TA : Pembuatan Film Pendek Bergenre Thriller Tentang Dampak Bullying Menjadi Psikopat Dengan Teknik Color Grading.

(1)

PEMBUATAN FILM PENDEK BERGENRE THRILLER TENTANG DAMPAK BULLYING MENJADI PSIKOPAT DENGAN TEKNIK COLOR

GRADING

TUGAS AKHIR

Program Studi

DIV Komputer Multimedia

Oleh:

Denta Ken Sidharta 12.51016.0050

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA

INSTITUT BISNIS DAN INFORMATIKA STIKOM SURABAYA 2016


(2)

ix

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Batasan Masalah ... 8

1.4 Tujuan ... 8

1.5 Manfaat ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Bullying ... 10

2.2 Jenis Praktek Bullying... 12

2.3 Faktor Penyebab Bullying ... 12

2.4 Dampak Bullying ... 17

2.5 Peran Bullying Berkelompok ... 19

2.6 Psikopat ... 20

2.7 Film ... 21

2.8 Karakteristik Film ... 22

2.9 Fungsi dan Peran Film ... 23

2.10 Kekuatan Film ... 23

2.11 Film Pendek ... 24

2.12 Dasar-dasar Produksi Film ... 25

2.13 Tahap Pembuatan Film ... 26


(3)

x

3.1 Metodologi Penelitian ... 32

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.2.1 Film Pendek ... 34

1. Wawancara ... 34

2. Studi Pustaka ... 36

3.2.2 Thriller ... 37

1. Wawancara ... 37

2. Studi Pustaka ... 40

3. Studi Eksisting ... 41

3.2.3 Bullying ... 45

1. Wawancara ... 45

2. Studi Pustaka ... 48

3.2.4 Psikopat ... 49

1. Wawancara ... 49

2. Studi Pustaka ... 51

3.2.5 Color Grading ... 52

1. Wawancara ... 52

2. Studi Pustaka ... 53

3.3 Analisa Data... 54

3.4 STP ... 55

3.6 Pengolahan Keyword ... 56

3.7 Deskripsi Keyword ... 60

3.8 Analisa Warna ... 60

3.9 Perancangan Karya ... 62


(4)

xi

4.1 Pra Produksi ... 77

4.2 Produksi ... 77

4.3 Pasca Produksi ... 79

4.4 Publikasi ... 84

BAB V PENUTUP ... 92

5.1 Simpulan ... 92

5.2 Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 94

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 97


(5)

xii

Gambar 1.2 Grafik berdasarkan data KPAI 2011-Agustus 2014 ... 3

Gambar 2.1 Color Grading ... 29

Gambar 2.2 Color Correction ... 30

Gambar 2.3 Planning Color Grading ... 30

Gambar 3.1 Poster Yours Trully ... 41

Gambar 3.2 Poster Dara ... 42

Gambar 3.3 Poster Taxi... 43

Gambar 3.4 Pengolahan Keyword ... 56

Gambar 3.5 Palet Warna Kuning ... 61

Gambar 3.6 Palet Warna ... 61

Gambar 3.7 Perancangan Karya ... 62

Gambar 3.9.1 Skenario Halaman 1 ... 62

Gambar 3.9.2 Skenario Halaman 2 ... 62

Gambar 3.9.3 Skenario Halaman 3 ... 65

Gambar 3.9.4 Skenario Halaman 4 ... 66

Gambar 3.9.5 Lighting ... 68

Gambar 3.9.6 Slider ... 68

Gambar 3.9.7 Sketsa Poster ... 74

Gambar 3.9.8 Sketsa Cover DVD ... 75

Gambar 3.9.9 Sketsa Label CD ... 76

Gambar 4.1 Proses Syuting ... 78

Gambar 4.2 Hasil Pengambilan Footage ... 78

Gambar 4.3 Proses Penyortiran Footage ... 79

Gambar 4.4 Offline Editting ... 80


(6)

xiii

Gambar 4.10 Stiker THE DARK INSIDE ... 85

Gambar 4.11 Poster THE DARK INSIDE ... 86

Gambar 4.12 Souvenir desain note tampak depan. ... 87

Gambar 4.13 Souvenir desain note tampak belakang. ... 87

Gambar 4.14 Pembukaan Pameran. ... 88

Gambar 4.15 Pameran 1. ... 88

Gambar 4.16 Pameran 2. ... 89

Gambar 4.17 Pengunjung Pameran. ... 89

Gambar 4.18 facebook atau media online dijadikan ajang pencarian korban bullying cyber atau bahan praktek bullying.. ... 90

Gambar 4.19 Praktek Bullying Fisik.. ... 90

Gambar 4.20 Gerakan tanpa sadar dilakukan oleh manusia, menunjukan kegelisahan.. ... 91


(7)

xiv

Tabel 3.2 Analisis data Wawancara, Studi Pustaka, dan Kesimpulan Keyword 54

Tabel 3.3 Analisis STP ... 55

Tabel 3.4 Casting Pemain ... 67

Tabel 3.5 Nama Anggota Crew ... 69

Tabel 3.6 Anggaran Biaya... 70


(8)

xv

Lampiran 2 Form Seminar Tugas Akhir ... 99 Lampiran 3 Storyboard ... 100 Lampiran 4 Skenario ... 102


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tujuan dari perancangan tugas akhir ini adalah membuat film pendek bergenre thriller tentang dampak bullying menjadi psikopat dengan teknik color

grading. Hal ini dilatar belakangi oleh banyaknya kasus kriminal pembunuhan,

khusunya kasus pembunuhan sadis yang berujung kepada perilaku psikopat, dan sebagian besar kasus ini terjadi karena perilaku bullying yang dialami pelaku dimasa lalu. Melalui film pendek ini pesan yang ingin disampaikan adalah stop

bullying dan saling menghargai sesama mahkluk hidup.

Dua dasawarsa yang lalu, anak-anak, remaja pengguna seragam sekolah maupun mahasiswa selalu identik dengan kaum terpelajar karena keluhuran ilmu dan akhlak yang tinggi. Maka masyarakat terkesan menghormati dan bangga kepada kaum pelajar. Namun, kini citra positif itu semakin memudar seiring dengan semakin mencuatnya tindakan kekerasan dilingkungan pendidikan maupun ruang lingkup sosial yang sangat menghawatirkan dan membahayakan. Hal ini didukung oleh survei yang dilakukan laitude news, ditahun 2012 kepada 40 negara. Dengan masalah kasus bullying di sekolah. Terdapat fakta yang mengejutkan, dalam survei tersebut terdapat beberapa negara yang memiliki kasus bullying tertinggi termasuk salah satunya Indonesia dengan urutan kedua, setelah Jepang di urutan pertama, kemudian ada Kanada dan Amerika Serikat di urutan ketiga, di susul Finlandia di


(10)

urutan keempat, dan di ikuti urutan kelima oleh Latvia, Lithuania, Yunani (ciricara.com).

Gambar 1.1 Negara Dengan Kasus Bullying Tertinggi Sumber : Olahan Peneliti

Berdasarkan data tersebut sebenarnya bullying merupakan hal yang penting untuk dapat di berantas seperti halnya kasus narkoba di Indonesia.

Ditambahkan dari catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus bullying menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari 2011 hingga Agutus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut. Jumlah ini sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus. KPAI berpendapat bahwa bulying disebut sebagai bentuk kekerasan di lingkungan pendidikan, maupun ruang sosialisasi. Berdasaran Gambar 1.2 (Grafik KPAI 2011-Agustus 2014), kasus bullying mengalahkan kasus tawuran pelajar, deskriminasi pendidikan, pungutan liar, dan kasus-kasus lainnya (kpai.go.id).


(11)

Gambar 1.2 Grafik berdasarkan data KPAI dari 2011-Agustus 2014 Sumber : kpai.co.id

Berdasarkan data diatas, hal yang melatar belakangi pembuatan film pendek bergenre thriller tentang dampak bullying terhadap psikopat dengan teknik color

grading, karena masih tingginya kasus kekerasan berbentuk bullying di Indonesia,

kususnya di kalangan anak-anak, remaja, mahasiswa, maupun dalam ruang lingkup pendidikan dan lingkungan sosial.

Bullying adalah tindakan yang sangat berbahaya, karena menyebabkan

kerusakan permanen baik berupa fisik maupun mental pada korban. Di dalam Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.2, Oktober 2012, American Psychological Associasion (2013) mengartikan bullying sebagai:

A from of aggresive behavior in which someone intentionally and repeatedly causes another person injury or discomfort. Bullying can take the form of physical contact, words or more subtle action”.


(12)

Pengertian tersebut bermakna sebagai suatu bentuk perilaku agresif yang dilakukan seseorang secara berulang-ulang yang menyebabkan kecederaan atau bahkan ketidaknyamanan pada orang lain. Secara umum bullying diartikan sebagai perilaku menganggu dan termasuk kepada tindakan kekerasan. Jika makna ini yang digunakan justru tidak tepat sebab perilaku tersebut lebih dari sekedar mengganggu dan kekerasan. Oleh karena itu sampai menunggu adaptasi bahasa lebih tepat jika kita menggunakan perkataan buli saja.

Berdasarkan penelitian dari ilmu psikologi, diidentifikasi perilaku bullying dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:

1. Perilaku secara langsung (Direct bullying)

2. Perilaku secara tidak langsung (Indirect bullying)

Pengindentifikasian bentuk tersebut menghasilkan kesimpulan, jika perilaku secara langsung (Direct bullying) adalah bentuk penyerangan yang di tujukan kepada fisik korban, dan perilaku secara tidak langsung (Inderect bullying) adalah bentuk perilaku yang bertujuan menyerang mental korban (Banks 1997, Olweus 1997, 1999). Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bullying adalah perilaku agresif dan negatif seseorang atau sekelompok orang secara berulangkali dan menyalahgunakan ketidakseimbangan kekuatan dengan dampak mental atau secara fisik kepada korban.

Di Indonesia, kasus buli merupakan salah satu kasus yang tertinggi yang terjadi di negara kita. Tetapi pemerintah belum melakukan upaya yang sebanding dengan tingginya kasus yang semakin hari semakin bertambah. Sebagai negara dengan jumlah populasi terbanyak keempat di dunia, Indonesia memiliki


(13)

jumlah pengguna jejaring sosial media Facebook terbesar ketiga di dunia. Selain itu, Indonesia juga menyumbang 15 persen pesan singkat berbentuk tweet setiap hari di jejaring sosial Twitter. Karena penggunaan media sosial itu maka anak-anak Indonesia cenderung mengalami cyberbullied atau bullying di dunia maya.

