Konversi Lahan Pertanian Di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan

(1)

ANALISIS KONVERSI LAHAN PERTANIAN

DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH

YUNI YATHARI SIREGAR

070309021

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS KONVERSI LAHAN PERTANIAN

DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH

YUNI YATHARI SIREGAR

070309021

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

( Ir. AT Hutajulu, MS ) ( Siti Khadijah H Nasution, SP ) NIP 194606181980032001 NIP 197310111999032002

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

YUNI YATHARI SIREGAR : Konversi Lahan Pertanian Di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, dibimbing oleh Ir. AT Hutajulu, MS dan Siti Khadijah H Nasution, SP.

Kajian tentang alih fungsi lahan sebenarnya bukanlah merupakan hal baru. Dari data sensus pertanian 1983-1993 diketahui lahan pertanian yang dikonversi di Indonesia mencapai 1,28 juta hektar, sensus pertanian berikutnya 1993-2003 konversi lahan pertanian tidak mengalami penurunan yang signifikan yaitu 1,26 juta hektar, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% pertahun dan berkembangnya struktur perekonomian menyebabkan jenis penggunaan ruang terus berkompetisi sehingga lahan pertanian semakin menciut. Untuk itu penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada tahun 2011 dengan pertimbangan bahwa kecamatan ini adalah kecamatan yang mengalami konversi lahan tertinggi di antara kecamatan-kecamatan Kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju konversi lahan pertanian selama rentang tahun 2006-2010, menganalisis faktor-faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian, menganalisis dampak konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani, menganalisis proyeksi lahan pertanian lima tahun mendatang. Metode penarikan sampel dilakukan dengan Nonprobability Sampling atau Nonrandom Sampling dengan teknik Quota Sampling. Metode analisis data dilakukan dengan Deskriptif dan Metode Ekstrapolasi dengan teknik grafik. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Laju konversi lahan pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2006-2010 untuk lahan pertanian tegal/ kebun sebesar 30,69% atau 7,67% per tahun dan lahan pertanian sawah 16,12% atau 4,03% per tahun, (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya antara lain; Faktor yang mempengaruhi petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya: faktor kemampuan fisik petani berkurang, faktor ketertarikan pada penawaran harga, faktor pembagian warisan, faktor kebutuhan mendesak, alih profesi, dan terpengaruh lahan sekitar yang sudah berkonversi, faktor jarak lahan yang terlalu jauh dari rumah petani; Faktor yang mempengaruhi petani dalam mengkonversi sebagian lahan pertaniannya dan mempertahankan sebagian lainnya: faktor bertani adalah mata pencaharian dan faktor investasi, (3) Dampak konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani antara lain; Dampak positif: pertumbuhan kota, kelengkapan sarana dan prasarana, penambahan pendapatan non pertanian; Dampak negatif: hilangnya mata pencaharian, berkurang produksi pertanian sehingga berkurangnya pendapatan, ekosistem tidak seimbang. (4) Proyeksi luas lahan pertanian tegal/kebun pada tahun 2015 adalah 97,75 Ha dan sawah 197,5 Ha.

Kata kunci: konversi lahan pertanian, lahan pertanian Kecamatan Medan Tuntungan


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan pada tanggal 12 Juni 1989 dari ayah Almarhum Ir. H. Syafaruddin Siregar dan ibu Hj. Marlena Harahap yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis mengikuti pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1995 di SD Negeri 15 Padangsidimpuan dan tamat pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di MTs. S. Darul Mursyid yang tamat pada tahun 2004 dan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Negeri 4 Padangsidimpuan yang tamat pada tahun 2007. Masih pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Tanjung Mulia Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara pada bulan Juni sampai Juli 2011. Kemudian penulis juga telah melakukan penelitian skripsi di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada bulan September sampai Oktober 2011.


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah, Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menjalani dan mengakhiri perkuliahan serta dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang diberi judul: “Analisis Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan”.

Terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada dosen komisi pembimbing Ir. AT Hutajulu, MS dan Siti Khadijah H Nasution, SP atas sumbangan pemikiran, arahan, bimbingan, waktu dan tenaga selama penulisan skripsi ini berlangsung, kepada dosen pembimbing akademik Ir. Lily Fauzia, M. Si atas bimbingan dan nasehat selama mengikuti perkuliahan, kepada ketua Departemen Agribisnis DR. Ir. Salmiah, MS dan sekretaris Departemen Agribisnis DR. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec, kepada seluruh dosen staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara serta guru-guru saya dimanapun berada atas ilmu-ilmu yang diwariskan semoga dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, juga kepada seluruh pegawai tata usaha, pegawai kebersihan dan keamanan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di Kecamatan Medan Tuntungan atas bantuan selama penulis melakukan penelitian.

Terimakasih yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada rekan-rekan stambuk 2007, kita tamat kawan!, terkhusus untuk teman-teman saya


(6)

Dita Antania Hanjani, Marselia Alamanda Hasibuan, Jana Putri Utami, Yusma Dewi, kalian luar biasa!.

Terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua saya, Almarhum Ir. H. Syafaruddin Siregar dan Hj. Marlena Harahap, seluruh kasih sayang mama dan papa tak mungkin bisa dibalas dengan apapun, terimakasih ma.. terikasih pa.., terimakasih yang tak terhingga untuk ayah dan bunda, Drs. Asrul siregar, M. Hum dan Ratna Melati, SH, atas seluruh kasih sayang sejak saya tinggal di Medan, terimakasih yang tak terhingga untuk adik-adik saya Foda Faronadeges Siregar, Sari Shafadena Siregar, Moga Marina Siregar, Lan Lului Siregar, Natasha Siregar, Narosu Siregar, kakak sayang kalian. Terimakasih tak terhingga untuk keluarga besar Siregar dan keluarga besar Harahap semoga kita semua sukses ke depannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat. Terimakasih.

Medan, Desember 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 6

Tujuan Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 7

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka ... 8

Landasan Teori ... 14

Kerangka Pemikiran ... 15

Hipotesis Penelitian ... 17

METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 18

Metode Pengambilan Sampel Penelitian ... 18

Metode Pengumpulan Data ... 19

Metode Analisis Data ... 20

Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi ... 21

Batasan Operasional ... 21

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Deskripsi Daerah Penelitian ... 22

Keadaan Penduduk ... 23

Mata Pencaharian Penduduk ... 25

Sarana dan Prasarana ... 27


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Konversi Lahan Pertanian Tahun 2006-2010 di

Kecamatan Medan Tuntungan ... 33

Faktor-faktor Pendorong Terjadinya Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Seluruh Lahan Pertaniannya ... 40

Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Sebagian Lahan Pertanian dan Mempertahankan Sebagian Lainnya ………...44

Dampak Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Kecamatan Medan Tuntungan Dampak Positif ... 47

Dampak Negatif ... 50

Proyeksi Lahan Pertanian Lima Tahun Mendatang (2015) di Kecamatan Medan Tuntungan Gambaran Luas Lahan Pertanian yang Dikonversi ... 53

Status Konversi Lahan Pertanian ... 54

Tahun Konversi ... 55

Harga Tanah ... 56

Topografi Lahan ... 57

Mata Pencaharian Petani Sampel Sebelum dan Sesudah Konversi Lahan Pertanian ... 58

Proyeksi Luas Lahan Pertanian Lima Tahun Mendatang (2015) di Kecamatan Medan Tuntungan ... 60

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 65

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Tabel Halaman

1 Perubahan Luas Lahan Pertanian dan Non Pertanian di Kota Medan dan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2006 dan 2010

4

2 Perubahan Jumlah Petani di Kecamatan Medan Tuntungan

Tahun 2006 dan 2010

5 3 Jumlah Petani di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun

2010

19 4 Luas Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan per

Kelurahan

23 5 Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, dan Kepadatan

Penduduk per Km2 Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan

24

6 Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Tuntungan

25 7 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan

26 8 Sarana dan Prasarana di Kecamatan Medan Tuntungan 27 9 Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur di

Daerah Penelitian

29 10 Distribusi Sampel Berdasarkan Luas Lahan Sebelum

Konversi dan Sesudah Konversi di Daerah Penelitian

29 11 Distribusi Sampel Berdasarkan Kepemilikan Lahan

Pertanian Petani Sampel di Daerah Penelitian

31 12 Distribusi Sampel Berdasarkan Status Konversi Lahan

Pertanian Petani Sampel di Daerah Penelitian

31 13 Perubahan Luas Lahan Pertanian di Kecamatan Medan

Tuntungan Tahun 2006-2010

33 14 Pemanfatan Lahan Pertanian Setelah Mengalami

Konversi di Daerah Penelitian

38 15 Jumlah Petani Berdasarkan Luas Lahan yang dikonversi

di Daerah Penelitian

39 16 Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam

Mengkonversi Seluruh Lahan Pertaniannya di Daerah Penelitian

41

17 Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Sebagian Lahan Pertaniannya dan Mempertahankan Sebagian Lainnya di Daerah Penelitian

45

18 Dampak Positif dari Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Daerah Penelitian


(10)

19 Dampak Negatif dari Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Daerah Penelitian

50 20 Dampak Turunnya Produksi Padi Sawah Akibat

Konversi Lahan di Daerah Penelitian

52 21 Luas Lahan Sebelum Konversi dan Sesudah Konversi di

Daerah Penelitian

53 22 Status Konversi Lahan Pertanian Petani Sampel di

Daerah Penelitian

55 23 Tahun Konversi Lahan Pertanian di Daerah Penelitian 55 24 Harga Tanah per m2 Menurut Lokasi Kelurahan di

Daerah Penelitian

56

25 Harga Tanah di Daerah Penelitian 57

26 Keadaan Topografi Lahan Pertanian di Daerah Penelitian

58 27 Jenis Mata Pencaharian Petani Sebelum dan Sesudah

Konversi Lahan di Daerah Penelitian

59 28 Pengurangan Luas Lahan Pertanian Tahun 2006-2010 di

Daerah Penelitian

62 29 Proyeksi Luas Lahan Pertanian pada Tahun 2015 di

Daerah Penelitian


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Gambar Halaman

1 Skema Kerangka Pemikiran 16

2 Penggunaan Lahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2006

35 3 Penggunaan Lahan di Kecamatan Medan Tuntungan

Tahun 2010

36 4 Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam

Mengkonversi Seluruh Lahan Pertaniannya di Kecamatan Medan Tuntungan

41

5 Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Sebagian Lahan Pertanian dan Mempertahankan Sebagian Lainnya di Kecamatan Medan Tuntungan

45

6 Dampak Positif Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Kecamatan Medan Tuntungan

48 7 Dampak Negatif dari Konversi Lahan Pertanian yang

Dirasakan oleh Petani di Kecamatan Medan Tuntungan

51 8 Proyeksi Luas Lahan Pertanian Tahun 2015 dengan

Metode Grafik

61 9 Proyeksi penggunaan lahan di Kecamatan Medan

Tuntungan Tahun 2015


(12)

ABSTRAK

YUNI YATHARI SIREGAR : Konversi Lahan Pertanian Di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan, dibimbing oleh Ir. AT Hutajulu, MS dan Siti Khadijah H Nasution, SP.

