukan konversi lahan sawah, siklus yang terlalu lama serta keadaan cuaca dan iklim yang sulit di perdiksi menjadikan kekhawatiran tersendiri bagi petani terhadap hasil panen mereka. Hal ini menjadikan petani lebih memilih mengkonversikan lahan sawah mereka ke non pertanian yang lebih menguntungkan dibandingkan komoditas padi.

2. Faktor Sosial

a. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Tinggi rendahnya pendidikan petani berpengaruh pada keputusan dalam melakukan konversi lahan sawah, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin kritis atau memikirkan dampak dalam melakukan konversi lahan sawah tersebut. Hal ini juga sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan petani maka petani akan lebih mudah terdorong dalam melakukan konversi lahan sawah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani di Kecamatan Mertoyudan yaitu tidak tamat SD sebesar 38%, SD 31%, SMP 23% DAN SLTA 10%. Jumlah di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki pendidikan yang rendah. Banyaknya petani di Kecamatan dengan tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi petani dalam melakukan konversi lahan sawah.


(51)

Banyaknya petani yang tidak tamat SD berpengaruh terhadap pengambilan keputusan melakukan konversi lahan menjadi sektor nonpertanian. Jika tingkat endidikan rendah tidak menutup kemungkinan etani akan mudah terpengaruh dalam melakukan konversi lahan sawah. Pengaruh melakukan konversi lahan sawah bisa dating dari orang sekitar atau tetangga dan aparat desa yang bersangkutan. Petani yang memiliki tingkat pendidikan lebih baik maka akan lebih berpikir kritis untuk melakukan konversi lahan. Tingkat pendidikan juga akan lebih mempengaruhi dalam hal budidaya padi. Petani yang memiliki tingkat pendidikan rendah akan melakukan budidaya padi secara turun temurun sedangkan petani dengan pendidikan tinggi akan melakukan budidaya padi dengan baik atau sesuai dengan GAP (Good Agriculture Practice).

b. Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat atau cara pandang beberapa individu yang dianggap dapat mewakili masyarakat dalam aktifitas di suatu wilayah yang sama. Cara pandang masyarakat dibutuhkan untuk mengetahui secara langsung faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan.

Tabel 8. Persepsi masyarakat yang melakukan konversi lahan sawah

Uraian Jumlah %

Luas lahan yang ditanami padi

a.<500m2 27 45%

b.500 – 1000m2 25 41.6% c.1000 – 5000 m2 11 18.3% d.5000 m2 – 1 hektar

Persentase luas lahan yang dikonversi dari total lahan

a.25% 8 13,3%


(52)

yang dimiliki petani. c.75%

d.100% 25 41,6%

Alasan melakukan konversi lahan sawah

a.Tempat tinggal 38 63,3% b.Industri/pengembang 12 20% c. Lahan tidak subur 6 10% d.Letak yang strategis 4 6% Adanya pihak lain yang

mendorong untuk

melakukan konversi lahan

a.Ya 6 10%

b.Tidak 54 90%

Perizinan untuk melakukan konversi lahan dari

pemerintah dilakukan dengan mudah?

a.Ya 11 18,3%

b.Tidak 49 81,6%

Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil kuisioner luasan lahan yang ditanami padi oleh petani bermacam – macam, <500 m2 (45% petani), 500-1.000 m2 (41,6% petani), 1.000-5.000 m2. Lahan sawah yang dikonversikan oleh petani antara 25%-100%, untuk konversi lahan sebanyak 25% (13,3% petani), konversi lahan sebanyak 50% (45% petani), dan konversi lahan sebanyak 100% (41,6%). Petani yang mengkonversikan lahan digunakan tempat tinggal (63,3% petani), 20% petani menjual tanah kepada pengembang (perumahan), 10% petani menggantikan tanaman budidaya padi menjadi tanaman budidaya tebu dikarenakan lahan yang tidak subur dan 6% petani di Kecamatan Mertoyudan dijadikan tempat berwirausaha karena letak lahan yang strategis di pinggir jalan. Masyarakat mengkonversikan lahannya karena kebutuhan ekonomi yang terus meningkat sedangkan hasil dari lahan sawahnya tidak dapat memenuhi kebutuhan perekonomiannya sehingga masyarakat menjual lahan sawah mereka.