Jakarta, siapa yang tidak tahu Ibukota dan salah satu kota yang menjadi urutan pertama masyarakat untuk migrasi (www.ulfarayi.wordpress.com). Tetapi dibalik besarnya kota tersebut, kasus penindasan junior seperti tidak ada habisnya dari waktu ke waktu. Berikut 5 kasus yang sempat terkuak di publik dan di antaranya adalah sekolah dengan predikat ternama (forum.detik.com):

1. Kasus Bullying di SMA 90 Jakarta 2. Kasus Bullying di SMA 82 Jakarta 3. Kasus Bullying di SMA 46 Jakarta 4. Kasus Bullying di SMA 70 Jakarta

5. Kasus Bullying di SMA Don Bosco Pondok Indah

Kelima kasus itu pernah menjadi sorotan publik, dan semuanya berasal dari kota Jakarta. Bisa kita bayangkan, berapa kasus bully yang belum terekspos oleh publik, dan akan menjadi akar untuk tumbuhnya psikopat di indonesia. Mari kita tarik beberapa tahun lalu beberapa contoh kasus pembunuhan sadis yang terklarifikasi terhadap kasus psikopat (www.munsypedia.com):

1. Kasus Verri Idham Henyaksya (Ryan Jombang)

Pelaku kasus pembunuhan dan mutilasi yang mengubur korbannya di halamn belakang rumahnya. Dengan total yang ditemukan hingga 11 korban.


(14)

2. Babeh Baekuni

Pelaku pembunuhan bocah 9 tahun, dengan cara di mutilasi untuk kemudian korban tersebut di sodomi saat sudah menjadi mayat. Dari hasil investigasi polisi, jumlah korabn yang dibunuh baekuni menjapai 50 orang.

3. Dukun Ahmad Suraji (Nasib Kelewang)

Pelaku pembunuhan 42 wanita di kota medan, dan mayatnya dikuburkan di perkebunan tebu. Dari pengakuan tersangka dia membunuh korban untuk menyempurnakan ilmu yang sedang di pelajarinya, dengan cara membunuh 70 orang wanita dan menghisap air liur korban.

4. Robot gedek

Pelaku perbuatan kriminal berupa sodomi disertai pembunuhan anak kecil di sekitar jakarta dan jawa tengah pada rentan waktu 1994-1996 dengan korabn menjapai 12 orang anak. Selain di sodomi robot gedek juga melakukan mutilasi dan merobek isi perut korban untuk diambil dan dilakukan untuk pemenuhan hasrat seksualnya.

Berdasarkan data-data dan fakta kasus buli di Indonesia, Peneliti ingin membatasi penelelitian terhadap dampak kerusakan mental yang diakibatkan dari

bullying. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, mental diartikan

sebagai batin atau kepribadian manusia. Jika mental adalah sebuah kepribadian manusia, peneliti mendefinisikan dampak dari perilaku bullying adalah gangguan kepribadian manusia.


(15)

Dari penelitian yang dilakukan Tremblay & Craig, 1995, dampak gangguan mental dari perilaku bullying berkorelasi dengan tingkah laku anti sosial dan kriminal. Dijelaskan dalam buku intisari psikologi abnormal edisi kedua pada halaman 193, Gangguan Kepribadian Anti Sosial adalah gangguan kepribadian klaster B (dramatik, emotional, eratik) yang melibatkan pola pervasif dari ketidakpeduliaan dan pelanggaran hak – hak orang lain. Gangguan kepribadian klaster B, adalah gangguan yang menyerang mental manusia disebutkan di halaman 196, di dalam buku intisari psikologi abnormal. Cleckley, Robert Hare, meneliti kriteria sifat psikopat. Sebagai berikut:

1. Pesona Palsu (Superfisial) 2. Rasa harga diri yang kebesaran

3. Rentan terhadap kebosanan / membutuhkan stimulasi 4. Bohong patologis

5. Menipu / manipulatif

6. Kurang / tidak ada penyesalan

Mengenai tugas akhir ini, harapan yang diinginkan peneliti dalam Pembuatan film pendek bergenre thriller tentang dampak bullying menjadi psikopat adalah menginformasikan kepada masyarakat bahaya atas dampak bullying menjadi psikopat dan stop bullying. Adapun target pemasarannya yaitu melalui mengikut sertakan film pendek ini ke dalam festival-festival lomba dan screening yang di adakan komunitas film atau perguruan tinggi.


(16)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dibuat, maka rumusan masalah yang dikaji, adalah bagaimana membuat film pendek bergenre thriller tentang dampak

bullying menjadi psikopat dengan teknik color grading ?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam pembuatan film pendek ini diantara lain: 1. Film pendek ini menceritakan tentang dampak bullying menjadi psikopat. 2. Dalam film pendek ini menggunakan genre thriller.

3. Dalam film pendek ini menggunakan teknik color grading.

1.4 Tujuan

Adapun beberapa tujuan dalam Tugas Akhir pembuatan film pendek ini sebagai berikut:

1. Membuat film pendek tentang dampak bullying menjadi psikopat.

2. Membuat film pendek yang dapat menvisualisasikan suasana psikis korban

bullying.

3. Membuat film pendek bergenre thriller yang dikombinasikan dengan teknik


(17)

1.5 Manfaat

Adapun beberapa manfaat dalam Tugas Akhir pembuatan film pendek ini diantara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Teknik color grading yang digunakan dalam film pendek ini dapat dijadikan referensi untuk memperindah visualisasi film dan sebagai salah satu trik untuk membuat penonton dapat memahami gangguan emosi yang di alami korban bullying.

b. Diharapkan mampu menjadi film yang bukan hanya memberikan informasi, tetapi juga membantu upaya pemerintah untuk memberantas kasus bullying, melalui pesan-pesan yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung.

2. Manfaat Praktis

a. Diharapkan hasil dari film ini dapat dijadikan sebagai media yang dijadikan sarana informasi yang mampu membuka pandangan khalayak, tentang bahaya perilaku bullying berdampak gangguan mental yang berbentuk psikopat.


(18)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Bullying

American Psychological Association (2013) mengartikan Bullying sebagai:

“a form of aggressive behavior in which someone intentionally and repeatedly causes another person injury or discomfort. Bullying can take the form of physical

contact, words or more subtle actions”.

Pengertian tersebut bermakna sebagai suatu bentuk perilaku agresif yang dilakukan seseorang secara berulang yang menyebabkan kecederaan atau ketidaknyamanan pada orang lain. Secara umum diartikan sebagai perilaku mengganggu dan kekerasan. Jika makna ini yang digunakan justru tidak tepat sebab perilaku tersebut lebih dari sekedar mengganggu dan kekerasan. Oleh sebab itu sampai menunggu adaptasi bahasa mungkin agak tepat jika kita menggunakan perkataan Buli saja. Banyak pakar memasukan berbagai elemen untuk mendefinisikan perilaku buli (Quistgaard, 2009, Craig & Pepler, 1999) yaitu:

1. Perilaku buli melibatkan ketidakseimbangan kuasa. Anak-anak yang melakukan buli atau pembuli mem-punyai kuasa lebih dengan faktor seperti umur, ukuran badan, dukungan rekan sebaya, atau mempunyai status yang lebih tinggi. 2. Perilaku buli selalunya merupakan aktivitas yang diulang-ulang yaitu seorang

anak itu disisihkan lebih dari sekali, dan lazimnya dalam keadaan yang kronis. 3. Perilaku buli dilakukan dengan tujuan untuk memudaratkan korban.


(19)

4. Perilaku buli termasuk agresivitas fisik, penghinaan lisan, penyebaran fitnah, atau gossip, dan ancaman penyisihan dari kelompok sebaya.

Menurut Smith dan Thompson (1991) buli diartikan sebagai seperangkat tingkah laku yang dilakukan secara sengaja dan menyebabkan kecederaan fisik serta psikologikal yang menerimanya. Tingkah laku buli yang dimaksudkan termasuk tindakan yang bersifat mengejek, penyisihan sosial, dan memukul.

Sementara itu, Tattum dan Tattum (1992) mengartikan buli sebagai keinginan untuk mencederakan, atau meletakkan seseorang dalam situasi yang tertekan. Manakala Bank (2000) pula menguraikan perilaku buli sebagai mengejek, menghina, mengancam, memukul, mencuri, dan serangan langsung yang dilakukan oleh seorang atau lebih terhadap korban. Perilaku buli juga menggabungkan rentang tingkah laku yang luas, misalnya panggilan nama yang bersifat menghina, memeras, perlakuan ganas, fitnah, penyisihan dari kelompok, merusakkan barang kepunyaan orang lain, dan ancaman verbal (Smith & Sharp, 1994).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, pada dasarnya, perilaku buli ialah penyalahgunaan kuasa. Penyalahgunaan ini merujuk operasi psikologi atau fisik yang berulangulang terhadap individu yang lemah atau individu yang tidak mampu untuk mempertahankan dirinya dalam situasi sesungguhnya oleh individu atau kelompok yang lebih berkuasa. Perilaku ini bersumber dari kehendak atau keinginan untuk mencederakan seseorang dan meletakkan korban tersebut dalam situasi yang tertekan.


(20)

2.2 Jenis Praktek Bullying

Dalam prakteknya, bullying dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu (Sejiwa, 2008):

1. Bullying langsung (Direct bullying)

Jenis bullying ini termasuk praktek penyerangan secara kasat mata atau fisik. Dengan contoh: menampar, menimpuk, menjegal, menginjak kaki, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan cara push up, dan lain sebagainya yang bertujuan untuk penyerangan fisik.

2. Bullying tidak langsung (Indirect bullying)

Jenis bullying ini ditujukan untuk praktek penyerangan secara verbal, tipe

bullying ini tergolong yang lebih berbahaya dibandingkan dengan penyerangan

fisik karena jenis bullying ini lebih menyerang kepada mental atau psikologis korban.

Dengan contoh: memaki, menjuluki, menghina, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menyebar gosip, memfitnah, mengucilkan, memandang sinis, meneror, serta mencibir.

2.3 Faktor Penyebab Bullying

Pada tahun 1979, Urie Bronfenbrenner menyajikan apa yang dinamakannya sebagai suatu pendekatan yang bukan ortodok mengenai perkembangan anak. Beliau memformulasikan perspektif ekologi mengenai perkembangan manusia (Duffy & Wong, 2000). Perkembangan diartikan perubahan terakhir dengan cara dimana


(21)

individu menerima dan berhadapan dengan lingkungan. Berdasarkan hal itu maka dalam menelaah permasalahan murid di sekolah pada hakikatnya kita menerima adanya saling keterkaitan (interrelationship) antara individu, rumah dan sekolah. Dalam pendidikan, diketahui bahwa murid pada dasarnya mempunyai tiga dimensi pendidikan yaitu, pendidikan keluarga di rumah, pendidikan di sekolah, dan pendidikan di masyarakat. Dengan demikian murid mempunyai sumber masalah utama yaitu masalah yang timbul dari lingkungan keluarganya, masalah yang terdapat di sekolah dan masyarakat (Fahrudin, 2002). Perilaku buli merupakan tingkah laku yang kompleks. Anak-anak tidak dilahirkan untuk menjadi seorang pembuli. Tingkah laku buli juga tidak diajarkan secara langsung kepada anak-anak. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi seorang anak berkembang menjadi pembuli. Faktor-faktor tersebut termasuk faktor biologi dan temperamen, pengaruh keluarga, teman, dan lingkungan. Penelitian membuktikan bahwa gabungan faktor individu, sosial, resiko lingkungan, dan perlindungan berinteraksi dalam menentukan etiologi perilaku buli (Verlinden, Herson & Thomas, 2000).