Kajian tentang alih fungsi lahan sebenarnya bukanlah merupakan hal baru. Dari data sensus pertanian 1983-1993 diketahui lahan pertanian yang dikonversi di Indonesia mencapai 1,28 juta hektar, sensus pertanian berikutnya 1993-2003 konversi lahan pertanian tidak mengalami penurunan yang signifikan yaitu 1,26 juta hektar, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% pertahun dan berkembangnya struktur perekonomian menyebabkan jenis penggunaan ruang terus berkompetisi sehingga lahan pertanian semakin menciut. Untuk itu penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan pada tahun 2011 dengan pertimbangan bahwa kecamatan ini adalah kecamatan yang mengalami konversi lahan tertinggi di antara kecamatan-kecamatan Kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju konversi lahan pertanian selama rentang tahun 2006-2010, menganalisis faktor-faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian, menganalisis dampak konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani, menganalisis proyeksi lahan pertanian lima tahun mendatang. Metode penarikan sampel dilakukan dengan Nonprobability Sampling atau Nonrandom Sampling dengan teknik Quota Sampling. Metode analisis data dilakukan dengan Deskriptif dan Metode Ekstrapolasi dengan teknik grafik. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Laju konversi lahan pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2006-2010 untuk lahan pertanian tegal/ kebun sebesar 30,69% atau 7,67% per tahun dan lahan pertanian sawah 16,12% atau 4,03% per tahun, (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengkonversi lahan pertaniannya antara lain; Faktor yang mempengaruhi petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya: faktor kemampuan fisik petani berkurang, faktor ketertarikan pada penawaran harga, faktor pembagian warisan, faktor kebutuhan mendesak, alih profesi, dan terpengaruh lahan sekitar yang sudah berkonversi, faktor jarak lahan yang terlalu jauh dari rumah petani; Faktor yang mempengaruhi petani dalam mengkonversi sebagian lahan pertaniannya dan mempertahankan sebagian lainnya: faktor bertani adalah mata pencaharian dan faktor investasi, (3) Dampak konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani antara lain; Dampak positif: pertumbuhan kota, kelengkapan sarana dan prasarana, penambahan pendapatan non pertanian; Dampak negatif: hilangnya mata pencaharian, berkurang produksi pertanian sehingga berkurangnya pendapatan, ekosistem tidak seimbang. (4) Proyeksi luas lahan pertanian tegal/kebun pada tahun 2015 adalah 97,75 Ha dan sawah 197,5 Ha.

Kata kunci: konversi lahan pertanian, lahan pertanian Kecamatan Medan Tuntungan


(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian muncul sejak manusia mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu kelompok manusia untuk bergantung dan menetap pada suatu lahan, dan dengan demikian memicu munculnya suatu peradaban di daerah tersebut. Lahan pada pertanian merupakan salah satu faktor mutlak. Lahan difungsikan sebagai tempat manusia beraktifitas untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Utomo (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang melandasi kegiatan kehidupan dan penghidupan, lahan memiliki dua fungsi dasar yakni: Fungsi kegiatan budaya; suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai kawasan perkotaan maupun perdesaan, perkebunan, hutan produksi dan lain-lain, Fungsi lindung; kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya.

Pemanfaatan lahan untuk pertama kalinya dilakukan untuk pertanian. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, lahan berangsur-angsur mulai berubah ke banyak pemanfaatan lainnya. Perubahan penggunaan lahan dari pemanfaatan pertanian ke non pertanian disebut alih fungsi lahan atau konversi lahan. Alih fungsi lahan ini biasanya terkait dengan proses perkembangan wilayah. Pembangunan fisik yang sedang giat dilakukan belakangan ini bila ditinjau dari segi ekonomi akan memberikan peningkatan kepada kesejahteraan


(14)

masyarakat, tetapi akibat dari pembangunan tersebut adalah dibutuhkannya sejumlah luas lahan yang dikonversikan pemanfaatannya untuk tempat pembangunan. Widjanarko, dkk (2006) menyatakan berkembangnya sektor industri, jasa dan property pada era pertumbuhan ekonomi selama sepuluh tahun terakhir, pada umumnya telah memberikan tekanan pada sektor pertanian, konflik penggunaan dan pemanfaatan lahan bersifat dilematis, mengingat peluang untuk perluasan areal pertanian sudah sangat terbatas, sementara tuntutan terhadap kebutuhan lahan untuk perkembangan sektor industri, jasa, dan property semakin meningkat.

Kajian tentang alih fungsi lahan sebenarnya bukanlah merupakan hal baru. Dari data sensus pertanian 1983-1993 diketahui lahan pertanian yang dikonversi di Indonesia mencapai 1,28 juta hektar, sensus pertanian berikutnya 1993-2003 konversi lahan pertanian tidak mengalami penurunan yang signifikan yaitu 1,26 juta hektar. Terutama sejak adanya kebijakan untuk mendorong investor dalam dan luar negeri untuk menanamkan modalnya di sektor non pertanian. Bila ditinjau dari luas daratan Indonesia yang hanya sepertiga dari total luas seluruh wilayahnya, dan luas daratan tersebut masih harus dikurangi dengan total luas hutan lindung, hutan produksi, pemukiman, industri dan infrastruktur, dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49 % pertahun (sumber: Sensus Penduduk Indonesia 2010) dan keadaan lahan pertanian yang terus menciut, pemenuhan stok pangan dalam negeri akan terganggu. Iqbal dan Sumaryanto (2007) menyatakan lahan pertanian sangat rentan terhadap alih fungsi, hal tersebut disebabkan oleh kepadatan penduduk, daerah pertanian yang banyak berdekatan lokasinya dengan daerah perkotaan, akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, pembangunan


(15)

sarana dan prasarana pemukiman, kawasan industri dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar, dimana wilayah dengan topografi seperti itu ekosistem dominan adalah pertanian.

Konversi lahan ke penggunaan non pertanian umumnya bersifat menular. Konsekuensinya, sekali konversi lahan terjadi di suatu wilayah maka luas lahan yang dikonversi di lokasi tersebut akan semakin luas (Irawan, 2005). Keadaan ini semakin diperkuat jika petani mengalami kesulitan ekonomi sementara harga tanah di daerah tersebut semakin melambung tinggi dengan maraknya pembangunan, maka petani akan terdorong untuk menjual lahan pertaniannya sehingga laju alih fungsi lahan akan semakin meningkat.

Kecamatan Medan Tuntungan terletak di wilayah Selatan Kota Medan dengan luas wilayahnya mencapai 20,58 km2 yaitu sebesar 7,80% dari total luas Kota Medan. Kecamatan Medan Tuntungan merupakan pintu gerbang Kota Medan di sebelah Selatan yaitu pintu masuk dari Kabupaten Karo dan sekitarnya maupun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sumber: Badan Pusat Statistik). Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan yang terletak di pinggiran Kota Medan yang mengalami laju alih fungsi lahan tertinggi diantara kecamatan-kecamatan lainnya di kota ini (lihat Lampiran 3). Untuk mengetahui alih fungsi lahan yang terjadi di Kota Medan dan Kecamatan Medan Tuntungan lima tahun terakhir (2006-2010) lebih jelasnya terdapat pada Tabel 1 di bawah ini:


(16)

Tabel 1. Perubahan Luas Lahan Pertanian dan Non Pertanian di Kota Medan dan Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2006 dan 2010

Penggunaan Lahan

Kota Medan Kecamatan Medan Tuntungan 2006

Luas (Ha)

2010 Luas (Ha)

Perubahan

2006 Luas (Ha)

2010 Luas (Ha)

Perubahan

Pekarangan 2.166 3.017 + 851 133 262 + 129

Tegal/ kebun 1.121 945 - 176 316 219 - 97

Sawah 2.321 2.160 - 161 310 260 - 50

Lahan Tidur (Non

Produktif)

2.096 2.120 + 24 78 35 - 43

Bangunan 7.689 8.194 + 505 294 535 + 241

Lain-lain 11.117 10.074 -1.043 927 747 - 180

Jumlah 26.510 26.510 +1.380 2.058 2.058 + 370

-1.380 - 370

Sumber: Dinas Pertanian & Kelautan Kota Medan (Lampiran 3 )

Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kota Medan cenderung bergeser dari lahan produktif pertanian ke pemanfaatan non pertanian. Perubahan penggunaan lahan paling tinggi pada Kota Medan yaitu pada penggunaan lahan untuk pekarangan dan bangunan yaitu penambahan masing-masing sebesar 851 Ha dan 505 Ha selama periode tahun 2006 sampai 2010, begitu juga dengan Kecamatan Medan Tuntungan, perubahan penggunaan lahan paling tinggi yaitu pada penggunaan lahan untuk pekarangan dan bangunan yaitu penambahan masing-masing sebesar 129 Ha dan 241 Ha. Penambahan luas penggunaan lahan untuk pekarangan dan bangunan ini mengurangi luas penggunaan lahan untuk tegal/kebun, sawah dan lain-lain pada Kota Medan dan mengurangi luas lahan untuk tegal/kebun, sawah, lahan tidur (non produktif), dan


(17)

lain-lain pada Kecamatan Medan Tuntungan. Perbedaan penggunaan lahan antara Kota Medan dan Kecamatan Medan Tuntungan terjadi pada penggunaan lahan non produktif atau lahan tidur, pada Kota Medan, lahan non produktif ini mengalami penambahan luas lahan sebesar 24 Ha sedangkan untuk Kecamatan Medan Tuntungan lahan ini mengalami pengurangan. Begitu juga dengan jumlah penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani di kecamatan ini turut mengalami penurunan pula. Perubahan jumlah petani dari tahun 2006 sampai 2010 dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2. Perubahan Jumlah Petani di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2006 dan 2010

No Kelurahan Jumlah Petani (Orang)

Tahun 2006 Tahun 2010

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Baru Ladang Bambu Sidomulyo Lau Cih Namu Gajah Kemenangan Tani Simalingkar B Simpang Selayang Tanjung Selamat Mangga 211 71 41 353 266 1.727 2.713 218 209 162 79 149 229 134 1.674 631 179 -

Jumlah 5.809 3.237

Sumber: Kantor Kecamatan Medan Tuntungan

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk bermatapencaharian sebagai petani di Kecamatan Medan Tuntungan selama periode tahun 2006 sampai 2010 mengalami pengurangan dari 5.809 petani pada tahun 2006 menjadi 3.281 pada tahun 2010 yaitu sebesar 2.572 petani pada tahun 2006 tidak lagi bermatapencaharian sebagai petani pada tahun 2010.