(53)

Hasil kuisioner tentang perizinan perubahan fungsi lahan tidak semua petani melakukan perizinan dengan mudah. Dapat dilihat pada tabel bahwa sebanyak 18,3% mengurus perizinan dengan mudah sedangkan 81,6% menyatakan perizinan alih fungsi sulit dilakukan. Sulit dan proses yang lama dalam melakukan perizinan menjadikan alasan masyarakat untuk tidak melakukan perizinan.

3. Kebijakan Pemerintah

Konversi lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah karena pada dasarnya sudah terdapat Peraturan Daerah No 5 tahun 2011 menahan laju konversi lahan sawah. Masih banyak petani yang melakukan konversi lahan sawah sebagai hal yang wajar dilakukan. Didukung dengan pertambahan jumlah penduduk yang pesat diharuskan mencukupi kebutuhan tempat tinggal atau pemukiman. Di daerah Kecamatan sendiri sudah banyak bangunan perumahan dimana bisnis tersebut dinilai lebih menguntungkan.

Permasalahan lain yang dihadapi yaitu dalam menanggulangi tingginya tingkat konversi lahan di Kabupaten Magelang, dimana banyak lahan- lahan pertanian menjadi diubah fungsinya menjadi lahan terbangun. Banyak para petani yang melakukan konversi lahan sawah atau mengubah fungsi sawah menjadi bangunan tanpa mengurus ijin yang berlaku di pemerintahan.

Aparat pemerintah yang menjadi responden penelitian mengatakan sangat sulit untuk mencegah konversi lahan pertanian karena para petani


(54)

pemilik lahan merasa memiliki keleluasaan dalam mengatur sumberdaya lahan pertanian miliknya, dan tentunya untuk melakukan konversi terhadap lahannya. BPN Kabupaten Magelang sendiri sudah melakukan upaya untuk mengendalikan laju konversi lahan sawah dengan menolak apabila sawah yang akan dikonversikan berupa lahan sawah subur. Dengan begitu banyak pemilik lahan melakukan alih fungsi sawah menjadi bangunan tanpa melakukan ijin terlebih dahulu. Mereka membangun rumah atau bangunan tersebut, dan setelah lima hingga 10 tahun kemudian mereka baru mengajukan perizinan.

Konsep Tata Ruang yang belum jelas turut mempengaruhi konversi lahan pertanian di Kecamatan Mertoyudan. Selain itu Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 5 Tahun 2011 seharusnya lebih dipatuhi sehingga perubahan sawah menjadi non pertanian berupa perumahan dan pusat perbelanjaan dapat di minimalisir


(55)

44

VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Peningkatan konversi lahan sawah yang terjadi di Kecamatan Mertoyudan tidak berpengaruh terhadap penurunan luas tanam dan luas panen, sehingga produksi padi tidak mengalami penurunan.

2. Faktor- faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan yaitu faktor sosial, ekonomi dan kebijakan pemerintah.

B. Saran

1. Masyarakat hendaknya menyadari pentingnya lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan.

2. Diharapkan pemeritah lebih sigap dalam menerapkan Peraturan Daerah terkait konversi lahan sawah di Kabupaten Magelang.


(56)

44

DAFTAR PUSTAKA

Adhi Sudibyo.2011.Zonasi Konservasi Mangrovedi Kawasan Pesisir Pantai Kbupaten Pati. Skripsi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakerta.101 halaman

Agus Pakpahan. 2012. Investing In Farmers’ Welfare. Cetakan pertama. Bogor: IPB Press.

Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed Revisi VI, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. Kabupaten Magelang Dalam Angka. 2013

Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Indonesia menurut Provinsi Tahun 2000-2010. http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267 Diakses tanggal 5 Mei 2015.