1. Faktor Individu

Terdapat dua kelompok individu yang terlibat secara langsung dalam peristiwa buli, yaitu pembuli dan korban buli. Kedua kelompok ini merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku buli. Ciri kepribadian dan sikap seseorang individu mungkin menjadi penyebab kepada suatu perilaku buli.


(22)

a. Pembuli (bullies)

Pembuli cenderung menganggap dirinya senantiasa diancam dan berada dalam bahaya. Pembuli ini biasanya bertindak menyerang sebelum diserang. Ini merupakan bentuk pembenaran dan dukungan terhadap tingkah laku agresif yang telah dilakukannya. Biasanya, pembuli memiliki kekuatan secara fisik dengan penghargaan diri yang baik dan berkembang. Namun demikian pembuli juga tidak memiliki perasaan bertanggungjawab terhadap tindakan yang telah mereka lakukan, selalu ingin mengontrol dan mendominasi, serta tidak mampu memahami dan menghargai orang lain. Pembuli juga biasanya terdiri dari kelompok yang coba membina atau menunjukkan kekuasaan kelompok mereka dengan mengganggu dan mengancam anak-anak atau murid lain yang bukan anggota kelompok mereka. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembuli mungkin berasal dari korban yang pernah mengalami perlakuan agresif atau kekerasaan (Verlinden, Herson & Thomas, 2000). Kebanyakan dari mereka menjadi pembuli sebagai bentuk balas dendam. Dalam kasus ini peranan sebagai korban buli telah berubah peranan menjadi pembuli.

b. Korban buli (victims)

Korban buli ialah seseorang yang menjadi sasaran bagi berbagai tingkah laku agresif. Dengan kata lain, korban buli ialah orang yang dibuli atau sasaran pembuli. Anak-anak yang sering menjadi korban buli biasanya menonjolkan ciri-ciri tingkah laku internal seperti bersikap pasif, sensitif,


(23)

pendiam, lemah dan tidak akan membalas sekiranya diserang atau diganggu (Nansel, 2001). Secara umum, anak-anak yang menjadi korban buli karena mereka memiliki kepercayaan diri dan penghargaan diri (self esteem) yang rendah.

2. Faktor Keluarga

Latar belakang keluarga turut memainkan peranan yang penting dalam membentuk perilaku bullying. Orang tua yang sering bertengkar atau berkelahi cenderung membentuk anak-anak yang beresiko untuk menjadi lebih agresif. Penggunaan kekerasan dan tindakan yang berlebihan dalam usaha mendisiplinkan anak-anak oleh orang tua, pengasuh, dan guru secara tidak langsung, mendorong perilaku buli di kalangan anak-anak. Anak-anak yang mendapat kasih sayang yang kurang, didikan yang tidak sempurna dan kurangnya pengukuhan yang positif, berpotensi untuk menjadi pembuli.

3. Faktor teman sebaya

Teman sebaya memainkan peranan yang tidak kurang pentingnya terhadap perkembangan dan pengukuhan tingkah laku buli, sikap anti sosial dan tingkah laku devian lain di kalangan anak-anak (Verlinden et al, 2000). Kehadiran teman sebaya sebagai pengamat, secara tidak langsung, membantu pembuli memperoleh dukungan kuasa, popularitas, dan status. Dalam banyak kasus, saksi atau teman sebaya yang melihat, umumnya mengambil sikap berdiam diri dan tidak mau campur tangan.


(24)

4. Faktor sekolah

Lingkungan, praktik dan kebijakan sekolah mempengaruhi aktivitas, tingkah laku, serta interaksi pelajar di sekolah. Rasa aman dan dihargai merupakan dasar kepada pencapaian akademik yang tinggi di sekolah. Jika hal ini tidak dipenuhi, maka pelajar mungkin bertindak untuk mengontrol lingkungan mereka dengan melakukan tingkah laku anti-sosial seperti melakukan buli terhadap orang lain. Managemen dan pengawasan disiplin sekolah yang lemah akan mengakibatkan lahirnya tingkah laku buli di sekolah (Pearce & Thompson, 1998).

5. Faktor media

Paparan aksi dan tingkah laku kekerasan yang sering ditayangkan oleh televisi dan media elektronik akan mempengaruhi tingkah laku kekerasan anak-anak dan remaja. Beberapa waktu yang lalu, masyarakat diramaikan oleh perdebatan mengenai dampak tayangan Smackdown di sebuah televisi swasta yang dikatakan telah mempengaruhi perilaku kekerasan pada anak-anak. Meskipun belum ada kajian empiris dampak tayangan Smackdown di Indonesia, namun para ahli ilmu sosial umumnya menerima bahwa tayangan yang berisi kekerasan akan memberi dampak baik jangka pendek maupun jangka panjang kepada anak-anak.

6. Faktor self-control

Sebuah penelitian dengan sampel 1315 orang pelajar sekolah yang dilakukan oleh Unnever & Cornell (2003) tentang pengaruh kontrol diri yang rendah dan Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) menyimpulkan para pelajar yang menjalani treatmen ADHD mengalami peningkatan risiko terhadap perilaku


(25)

buli dan menjadi korban buli. Analisis mereka juga mendapati bahwa kontrol diri mempengaruhi korban buli melalui interaksi dengan jenis kelamin dan ukuran besar badan, serta kekuatan. Penelitian mereka juga berkesimpulan bahwa kontrol diri yang rendah dan ADHD sebagai faktor kritis yang menyumbang kepada perilaku buli dan menjadi korban bullying.

2.4 Dampak Bulyying

Menurut Psikolog Ratna Juwita dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, siswa korban “bullyng” akan mengalami permasalhan kesulitan dalam membina hubungan interpersonal dengan orang lain dan jarang datang ke sekolah. Akibatnya, mereka (korban bullying) ketinggalan pelajaran dan sulit berkonsentrasi dalam belajar sehingga hal tersebut mempengaruhi kesehatan fisik dan mental baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Beberapa hal yang bisa menjadi indikasi awal bahwa anak mungkin sedang mengalami bullying di sekolah:

1. Kesulitan untuk tidur. 2. Mengompol di tempat tidur. 3. Mengeluh sakit kepala atau perut.

4. Tidak nafsu makan atau muntah-muntah. 5. Takut pergi ke sekolah.

6. Serng perg ke UKS.


(26)

8. Tidak tertarik pada aktivitas sosial yang melibatkan murid lain. 9. Sering mengeluh sakit sebelum pergi ke sekolah.

10. Sering mengeluh sakit pada gurunya, dan ngin orang tua ingin segera menjemput pulang.

11. Harga diri yang rendah.

12. Perubahan drastis pada skap, cara berpakaian, atau kebiasaannya.

Dampak fisik yang biasanya timbul adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, bibir pecah-pecah dan sakit dada atau sesak nafas. Dampak psikologisnya berbentuk, menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-beeing). Dari penelitian Riauskima, mengemukakan ketika mengalami bullying korban merasakan banyak emosi negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan,takut, malu dan sedih). Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri dan gejala-gejala gangguan stres pasca trauma (post trumatic stress disoder). Anak yang menjadi korban bullying atau tindakan kekerasan fisik, verbal ataupun psikologis di sekolah akan mengalami trauma besar dan depresi yang akhirnya bisa menyebabkan gangguan mental di masa yang akan datang. Gejala-gejala kelainan mental yang biasanya muncul pada masa kanak-kanak secara umum, anak tumbuh menjadi orang yang pencemas, sulit dalam berkosentrasi, mudah gugup dan takut, hingga tak bisa bicara.


(27)

Beberapa hal yang menjadi tanda-tanda anak korban bullying: 1. Kesulitan dalam bergaul.

2. Merasa takut datang ke sekolah sehingga sering bolos. 3. Ketinggalan pelajaran.

4. Mengalam keulitan berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran.

5. Kesehatan fisik dan mental (jangka pendek/jangka panjang) akan terpengaruh.

2.5 Peran Bullying berkelompok

Terjadinya praktek bullying di sekolah menurut Salmivalli dan kawan-kawan merupakan salah satu proses dinamika kelompok dan di dalamnya ada pembagian peran. Sebagai berikut penjelasannya:

1. Bully yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, berinisiatif dan aktif

terlibat dalam perilaku bullying.

2. Asisten bully, juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun dia cenderung bergantung atau mengikuti perintah bully.

3. Rinfocer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut

menyaksikan, mentertawakan korban, memprofokasi bully, mengajak siswa lain untuk menonton dan sebagainya.

4. Defender adalah orang-orang yang berusaha membela dan membantukorban,

sering kali akhirnya mereka menjadi korban juga.

5. Outsider adalah orang-orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak


(28)

2.6 Psikopat

Psikopat secara harfiah berarti sakit jiwa. Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit. Pengidapnya disebut sebagai sosiopat, karena perilaku yang anti sosial dan merugikan orang-orang terdekatnya. Dalam buku yang berjudul psikologi abnormal, Singgih Dirgagunarsa (1998 : 145) menyatakan bahwa psikopat merupakan hambatan kejiwaan yang menyebabkan penderita mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap norma-norma sosial yang ada di lingkungannya. Penderita psikopat memperlihatkan sikap egosentris yang besar, seolah-olah patokan untuk semua perbuatan dirinya sendiri saja. Menurut Kartini Kartono (1999 : 95), psikopat adalah bentuk kekalutan mental (mental disorder) yang ditandai dengan tidak adanya pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi sehingga penderita tidak pernah bisa bertanggung jawab secara moral dan selalu konflik dengan norma-norma sosial dan hukum.

Selanjutnya Kartini Kartono menyebutkan gejala-gejala psikopat antara lain sebagai berikut:

1. Tingkah laku dan realasi social penederita selalu asosial, eksentrik dan kronis patologis, tidak memiliki kesadaran social dan inteligensi sosial.

2. Sikap penderita psikopat selalu tidak menyenangkan orang lain.

3. Penderita psikopat cenderung bersikap aneh, sering berbuat kasar bahkan ganas terhadap siapapun.


(29)

Bersadarkan pendapat yang dikemukakan oleh Singgih Dirgagunarsa dan Kartini Kartono tersebut dapat disimpulkan pengertian mengenai psikopat sebagai berikut:

1. Bahwa psikopat merupakan kelainan atau gangguan jiwa dengan ciri utamanya ketidak mampuan penderita dalam menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungan sosialnya.

2. Bahwa penderita psikopat tidak memiliki tanggung jawab moral dan sosial. 3. Bahwa perbuatan penderita psikopat dilakukan dengan acuan Egonya.