Kota Medan sebagai sebagai pusat pertumbuhan dan aktivitas ekonomi akan terus mengupayakan kelengkapan sarana dan prasarana penunjang dari


(18)

pertumbuhan dan aktivitas ekonomi tersebut. Pembangunan Kota Medan cenderung diarahkan ke daerah-daerah pinggiran kota yang dilakukan untuk membuka akses ke wilayah yang belum berkembang. Lahan yang semula difungsikan sebagai aktivitas non perkotaan akan beralih fungsi menjadi lahan perkotaan. Oleh karena hal tersebut di atas, penulis merasa perlu untuk menganalisis konversi lahan pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan.

Identifikasi Masalah

Permasalahan yang dapat dirumuskan untuk diidentifikasi berdasarkan uraian latar belakang di atas, yaitu:

1. Bagaimana laju konversi lahan pertanian tahun 2006-2010 di daerah penelitian?

2. Apakah faktor-faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian di daerah penelitian?

3. Bagaimanakah dampak konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di daerah penelitian?

4. Bagaimanakah proyeksi luas lahan pertanian lima tahun mendatang (2015) di daerah penelitian?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah diatas, yaitu:

1. Untuk menganalisis laju konversi lahan pertanian tahun 2006-2010 di daerah penelitian.


(19)

2. Untuk menganalisis faktor-faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian di daerah penelitian.

3. Untuk menganalisis dampak konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di daerah penelitian.

4. Untuk menganalisis proyeksi luas lahan pertanian lima tahun mendatang (2015) di daerah penelitian.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam bentuk penelitian kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai konversi lahan di perkotaan.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Pustaka

Pertanian dalam keseharian diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam, dalam arti luas pertanian diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis meliputi bercocok tanam, kehutanan, perikanan dan peternakan (Suratiyah, 2008).

Petani mulai ada sejak manusia membutuhkan bahan makanan yang dapat mereka peroleh dengan cara menanam dan merawat tanaman serta memelihara ternak. Pertanian itu sendiri ada jika petani sudah ikut campur tangan dalam mengatur tanaman dan ternak dan memanfaatkannya untuk manusia. Unsur-unsur pertanian antara lain proses produksi, petani, usahatani, dan usahatani sebagai perusahaan. Usahatani (farm) merupakan sebagian dari permukaan bumi dimana petani bercocok tanam atau memelihara ternak. Usahatani pada dasarnya adalah sebidang tanah (Mosher, 1987). Lahan dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, yang penggunaannya meliputi sebagian tubuh bumi yang ada di bawahnya, dan sebagian ruang yang ada diatasnya (Pasal 4 Undang –Undang Pokok Agraria/UUPA).

Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan juga dapat


(21)

diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik (Lestari, 2009).

Kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian cenderung terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan berkembangnya struktur perekonomian. Alih fungsi lahan pertanian sulit dihindari akibat kecenderungan tersebut. Beberapa kasus menunjukkan jika disuatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang tidak lama lahan disekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain disekitarnya untuk menjual lahan (Irawan, 2008). Pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan (Wibowo, 1996).

Proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: Faktor eksternal yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi, Faktor internal disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga petani, Faktor


(22)

kebijakan yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian (Lestari, 2009).

Sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan yang menekankan terhadap aspek pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi, baik kepada investor lokal maupun luar negeri dalam penyediaan tanahnya, maka perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke non pertanian terjadi secara meluas. Tiga kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah:

1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan bagi pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. Dampak kebijakan ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan lahan sejak tahun 1989, yang telah berorientasi pada lokasi subur dan menguntungkan dari ketersediaan infrastruktur ekonomi.

2. Kebijakan pembangunan pemukiman skala besar dan kota baru, maka muncullah spekulan yang mendorong minat para petani menjual lahannya. 3. Kebijakan deregulasi dalam penanaman modal dan perizinan sesuai dengan

Paket Kebijaksanaan Oktober Nomor 23 Tahun 1993 memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam pemrosesan dan perizinan lokasi, yang kemudian terjadi peningkatan sangat nyata dalam hal permohonan izin lokasi baik untuk kawasan industri, pemukiman skala besar, maupun kawasan pariwisata


(23)

Perluasan areal pertanian secara keseluruhan dari tahun ke tahun relatif kecil. Hal ini terutama selain disebabkan tanah yang potensial untuk lahan pertanian jumlahnya makin terbatas, juga kemampuan modal dan teknologi untuk membuka lahan pertanian baru masih terbatas. Bahkan dibeberapa daerah, terutama di sekitar kota-kota besar, terjadi penciutan lahan pertanian, sebagai akibat dari pemekaran kota dan daerah hunian (Hadiwigeno, 1988). Fauzi (1997) menambahkan sebagian masyarakat adat kehilangan tanah mereka untuk pembangunan industri dan infrastruktur, untuk konsesi hutan, tambang dan untuk proyek real estate komersial. Tanah tidak lagi sekedar dipandang sebagai tujuan produksi ekonomi semata tetapi dilihat juga dari nilai nominalnya di kota, tidak dipungkiri bahwa kegiatan bertani sulit untuk dipertahankan (Setyobudi, 2001).

Pada umumnya, tanah perkotaan diperoleh melalui proses alih fungsi tanah pertanian, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak swasta. Alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian ini bahkan sering menjadi tidak terkendali (Adisasmita, 2010). Sebagian terbesar dari tanah yang dimutasikan itu berasal dari tanah pertanian yang subur yaitu tanah andalan yang berproduktivitas tinggi. Hal ini terjadi karena tanah pertanian yang subur itu, terletak di daerah padat penduduk (Hadiwigeno, 1988).

Konversi lahan pertanian menjadi bentuk penggunaan lainnya tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan sektor tersebut akan membutuhkan lahan yang lebih luas. Apabila lahan tersebut letaknya dekat dengan sumber pertumbuhan ekonomi maka akan bergeser penggunaannya ke bentuk lain. Hal ini terjadi karena land rent persatuan luas


(24)

yang diperoleh dari aktifitas baru lebih tinggi dari pada yang dihasilkan pertanian (Anwar, 1993).

Pengadaan industri merupakan salah satu penyebab alih fungsi lahan pertanian. Penyebaran fasilitas industri bukan berlokasi di daerah pusat kota, tetapi cenderung berkonsentrasi di daerah pinggiran kota dan berkompetisi dengan jenis penggunaan ruang lainnya. Ada beberapa alasan mengapa hal ini terjadi di daerah perbatasan kota. Pertama, daerah tersebut pada mulanya memiliki sifat yang relatif lapang dan lengang, sehingga dengan penempatan lokasi industri disana diasumsikan tidak akan mengganggu ketertiban dan kelancaran lalu-lintas kota. Kedua, sehubungan dengan kelancaran lalu lintas, lokasi dekat dengan jalan raya menjadi pilihan utama bagi aksesibilitas pengiriman hasil produksi. Ketiga, pintu-pintu gerbang saluran air sungai ke kota berada di daerah tersebut, dimana industri hampir selalu berhubungan dengan sumberdaya air atau sungai (Koestoer, 1997).

Konversi dari tanah-tanah pertanian kepada non pertanian telah mencapai tingkatan yang membahayakan usaha swasembada pangan kita, karena makin ciutnya areal pertanian dengan adanya berbagai kegunaan diluar pertanian. Tekanan dari industri, pemukiman telah memaksa sejumlah tanah-tanah yang subur berubah kegunaannya kepada bukan pertanian, demikian pula dari usaha ekspor non migas memaksa sejumlah tanah sawah menjadi non sawah (Parlindungan, 1991).

Alih fungsi tanah pertanian adalah gejala yang telah diwaspadai semenjak lebih dari dua puluh tahun yang lalu ternyata tidak semakin surut. Upaya untuk mencegah alih fungsi tanah pertanian itu dilakukan melalui kebijakan pemberian


(25)

izin lokasi yang sudah terlanjur diberikan maupun yang belum diberikan, disamping perlunya penyempurnaan di beberapa tempat yang terlanjur mencantumkan rencana penggunaan tanah sawah beririgasi untuk penggunaan non pertanian. Karena upaya pencetakan sawah untuk mengimbangi berkurangnya tanah pertanian belum dapat dilihat hasilnya, kiranya monitoring terhadap kebijakan yang telah digariskan perlu diprioritaskan (Sumardjono, 2001).

Berbagai upaya untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian telah banyak dilakukan. Beragam studi yang ditujukan untuk memahami proses terjadinya alih fungsi, faktor penyebab, tipologi alih fungsi maupun estimasi dampak negatifnya telah banyak pula dilakukan. Beberapa rekomendasi telah dihasilkan dan sejumlah kebijakan telah dirumuskan. Dari hasil penelusuran pustaka telah ada 11 produk hukum, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Instruksi Presiden, Peraturan Menteri ataupun Keputusan Bersama tingkat Menteri. Akan tetapi sampai saat ini berbagai kebijakan tersebut belum berhasil mencapai sasaran. Efektivitasnya masih terkendala oleh belum terwujudnya konsistensi dalam perencanaan, serta lemahnya koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan (Murniningtyas, 2006).

Pemantauan perubahan penggunaan tanah perlu dilakukan karena banyaknya tanah pertanian subur yang berubah menjadi tanah non pertanian. Perlu adanya identifikasi dan analisis pola perilaku perubahan penggunaan tanah dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan hidup, serta adanya tolok ukur, kriteria, dan landasan teknis obyektif untuk pedoman pengendalian penggunaan tanah. Peraturan-peraturan tentang tata guna tanah perlu diadakan untuk mencegah adanya konflik perubahan kepentingan dalam menggunakan tanah,


(26)

mencegah terjadinya perubahan penggunaan tanah yang tidak terkendali, mencegah terjadinya kerusakan tanah dan keseimbangan alam, mengarahkan penggunaan tanah agar mencapai hasil yang optimal serta tidak mengganggu pengadaan pangan (Hadiwigeno, 1988).