Bambang.S.,2005. Aspek Pertanahan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian.http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/prosiding/mflp2 001/bambangwidjanarko.pdf [28 Mei 2015]

Bambang Irawan. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.23(1)

I Made Mahadi Dwipradnyana.2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian Serta Dampaknya Terhadap Petani(Studi kasus di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan). Denpasar : Universitas Udayana.

Irawan, B dan Prayitno. 2012. Dampak Koversi Lahan Sawah di Jawa Terhadap Produksi Beras dan Kebijakan Pengedaliannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. Diakses 12 Desember 2015. 33 hal.

Isa. 2006. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/prosiding/mflp2006/iwan. pdf. diakses tanggal 15 November 2015

Rahmanto, dkk, 2008. Persepsi Mengenai Multifungsi Lahan Sawah dan Implikasinya Terhadap Alih Fungsi Ke Pengguna Non Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Litbang Pertnaian. Bogor. Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Penerbit

Rineka Cipta.

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Pustaka LP3ES Indonesia. Qamar dan Setiawan S. 1995. Produksi Benih. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 22 Rahmanto, dkk, 2002. Persepei Mengenai Multifungsi Lahan Sawah dan


(57)

45

Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Litbang Pertanian. Bogor.

Rahmat Rukmana. 1997. Ubi Jalar Budidaya dan Pasca panen. Kanisius. Yogyakarta.

Soekartawi, 2003. Prinsip Ekonomi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta

Sri Adiningsih. 1995. Pengelolaan Pupuk Pada Sistem Usaha Tani Lahan Sawah. Makalah pada Apresiasi Metodologi Pengkayaan Sistem Usaha Tani Berbasis Pada dengan Wawasan Ag-ribisnis. Balittan Bogor.

Sudaryanto, E, 2002. Konversi Lahan dan Produksi Pangan Nasional. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. Jakarta.

Tri Lestari. 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani. Makalah Kolokium. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. IPB Press. Bogor

Wahyunto.2001.Pengertian Alih Fungsi Lahan. Dalam Tinjauan Pustaka .Universitas Sumatera Utara.

Wicaksono, 2007. Konversi Lahan Sawah ke Non Pertanian dalam Perkembangan Kota Nganjuk dan Pengaruhnya terhadap Perubahan Mata Pencaharian dan Pendapatan Petani. http://www.lib.itb.ac.id Diakses tanggal 5 Mei 2015.


(58)

44 Lampiran I. Tabel Daftar Responden

1. Mantri / Penyuluh Kecamatan Mertoyudan

No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan

1. Yuni 51 S1 Mantri Tani

2. Wirianto Marsidi 50 S1 PNS/Penyuluh

3. Fatnuryani 45 D III PNS/Penyuluh

4. Restiningsih 44 S1 PNS/Penyuluh

5. Budi Prasetyo 48 SLTA PNS/Penyuluh

6. M Nurhadi 52 S1 PNS/Penyuluh

7. Titik Bintari 51 S1 PNS/Penyuluh

2. Petani Kecamatan Mertoyudan

No Nama Umur

(Tahun)

Pendidikan Luas Lahan (m2)

Pendapatan Perbulan (Rp)