4. Bahwa penderita psikopat memiliki kepribadian yang labil dan emosi yang tidak matang.

2.7 Film

Secara harfiah, film diartikan sebagai selaput tipis yang berisi gambar negatif yang akan memunculkan ilusi gambar bergerak saat dijalankan dengan proyektor. Namun, sebagai sebuah seni, Sumarno (1996: 27), mengatakan bahwa film adalah sebuah seni mutakhir dari abad 20 yang dapat menghibur, mendidik, melibatkan perasaan, merangsang pemikiran, dan memberikan dorongan terhadap penontonnya.


(30)

2.8 Karakteristik Film

Film memiliki karakteristik berbeda jika dibandingkan dengan media pendidikan lain yang konvensional. Menurut Ardianto dalam bukunya yang berjudul

Komunikasi Massa Suatu Penghantar (2004: 34), dijelaskan bahwa karakteristik film

ada 4 macam: 1. Layar yang luas

Maksudnya adalah film memberikan keleluasaan pada penonton untuk menikmati scene atau adegan-adegan yang disajikan melalui layar.

2. Pengambilan gambar atau shot

Maksudnya adalah visualisasi scene pada film dibuat sedekat mungkin menyamai realitas peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.

3. Konsentrasi penuh

Maksudnya adalah aktivitas menonton film dengan sendirinya mengajak penonton dalam konsentrasi yang penuh dalam film.

4. Identifikasi psikologis

Sebuah istilah yang diambil dari disiplin ilmu jiwa sosial yang maksudnya adalah sebuah kondisi dimana penonton diajak secara tidak sadar menyamakan atau mengidentifikasikan pribadi kita dengan peran-peran, dan peristiwa yang dialami tokoh yang ada di dalam sebuah film. Artinya penonton mampu mencerna cerita yang difilmkan serta memiliki kepekaan emosi.


(31)

2.9 Fungsi dan Peran Film

Dijelaskan oleh MCQuil dalam bukunya yang berjudul Teori Komunikasi

Massa (1987: 91), film merupakan media komunikasi massa yang memiliki beberapa

fungsi dan peran dalam masyarakat, diantaranya:

1. Film sebagai sumber pengetahuan yang menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi masyarakat dari berbagai belahan dunia.

2. Film sebagai sarana sosialisasi dan pewarisan nilai, norma dan kebudayaan, yang artinya selain sebagai hiburan secara tidak langsung film dapat berpotensi menularkan nilai-nilai tertentu pada penontonya.

3. Film seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan symbol.

4. Melainkan juga dalam pengertian pengemasan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma.

5. Film sebagai sarana pemenuhan kebutuhan estetika masyarakat.

Selain itu juga disebutkan secara singkat dalam UU Perfilman Nomor 33 tahun 2009, film memiliki 6 fungsi yakni: fungsi budaya, pendidikan, hiburan, informasi, pendorong karya kreatif dan ekonomi.

2.10 Kekuatan Film

Pada perkembangannya film memiliki banyak kekuatan, disebutkan oleh Javandalasta dalam bukunya yang berjudul 5 Hari Mahir Bikin Film (2014: 17), lima diantaranya adalah:


(32)

1. Film dapat menghadirkan pengaruh emosional yang kuat, dan sanggup untuk menghubungkan penonton dengan kisah-kisah personal.

2. Film dapat mengilustrasikan kontras visual secara langsung.

3. Film dapat berkomunikasi dengan para penontonya tanpa batas menjangkau luas kedalam perspektif pemikiran.

4. Film dapat memotivasi penonton untuk membuat perubahan.

5. Film dapat sebagai alat yang mampu menghubungkan penonton dengan pengalaman yang terpampang melalui bahasa gambar.

2.11 Film Pendek

Dalam Buku yang berjudul “Film Pinggiran Antologi Film Pendek, Film Ekperimental, dan film Dokumenter”. Gatot prakosa menjelaskan, Film pendek atau

film alternatif adalah film – film yang masa putarnya diluar ketentuan untuk film cerita bioskop, disebutkan bahwa film – film yang mempunyai masa putar dibawah 50 menit (mengacu dari regulasi berbagai festival film pendek internasional hingga tahun 1997). Dalam pendekatannya film pendek, mempunyai variasi dalam pendekatannya. Karena pendekatan dari film pendek kembali kepada aspirasinya. Film pendek secara umum memberi fenomena pemahaman yang menggetarkan dalam pertumbuhan sinema secara utuh. Baik dalam pertumbuhan film itu sendiri, maupun pada masyrakat penikmatnya.


(33)

2.12 Dasar-Dasar Produksi Film

Dalam proses produksi sebuah film tentunya ada beberapa dasar-dasar yang dijadikan acuan dalam pengerjaan film itu sendiri. Menurut Javandalasta dalam bukunya Lima Hari Mahir Bikin Film, (2014: 118), Dasar-dasar tersebut meliputi: 1. Penulisan

Writing is one of the most important things you do in college. Menulis adalah

salah satu hal paling penting yang kamu lakukan di sekolah. Kemampuan menulis yang baik memegang peranan yang penting dalam kesuksesan, baik itu menulis laporan, proposal atau tugas di sekolah.

2. Penyutradaraan

Kemampuan seorang sutradara yang baik adalah hasil pengalaman dan bakat yang tidak mungkin diuraikan.

3. Sinematografi

Orang yang bertanggung jawab semua aspek Visual dalam pembuatan sebuah film. Sinematografer adalah juga kepala bagian departemen kamera, departemen pencahayaan dan Grip Departement. Kata Sinematogrefer sering juga disebut sebagai Director of Photography atau disingkat menjadi DoP.

4. Tata Suara

Suatu teknik pengaturan peralatan suara atau bunyi pada suatu acara pertunjukan, rekaman, dan lain-lain. Tata suara memainkan peranan penting dalam suatu pertunjukan langsung maupun tidak langsung (film) dan menjadi satu bagian tak terpisahkan dari tata panggung dan bahkan acara pertunjukan itu sendiri.


(34)

5. Editing

Proses menggerakan dan menata video shot atau hasil rekaman gambar menjadi suatu rekaman gambar yang baru dan enak untuk dilihat. Secara umum pekerjaan editing adalah berkaitan dengan proses pasca produksi, seperti titling, colour

correction, sound mixing, dan lain sebagainya.

2.13 Tahap Pembuatan Film

Menurut Javandalasta dalam bukunya Lima Hari Mahir Bikin Film (2014: 112), dalam pembuatan film ada tiga tahapan yang harus dilalui, yakni:

1. Tahap Pra Produksi

Proses persiapan hal-hal yang menyangkut semua hal sebelum proses produksi sebuah film, seperti pembuatan jadwal shooting, penyusunan crew, dan pembuatan naskah.

2. Tahap Produksi

Proses eksekusi semua hal yang sebelumnya telah dipersiapkan pada proses pra produksi.

3. Tahap Pasca Produksi

Proses finishing sebuah film sampai menjadi film yang utuh dan mampu menyampaikan sebuah cerita atau pesan kepada penontonnya.


(35)

2.14 Genre Thriller

Istilah genre berasal dari bahasa perancis yang bermakna bentuk atau tipe, kata genre mengacu pada istilah biologi yakni genus, sebuah klasifikasi flora dan fauna yang tingkatnya berada diatas species dan di bawah family. Genus mempunyai fungsi untuk mengelompokan beberapa species yang memiliki kesamaan ciri-ciri fisik tertentu. Dalam film, genre dapat didefinisikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola sama (khas) seperti setting, isi, subjek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon,

mood, serta karakter. Dan fungsi utama dari genre adalah untuk mengklasifikasi

seuah film. Perkembangan didalam dunia film dari masa ke masa juga diikuti dengan variasi bentuk atau genrenya. Hollywood adalah sebuah industri film terbesar didunia, sejak awal banyak sineas yang menjadikan hollywood sebagai titik perkembangan genre-genre besar dan berpengaruh. Genre besar ini dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu, genre induk primer dan genre induk sekunder. Genre film thriller dalam klasifikasinya termasuk kedalam kelompok genre induk sekunder, genre induk sekunder sendiri merupakan pengembangan atau turunan dari genre induk primer. Tujuan utama genre thriller ini adalah memberi rasa ketegangan, penasaran, ketidakpastian, serta ketakutan pada penontonya. Alur cerita genre ini juga seringkali berbentuk aksi nonstop, penuh misteri, kejutan serta mampu mempertahankan intensitas ketegangan hingga klimaks filmnya. Dan alasan genre ini termasuk ke dalam genre induk sekunder, karena sering pula genre ini bersinggungan dengan genre drama, aksi, kriminal, politik, dan lainnya.


(36)

2.15 Karakter Genre Triller Berikut Ciri-ciri film thriller: 1. alurnya yang kompleks, 2. ceritanya penuh teka-teki,

3. Tema yang diangkat seputar kelainan psikologi tokoh-tokohnya pemubunuh berdarah dingin atau peristiwa yang terjadi akibat adanya eksperimen berbahaya.

2.16 Color Grading

Mungkin anda pernah mendengar teknik editing color correction dan color grading. Dalam fungsinya, kedua teknik ini digunakan untuk menjelaskan proses yang sama. Yaitu proses akhir di pasca-produksi dimana warna pada gambar diubah sedemikian rupa sehingga mendapatkan gaya sendiri dan proses yang akan menghembuskan nyawa pada visual sebuah film.Proses teknik editing ini dikerjakan oleh seorang colorist serta sinematografer disampingnya, karena sinematografer yang mempunyai perencanaan shooting dari awal hingga akhir proses pewarnaan. Pada mulanya color correction itu berhubungan dengan proses mengoreksi gambar agar tidak over maupun under exposed dan juga mengatur agar saturasi warna konsisten dari setiap shot yang diambil.


(37)

Gambar 2.1 Capture Color Grading Sumber : Olahan Peneliti

Sementara color grading adalah sebuah proses kreatif dimana seorang sinematografer memberikan gaya atau tema pada film dengan warna dan meningkatkan nuansa film. Mungkin warna dasar sebuah video tidak memiliki kecatatan, namun dengan color grading, video tersebut dapat memiliki look yang berbeda-beda.


(38)

Gambar 2.2 Capture Color Correction Sumber : Olahan Peneliti

2.17 Proses Color Grading

Dalam pemakaian seluloid, pemilihan bahan film, penggunaan filter, dan proses kimia yang digunakan itu harus direncanakan sebelum mengambil gambar karena hasilnya akan berbeda berdasarkan factor-faktor tersebut.

Gambar 2.3 Planning Color Grading Sumber : Olahan Peneliti


(39)

Meskipun dalam era digital hal tersebut dapat diakali dengan computer, namun tetap akan sulit untuk mengoreksi warna jika saat pengambilan gambar white balance atau

exposure sudah tidak sesuai dengan rencana. Maka dari itu, anda harus tahu apa yang

anda ingin capai dalam colour grading sehingga bisa merencanakan bagaimana

setting kamera anda saat akan mengambil gambar. Proses perencanaan color grading


(40)

32

Bab III ini menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam pembuatan, pengolahan data serta perancangan dalam pembuatan film pendek bergenre thriller tentang dampak bullying menjadi psikopat dengan teknik color grading. Penjelasan konsep dan pokok pikiran dalam film ini akan menjadi dasar rancangan karya yang dibuat. Metode penilitian dalam proses pembuatan film pendek ini dilakukan berdasarkan penilitian dengan tahapan-tahapan yang digunakan diantaranya adalah

planning atau perencanaan, analisa, desain, implementasi.