Landasan Teori

Kajian alih fungsi lahan dapat dilihat dari teori Pusat Pertumbuhan Growth Pole. Tarigan (2005) menyatakan Teori Growth Pole dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun keluar daerah. Perkembangan industri ini selanjutnya akan membutuhkan sejumlah luas lahan yang dikonversikan pemanfaatannya untuk tempat pembangunan. Tipe wilayah seperti ini cenderung mengalami proses konversi lahan yang tinggi. Kemudian secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi. Wilayah ini kemudian akan menjadi magnet berbagai jenis usaha yang memicu laju pembangunan. Teori Growth Pole baik secara fungsional maupun geografis menjelaskan bagaimana terjadinya konversi lahan pertanian ke berbagai penggunaan lain non pertanian terutama di daerah perkotaan.

Teori lain yang melandasi penelitian ini adalah Teori Ekstrapolasi atau Trend. Teori ini digunakan untuk melihat proyeksi penggunaan lahan. Tarigan (2005) menyatakan teori ekstrapolasi adalah melihat kecenderungan pertumbuhan


(27)

di masa lalu dan melanjutkan kecenderungan tersebut untuk masa yang akan datang sebagai proyeksi. Ekstrapolasi mengasumsikan laju pertumbuhan masa lalu akan berlanjut di masa yang akan datang. Metode ini dalam aplikasinya menggunakan Teknik Grafik.

Dalam Teknik Grafik, perkembangan di masa lampau digambarkan dalam susunan koordinat, untuk setiap kurun waktu dinyatakan dalam suatu titik pada bidang koordinat tersebut. Susunan titik-titik tersebut dapat dipandang sebagai suatu garis lurus atau lengkung, dan arah garis tersebut diteruskan ke arah masa yang akan datang sebagai proyeksi. Akan tetapi, teknik ini tidak untuk meramalkan angka melainkan hanya kecenderungannya saja.

Kerangka Pemikiran

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, pemanfaatan lahan yang semula dipergunakan untuk aktivitas pertanian berangsur-angsur mulai berubah ke banyak pemanfaatan lainnya. Berkembangnya sektor industri, jasa dan property pada era pertumbuhan ekonomi selama tahun 2006-2010, pada umumnya telah memberikan tekanan pada sektor pertanian. Ditambah lagi hal tersebut didorong oleh berbagai faktor seperti faktor eksternal yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi, faktor internal disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga petani, dan faktor kebijakan yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

Laju alih fungsi lahan yang terus meningkat ini mengakibatkan terganggunya pasokan pangan dan keseimbangan ekosistem juga menimbulkan masalah-masalah sosial ekonomi. Pembangunan Kota Medan yang diarahkan ke


(28)

daerah-daerah pinggiran kota mendorong Kecamatan Medan Tuntungan mengalami laju konversi lahan yang tinggi. Lahan yang semula difungsikan sebagai aktivitas non perkotaan diramalkan akan beralih fungsi menjadi lahan perkotaan.

Ilustrasi kerangka pemikiran dapat dilihat dari Gambar 1 di bawah ini:

Keterangan:

= mempengaruhi

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Petani

Lahan Pertanian

Faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Mengkonversi

Lahan Pertanian

Faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Mengkonversi Seluruh Lahan

Faktor yang Mempengaruhi Petani dalam Mengkonversi

Sebagian Lahan dan

Mempertahankan Sebagian Lainnya

Konversi Lahan Pertanian Laju Konversi Lahan Pertanian Tahun 2006-2010

Proyeksi Konversi Lahan Pertanian Tahun 2015 Dampak Konversi Lahan

Pertanian yang dirasakan Petani


(29)

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, tinjauan pustaka, landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:

1. Laju konversi lahan pertanian tahun 2006-2010 di daerah penelitian tinggi. 2. Proyeksi luas lahan pertanian lima tahun mendatang di daerah penelitian


(30)

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive, yaitu secara sengaja memilih daerah ini. Kecamatan Medan Tuntungan dipilih dengan alasan bahwa kecamatan ini adalah kecamatan yang mengalami konversi lahan tertinggi dimana terjadi penurunan luas lahan pertanian yang cukup tajam di antara kecamatan-kecamatan yang ada di pinggiran Kota Medan. Lokasi yang menjadi daerah sampel penelitian adalah delapan kelurahan dari sembilan kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Tuntungan yaitu Kelurahan Baru Ladang Bambu, Kelurahan Sidomulyo, Kelurahan Lau Cih, Kelurahan Namu Gajah, Kelurahan Kemenangan Tani, Kelurahan Simalingkar B, Kelurahan Simpang Selayang, dan Kelurahan Tanjung Selamat, kelurahan yang tidak termasuk menjadi daerah sampel penelitian adalah Kelurahan Mangga karena tidak terdapat lahan pertanian di kelurahan ini.

Metode Pengambilan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang memiliki lahan pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan yang tersebar di delapan keluruhan tersebut diatas.

Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara Nonprobability Sampling atau Nonrandom Sampling yaitu setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel, dilakukan


(31)

dengan teknik Quota Sampling yaitu bentuk dari sampel distratifikasikan secara proporsional namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja. Sampel yang akan diteliti adalah sebanyak empat puluh orang petani yang mengalami konversi lahan pertanian dengan kuota lima orang petani per kelurahannya, jumlah ini menurut Gay (2002) adalah jumlah ukuran sampel yang diterima berdasarkan pada metode penelitian korelasional, sebagaimana dinyatakannya bahwa ukuran minimal sampel yang diterima berdasarkan metode penelitian korelasional adalah sebanyak tiga puluh. Pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3. Jumlah Petani di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010 No Kelurahan Jumlah Petani

(Orang) Jumlah Sampel (Orang) 1 2 3 4 5 6 7 8

Baru ladang bambu Sidomulyo Lau Cih Namu Gajah Kemenangan Tani Simalingkar B Simpang Selayang Tanjung Selamat 162 79 149 229 134 1.674 631 179 5 5 5 5 5 5 5 5

Jumlah 3.237 40

Sumber: Kantor Kecamatan Medan Tuntungan

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada petani dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (BPS-SUMUT), Badan Pusat Statistik Kota Medan, Dinas Pertanian dan


(32)

Kelautan Kota Medan, Kantor Kecamatan Medan Tuntungan, Kantor-kantor Kelurahan Kecamatan Medan Tuntungan.

Metode Analisis Data

Masalah 1, Laju konversi lahan pertanian selama tahun 2006-2010 di daerah penelitian akan dianalisis dengan analisis deskriptif yaitu berdasarkan data persentase perubahan luas lahan pertanian dalam kurun waktu lima tahun tersebut.

Masalah 2, Faktor-faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian di daerah penelitian akan dianalisis dengan analisis deskriptif dengan mentabulasi alasan-alasan yang diungkapkan responden yaitu faktor apa yang mendorong petani mengkonversi seluruh lahan pertaniannya maupun mengkonversi sebagian lahan pertaniannya dan mempertahankan sebagian lainnya.

Masalah 3, dampak konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di daerah penelitian akan dianalisis dengan analisis deskriptif dengan mentabulasi alasan-alasan yang diungkapkan responden yaitu dampak positif atau negatif apa yang dirasakan oleh petani tersebut.

Masalah 4, Proyeksi luas lahan pertanian lima tahun mendatang (2015) di daerah penelitian akan dianalisis dengan menggunakan metode ekstrapolasi dengan teknik grafik dan analisis deskriptif yaitu berdasarkan data persentase perubahan luas lahan pertanian dalam kurun waktu tahun 2006-2010.


(33)

Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi

1. Konversi lahan pertanian adalah peralihan fungsi lahan produktif sebagian atau seluruhnya dari fungsinya semula sektor pertanian menjadi non pertanian. 2. Luas lahan pertanian adalah luas lahan yang digunakan untuk produksi

komoditi pertanian yang dihitung dalam satuan Hektar (Ha).

3. Petani adalah orang yang berusahatani pada satuan lahan, baik yang masih mempertahankan lahan, maupun yang mengalihfungsikan lahannya.

4. Laju alih fungsi lahan adalah persentase perubahan luas lahan pertanian.

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2011.

3. Petani sampel adalah petani yang mengusahakan produksi komoditi pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara.

4. Data pemanfaatan lahan adalah data sekunder yaitu lahan pertanian dan non pertanian di Kota Medan tahun 2006 dan 2010.


(34)

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Deskripsi Daerah Penelitian

Kecamatan Medan Tuntungan adalah salah satu dari Kota Kota Medan. Jarak kantor kecamatan ke kantor Walikota Medan yaitu sekitar 18 Km. Secara administrasi Kecamatan Medan Tuntungan mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Selayang dan Kecamatan Medan Johor

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Medan Tuntungan mempunyai luas sekitar 21,58 Km2 yaitu sekitar 7,80% dari total luas Kota Medan yang terdiri dari 9 kelurahan dan terbagi atas 76 lingkungan. Luas wilayah dirinci per kelurahan dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini:


(35)

Tabel 4. Luas Wilayah Kecamatan Medan Tuntungan per Kelurahan Kelurahan Jumlah

Lingkungan Luas Km

2

Persentase

Baru Ladang Bambu 5 1,35 6,26%

Sidomulyo 4 0,87 4,03%

Lau Cih 3 1,50 6,59%

Namu Gajah 4 1,01 4,68%

Kemenangan Tani 5 1,50 6,95%

Simalingkar B 5 4,43 20,53%

Simpang Selayang 17 5,12 23,73%

Tanjung Selamat 9 3,00 13,90%

Mangga 24 2,80 12,97%

Jumlah 76 21,58 100,00%

Sumber: Kantor Kecamatan Medan Tuntungan

Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa kelurahan dengan luas wilayah yang paling luas adalah Kelurahan Simpang Selayang yang terbagi atas 17 Lingkungan dengan luas wilayah mencapai 5,12 Km2 atau sekitar 23,73% dari total luas Kecamatan Medan Tuntungan, kelurahan ini sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kecamatan Medan Selayang. Sedangkan kelurahan dengan luas wilayah yang paling kecil adalah Kelurahan Sidomulyo yang terbagi atas 4 Lingkungan dengan luas wilayah 0,87 Km2 atau sekitar 4,03% dari total luas Kecamatan Medan Tuntungan, kelurahan ini sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang.