1. Bashori 50 SMP 500 Rp 750.000

2. Saerozi 48 SLTA 1500 Rp 1.200.000

3. Sutarmin 52 Tidak Tamat SD 345 Rp 650.000

4. Anshor M 53 SMP 350 Rp 750.000

5. Iswadi 54 SD 455 Rp 800.000

6. Darmanto 44 SLTA 755 Rp 850.000

7. Ngaliman 56 SD 765 Rp 800.000

8. Kundari 48 SD 350 Rp 500.000

9. Huri 47 Tidak Tamat SD 387 Rp 650.000

10 Sudar 49 SD 450 Rp 650.000

11. Hartono 55 SD 347 Rp 750.000

12. Makmur 60 SD 445 Rp 650.000

13. Tukijo 48 SD 630 Rp 800.000

14. Kodrat 44 SD 287 Rp 500.000

15. Muh Dhori

49 SMP 500 Rp 750.000

16. Wiryo 55 Tidak Tamat SD 453 Rp 700.000

17. Sutoyo 59 SMP 650 Rp 850.000

18. Iskarmadi 48 SMP 345 Rp 700.000

19. Pribadi 46 SD 383 Rp 800.000

20. Slamet 48 SD 724 Rp 900.000

21. Suharto 53 SLTA 346 Rp 850.000

22. Hardi 52 Tidak Tamat SD 650 Rp 800.000

23. Tris 51 SD 580 Rp 800.000

24. Wondo 28 Tidak Tamat SD 358 Rp 750.000 25. Darsiman 52 Tidak Tamat SD 550 Rp 900.000 26. Yono 44 Tidak Tamat SD 1000 Rp 1.200.000


(59)

45

27. Sukiman 52 SMP 1200 Rp 1.250.000

28. Mulas 48 SMP 345 Rp 750.000

29. Sodiq 49 Tidak Tamat SD 625 Rp 850.000

30. Hartanto 51 SLTA 1500 Rp 1.500.000

31. Suwiji 56 Tidak Tamat SD 345 Rp. 800.000 32. Zamzin 59 Tidak Tamat SD 743 Rp 950.000

33. Abu 49 Tidak Tamat SD 965 Rp 1.100.000

34. Jumadi 48 SD 349 Rp 700.000

35. Mad 43 SD 750 Rp 950.000

36. Maramis 52 Tidak Tamat SD 455 Rp 750.000

37. Ambar 55 SMP 897 Rp 1.000.000

38. Tupadi 50 SMP 950 Rp 1.200.000

39. Fat 56 SMP 347 Rp 650.000

40. Yani 45 Tidak Tamat SD 300 Rp 700.000

41. Soleh 61 Tidak Tamat SD 1500 Rp 1.250.000

42. Aris 52 Tidak Tamat SD 615 Rp 950.000

43. Kirno 43 SD 845 Rp750.000

44. Rohman 52 SMP 765 Rp 800.000

45. Hadi 50 SD 453 Rp 700.000

46. Sangaji 49 Tidak Tamat SD 382 Rp 750.000 47. Ardiman 56 Tidak Tamat SD 349 Rp 850.000 48. Kunjono 48 Tidak Tamat SD 342 Rp 650.000

49. Aswono 52 SD 810 Rp 900.000

50. Giyanto 45 Tidak Tamat SD 477 Rp 850.000 51. Harjo 50 Tidak Tamat SD 800 Rp 1.100.000 52. Lasmadi 56 Tidak Tamat SD 432 Rp 800.000

53. Joyo 45 SMP 654 Rp 950.000

54. Pandi 61 SD 724 Rp 950.000

55. Samiri 46 Tidak Tamat SD 1100 Rp 1.500.000 56. Wijil 48 Tidak Tamat SD 350 Rp 450.000

57. Yadi 51 SD 500 Rp 850.000

58. Wulung 56 SMP 349 Rp 700.000

59 Warsito 49 SMP 477 Rp 950.000


(60)

46 Lampiran II. Kuisioner Penelitian

1. Petani

Kuisioner Penelitian

Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi Di Kecamatan Mertoyudan

Identitas Responden No. Kuesioner

Jenis Kelamin : Tempat Tinggal : Desa / Kelurahan :

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Umur Responden

( tahun)

2. Apa pendidikan terakhir anda? (a) Tidak sekolah

(b) SD (c) SMP (d) SMA

B. EKONOMI RESPONDEN a. Jumlah tanggungan

3. Berapa jumlah anggota keluarga Anda ? a. 1 orang c. 3 orang

b. 2 orang d.>4 orang

4. Berapa jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungjawab Anda?

a.1 orang c. 3 orang b.2 orang d.>4 orang


(61)

47 b. Tingkat pendapatan rumah tangga

5. Berapa jumlah anggota keluarga Anda yang sudah bekerja? a. 1 orang c. 3 orang

b. 2 orang d.> 4 orang

6. Berapa total pendapatan rumah tangga Anda?

a. Rp 100.000 - Rp 500.000 c. Rp 1.000.000 – Rp 1.500.000 b. Rp 500.000 - Rp 1.000.000 d. Rp 1.500.000 – Rp 2.000.000 c. Kepemilikan Lahan