3.1 Metodologi Penelitian

Bidang kajian multimedia, bisa dikatakan sebagai disiplin ilmu baru, jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu seni lainnya. Oleh karena itu metode yang dilakukan dalm proses pembuatan Tugas Akhir ini, menggunakan gabungan dari metode-metode yang sudah ada pada ilmu lain.

Pada perkuliahan Workshop III oleh Karsam (2013) dijelaskan bahwa, metode penelitian memiliki ruang yang sangat luas. Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian dapat dibedakan menjasi 3 klasifikasi, yaitu penelitian aplikatif, penelitian maksud, dan penelitian berdasarkan jenis informasi.


(41)

Dalam Tugas Akhir ini metode yang digunakan adalah metodologi penelitian kualitatif, karena data-data yang diperoleh atau diolah hanya berupa data paparan deskriptif dan tidak berupa angka-angka. Seperti yang ditulis oleh Semiawan (2010: 80), dalam buku yang berjudul “Metode Penelitian Kualitatif”, metodologi itu berarti sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Staruss & Corbin (2003: 73) jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Metodologi kualitatif dipilih karena penelitian ini digunakan untuk menkaji suatu permasalahan secara mendalam (in-depth aalysis), serta dalam tahap pengumpulan data lebih detail, dan guna menghasilkan karya yang berkualitas. Dalam tahap metodologi ini digali informasi tentang film pendek, thriller, bullying, psikopat, dan color grading.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah data berupa suatu pernyataan (statement) tentang sifat, keadaan, kegiatan tertentu dan sejenisnya. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian (Gulo, 2002: 110). Berdasarkan kebutuhan peneliti dalam pembuatan film pendek thriller tentang dampak bullying menjadi psikopat dengan teknil color

grading maka dikumpulkan data-data yang diperoleh dengan menggunakan beberapa


(42)

3.2.1 Film pendek 1. Wawancara

a. Igak Satrya Wibawa, S.sos. MCA.

Wawancara dilakukan secara online kepada Staf pengajar Departemen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, yang menyampaikan mata kuliah berkaitan dengan visual seperti film dan desain, cyberculture, dan creative art. Dan meraih gelar sarjana komunkasi pada tahun 1999 di Universitas Airlangga Surabaya. Gelar S2 dalam konsentrasi film studies dan creative arts diraih pada 2008 di Curtin University, Perth Australia, dan sebagai salah satu penggagas berdirinya Independen Film Surabaya (INFIS).

Dari hasil wawancara dengan Bapak Igak Satrya Wibawa, film pendek adalah film dengan durasi pendek dibawah 30 menit. Maksudnya adalah film yang memang mengutamakan durasi untuk meyampaikan ceritanya, jadi pemilihan cerita dan narasi penceritaannya harus berpatokan pada durasi. Dan desain cerita itu memang harus pantas dan layak disampaikan dalam film berdurasi pendek. Banyak film pendek yang terjebak dengan penceritaan yang konfliknya rumit dan tak cukup disampaikan dalam durasi pendek, sehingga yang terjadi adalah film pendek yang bercerita tentang cerita panjang. Pesan tak sampai, narasi tak efektif, karena cerita panjang dipaksa untuk menjadi film pendek. Pada film pendek, tak banyak subplot, kalaupun subplot-nya ada, dikemas disesuakan dengan durasi. Film pendek


(43)

sebaiknya memaksimalkan semua elemen visual yang ada sebagai pembawa cerita, tak hanya mengandalkan dialog, tetapi elemen musik, latar, kamera, membawa narasi agar dapat memenuhi ekspektasi pada cerita.

Berdasarkan wawancara kepada bapak Igak Satrya Wibawa, peneliti dapat menarik kesimpulan, film pendek adalah film yang berpatokan desain pesan, pemilihan cerita, elemen visual, elemen musik, latar, dan kamera, kepada durasi dibawah 30 menit agar idak terjadi konflik yang terlalu rumit.

b. Fauzan Abdillah, S.Pd.

Wawancara dilakukan secara online kepada Fauzan Abdillah selaku CEO Raaw Visual di Surabaya, yang bergerak dalam bidang Production House sejak tahun 2006, Staf pengajar Departemen KomunikasiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, dan Koordinator Independen Film Surabaya (INFIS).

Dari hasil wawancara dengan Fauzan Abdillah, pengertian film pendek adalah film yang digarap atau diproduksi dengan durasi yang pendek, durasi yang dimaksud film yang berduasi dibawah 30 menit, namun memiliki makna dan desain pesan yang padat namun meluas. Memiliki babak pengenalan, konflik secara bersamaan, ruang dan celah untuk penonton sebuah pembelajaran, hikmah, inspirasi, propaganda, ilmu, dan sebagainya. Dalam segi desain pesannya, memiliki ruang lokasi, berdialog, serta pendalaman karakter yang efisien dan efektif. Dan memiliki keberagaman kemasan bercerita dan ambiguitas tinggi.


(44)

Berdasarkan wawancara kepada saudara Fauzan Abdillah, peneliti dapat menarik kesimpulan, film pendek adalah film yang diproduksi dengan durasi dibawah 30 menit, namun memiliki makna, desain pesan yang padat namun meluas, dan memiliki keberagaman kemasan bercerita dan ambiguitas tinggi. Berdasarkan dari dua informan, peneliti meyimpulkan bahwa film pendek adalah film yang berpatokan pada durasi kurang dari 30 menit, dan memiliki desain pesan yang efisien serta efektif.

Keyword: Message design.

2. Studi Pustaka

a. Kamus Komunikasi

Effendy dalam bukunya yang berjudul “Kamus Komunikasi” (1989: 226), menjelaskan bahwa film adalah media yang bersifat visual dan audio visual untuk menyampaikan pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat.

b. Film Pinggiran

Prakosa dalam bukunya yang berjudul “Film Pinggiran” (2008: 26), menjelaskan bahwa Film pendek atau film alternatif adalah film–film yang masa putarnya kurang dari 50 menit (mengacu dari regulasi berbagai festival film pendek internasional hingga tahun 1997), mempunyai variasi dalam menciptakan pandangan – pandangan baru tentang bentuk film secara umum, dan memberi fenomema pemahaman yang menggetarkan dalam pertumbuhan secara utuh. Dalam segi cerita, film pendek memiliki bahasa


(45)

yang jauh berbeda dengan cerita film panjang. Baik mempergunakan tanda-tanda yang essensial, atau simbol-simbol yang secara tidak langsung bisa menggambarkan suatu keadaan atau cerita.

Berdasarkan dari kedua buku, peneliti menyimpulkan bahwa film pendek adalah media bersifat visual dan audio visual yang berdurasi kurang dari 50 menit, dan mempunyai pandangan-pandangan baru tentang bentuk film dan fenomena pemahaman dalam pertumbuhan film secara utuh. Serta mempunyai desain pesan yang berbeda dengan film panjang.

Keyword: Media Message design, dan Semiotika.

3.2.2 Thriller 1. Wawancara

a. Brahmanto Anindito

Wawancara dilakukan secara online kepada Brahmanto Anindito selaku penulis Novel Asal Surabaya yang telah menghasilkan 5 buku novel dengan genre thriller sejak tahun 2010 hingga sekarang.

Dari hasil wawancara dengan Bapak Brahmanto Anindito, thriller adalah sesuatu yang menegangkan dan seru. Jadi menurut beliau pengertian sebuah karya yang bergenre thriller adalah karya yang ceritanya didominasi oleh adegan-adegan yang menegangkan atau cerita yang dapat membuat penonton merasakan ketegangan saat menikmati karya tersebut. Posisi thriller dalam sebuah karya dapat diartikan sebagai elemen (bumbu) atau


(46)

sebagai genre (jenis sebuah karya). Sebagai elemen, fungsinya sama seperti elemen komedi, drama, aksi dan lainnya. Contohnya dalam novel horror, bisa jadi ada bumbu komedinya yang membuat kita terbahak-bahak, tetapi kita tetap menyatakan itu novel horor dan bukan komedi, karena porsi horronya jauh lebih besar dari komedinya, dan itulah yang disebut genre. Beliau juga mengutarakan, ada beberapa unsur yang menentukan karya itu disebut thriller atau bukan, berupa protagonis yang berpacu dengan waktu, penuh antisipasi, aksi menantang, dan mendapatkan berbagai bantuan yang kebetulan sangat dibutuhkan. Sering diwarnai dengan adegan aksi (kejar-kejaran), perkelahian, baku tembak, adu taktik, dan karatker tokoh Protagonis biasanya orang biasa, tapi yang berpotensi menjadi luar biasa, sementara antagonis (villain) adalah orang kuat, memiliki kekuasaan dan rencana yang membahayakan orang banyak, dari segi Cerita, bergulir sebelum kejahatan atau bencana besar terjadi.

Berdasarkan wawancara kepada Bapak Brahmanto Anindito, peneliti dapat menarik kesimpulan jika thriller adalah karya yang ceritanya didominasi oleh adegan-adegan yang menegangkan atau cerita yang dapat membuat penonton merasakan ketegangan saat menikmati karya.

b. Lucy Kusuma Putri

Wawancara dilakukan secara online kepada Lucy Kusuma Putri selaku praktisi seni dibidang film bergenre horror dan thriller, dan telah menghasilkan film pendek dengan genre thriller.


(47)

Dari hasil wawancara dengan Saudari Lucy Kusuma putri, thriller adalah bentuk film yang memberikan penonton kesan menegangkan, mengejutakan, dan penasaran. Selain itu dalam segi plot atau alur cerita, film thriller mempunyai alur cerita berupa berpacu dengan waktu, aksi menantang, rencana kejam dari tokoh antagonis yang lebih kuat dan lengkap. Beliau menambahkan, dalam film thriller tampilan dari sebuah elemen yang menakutkan atau menjijikan telah menjadi hal yang wajar karena bertujuan untuk meningkatkan ketegangan dan hal itu disebut gimmick film.

Berdasarkan wawancara kepada Saudari Lucy Kusuma Putri, peneliti dapat menarik kesimpulan, thriller adalah bentuk film yang memberikan penonton kesan menegangkan, mengejutakan, penasaran, dan mempunyai elemen

gimmick untuk menambah kesan tegang kepada penonton.

Berdasarkan wawancara kepada Bapak Brahmandito Anindito dan Saudari Lucy Kusuma Putri, peneliti dapat menarik kesimpulan, thriller adalah bentuk karya yang ceritanya didominasi oleh adegan-adegan yang menegangkan atau cerita yang dapat membuat penonton merasakan ketegangan, aksi menantang dan memiliki beberapa gimmick untuk menambah kesan mengejutkan.