Keadaan Penduduk

Kecamatan Medan Tuntungan memiliki penduduk sebesar 70.073 jiwa yang terdiri atas 34.154 laki-laki dan 35.919 perempuan. Jika dalam satuan Kepala Keluarga, kecamatan ini memiliki penduduk sebesar 18.975 KK. Jumlah penduduk serta tingkat kepadatan penduduk dirinci per kelurahan dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini:


(36)

Tabel 5. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, dan Kepadatan Penduduk per Km2 Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan

Kelurahan Jumlah Penduduk (Jiwa)

Luas Wilayah (Km2)

Kepadatan Penduduk (Km2)

Baru Ladang Bambu 2.839 1,35 2.103

Sidomulyo 1.658 0,87 1.906

Lau Cih 1.473 1,50 982

Namu Gajah 1.628 1,01 1612

Kemenangan Tani 3.403 1,50 2.269

Simalingkar B 4.625 4,43 1.044

Simpang Selayang 15.405 5,12 3.009

Tanjung Selamat 9.262 3,00 3.087

Mangga 29.780 2,80 10.636

Jumlah 70.073 21,58 3.247

Sumber: Kantor Kecamatan Medan Tuntungan

Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa kelurahan dengan jumlah penduduk tertinggi adalah Kelurahan Mangga yaitu sebesar 29.780 jiwa, sedangkan luas wilayahnya adalah keempat terluas yaitu sebesar 2,80 Km2, dengan jumlah penduduk 29.780 jiwa dan luas wilayah 2,80 Km2 tingkat kepadatan penduduk paling tinggi di Kecamatan Medan Tuntungan juga terletak pada kelurahan ini yaitu 10.636 jiwa/Km2. Sedangkan kelurahan dengan jumlah penduduk terendah adalah Kelurahan Lau Cih yaitu sebesar 1.473 jiwa dengan luas wilayah kelima terluas yaitu sebesar 1,50 Km2, dengan jumlah penduduk 1.473 jiwa dan luas wilayah 1,50 Km2, tingkat kepadatan penduduk terendah di Kecamatan Medan Tuntungan juga terletak pada kelurahan ini yaitu sebesar 982 jiwa/Km2.

Penduduk Kecamatan Medan Tuntungan dalam hal usia memiliki sebaran yang beragam. Sebaran ini berbeda pula pada penduduk laki-laki dan perempuan. Secara ter perinci penduduk Kecamatan Medan Tuntungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini:


(37)

Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Tuntungan

Kelompok umur (tahun)

Jenis kelamin

Jumlah (jiwa) Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa)

0-4 2.782 3.102 5.884

5-14 6.078 6.656 12.734

15-44 18.540 19.182 37.722

45-64 5.483 5.456 10.939

≥ 65 1.271 1.523 2.794

Medan Tuntungan 34.154 35.919 70.073

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Tuntungan

Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk tertinggi terdapat pada kisaran umur 15-44 tahun yaitu sebesar 37.722 jiwa, penduduk laki-laki maupun perempuan terbesar juga terdapat pada kelompok umur ini yaitu sebesar 18.540 jiwa laki-laki dan 19.182 jiwa perempuan. Sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat pada kisaran umur ≥ 65 tahun yait u sebesar 2.794 jiwa, penduduk laki-laki maupun perempuan terendah juga terdapat pada kelompok umur ini yaitu sebesar 1.271 jiwa laki-laki dan 1.523 jiwa perempuan.

Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian penduduk Kecamatan Medan Tuntungan sangat bervariasi, terdiri atas pegawai negeri, pegawai swasta, ABRI, petani dan pedagang. Lebih rinci lagi distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian per kelurahan dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini:


(38)

Tabel 7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Tuntungan

Kelurahan Pegawai Petani (jiwa) Pedagang (jiwa) Pensiunan (jiwa) Lain-lain (jiwa) Negeri (jiwa) Swasta (jiwa) ABRI (jiwa) Baru Ladang

Bambu 137 617 8 162 69 11 168

Sidomulyo 44 636 7 79 49 4 152

Lau Cih 47 116 0 149 52 9 69

Namu Gajah 74 358 3 229 46 15 378

Kemenangan

Tani 626 418 23 134 431 64 343

Simalingkar

B 81 252 17 1.674 108 36 129

Simpang

Selayang 721 2.231 23 631 164 53 147

Tanjung

Selamat 387 1.866 77 179 732 82 144

Mangga 1.648 2.226 84 - 751 133 192

Jumlah 3.765 8.320 242 3.237 2.402 407 1.722

Sumber : Kantor Kecamatan Medan Tuntungan

Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bermatapencaharian sebagai pegawai swasta adalah yang terbesar di Kecamatan Medan Tuntungan, jumlah ini mencapai 8.320 jiwa yang kebanyakan berasal dari Kelurahan Mangga yaitu sebesar 2.226 jiwa. Sedangkan yang bermatapencaharian sebagai ABRI adalah jumlah yang terkecil yaitu sebanyak 242 jiwa yang kebanyakan juga berasal dari Kelurahan Mangga yaitu 84 jiwa. Dapat kita lihat bahwa, bertani bukanlah mata pencaharian mayoritas penduduk Kecamatan Medan Tuntungan, jumlah petani sebesar 3.237 jiwa ini adalah mata pencaharian ketiga terbanyak di kecamatan ini, jika dibandingkan dengan total jumlah penduduk kecamatan sebesar 70.073 jiwa, jumlah penduduk bermatapencaharian sebagai petani ini hanya mencapai 4,61%.


(39)

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang sudah tersedia di Kecamatan Medan Tuntungan sampai tahun 2010 dapat kita lihat pada Tabel 8 di bawah ini:

Tabel 8. Sarana dan Prasarana di Kecamatan Medan Tuntungan Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

Taman Kanak-Kanak (TK) Swasta 26

Sekolah Dasar Negeri 22

Sekolah Dasar Swasta 12

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Swasta 8

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 1

Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Swasta kejuruan 5 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Swasta umum 6

Rumah Sakit 2

Puskesmas 4

Mesjid 37

Gereja 42

Lapangan olah raga 45

Pusat perbelanjaan 21

SPBU 4

Hotel/losmen 27

Restoran 5

Bank 2

Sumber: Kantor Kecamatan Medan Tuntungan

Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa sarana dan prasarana di Kecamatan Medan Tuntungan cukup memadai. Bangunan sekolah mulai dari Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas umum ataupun kejuruan baik negeri maupun swasta sudah tersedia. Begitu juga dengan fasilitas umum lainnya seperti pusat kesehatan, rumah ibadah, lapangan olah raga antara lain bola kaki, bola volley, bulu tangkis, tenis meja, futsal, pusat perbelanjaan seperti pasar tradisional, pertokoan, swalayan, SPBU, hotel, restoran dan bank sudah tersedia di kecamatan ini dengan jumlah yang mencukupi. Pembangunan fasillitas umum ini menyebar di seluruh daerah


(40)

Kecamatan Medan Tuntungan. Untuk Sekolah Taman Kanak-Kanak, 13 unit sekolah terdapat di Kelurahan Mangga, 5 unit sekolah terdapat di Kelurahan Tanjung Selamat, 3 unit sekolah terdapat di Kelurahan Kemenangan Tani, sedangkan 2 unit lainnya terdapat di Kelurahan Baru Ladang Bambu. Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 4 unit sekolah terdapat di Kelurahan Mangga, 2 unit sekolah terdapat di Kelurahan Kemenangan Tani, sementara Kelurahan Tanjung Selamat, Kelurahan Simpang Selayang, Kelurahan Simalingkar B, Kelurahan Namu Gajah, dan Kelurahan Lau Cih masing-masing memiliki satu unit sekolah. Untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Kelurahan Mangga dan Kelurahan Kemenangan Tani masing-masing memiliki 4 unit sekolah, 2 unit terdapat di Kelurahan Tanjung Selamat, sedangkan Kelurahan Simpang Selayang dan Kelurahan Lau Cih masing-masing memiliki 1 unit sekolah.

Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel di daerah penelitian adalah gambaran umum petani yang menjadi sampel di daerah penelitian. Petani sampel dalam hal ini adalah yang mengusahakan suatu lahan di bidang pertanian. Petani sampel berjumlah 40 petani dengan rincian 5 petani dari tiap kelurahan kecuali dari Kelurahan Mangga sebab ketika penelitian berlangsung tidak dapat dijumpai lahan pertanian di kelurahan ini. Karakteristik tersebut antara lain umur, luas lahan, kepemilikan lahan, dan status lahan.

a. Umur

Keadaan umur sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini:


(41)

Tabel 9. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur di Daerah Penelitian

Kelompok Umur

(tahun) Jumlah Petani (jiwa) Persentase

35-50 15 37,5%

51-65 9 22,5%

66-80 16 40%

Jumlah 40 100%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 4

Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa sampel terbesar terdapat pada kelompok umur 66-80 tahun yaitu sebanyak 16 petani sampel atau 40% dari total petani sampel. Berbeda sedikit dari kelopok umur sampel terbanyak, pada kelompok umur 51-65 tahun terdapat 15 petani sampel atau 37,5% dari total petani sampel. Sedangkan sampel terkecil terdapat pada kelompok umur 51-65 tahun yaitu sebanyak 9 petani sampel atau 22,5% dari total petani sampel.

b. Luas Lahan

Luas lahan dalam hal ini adalah luas lahan yang dimiliki petani sampel sebelum dan sesudah konversi lahan terjadi. Karakteristik sampel berdasarkan luas lahan sebelum konversi, sesudah konversi, dan yang dikonversi lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini:

Tabel 10. Distribusi Sampel Berdasarkan Luas Lahan Sebelum Konversi, Sesudah Konversi di Daerah Penelitian

Kelompok Luas Lahan

(Ha)

Sebelum Konversi Sesudah Konversi Jumlah

Petani (Jiwa) Persentase

Jumlah

Petani (Jiwa) Persentase

0,0-0,5 10 25% 36 90%

0,6-1,0 16 40% 2 5%

>1,0 14 35% 2 5%

Jumlah 40 100% 40 100%


(42)

Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa sebelum konversi lahan terjadi, petani dengan luas lahan berada di kelompok luas lahan 0,6-1,0 Ha terdapat 16 petani sampel atau 40% dari total petani sampel, petani dengan luas lahan berada di kelompok luas lahan >1,0 Ha terdapat 14 petani atau 35% dari total petani sampel, sedangkan petani dengan luas lahan berada di kelompok luas lahan 0,0-0,5 Ha terdapat 10 petani atau 25% dari total petani sampel.