7. Apakah status lahan yangAnda miliki?

a. Gadai c. Sewa

b. Milik sendiri d. Bagi hasil

8. Berapa luas lahan yang Anda tanami padi? a. < 500 m2 c. 1000 – 5000 m2 b. 500 – 1000 m2 d. 5000 m2 – 1 hektar 9. Varietas apa padi yang anda tanam?

a. IR 64 c. Ciherang b. Situbagendit d. Bestari

10.Berapa hasil panen padi anda dalam sekali panen? a. 5 – 15 kg c. 30 – 45kg

b.15 – 30 kg

11.Apakah ada bagian dari lahan anda yang di konversikan? a. Ya

b. Tidak

C. FAKTOR EKSTERNAL

12.Berapa luas lahan yang anda konversi dari total lahan yang anda miliki?

a. 25 % c.75%

b. 50% d.100%

13.Mengapa anda melakukan konversi lahan sawah?

a. Tempat tinggal c. Lahan sudah tidak subur b. Industri/pengembang d. Letak yang strategis


(62)

48

14.Apakah ada pihak lain yang mendorong untuk melakukan konversi lahan? a. Ya

b. Tidak

15.Apakah perizinan untuk melakukan konversi lahan dari pemerintah dilakukan dengan mudah?

a. Ya b. Tidak

2. Mantri Tani / Penyuluh

Kuisioner Penelitian

Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi Di Kecamatan Mertoyudan

Identitas Mantri Tani/ Penyuluh Nama :

Alamat : Umur : Pendidikan :

1. Apa rata-rata mata pencaharian masyarakat di kecamatan/desa ini? a. Petani

b. Wiraswasta c. Buruh d. PNS

2. Berapa persen jumlah petani di kecamatan/desa ini? a. 10-25%

b. 25-50% c. 35-50% d. 50-75%


(63)

49

3. Berapa persen petani yang mengkonversikan lahannya? a. 10-25%

b. 25-50% c. 35-50% d. 50-75%

4. Menurut anda, apa faktor yang mempengaruhi petani mengkonversikan lahannya?

a. Sosial b. Ekonomi c. Lingkungan

5. Sejak kapan fenomena konversi lahan mulai banyak terjadi di kecamatan/desa ini?

a. 1990 - 2015 b. 2000 – 2005 c. 2005 – 2010 d. 2010 – 2015

6. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam menanggapi masalah konversi lahan pertanian?

a. Tanggap

b. Kurang Tanggap c. Tidak Tanggap

7. Apakah ada pihak lain yang bergerakdi bidang nonpertanian yang membeli lahan petani?

a. Ya b. Tidak

8. Bagaimana reaksi pemerintah daerah terhadap fenomena konversi lahan pertanian ?

a. Peduli c. Tidak peduli b. Kurang peduli


(64)

50 Lampiran III. Hasil Tabulasi

a. Mantri Tani/ Penyuluh

No. Uraian Jumlah

1. Rata-rata mata pencaharian masyarakat di kecamatan/desa ini.

Petani 3

Wiraswasta

Buruh 4

PNS 2. Persentase jumlah petani di

kecamatan/desa ini.

10-25%

25-50% 3

35-50% 3

50-75% 1

3. Persentase petani yang mengkonversikan lahannya.

10-25%

25-50% 3

35-50% 4

50-75% 4. Faktor yang mempengaruhi petani

mengkonversikan lahannya.

Sosial

Ekonomi 7

Lingkungan 5. Fenomena konversi lahan mulai

banyak terjadi di kecamatan/desa ini.

1990 - 2015 5

2000 – 2005 2005 – 2010

2010 – 2015 1

6. Peran pemerintah daerah dalam menanggapi masalah konversi lahan pertanian.

Tanggap 2

Kurang tanggap 5

Tidak tanggap 7. pihak lain yang bergerak di bidang

nonpertanian yang membeli lahan petani.