(48)

2. Studi pustaka

a. Memahami Film

Thriller, tujuan utama genre ini adalah memberi rasa ketegangan, penasaran,

ketidakpastian, serta ketakutan pada penontonya. Alur cerita genre ini juga seringkali berbentuk aksi nonstop, penuh misteri, kejutan serta mampu mempertahankan intensitas ketegangan hingga klimaks filmnya. Tema yang diangkat seputar kelainan psikologi tokoh-tokohnya, pemubunuh berdarah dingin, atau peristiwa yang terjadi akibat adanya eksperimen berbahaya. b. Cinemags

Genre thriller selalu mendapat tempat di hati para penggemarnya. Sensasi ketegangan yang dirasakan ketika menonton film-film sejenis dapat memberikan sensasi tersendiri bagi para penikmatnya.

Berdasarkan dari kedua buku, peneliti menyimpulkan bahwa thriller adalah bentuk jenis film yang mempunyai tujuan utama memberi rasa ketegangan, penasaran, ketidakpastian, serta ketakutan kepada penontonya, dan memiliki alur cerita yang mampu mempertahankan intensitas ketegangan hingga klimaks filmnya.


(49)

3. Studi eksisting

a. Film Yours Trully (2011)

Gambar 3.1 Poster Yours Trully Sumber : Google.co.id Director Elvira Kusno dan ian salim

Menceritakan seorang pria yang mempunyai tipikal pendiam, tetapi dengan pekerjaannya dia berusaha berubah. Menjadi individu yang baru tetapi mendapat cobaan dengan bertemu wanita psikopat.


(50)

b. Film Dara/Takut (2007)

Gambar 3.2 Poster Dara Sumber : google.co.id Director The mo brother (kimo dan timo)

Film ini bercerita tentang Dara (Sharifa Daanish), seorang koki sekaligus pemilik restoran bintang lima yang terkenal dengan masakan dagingnya yang lezat. Ternyata daging pada masakan Dara adalah daging manusia. Dara mendapatkan korbannya menggunakan kecantikan yang dia miliki untuk merayu korbannya, di dalam rumahnya semua kekejaman mutilasi itu terjadi.


(51)

c. Film Taxi (2012)

Gambar 3.3 Poster Taksi Sumber : google.co.id

Director: Arianjie AZ / Nadia Yuliani

Mempunyai premis tentang seorang karyawati bernama Fina (Shareefa Daanish) yang baru saja lembur kerja dan memilih untuk pulang dengan taksi. Mempunyai sinematografi, special effects make-up-nya, cast hingga

scoring atau audio, semuanya dapat memerankan perannya masing-masing


(52)

Tabel 3.1 Analisis data Studi Eksisting

FILM GENRE DURASI KEKURAGAN KELEBIHAN KET.

Film Yours Trully

Thriller-psychology 15 menit

Berhasil Membawa penonton untuk mengikuti alur yang

sudah di tuliskan. Film

Dara

(2007) Thriller 25 menit

Masih terlihat mainan, untuk barang yang di

pakai

Berhasil membuat ketegangan degan

trik-trik misterius

Film Taxi

(2012) Thriler 16 menit

Kualitas kamera yang masih

kurang maksimal, untuk di pakai di mlam

hari

Menggunakan pemain yang sudah mempunya

image psikopat, dan simpel dalam pengemasan.

Sumber : Olahan Peneliti

Berdasarkan studi eksisting dari Film Taxi, Film Dara, dan Film Yours Trully, peneliti dapat menarik kesimpulan, film pendek bergenre thriller mempunyai elemen” gimick yang digunakan untuk menambah unsur menegangkan dalam film. Pewarnaan film thriller menggunakan warna” gelap agar mendukung suasana menegangkan dan kemisteriusan film.

Berdasarkan dari kedua buku dan studi eksisting dari beberapa film yang bergenre thriller, peneliti menyimpulkan bahwa thriller adalah bentuk jenis film yang mempunyai tujuan utama memberi rasa ketegangan, penasaran, ketidakpastian, serta ketakutan kepada penontonya, dan memiliki alur cerita yang mampu mempertahankan intensitas ketegangan hingga klimaks filmnya


(53)

3.2.3 Bullying 1. Wawancara

a. Wahyu Widodo, S.Psi

Wawancara dilakukan secara online kepada Wahyu Widodo, S.Psi selaku salah satu Staf theraphis, di Blossom Pediatric Care Center and Therapeutic

Homeschooling, Jakarta.

Dari hasil wawancara dengan Bapak Wahyu Widodo, bullying adalah

bullying dan psikopat memang belum ada bukti penelitian empiris terhadap

korelasi antara perilaku bullying dengan psikopat, tetapi seseorang dapat menjadi psikopat itu disebabkan oleh adanya trauma yang didapatkan pada masa lalunya. Perilaku bullying menyebabkan efek traumatis yang cukup mendalam pada korbannya, disinilah korelasi yang ada antara bullying dan psikopat. Menurut beliau, bullying merupakan satu bentuk perilaku agresi yang dilakukan secara berulang untuk mengganggu orang lain. Perilaku agresi ini tidak hanya terbatas pada memukul atau penyerangan secara fisik tetapi segala bentuk perilaku yang mengancam. Dampak dari bullying tidak hanya dirasakan oleh korban bullying yang merasa menjadi tertekan, tetapi dampak ini juga akan dirasakan oleh pelaku bullying, pelaku akan mendapatkan rasa lebih jumawa dan akan terus melakukan rentetan-rentetan

bullying yang lain dan mencari korban bullying yang lain. Tidak hanya


(54)

dampak tersendiri. Mereka akan merasa cemas bahwa mereka akan menjadi target selanjutnya atau yang lebih parah adalah mereka akan meniru praktek

bullying tersebut kepada orang lain.

Berdasarkan wawancara kepada Bapak Wahyu Widodo, peneliti dapat menarik kesimpulan, bullying adalah merupakan satu bentuk perilaku agresi yang dilakukan secara berulang untuk mengganggu orang lain. Perilaku agresi ini tidak hanya terbatas pada memukul atau penyerangan secara fisik tetapi segala bentuk perilaku yang mengancam.

b. Mochamad Sigit Widodo, S.Pd.

Wawancara dilakukan secara online kepada Mochamad Sigit Widodo, S.Pd. selaku Staf pengajar bagian bimbingan konseling di Universitas PGRI Adi Buana, Surabaya.

Dari hasil wawancara dengan Bapak Mochamad Sigit Widodo, bullying dan psikpoat mempunyai hubungan yang sangat erat, karena ada beberapa faktor yang menghubungkan antara bullying dan psikopat. Faktor yang saya maksud, jika sesorang mempunyai kejanggalan atau bentuk penyelewangan gangguan kepribadian itu, pasti karena adanya faktor x, dan faktor x ini adalah pengalaman trauma dari masa lalu. Jadi orang-orang yang mengalami traumatik di masa lalu akan terbawa dan bermanifestasi di masa mendatang. Dengan contoh, saya dendam dengan seseorang dimasa lalu, dan saya tahan terus, hingga ektrimny saya bisa sampai membunuh orang tersebut. Jadi pengalaman traumatik dari masa lalu ini yang menjadi faktor


(55)

yang paling besar jika diandingkan dengan, lingkungan dan keluarga. Untuk korban bullying sendiri ada beberapa indikasi, pertama dia mengalami suatu pengalaman traumatik yang akhirnya membentuk dia untuk menjadi pembully juga di masa mendatang. Kedua dia mengalami depresi, stres berat, akhirnya mengalami inviority atau rendah diri, akhirnya dia melihat diri dari lingkungan. Dengan contoh disekolah inklusi, dia mempunyai IQ rendah dibawah teman-temannya dia pasti jadi bahan olok-olok, dan ketika dia naik level dari SD ke SMP dia akan mencari balas dendam, ada juga yang malah dia semakin takut saat berada di lingkungan baru. Tetapi tidak bisa langsung memberi label, anak yang dibully itu pasti sesuai dengan pengertian di atas, karena setiap anak itu punya 9 multiple intelegent atau karakter kepribadian. Tetapi rata-rata memang lebih banyak mereka memanifestasikan ke-hal negatif. Dengan contoh, setelah dewasa dia melakukan hal yang sama dengan pengalamannya dimasa lalu. Ketiga dia semakin dewasa, arif dan bijaksana, tetapi kemungkinan ini hanya sebesar 20%, jadi bullying sendiri menurut saya adalah bentuk perilaku yang menekan kejiwaan atau mental seseorang yang berdampak kepada sifat traumatik dan masuk ke dalam kognitif manusia.

Berdasarkan wawancara kepada Mochamad Sigit Widodo, peneliti dapat menarik kesimpulan jika bullying adalah bentuk perilaku yang menekan kejiwaan atau mental seseorang yang berdampak kepada sifat traumatik dan masuk ke dalam kognitif manusia.


(56)

Berdasarkan wawancara kepada Bapak Wahyu Widodo dan Bapak Mochamad Sigit Widodo. Peneliti dapat menarik kesimpulan, bullying adalah merupakan satu bentuk perilaku agresi yang dilakukan secara berulang untuk mengganggu orang lain, baik berupa menekan kejiwaan atau mental seseorang yang berdampak kepada sifat traumatik dan masuk ke dalam kognitif manusia.

Keyword: Traumatik, Agresi, dan Tertekan

2. Studi pustaka

a. Bullying bikin anak depresi dan bunuh diri.

Suatu hal yang alamiah bila memandang bullying sebagai suatu kejahatan, dikarenakan oleh unsur-unsur yang ada di dalam bullying itu sendiri. Susanti (2006: 51) menguraikan unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian bullying yakni antara lain keinginan untuk menyakiti, tindakan negatif, ketidakseimbangan kekuatan, pengulangan atau repetisi, bukan sekedar penggunaan kekuatan, kesenangan yang dirasakan oleh pelaku dan rasa tertekan di pihak korban.

b. Save our children from school bullying

Menurut Wiyani (2012: 12) bullying merupakan perilaku negatif yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dapat merugikan orang lain. Bullying dapat terjadi karena kesalah pahaman (prasangka) antar pihak yang berinteraksi.


(57)

Berdasarkan dari kedua buku, peneliti menyimpulkan bahwa bullying adalah keinginan untuk menyakiti, tindakan negatif, ketidak seimbangan kekuatan, pengulangan atau repetisi, bukan sekedar penggunaan kekuatan, kesenangan yang dirasakan oleh pelaku dan rasa tertekan di pihak korban.

Keyword: Agresi, Tertekan, Trauma, dan Mental.

3.2.4 Psikopat 1. Wawancara

a. Wahyu Widodo, S.Psi

Wawancara diilakukan secara online kepada Wahyu Widodo, S.Psi selaku salah satu Staf theraphis, di Blossom Pediatric Care Center and Therapeutic

Homeschooling, Jakarta.