Sesudah konversi lahan terjadi hal ini tentu saja berubah, jumlah petani dengan luas lahan berada di kelompok luas lahan 0,0-0,5 Ha bertambah dari 10 petani sampel menjadi 36 petani sampel atau sebesar 90% dari total petani sampel dimana 25 petani atau 62,5% dari total sampel petani dalam kelompok ini tidak mempunyai lahan pertanian sama sekali (Lampiran 4), sedangkan petani dengan luas lahan berada di kelompok luas lahan 0,6-1,0 Ha berkurang dari 16 petani sampel menjadi 2 petani sampel atau 5% dari total petani sampel begitu pula hal nya dengan petani dengan luas lahan berada di kelompok luas lahan >1 Ha juga mengalami pengurangan dari 14 petani sampel menjadi 2 petani sampel atau 5% dari total petani sampel.

c. Kepemilikan Lahan

Kepemilikan lahan adalah status kepemilikan lahan pertanian yang diusahakan oleh petani sampel. Kepemilikan lahan ini terbagi atas: milik sendiri, sewa, dan bagi hasil. Kepemilikan lahan petani sampel dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini:


(43)

Tabel 11. Distribusi Sampel Berdasarkan Kepemilikan Lahan Pertanian Petani Sampel di Daerah Penelitian

Kepemilikan Lahan Jumlah Petani (jiwa) Persentase

Milik sendiri 29 72,5%

Sewa 10 25%

Bagi hasil 1 2,5%

Jumlah 40 100%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 4

Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa kepemilikan lahan pertanian petani mayoritas lahan adalah milik sendiri yaitu sebanyak 29 petani sampel atau 72,5% dari total petani sampel memiliki lahan pertaniannya sendiri, berikutnya adalah petani yang menyewa lahan pertanian yang diusahakannya dari orang lain sebanyak 10 petani sampel atau 25% dari total petani sampel, dan petani yang sistem lahannya bagi hasil yaitu membagi pendapatan antara petani pemilik lahan dengan petani yang mengerjakan lahan yaitu terdapat 1 petani sampel atau 2,5% dari total petani sampel.

d. Status Konversi Lahan

Status konversi lahan pada penelitian ini adalah mengkonversi seluruh atau sebagian lahan pertanian petani sampel. Lebih jelasnya lagi dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini:

Tabel 12. Distribusi Sampel Berdasarkan Status Konversi Lahan Pertanian Petani Sampel di Daerah Penelitian

Status Konversi Lahan Jumlah Petani

(jiwa) Persentase

Mengkonversi seluruh lahan 25 62,5%

Mengkonversi sebagian lahan 15 37,5%

Jumlah 40 100%


(44)

Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa petani yang mengkonversi seluruh lahan pertaniannya adalah sebanyak 25 petani sampel atau 62,5% dari total petani sampel, sedangkan petani sampel yang mengkonversi hanya sebagian lahan pertaniannya sebanyak 15 petani sampel atau 37,5% dari total petani sampel. Faktor-faktor pendorong konversi lahan ini ataupun dampak-dampak yang dirasakan oleh petani akan dibahas pada bab selanjutnya.


(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Konversi Lahan Pertanian Tahun 2006-2010 di Kecamatan Medan Tuntungan

Laju konversi lahan pertanian di daerah penelitian yaitu Kecamatan Medan Tuntungan dalam kurun waktu tahun 2006-2010 dapat dilihat dari persentase perubahan luas lahan pertanian dari tahun 2006 ke tahun 2010. Perubahan luas lahan pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2006-2010 dapat kita lihat pada Tabel 13 di bawah ini:

Tabel 13. Perubahan Luas Lahan Pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2006-2010

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 3

Tabel 13 di atas menunjukkan perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2006-2010. Penggunaan lahan di Kecamatan Medan Tuntungan selama tahun 2006-2010 mengalami total perubahan sebesar 370 Ha atau 17, 97% dari total luas wilayahnya dalam rentang tahun 2006 sampai 2010, perubahan ini terjadi sebesar 4,49% per tahunnya. Perubahan penggunaan lahan

Penggunaan Lahan

Luas Lahan (Ha) Persentase Pertambahan/

Pengurangan

Persentase Pertambahan/

Pengurangan per Tahun Tahun

2006

Tahun

2010 Dikonversi

Pekarangan 133 262 + 129 + 96,99% + 24,24%

Tegal/Kebun 316 219 - 97 - 30,69% - 7,67%

Sawah 310 260 - 50 - 16,12% - 4,03%

Lahan Tidur (Non

Produktif)

78 35 - 43 - 55,12% - 13,78%

Bangunan 294 535 + 241 + 81,97% + 20,49%

Lain-lain 927 747 - 180 - 19,41% - 4,85%

Jumlah 2.058 2.058 + 370 + 17,97% + 4,49% - 370 - 17,97% - 4,49%


(46)

ini antara lain; penggunaan lahan untuk pekarangan mengalami penambahan sebesar 129 Ha pada tahun 2010 atau 96,99% dari luas lahan pekarangan pada tahun 2006 yaitu sebesar 24,24% per tahunnya; penggunaan lahan untuk tegal/kebun mengalami pengurangan 97 Ha pada tahun 2010 atau 30,69% dari luas lahan tegal/kebun pada tahun 2006 yaitu sebesar 7,67% per tahunnya; penggunaan lahan untuk sawah mengalami pengurangan 50 Ha pada tahun 2010 atau 16,12% dari luas lahan sawah pada tahun 2006 yaitu sebesar 4,03% per tahunnya; penggunaan lahan non produktif mengalami pengurangan 43 Ha pada tahun 2010 atau 55,12% dari luas lahan non produktif pada tahun 2006 yaitu sebesar 13,78% per tahunnya; penggunaan lahan untuk bangunan mengalami penambahan 241 Ha pada tahun 2010 atau 81,97 % dari luas lahan bangunan pada tahun 2006 yaitu sebesar 20,49% per tahunnya; sementara itu lain-lain berkurang 180 Ha pada tahun 2010 atau 19,41% dari luas lahan pada tahun 2006 yaitu 4,85% per tahunnya.

Tabel 13 untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk diagram, penggunaan lahan di Kecamatan Medan Tuntungan pada tahun 2006 dapat dilihat pada diagram (Gambar 2) di bawah ini:


(47)

Gambar 2. Penggunaan Lahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2006

Pada tahun 2006, penggunaan lahan di Kecamatan Medan Tuntungan didominasi untuk penggunaan lahan yang tergabung dalam lain-lain yaitu 45,04% dari total luas lahan kecamatan, lain-lain tersebut antara lain; penggunaan lahan untuk ruas jalan, pemakaman, tempat pembungan sampah akhir, lapangan olah raga, dan sebagainya. Kemudian urutan kedua adalah penggunaan lahan untuk bangunan yaitu 14,28% dari total luas lahan kecamatan. Urutan selanjutnya adalah penggunaan lahan untuk sawah 15,06%, tegal/kebun 15,35%, pekarangan 6,46% dan lahan tidur 3,79%.

Kemudian pada tahun 2010 penggunaan lahan diKecamatan Medan Tuntungan mengalami perubahan, penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada diagram (Gambar 3) di bawah ini:

pekarangan; 6,46%

tegal/kebun; 15,35%

sawah; 15,06%

lahan tidur; 3,79% bangunan;

14,28% lain lain; 45,04%


(48)

Gambar 3. Penggunaan Lahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010

Pada tahun 2010, penggunaan lahan di Kecamatan Medan Tuntungan masih didominasi untuk penggunaan lahan yang tergabung dalam lain-lain yaitu 36,29% dari total luas lahan kecamatan, tetapi luas lahan ini telah berkurang 8,75% dari luas lahan sebelumnya pada tahun 2006. Kemudian urutan kedua adalah penggunaan lahan untuk bangunan yaitu 25,99% dari total luas lahan kecamatan yang telah mengalami pertambahan 11,71% dari luas lahan pada tahun 2006. Urutan selanjutnya adalah penggunaan lahan untuk pekarangan yaitu 12,73% dari total luas lahan kecamatan yang telah mengalami pertambahan 6,27% dari luas lahan pada tahun 2006, kemudian penggunaan lahan untuk sawah 12,63% dari total luas lahan kecamatan yang telah mengalami pengurangan 2,43% dari luas lahan pada tahun 2006, kemudian penggunaan lahan untuk tegal/kebun 10,46% dari total luas lahan kecamatan yang telah mengalami pengurangan 4,71% dari luas lahan pada tahun 2006, lalu lahan tidur 1,70% dari total luas lahan

pekarangan;

12,73% tegal/kebun;

10,64%

sawah; 12,63%

lahan tidur; 1,70% bangunan;

25,99% lain-lain; 36,29%


(49)

kecamatan yang telah mengalami pengurangan 2,09% dari luas lahan pada tahun 2006.

Laju konversi lahan dari tahun 2006 ke tahun 2010 di Kecamatan Medan Tuntungan diketahui melalui persentase perubahan penggunaan lahan. Khususnya lahan pertanian yaitu penggunaan lahan untuk tegal/kebun mengalami pengurangan dari 316 Ha di tahun 2006 menjadi 219 Ha di tahun 2010, maka pengurangan yang terjadi mencapai 97 Ha yaitu 30,69% dari total luas lahan tegal/kebun di tahun 2006 atau 7,67% per tahunnya. Sementara itu penggunaan lahan untuk sawah mengalami pengurangan dari 310 Ha di tahun 2006 menjadi 260 Ha di tahun 2010, maka pengurangan yang terjadi mencapai 50 Ha yaitu 16,12% dari total luas lahan sawah di tahun 2006 atau 4,03% per tahunnya. Maka, laju konversi lahan 2006-2010 untuk tegal/kebun sebesar 30,69% (7,67% per tahun) dan sawah 16,12% (4,03% per tahun).