Ya 7

Tidak 8. Reaksi pemerintah daerah terhadap

fenomena konversi lahan pertanian.

Peduli 2

Kurang peduli 5


(1)

Hubungan antara variabel konversi lahan sawah dengan produksi padi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan antara laju konversi lahan sawah dengan produksi padi. 2. Luas Tanam Kecamatan Mertoyudan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perkembangan luas tanam dan produksi padi di Kecamatan Mertoyudan meningkat, seiring dengan tinginya luas tanam.

Tabel 6. Perkembangan Luas Tanam Kecamatan Mertoyudan

Tahun

Luas Tanam (Hektar)

Produksi Padi (Ton)

Produksi Padi

(Ton/Hektar) 2011 3063 16610** 4.4

2012 3100 21543** 5.7 2013 3132 20490** 5.4 2014 3096 18939** 5.0

Sumber : Kecamatan Mertoyudan 2016 Ket :** (dua kali panen dalam setahun)

Luas tanam di Kecamatan Mertoyudan pada tahun 2011 sekitar 3.063 hektar dan mengalami peningkatan pada tahun selanjutnya yaitu 2012 menjadi 3.100 hektar. Pada tahun 2013 mengalami peningkatan kembali sekitar 32 hektar, namun pada 2014 mengalami penurunan luas tanam seluas 36 hektar.

y = 408.92x + 16533 R² = 0.8011

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 5 10 15

Produk

si

Padi

(

T

on)


(2)

Hubungan antara variabel luas tanam dengan produksi padi dapat dilihat apada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan antara luas tanam dengan produksi padi 3. Luas Panen Kecamatan Mertoyudan

Tabel 7. Perkembangan luas panen Kecamatan Mertoyudan Tahun

Luas Panen (Hektar)

Produksi Padi (Ton)

Produksi Padi (Ton/Hektar)

2011 2706 16610* 4.4

2012 3513 21543* 5.7

2013 3367 20490* 5.4

2014 3115 18939* 5.0

Sumber : Kecamatan Mertoyudan 2016 Ket :* (dua kali panen dalam setahun)

Luas panen di Kecamatan Mertoyudan pada tahun 2011 sekitar 2.706 hektar dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi 3.513 hektar dengan jumlah peningkatan seluas 807 hektar. Pada tahun 2013 mengalami penurunan sekitar 146 hektar dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2014 seluas 252 hektar.

y = 58.572x - 162045 R² = 0.5948

0 5000 10000 15000 20000 25000

3040 3060 3080 3100 3120 3140

Produk

si

Padi

(

H

ek

tar

)


(3)

Hubungan antara variabel luas panen dengan produksi padi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan antara luas panen dengan produksi padi B. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah

Konversi lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor eksternal, faktor internal dan faktor kebijakan..

1. Faktor Ekonomi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan petani dalam mengkonversikan lahan pertanian mereka. Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap persepsi petani dalam konversi lahan sawah. Kecamatan Mertoyudan sebanyak 6% dan 78% sebelum melakukan konversi lahan sawah memiliki pendapatan <Rp 1.000.000 dan sebanyak 15% memiliki pendapatan >Rp 1.000.000. Jika dibandingkan dari angka kebutuhan hidup layak di Kabupaten Magelang sebesar Rp 1.400.000 maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak responden atau petani yang belum mencukupi angka tersebut. Faktor ini menjadikan petani di Kecamatan Mertoyudan melakukan konversi lahan sawah ke sektor lainnya.