Dari hasil wawancara dengan Bapak Wahyu Widodo, psikopat adalah gangguan psikologis yang menyebabkan perilaku psikologis manusia yang melanggar norma sosial, hukum dan agama. seorang psikopat tidak hanya orang yang suka menyiksa dan membunuh, tetapi juga seorang psikopat akan terus mencari pembenaran atas apa yang dia lakukan, yang namanya perilaku melanggar norma itu menurut saya adalah perilaku yang negatif. Sebuah norma atau aturan itu dibuat agar segalanya lebih teratur dan tentram. Semua tipe kepribadian memiliki peluang menjadi psikopat, tetapi menurut saya yang memiliki peluang lebih besar adalah melankolis. Karena orang-orang melankolis cenderung pemikir, dan akan merasakan dampak traumatis yang


(58)

lebih besar saat menerima perilaku bullying dari orang lain. Seseorang yang berkepribadian melankolis akan lebih mudah terjebak dalam perasaan trauma dan hal ini akan menyebabkan dia memiliki kemungkinan lebih tinggi menjadi psikopat.

Berdasarkan wawancara kepada Wahyu Widodo. Peneliti dapat menarik kesimpulan, psikopat adalah perilaku negatif psikologis manusia yang bertujuan melanggar norma sosial, hukum serta agama, untuk tujuan mencari pembenaran atas apa yang dia lakukan.

b. Mochamad Sigit Widodo, S.Pd.

Wawancara dilakukan secara online kepada Mochamad Sigit Widodo, S.Pd. selaku Staf pengajar bagian bimbingan konseling di Universitas PGRI Adi Buana, Surabaya.

Dari hasil wawancara dengan Bapak Mochamad Sigit Widodo, psikopat dapat disebabkan karena karakter manusianya. Seperti Plegmatis, Melankolis, Sanguinis, dan Koleris. Dari pengamatan beliau, karakter paling besar kemungkinannya adalah manusia yang berkarakter melankolis, karena karakter ini mempunya sifat-sifat pendendam, sedikit-sedikit di masukan hati, dan beberapa sifat lain. Jadi menurut beliau, psikopat adalah bentuk gangguan kejiwaan atau bentuk perilaku seseorang yang mengalami gangguan psikologi mental yang mengedepankan kepuasan dirinya dan tidak peduli kepada norma-norma yang berlaku. Menurut beliau juga psikopat


(59)

adalah sebuah penyimpangan perilaku karena hanya dia yang bisa mengatakan itu benar.

Berdasarkan wawancara kepada Mochamad Sigit Widodo. Peneliti dapat menarik kesimpulan, psikopat adalah bentuk gangguan kejiwaan atau bentuk perilaku seseorang yang mengalami gangguan psikologi mental yang mengedepankan kepuasan dirinya dan tidak peduli kepada norma-norma yang berlaku.

Berdasarkan wawancara kepada Bapak Wahyu Widodo dan Bapak Mochamad Sigit Widodo, peneliti menarik kesimpulan. Psikopat adalah bentuk gangguan kejiwaan atau bentuk perilaku negatif seseorang yang mengalami gangguan psikologi mental yang mengedepankan kepuasan dirinya serta mencari pembenaran atas yang dilakukan dan tidak peduli kepada norma-norma yang berlaku.

Keyword: Gangguan Psikologi Mental, Negatif, dan Egosentris

2. Studi pustaka

a. Psikologi Abnormal

Dalam buku psikologi abnormal, Singgih Dirgagunarsa (1998: 145) menyatakan bahwa psikopat merupakan hambatan kejiwaan yang menyebabkan penderita mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri terhadap norma-norma sosial yang ada di lingkungannya. Penderita psikopat memperlihatkan sikap egosentris yang besar, seolah-olah patokan untuk semua perbuatan dirinya sendiri saja.


(60)

b. Kamus Lengkap Psikologi

Menurut Kartono (1999: 95), psikopat adalah bentuk kekalutan mental (mental disorder) yang ditandai dengan tidak adanya pengorganisasian dan pengintegrasian pribadi sehingga penderita tidak pernah bisa bertanggung jawab secara moral dan selalu konflik dengan norma-norma sosial dan hukum.

Berdasarkan dari kedua buku, peneliti menyimpulkan bahwa psikopat adalah bentuk gangguan jiwa dalam menyesuaian diri terhadap norma-norma sosial yang ada dilingkungan dan memperlihatkan sikap egosentris untuk menjadikan dirinya sendiri sebagai patokan atas apa yang dilakukannya.

Keyword: Gangguan jiwa, dan Egosentris

3.2.5 Color Grading 1. Wawancara

a. Amir Syarifuddin S.ST.

Wawancara dilakukan kepada bapak Amir Syarifuddin S.ST, beliau adalah seorang colorist video, di PT. Rejana Abi Yasa. Beliau memberikan pengertian mengenai perbedaan untuk color correction dan color grading. Dari hasil wawancara dengan Saudara Amir Syarifuddin, Color corecttion adalah proses editing video dengan tujuan untuk membenarkan warna yang tidak cocok bagi senimatogtrafer. Seperti menambah curve, level, viberation,


(61)

yang bertujuan penambahan warna agar sesuai dengan tema film. Dengan contoh jika tema film adalah old film jadi menambahkan warna-warna

sephia, vitage dan sebagainya. Berdasarka pengalaman dari bapak amir,

beliau untuk mewarnai video lebih serinng menggunakan software Adobe After Effect karena tersedia banyak tools untuk memainkan warna video. Berdasarkan wawancara kepada Amir Syarifuddin, peneliti dapat menarik kesimpulan jika color grading adalah proses editing video yang bertujuan penambahan warna agar sesuai dengan tema film.

Keyword: warna, dan Nuansa film.

2. Studi Pustaka

a. Colour grading Video dengan photoshop

Dalam buku Colour grading Video dengan photoshop (2011: 84-87) karangan Andra Fembrianto dijelaskan, Color grading adalah sebuah proses kreatif dimana seorang sinematografer memberikan gaya pada film dengan warna dan meningakatkan nuansa film.


(62)

3.3 Analisis Data

Menurut Moleong, (2002: 103) analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikanya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Berikut dikualifikasikan menurut darimana data itu didapat, lalu diolah dengan mencari mana yang paling identik atau yang selalu ada saat proses pengumpulan data. Tabel 3.2 Analisis data Wawancara, Studi Pustaka dan Kesimpulan keyword

Materi Wawancara Studi Pustaka Studi Eksisting Kesimpulan keyword

Film Pendek

 semiotik  Message Design

 Media  semiotik

 Mesaage design -

 semiotik  Desain Pesan

Thriller

 ketegangan

 Aksi-menantang  Ketegangan

 Ketegangan  Misterius  Gimmic

 Ketegangan

Bullying

 Traumatik  Agresi  Tertekan

 Agresi  Tertekan  Trauma

 Mental -

 Agresi  Tertekan  Traumatik

Psikopat

 Gangguan Psikologi Mental  Negatif

 Melankolis  Egosentris

 Gangguan jiwa  Egosentris

-

 Gangguan jiwa  Egosentris

Color grading

 Warna  Nuansa Film

 Warna  Nuansa Film  Idealis

Sinematografer -

 Warna  Nuansa Film


(63)

3.5 STP: SEGMENTASI, TARGETING & POSITIONING

Perancangan segmentasi ditujukan bagi masyarakat indonesia pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang berusia 12-25 tahun atau remaja. Agar dapat menginformasikan dampak bullying menjadi psikopat.

Tabel 3.3 Analisis STP

STP Film Pendek Thriller dampak Bullying menjadi Psikopat Teknik Color garding

Segmentasi & Targeting

Geografis Indonesia

Demografi

Strata Pendidikan : SMP dan SMA Usia : 12 – 25 tahun

Gender : Laki-laki dan Perempuan

Psikografis Kelas sosial : Menengah Gaya hidup : Standar

Positioning

Film ini diperuntukan kepada kalangan remaja hingga dewasa, tentang informasi dampak bullying menjadi

psikopat


(64)

3.6 Pengolohan Keyword

Berdasarkan dari hasil analisa data didapatkan kata-kata yang digunakan sebagai Pengolahan keyword. Gambar 3.4 berikut adalah bagan pengolahan keyword.

Gambar 3.4 Bagan Pengolahan Keyword Sumber : Olahan Peneliti

Hasil analisa data didapatkan dari 5 kata yang ada dalam judul Tugas Akhir ini, Film pendek, thriller, color grading, bullying, dan psikopat. Berikut di bawah ini dijelaskan proses pengolahan keyword, sebagai berikut:

1. Film pendek, menghasilkan kata message design dan semiotika. Menurut Kamus Bahasa Inggris Online (kamusbahasainggris.com), menjelaskan message design is a communication theory that makes the claim that individuals possess implicit theories of communication within themselves. Semiotik adalah segala sesuatu


(65)

yang berhubungan dengan sistem tanda dan lambang dalam kehidupan manusia (http://kbbi.web.id/pesan). Setelah 2 keyword dianalisis lebih sempit lagi terdapat kata logic yang artinya logika. Menurut kamus besar bahasa indonesia online (http://kbbi.web.id/logika), logika adalah pengetahuan tentang kaidah berpikir, jalan pikiran yang masuk akal, sistem logika yang dalam penafsiran dalilnya mengandung lebih dari dua makna atau secara umum mengandung sejumlah makna pasti atau tidak pasti.

2. Thriller mendapat keyword tegang yang artinya terasa mencekam (tentang

perasaan, jiwa), bertentangan keras (tentang perhubungan diplomatik, pertalian, dan sebagainya), berbahaya (tentang perselisihan dan sebagainya) (http://kbbi.web.id/tegang). Kemudian dipersempit kembali menjadi keyword

strained yang artinya tidak wajar, tegang, genting, sesuatu yang dipaksakan, serta

sesuatu yang disaring, dan dibuat-buat (http://kamusbahasainggris.com/strained). 3. Color grading mendapat keyword warna dan nuansa film, nuansa film adalah

variasi atau perbedaan yang sangat halus atau kecil sekali (tentang warna, suara, kualitas, dan sebagainya), kepekaan terhadap, kewaspadaan atas, atau kemampuan menyatakan adanya pergeseran yang kecil sekali (tentang makna, perasaan, atau nila (http://kbbi.web.id/nuansa-film). Warna, kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang dikenainya; corak rupa, seperti biru dan hijau, kasta, golongan, tingkatan (dalam masyarakat), corak, ragam (http://kbbi.web.id/warna). Dalam keyword nuansa film dan warna


(66)

di persempil kagi dan menhasilkan keyword exaggerate yang berarti berlebihan menurut (http://kamusbahasainggris.com/exaggerate).

Berdasarkan 3 keyword, logic, strained, dan exaggerate dipersempit menjadi

keyword dramatic.