Laju konversi lahan ini tergolong sangat tinggi bila dibandingkan dengan angka yang diperoleh Badan Pusat Statistik pada Sensus Pertanian tahun 2003 yang menyatakan bahwa laju konversi lahan pertanian khususnya sawah untuk daerah di luar Pulau Jawa adalah sebesar 2,98% sementara untuk Pulau Jawa sendiri angka tersebut lebih kecil yaitu 1,68%. Perbedaan angka ini disebabkan oleh kebutuhan yang berbeda antara Pulau Jawa dan daerah diluar Pulau Jawa, Pulau Jawa membutuhkan lahan terutama untuk pembangunan perumahan yang didorong oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi, sedangkan daerah di luar Pulau Jawa membutuhkan lahan terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana yang mendorong pertumbuhan ekonomi.


(50)

Penggunaan lahan untuk pekarangan mengalami penambahan sebesar 129 Ha seiring dengan penambahan luas penggunaan lahan untuk bangunan sebesar 241 Ha. Lahan produktif pertanian dalam hal ini tegal/kebun dan sawah mengalami pengurangan masing-masing sebesar 97 Ha dan 50 Ha, pengurangan ini sejalan dengan bertambahnya penggunaan lahan untuk pekarangan dan bangunan tersebut, luas lahan bangunan dan pekarangan ini bertambah dengan maraknya pembangunan perumahan akibat dari pertumbuhan penduduk dan pembangunan fasilitas-fasilitas umum akibat dari pertumbuhan ekonomi.

Perubahan penggunaan lahan ini terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan non pertanian, dengan keterbatasan sumberdaya lahan yang tersedia, lahan pertanian cenderung dikorbankan. Hal ini didukung oleh data primer melalui penelitian bahwa 23 petani sampel atau 57,5% dari total petani sampel yang mengalami konversi lahan pertanian berubah penggunaan dari pemanfaatan pertanian menjadi bangunan. Pemanfaatan lahan pertanian setelah mengalami konversi dapat kita lihat pada Tabel 14 di bawah ini:

Tabel 14. Pemanfaatan Lahan Pertanian Setelah Mengalami Konversi di Daerah Penelitian

Jenis Pemanfaatan Lahan Jumlah Petani

(jiwa) Persentase

Bangunan 23 57,5%

Kaplingan 12 30%

Jalan raya 5 12,5%

Jumlah 40 100%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 7

Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa terdapat 23 petani sampel atau 57,5% dari total petani sampel yang lahan pertaniannya telah berkonversi menjadi bangunan, kemudian 12 petani sampel atau 30% dari total petani sampel yang


(51)

lahan pertaniannya telah berkonversi menjadi kaplingan, kemudian 5 petani sampel atau 12,5% dari total petani sampel yang lahan pertaniannya telah berkonversi menjadi jalan raya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 1 yaitu Laju konversi lahan pertanian selama lima tahun terakhir di daerah penelitian tinggi, diterima.

Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan

Terdapat dua pola konversi lahan pertanian di daerah penelitian antara lain; pertama yaitu kelompok petani yang mengkonversi seluruh lahan pertanian yang dimilikinya, kedua yaitu kelompok petani yang mengkonversi sebagian lahan pertanian yang dimilikinya dan mempertahankan sebagian lainnya. Jumlah petani berdasarkan luas lahan yang dikonversi dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini:

Tabel 15. Jumlah Petani Berdasarkan Luas Lahan yang dikonversi di Daerah Penelitian

Status Konversi Lahan Jumlah Petani

(jiwa) Persentase

Kelompok petani mengkonversi

seluruh lahan 25 62,5%

Kelompok petani mengkonversi

sebagian lahan 15 37,5%

Jumlah 40 100%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 4

Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa 25 petani sampel atau 62,5% dari total petani sampel mengkonversi seluruh lahan pertanian yang dimilikinya sedangkan 15 petani sampel atau 37,5% dari total petani sampel mengkonversi sebagian lahan pertanian yang dimilikinya dan mempertahankan sebagian lainnya.


(52)

Dalam mengkonversi lahan pertaniannya, petani masing-masing memiliki faktor-faktor yang mendorong mereka untuk mengkonversi lahan pertanian tersebut. Faktor-faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian di daerah penelitian sangat beragam, faktor-faktor dalam penelitian ini dibagi dua yaitu faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya dan faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi sebagian lahan pertanian dan mempertahankan sebagian lainnya.

a. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Seluruh Lahan Pertaniannya

Faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya antara lain: faktor kemampuan fisik petani berkurang, faktor ketertarikan pada penawaran harga, faktor pembagian warisan keluarga, faktor alih profesi, faktor terpengaruh lahan-lahan pertanian disekitar yang sudah mengalami konversi, faktor kebutuhan mendesak, dan faktor jarak lahan pertanian ke rumah petani yang terlalu jauh. Terdapat 25 petani sampel atau 62,5% dari total petani sampel mengkonversi seluruh lahan pertaniannya. Faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini:


(53)

Tabel 16. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Seluruh Lahan Pertaniannya di Daerah Penelitian

Faktor-Faktor Jumlah Petani (Jiwa) Persentase terhadap Total Sampel

Kemampuan fisik petani

berkurang 11 27,5%

Tertarik pada penawaran harga 4 10%

Pembagian warisan 3 7,5%

Alih profesi 2 5%

Terpengaruh lahan sekitar yang

sudah dikonversi 2 5%

Kebutuhan mendesak 2 5%

Jarak lahan ke rumah terlalu

jauh 1 2,5%

Jumlah 25 62,5%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 8a

Tabel 16 di atas menunjukkan bahwa ke 25 petani sampel memiliki faktor-faktor pendorong yang berbeda dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya. Tabel 16 untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk grafik (Gambar 4) di bawah ini:

Gambar 4. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Seluruh Lahan Pertaniannya di Kecamatan Medan Tuntungan

0 2 4 6 8 10 12 kemam puan fisik berkura ng tertarik pada harga pembag ian warisan alih profesi terpeng aruh lahan sekitar kebutuh an mendes ak jarak lahan jauh

Series 1 11 4 3 2 2 2 1

jum la h pe ta ni ( ji w a )


(54)

Gambar 4 di atas menunjukkan bahwa terdapat 11 petani sampel (sampel nomor 3, 11, 16, 17, 18, 23, 25, 26, 31, 32 dan 35 ) atau 27,5% dari total petani sampel mengkonversi seluruh lahan pertaniannya didorong oleh faktor kemampuan fisik petani berkurang, faktor ini menjadi faktor pendorong urutan pertama. Hal ini didukung oleh usia petani sampel dimana terdapat 16 petani sampel atau 40% dari total petani sampel yang berada pada kelompok umur 66-80 tahun (Karakteristik Sampel Penelitian, Tabel 9). Proses konversi ini diawali dengan menjual lahan pertanian ke pihak lain karena ketidakmampuan fisik petani dalam berusahatani yang kemudian lahan tersebut berubah pemanfaatan dari penggunaan pertanian menjadi penggunaan non pertanian (bangunan).

Urutan selanjutnya adalah faktor ketertarikan pada penawaran harga yaitu terdapat 4 petani sampel (sampel nomor 8, 9, 10 dan 19) atau 10% dari total petani sampel menyatakan faktor ini adalah faktor pendorongnya dalam mengkonversi seluruh lahan pertanian yang dimilikinya. Faktor ini terjadi pada petani pemilik lahan pertanian diatas 0,5 Ha dimana lahan pertanian disekitarnya juga belum mengalami konversi, kemudian pemilik lahan-lahan pertanian ini sepakat menjual lahan pertaniannya, karena lahan tersedia dalam jumlah yang luas maka pembeli akan tertarik sebab lahan ini sesuai untuk pembangunan perumahan kemudian akan dibeli dengan harga yang tinggi oleh pihak pembeli tersebut.

Selanjutnya terdapat 3 petani sampel (sampel nomor 2, 5 dan 24) atau 7,5% dari total petani sampel menyatakan faktor pembagian warisan adalah faktor pendorong dalam mengkonversi seluruh lahan pertanian yang dimilikinya. Faktor ini terjadi karena lahan tersebut adalah lahan warisan orangtua yang dibagikan


(55)

pada anak-anaknya, sebagian pewaris memilih menjual lahannya dan sebagian lagi mempertahankan lahan tersebut sehingga terbentuklah lahan guntai yang sangat rentan terhadap konversi lahan sebab lahan-lahan di sekitarnya yang sudah beralihfungsi ke penggunaan non pertanian. Maka dalam selang beberapa waktu lahan ini kemudian berkonversi secara keseluruhannya.

Faktor selanjutnya adalah faktor kebutuhan mendesak, faktor alih profesi, dan faktor terpengaruh lahan sekitar yang sudah berkonversi masing-masing terdapat 2 petani sampel atau 5% dari total petani sampel menyatakan faktor ini menjadi faktor pendorong dalam mengkonversi seluruh lahan pertanian. Petani yang menjual seluruh lahan pertaniannya karena kebutuhan mendesak yaitu petani yang membutuhkan sejumlah uang untuk kepentingan keluarga seperti biaya pengobatan, uang sekolah dan lain sebagainya (sampel nomor 1 dan 34). Faktor alih profesi yaitu petani yang beralih profesi ke profesi lain yaitu dari bertani menjadi wiraswasta karena menganggap kegiatan bertani tidak menguntungkan lagi saat ini sehingga petani tersebut menjual lahan pertaniannya dan menggunakan hasil penjualan lahan tersebut sebagai modal pada usaha barunya (sampel nomor 22 dan 28).

Petani sampel yang mengkonversi seluruh lahan pertaniannya karena terpengaruh lahan di sekitar lahan pertaniannya yang sudah beralihfungsi yaitu petani yang mempunyai lahan pertanian di sekitar lahan-lahan pertanian yang sudah berubah penggunaan menjadi bangunan sehingga petani merasa bahwa lahan pertaniannya tidak kondusif lagi untuk berkegiatan tani (sampel nomor 6 dan 7).


(56)

Kemudian 1 petani sampel atau 2,5% dari total petani sampel menyatakan faktor jarak lahan yang terlalu jauh dari rumah petani menjadi pendorongnya dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya, karena petani ini kebetulan tidak berdomisili di Kecamatan Medan Tuntungan (sampel nomor 30).