2. Faktor Sosial

a. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Tinggi rendahnya pendidikan petani berpengaruh pada keputusan dalam melakukan konversi lahan sawah, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin kritis atau memikirkan dampak dalam melakukan konversi lahan sawah tersebut. Hal ini juga sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan petani maka petani akan lebih mudah terdorong dalam melakukan konversi lahan sawah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas petani di Kecamatan Mertoyudan yaitu tidak tamat SD sebesar 38%, SD 31%, SMP 23% DAN SLTA 10%. Jumlah di atas menunjukkan bahwa sebagian besar petani memiliki pendidikan yang rendah. Banyaknya petani yang tidak tamat SD berpengaruh terhadap pengambilan keputusan melakukan konversi lahan menjadi sektor

y = 6.0581x + 159.45 R² = 0.9981

0 5000 10000 15000 20000 25000

2500 2700 2900 3100 3300 3500 3700

Produk

si

Padi

(

T

on)


(4)

nonpertanian. Jika tingkat pendidikan rendah tidak menutup kemungkinan etani akan mudah terpengaruh dalam melakukan konversi lahan sawah. Pengaruh melakukan konversi lahan sawah bisa datang dari orang sekitar atau tetangga dan aparat desa yang bersangkutan. Petani yang memiliki tingkat pendidikan lebih baik maka akan lebih berpikir kritis untuk melakukan konversi lahan. Tingkat pendidikan juga akan lebih mempengaruhi dalam hal budidaya padi. Petani yang memiliki tingkat pendidikan rendah akan melakukan budidaya padi secara turun temurun sedangkan petani dengan pendidikan tinggi akan melakukan budidaya padi dengan baik atau sesuai dengan GAP (Good Agriculture Practice).

b. Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat atau cara pandang beberapa individu yang dianggap dapat mewakili masyarakat dalam aktifitas di suatu wilayah yang sama. Cara pandang masyarakat dibutuhkan untuk mengetahui secara langsung faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan. Perlu dilakukan penyebaran kuisioner untuk mengetahuitentang persepsi masyarakat. Tabel 8. Persepsi masyarakat yang melakukan konversi lahan sawah

Uraian Jumlah %

Luas lahan yang ditanami padi

a.<500m2 27 45%

b.500 – 1000m2 25 41.6% c.1000 – 5000 m2 11 18.3% d.5000 m2 – 1 hektar

Persentase luas lahan yang dikonversi dari total lahan yang dimiliki petani.

a.25% 8 13,3%

b.50% 27 45%

c.75%

d.100% 25 41,6%

Alasan melakukan konversi lahan sawah

a.Tempat tinggal 38 63,3% b.Industri/pengembang 12 20% c. Lahan tidak subur 6 10% d.Letak yang strategis 4 6% Adanya pihak lain yang

mendorong untuk

melakukan konversi lahan

a.Ya 6 10%

b.Tidak 54 90%

Perizinan untuk melakukan konversi lahan dari pemerintah dilakukan dengan mudah?

a.Ya 11 18,3%

b.Tidak 49 81,6%

Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil analisis kuisioner luasan lahan yang ditanami padi oleh petani bermacam – macam, <500 m2 (45% petani), 500-1.000 m2 (41,6% petani), 1.000-5.000 m2. Lahan sawah yang dikonversikan oleh petani antara 25%-100%, untuk konversi lahan sebanyak 25% (13,3% petani), konversi lahan sebanyak 50% (45% petani), dan konversi lahan sebanyak 100% (41,6%). Petani yang mengkonversikan lahan digunakan tempat tinggal (63,3% petani), 20% petani


(5)

menjual tanah kepada pengembang (perumahan), 10% petani menggantikan tanaman budidaya padi menjadi tanaman budidaya tebu dikarenakan lahan yang tidak subur dan 6% petani di Kecamatan Mertoyudan dijadikan tempat berwirausaha karena letak lahan yang strategis di pinggir jalan. Masyarakat mengkonversikan lahannya karena kebutuhan ekonomi yang terus meningkat sedangkan hasil dari lahan sawahnya tidak dapat memenuhi kebutuhan perekonomiannya sehingga masyarakat menjual lahan sawah mereka.

Hasil kuisioner tentang perizinan tentang perubahan fungsi lahan tidak semua petani melakukan perizinan. Dapat dilihat pada tabel bahwa sebanyak 18,3% mengurus perizinan sedangkan 81,6% tidak melakukan perizinan. Sulit dan proses yang lama dalam melakukan perizinan menjadikan alasan masyarakat untuk tidak melakukan perizinan.