4. Bullying menghasilkan keyword agresi, tertekan dan trauma. Agresi, penyerangan

seseorang kepada orag lain, perasaan marah atau tindakan kasar akibat kekecewaan atau kegagalan dalam mencapai pemuasan atau tujuan yang dapat diarahkan kepada orang atau benda, antara perbuatan bermusuhan yang bersifat penyerangan fisik ataupun psikis terhadap pihak lain (http://kbbi.web.id/agresi). Tertekan, keadaan (hasil) kekuatan menekan, desakan yang kuat, paksaan, keras lembutnya pengucapan bagian ujaran, yang dipentingkan (sangat diutamakan), titik berat, keadaan tidak menyenangkan yang umumnya merupakan beban batin (http://kbbi.web.id/tertekan). Trauma, keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani, luka berat (http://kbbi.web.id/trauma). Dari hasil penyempitan keyword agresi, tertekan dan trauma, dihasilkan keyword appression. Appression mempunya arti penindasan (http://kamusbahasainggris.com/appression). Menurut Kamus besar bahasa indonesia online (kbbi.web.id/penindasan), penindasan adalah menindih (menghimpit, menekan) kuat-kuat atau dengan barang yang berat, memperlakukan dengan sewenang-wenang (dengan lalim, dengan kekerasan), menggencet, memperkuda (memeras dan sebagainya), memadamkan


(67)

(pemberontakan dan sebagainya) menguasai dengan paksa, memerangi (memberantas dan sebagainya) dengan kekerasan.

5. Psikopat menghasilkan keyword ganguan jiwa dan egosentris. Gangguan jiwa, ketidak seimbangan jiwa yang mengakibatkan terjadinya ketidaknormalan sikap tingkah laku; penyakit psikis yang dapat menghambat penyesuaian diri (kbbi.web.id/gangguan-jiwa). Egosentris, menjadikan diri sendiri sebagai titik kepuasan (perbuatan), (kbbi.web.id/egosentris). Dari hasil pemyempitan didapapatkan keyword inconsiderate, yang mempunya arti perilaku ugal-ugalan, perilaku peyimpangan dari norma-norma yang berlaku, dan sesuatu yang tidak memperhatikan sekeliling (kamusbahasainggris.com/inconsiderate).

Berdasarkan keyword appression, dan keyword inconsiderate dipersempit menjadi keyword infliction. Menurut kamus bahasa inggris online (kamusbahasainggris.com/infliction), Infliction adalah penderitaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, penderitaan adalah keadaan yang menyedihkan yang harus ditanggung, penanggungan.


(68)

3.7 Deskripsi Keyword

Berdasarkan proses pengolahan keyword dihasilkan keyword akhir yaitu

apprehensive. Menurut dictionary.com, apprehensive adalah anxious or fearful that something bad or unpleasant will happen” yang berarti perasaan takut bahwa sesuatu yang buruk atau tidak menyenangkan akan terjadi, dan disimpulkan dengan kata gelisah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, gelisah adalah perasaan tidak tenteram, selalu merasa khawatir (tentang suasana hati), tidak tenang (tentang tidur), tidak sabar lagi dalam menanti, dan cemas.

Dari kata apprehensive di krucutkan lagi jadi concerned, cocerned sendiri adalah kata untuk memperkuat penokohan karakter dalam film pendek ini. Menurut Kamus Bahasa Inggris (kamusbahasainggris.com/concerned), concerned memiliki arti khawatir. Kata khawatir dalam kamus besar bahasa Indonesia online, takut (gelisah, cemas) terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti. Jadi kata

corcened sangat cocok dengan penokohan karakter korban bullying dalam film

pendek ini.

3.8 Analisa Warna

Demi mendukung pembuatan karya Tugas Akhir ini, dalam analisa warna ini dipilih film yang sudah ada untuk dianalisa kelebihan dan kekuranganya, serta apa saja yang bisa diterapkan pada film yang dibuat dalam Tugas Akhir. Hal ini sangat berguna untuk memperdalam ide dan konsep yang dapat menunjang karya. Beberapa film yang diambil sebagai studi eksisting, antara lain:


(69)

Sesuai dengan keyword apprehensive, dalam Tugas Akhir ini peneliti menentukan warna dari segi psikolgi warnanya. Dalam buku Pengenalan Teori Warna (2008: 28), nugroho menjelaskan bahwa warna kuning dari sisi psikologi, keberadaan warna kuning dapat merangsang aktivitas pikiran dan mental. Warna kuning sangat baik digunakan untuk membantu penalaran secara logis dan analitis sehingga individu penyuka warna kuning cenderung lebih bijaksana dan cerdas dari sisi akademis, mereka lebih kreatif dan pandai meciptakan ide yang original. Namun negatifnya mereka juga orang yang mudah cemas, gelisah dan sering dikuasai ketakutan, terlebih dalam menghadapi orang yang juga sedang merasa tertekan ataupun stress mereka cenderung menjadi terlalu kritis dan menghakimi.

Gambar 3.5 Palet Warna Kuning Sumber: www.dtelepathy.com

Gambar 3.6 Palet Warna Sumber: Colour Harmony Workbook


(1)

pendek ini menggunakan teknik observational dimana pengambilan gambar di lapangan lebih banyak yang spontan dan natural. Dengan pendekatan ini juga penonton akan merasa lebih dekat dengan subjek. Proses editing film pendek ini menggunakan software Adobe Premiere CC dan Final Cut Pro.

5.2 Saran

Penelitian tentang dampak bullying menjadi psikopat diaplikasikan dalam sebuah karya film ini, diharapkan menjadi wawasan dan pengetahuan bagi para khalayak luas. Peneliti mengakui masih banyak kekurangan dalam mengaplikasikan penelitian ini kedalam film pendek bullying karena dalam pembuatan film pendek ini dibutuhkan sekali untuk bekerja dalam tim, namun dalam pembuatan film pendek ini sangat berbeda sekali dengan teori yang ada di buku karena masih banyak yang digali dari dampak bullying menjadi psikopat.


(2)

94

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvianaro dan Lukiati Erdinaya. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Conny R. Semiawan. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo. Dirgagunarsa, Singgih DR. 1998. Pengantar Psikologi, Jakarta : Mutiara Sumber

Widya.

Duffy, K. G. dan Wong, F.Y. 2000. Community psychology (2nd edition). Boston : Allyn and Bacon.

Effendy, Heru 2002. Mari Membuat Film, panduan menjadi produser. Jakarta: Yayasan Konfiden.

Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Fahrudin, A. 2002. Praktis kerja sosial di sekolah, Dalam Adi Fahrudin & Beddu Salam Baco (eds), Kerja sosial dan psikologi Isu-isu terpilih. KotaKinabalu: Universiti Malaysia Sabah.

Gulo, W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Jurnal Psikologi Undip Vol. 11, No.2, Oktober 2012, American Psychological Associasion

Javandalasta, P. (2014). 5 Hari Mahir Bikin Film. Surabaya: MUMTAZ Media. Kartono, Kartini. 1999. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung:

Mandar Maju.

MCQuil, 1987. Teori Komunikasi Massa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nansel, T.R., Overpeck, M., Pilla, R.S., Ruan, W.J., Simon, M.B. & Scheidt, P.

2001. Bullying behavior among US Youth. JAMA.

Pearce, J. B. & Thompson, A.E. 1998. Practical approaches to reduce the impact of bullying. Arch Dis Child.

Prakosa, G. 2008. Film Pinggiran: Antologi Film Pendek, Film Eksperimental, dan Film Dokumenter. Jakarta Pusat: Koperasi Sinematografi IKJ.


(3)

Semiawan, 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Homerian Pustaka

Sejiwa. 2008. Bullying, mengatasi kekerasan disekolah dan lingkungan sekitar anak. Jakarta:Gramedia.

Smith, P.K. & Thompson, D. 1991. Practical approaches to bullying. London: David Fulton.

Strauss, Anselm & Juliet Corbin, 2003. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Tremblay, R.E. & Craig, W.M. 1995. Developmental crime prevention. Crime Justice.

Tattum, D. & Tattum, E. 1992. Social education and personal development. London: David Fulton.

Verlinden, S., Herson, M. & Thomas, J. 2000. Risk factors in school shootings. Clinical Psychology Review.


(4)

Sumber Internet:

American Psychological Association.2013 http://www.apa.org/topics/bullying/.

Diakses pada tanggal 21 Mei 2013

http://ciricara.com/2012/10/19/indonesia-masuk-daftar-negara-dengan-kasus-bullying-tertinggi/

Diakses pada Minggu 19 Oktober 2012 Pukul 14:50 WIB http://dictionary.com/apprehensive

Diakses pada Minggu 28 Juni 2016

http://forum.detik.com/ini-dia-5-kasus-bullying-sma-di-jakartat476916.html? Query-string

Diakses pada Minggu 27 Januari 2014 Pukul 11.00 WIB http://kamusbahasainggris.com/messagedesign http://kamusbahasainggris.com/strained http://kamusbahasainggris.com/exaggerate http://kamusbahasainggris.com/appression http://kamusbahasainggris.com/inconsiderate http://kamusbahasainggris.com/infliction http://kamusbahasainggris.com/concerned

Diakses pada Minggu 20 Juni 2016 http://kbbi.web.id http://kbbi.web.id/mental http://kbbi.web.id/pesan http://kbbi.web.id/logika http://kbbi.web.id/tegang http://kbbi.web.id/nuansa-film http://kbbi.web.id/warna http://kbbi.web.id/agresi http://kbbi.web.id/tertekan http://kbbi.web.id/trauma http://kbbi.web.id/penindasan http://kbbi.web.id/gangguan-jiwa http://kbbi.web.id/egosentris http://kbbi.web.id/gelisah

Diakses pada Minggu 19 Juni 2016

http://kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter/ Diakses pada Minggu 10 Desember 2014 Pukul 10:00 WIB


(5)

http://www.munsypedia.com/2014/10/9-pembunuhan-paling-sadis-diindonesia .html

Diakses pada Minggu 10 September 2014 Pukul 14:50 WIB https://ulfarayi.wordpress.com/2015/04/14/urbanisasi/

Diakses pada Minggu 26 Agustus 2015 Pukul 18:50 WIB

Quistgaard, P. (2009). Bullying in Schools: Understanding Bullying and How to Intervene with Schools.

http://www.bemidjistate.edu/academics/publications/social_work_journal/issue18/ article6.html


(6)

Sumber Wawancara:

Amir syarifuddin S.ST., Color Grading, Wawancara langsung, Juni 2016. Brahmanto Anindito, Genre Thriller, Wawancara Online, Juni 2016. Fauzan Abdillah, S.Pd. Film pendek, Wawancara Online, Juni 2016.

Igak Satrya Wibawa, S.sos. MCA. Film pendek, Wawancara Online, Juni 2016. Karsam, MA., Ph.D. Metodologi Penelitian, Saat Perkuliahan, 27 September 2013. Lucy Kusuma Putri, Genre Thriller, Wawancara Online, Juni 2016.

Mochamad Sigit Widodo, S.Pd, Bullying, Wawancara langsung, Juni 2016. Mochamad Sigit Widodo, S.Pd, Psikopat, Wawancara langsung, Juni 2016. Wahyu Widodo, S.Psi, Bullying, Wawancara Online, Juni 2016.