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa faktor pendorong petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya di daerah penelitian adalah karena 1) Kemampuan fisik berkurang, 2) Ketertarikan pada penawaran harga, 3) Pembagian warisan keluarga, 4) Alih profesi, 5) Terpengaruh lahan sekitar yang sudah berkonversi 6) Kebutuhan mendesak dan 7) Jarak lahan ke rumah yang terlalu jauh, maka Identifikasi Masalah 2 telah terjawab.

b. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Sebagian Lahan Pertanian dan Mempertahankan Sebagian Lainnya

Faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi sebagian lahan pertanian dan mempertahankan sebagian lainnya antara lain: petani masih memerlukan sebidang lahan pertaniannya untuk tetap diusahakan sebagai mata pencaharian utama dan lahan tersebut adalah investasi untuk masa depan. Terdapat 15 petani sampel atau 37,5% dari total petani sampel mengkonversi sebagian lahan pertaniannya. Faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi sebagian lahan pertaniannya dan mempertahankan sebagian lainnya dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini:


(57)

Tabel 17. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Sebagian Lahan Pertaniannya dan Mempertahankan Sebagian Lainnya di Daerah Penelitian

Faktor-Faktor Jumlah Petani (Jiwa)

Persentase terhadap Total Sampel

Mata pencaharian utama 12 30%

Investasi 3 7,5%

Total 15 37,5%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 8b

Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa ke lima belas petani sampel memiliki faktor-faktor pendorong yang berbeda dalam mengkonversi sebagian lahan pertaniannya dan mempertahankan sebagian lainnya. Tabel 17 untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk grafik (Gambar 5) di bawah ini:

Gambar 5. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Sebagian Lahan Pertanian dan Mempertahankan Sebagian Lainnya di Kecamatan Medan Tuntungan

Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa faktor bertani masih merupakan mata pencaharian adalah faktor urutan pertama yang menyebabkan petani masih mempertahankan sebagian lahannya, yaitu terdapat 12 petani sampel (sampel

0 2 4 6 8 10 12

mata pencaharian utama investasi

12

3

jum

la

h pe

ta

ni

(

ji

w

a

)


(58)

nomor 4, 12, 13, 15, 20, 27, 33, 36, 37, 38, 39 dan 40) atau 30% dari total petani sampel, petani ini beranggapan bahwa bertani adalah mata pencaharian yang bisa dilakukan untuk keberlangsungan hidupnya, sehingga walaupun petani-petani ini bisa saja menjual seluruh lahan pertaniannya, mereka memilih hanya menjual sebagian dan masih mempertahankan sebagian lainnya.

Faktor investasi adalah faktor urutan kedua yang menyebabkan petani masih mempertahankan sebagian lahan pertaniannya yaitu terdapat 3 petani sampel (sampel nomor 14, 21 dan 29) atau 7,5% dari total petani sampel, petani ini beranggapan bahwa lahan pertanian yang dimiliki akan tetap dipertahankan walaupun hanya sebagian sebagai bekal kehidupan di masa mendatang dengan pertimbangan bahwa nilai tanah tersebut akan terus meningkat.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa faktor pendorong petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertanian dan mempertahankan sebagian lainnya di daerah penelitian adalah karena 1) Mata pencaharian dan 2) Investasi, maka Identifikasi Masalah 2 telah terjawab.

Dampak Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Kecamatan Medan Tuntungan

Konversi lahan pertanian ini memberikan dampak yang berbeda kepada para petani. Dampak konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di Kecamatan Medan Tuntungan ini terbagi dua yaitu: dampak positif dan dampak negatif.

a. Dampak Positif

Dampak positif dari konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di daerah penelitian antara lain: pertumbuhan kota, penambahan pendapatan non


(59)

pertanian, dan kelengkapan sarana dan prasarana. Dampak positif dari konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di Kecamatan Medan Tuntungan dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini:

Tabel 18. Dampak Positif dari Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Daerah Penelitian

Dampak Positif Jumlah Petani (Jiwa)

Persentase

Pertumbuhan kota 29 72,5%

Penambahan pendapatan non

pertanian 7 17,5%

Kelengkapan sarana dan

prasarana 4 10%

Total 40 100%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 9a

Tabel 18 di atas menunjukkan bahwa ke tujuh belas petani sampel merasakan dampak positif yang berbeda dari konversi lahan pertanian. Tabel 18 untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk grafik (Gambar 6) di bawah ini:

Gambar 6. Dampak Positif Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Kecamatan Medan Tuntungan

0 5 10 15 20 25 30

pertumbuhan kota penambahan pendapatan non pertanian kelengkapan sarana dan prasarana 29 7 4 jum la h pe ta ni ( ji w a ) dampak positif


(60)

Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa dampak positif dari konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani urutan pertama adalah pertumbuhan kota yaitu terdapat 29 petani sampel (sampel nomor 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39 dan 40) atau 72,5% dari total petani sampel merasakan langsung dampak ini. Para petani ini berpendapat bahwa sudah sewajarnya pertumbuhan kota didukung melalui pembangunan, dengan kata lain kota tidak akan tumbuh tanpa pembangunan, lahan pertanian mereka kini sudah dimanfaatkan menjadi bangunan yang sebagian besarnya merupakan perumahan, pendapat lainnya yaitu pembangunan perumahan-perumahan di daerah ini membawa dampak positif terhadap masyarakat sekitar sebab suasana menjadi bertambah ramai tidak sepi dan menakutkan bagi masyarakat seperti sebelumnya.

Dampak positif urutan berikutnya yang dirasakan oleh petani adalah penambahan pendapatan non pertanian, terdapat 7 petani sampel (sampel nomor 2, 5, 22, 27, 28, 29 dan 30) atau 17,5% dari total petani sampel merasakan dampak ini. Petani sampel merasakan dampak ini sebab para petani ini memperoleh hasil yang lebih menguntungkan dengan mengkonversi lahan pertaniannya jika dibandingkan dengan tetap bertahan sebagai petani, seperti menjual lahan pertanian yang dimiliki dan berinvestasi di bidang lain dengan uang hasil penjualan lahan misalkan usaha rumah kontrakan (misal: sampel nomor 28).

Dampak positif urutan berikutnya yang dapat dirasakan langsung oleh petani adalah kelengkapan sarana dan prasarana, terdapat 4 petani sampel (sampel nomor 12, 13, 14 dan 15) atau 10% dari total petani sampel merasakan dampak ini. Keempat petani ini berasal dari kelurahan yang sama yaitu Kelurahan


(1)

d. Tabulasi Data Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Sebagian Lahan dan Mempertahankan Sebagian Lainnya

Nomor Sampel Faktor

Mata Pencaharian Investasi

4 √

12 √

13 √

14 √

15 √

20 √

21 √

27 √

29 √

33 √

36 √

37 √

38 √

39 √

40 √

Jumlah

15 12 3

Persentase


(2)

Lampiran 9. Dampak Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani a. Dampak Positif

Dampak Jumlah Petani (Jiwa) Persentase

Pertumbuhan kota 29 72,5%

Penambahan pendapatan non pertanian 7 17,5%

Kelengkapan sarana dan prasarana 4 10%

Jumlah 40 100%

b. Dampak Negatif

Dampak Jumlah Petani (Jiwa) Persentase

Hilangnya mata pencaharian 16 40%

Turunnya produksi pertanian dan berkurangnya pendapatan pertanian 14 35%

Ekosistem tidak seimbang 10 25%


(3)

c. Tabulasi Data Dampak Positif dari Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani

Nomor Sampel Dampak

Pertumbuhan kota Penambahan pendapatan Kelengkapan sarana dan prasarana

1 √

2 √

3 √

4 √

5 √

6 √

7 √

8 √

9 √

10 √

11 √

12 √

13 √

14 √

15 √

16 √

17 √

18 √

19 √

20 √

21 √

22 √

23 √

24 √

25 √

26 √

27 √

28 √

29 √

30 √

31 √

32 √

33 √

34 √

35 √

36 √

37 √

38 √

39 √

40 √

Jumlah 29 7 4


(4)

d. Tabulasi Data Dampak Negatif dari Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani

Nomor Sampel Dampak

Hilangnya mata pencaharian Turunnya produksi pertanian dan berkurangnya pendapatan Ekosistem tidak seimbang

1 √

2 √

3 √

4 √

5 √

6 √

7 √

8 √

9 √

10 √

11 √

12 √

13 √

14 √

15 √

16 √

17 √

18 √

19 √

20 √

21 √

22 √

23 √

24 √

25 √

26 √

27 √

28 √

29 √

30 √

31 √

32 √

33 √

34 √

35 √

36 √

37 √

38 √

39 √

40 √

Jumlah 16 14 10


(5)

Lampiran 10. Proyeksi Penggunaan Lahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015

Penggunaan Lahan

Luas Lahan Tahun 2006 (Ha)

Persentase Luas Lahan Tahun

2006

Luas Lahan Tahun 2010 (Ha)

Persentase Luas Lahan Tahun 2010 (Ha) Luas Lahan Dikonversi Tahun 2006-2010 (Ha) Persentase Luas Lahan Dikonversi Tahun 2006-2010 Luas Lahan Dikonversi per Tahun (Ha) Persentase Luas Lahan Dikonversi per Tahun Proyeksi Luas Lahan Tahun 2015 (Ha) Persentase Proyeksi Luas Lahan Tahun 2015

Pekarangan 133 6,46% 262 12,73% + 129 + 96,99% + 32,25 + 24,24% 423,25 20,55%

Tegal/kebun 316 15,35% 219 10,64% - 97 - 30,69% - 24,25 - 7,67% 97,75 4,74%

Sawah 310 15,06% 260 12,63% - 50 - 16,12% - 12,5 - 4,03% 197,5 9,59%

Lahan Tidur

(Non Produktif) 78 3,79% 35 1,70%

- 43

- 55, 12% - 10,75 - 13,78% 0 (minus 18,75) 0%

Bangunan 294 14,28% 535 25,99% +241 + 81,97% + 60,25 + 20,49% 836,25 40,63%

Lain-lain 927 45,04% 747 36,29% - 180 - 19,41% - 45 - 4,85%

503,25 (dikurang minus 18,75 dari lahan tidur)

24,45%

Jumlah 2.058 100% 2.058 100%

+ 370 + 17,97% + 92,5 + 4,49%

2.058 100%


(6)

Lampiran 11. Foto Konversi Lahan Pertanian

Konversi lahan pertanian menjadi bangunan Konversi lahan pertanian menjadi bangunan Konversi lahan pertanian menjadi bangunan di Kelurahan Simpang Selayang di Kelurahan Tanjung Selamat di Kelurahan Simalingkar B

Konversi lahan pertanian masih berupa kaplingan Konversi lahan pertanian masih berupa kaplingan Konversi lahan pertanian menjadi jalan di Kelurahan Lau Cih di Kelurahan Baru Ladang Bambu di Kelurahan Namu Gajah