3. Kebijakan Pemerintah

Konversi lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, karena pada dasarnya belum ada peraturan pertanahan yang mengikat masyarakat dalam menahan laju konversi lahan sawah. Masih banyak petani yang melakukan konversi lahan sawah sebagai hal yang wajar dilakukan. Didukung dengan pertambahan jumlah penduduk yang pesat diharuskan mencukupi kebutuhan tempat tinggal atau pemukiman. Di daerah Kecamatan sendiri sudah banyak bangunan perumahan dimana bisnis tersebut dinilai lebih menguntungkan. Permasalahan lain yang dihadapi yaitu dalam menanggulangi tingginya tingkat konversi lahan di Kabupaten Magelang, dimana banyak lahan- lahan pertanian menjadi diubah fungsinya menjadi lahan terbangun. Banyak para petani yang melakukan konversi lahan sawah atau mengubah fungsi sawah menjadi bangunan tanpa mengurus ijin yang berlaku di pemerintahan.

Konsep Tata Ruang yang belum jelas turut mempengaruhi konversi lahan pertanian di Kecamatan Mertoyudan. Petani dan pemerintah setempat belum memiliki konsep tata ruang untuk daerah pertanian yang seharusnya diperhatikan dan tidak boleh dikonversikan menurut Perda Kabupaten Magelang Nomor 5 Tahun 2011 namun saat ini berubah menjadi bidang non pertanian berupa perumahan dan pusat perbelanjaan.

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

1. Peningkatan konversi lahan sawah yang terjadi di Kecamatan Mertoyudan tidak berpengaruh terhadap penurunan luas tanam dan luas panen, sehingga produksi padi tidak mengalami penurunan.

2. Faktor- faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di Kecamatan Mertoyudan yaitu faktor sosial, ekonomi dan kebijakan pemerintah.

3. Saran

Bagi petani yang mengkonversi lahan agar bisa memikirkan ulang ketika mengkonversi lahan pertanian miliknya menjadi bentuk pemanfaatan lain seperti menggantikan tanaman padi menjadi hortikultura, sehingga konversi lahan sawah menjadi non pertanian dapat diminimalisir.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed Revisi VI, Penerbit PT Rineka Cipta, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Indonesia menurut Provinsi Tahun 2000-2010.

http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267 Diakses tanggal 5 Mei 2015.

Bambang.S.,2005. Aspek Pertanahan Dalam Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian.http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/prosiding/mflp2001/bamba ngwidjanarko.pdf [28 Mei 2015]

I Made Mahadi Dwipradnyana.2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian Serta Dampaknya Terhadap Petani(Studi kasus di Subak Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan). Denpasar : Universitas Udayana.

Bambang Irawan. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya dan Faktor Determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.23(1)

Bambang Irawan dan Prayitno. 2012. Dampak Koversi Lahan Sawah di Jawa Terhadap Produksi Beras dan Kebijakan Pengedaliannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. Diakses 12 Desember 2012. 33 hal.

Isa. 2006. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/prosiding/mflp2006/iwan.pdf.

diakses tanggal 15 November 2015

Tri Lestari. 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian Bagi Taraf Hidup Petani. Makalah Kolokium. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. IPB Press. Bogor

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Pustaka LP3ES Indonesia.

Agus Pakpahan. 2012. Investing In Farmers’ Welfare. Cetakan pertama. Bogor: IPB Press. Qamar dan Setiawan S. 1995. Produksi Benih. Jakarta: Bumi Aksara. Hal 22

Rahmanto, dkk, 2002. Persepei Mengenai Multifungsi Lahan Sawah dan Implikasinya Terhadap Alih Fungsi Kepenggunaan Nonpertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Litbang Pertanian. Bogor.

Soekartawi, 2003. Prinsip Ekonomi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta

Wahyunto (Dalam Tinjauan Pustaka Universitas Sumatra Utara). 2001. Pengertian Alih Fungsi Lahan. USU