48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Deskripsi lokasi penelitian III.1.1 Harian Umum KOMPAS
Harian umum KOMPAS merupakan surat kabar nasional yang tidak bisa dilupakan peranannya dalam sejarah pers nasional di Indonesia. Hal ini karena
harian KOMPAS termasuk harian yang memberi masukan dalam sejarah jurnalistik, khususnya jurnalistik surat kabar. Hal lain yang perlu diingat dari
harian ini adalah manajemen yang diterapkan dalam organisasi harian merupakan sumbangsih terbesar yang pernah diberikan oleh harian KOMPAS kepada
jurnalistik di Indonesia. Sejumlah uraian di atas merupakan hasil kerja keras dari kedua tokoh
pendiri harian KOMPAS yang sekaligus merupakan tokoh pers juga. Petrus Kanisius PK Ojong dan Jakob Oetama merupakan nama pendiri harian
KOMPAS. Pada tahun 1965, merupakan masa-masa dimana mendirikan KOMPAS tersebut tercetus. Pada masa itu dimana PKI merajalela, hubungan PKI
dan militer memburuk terutama Angkatan Darat, sampai akhirnya Let.Jend Ahmad Yani sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat 1962-1965
melemparkan ide agar Frans Seda Menteri Perkebunan 1964-1966 menerbitkan Koran. Ide itu sejalan pula dengan terbitnya koran-koran yang bernaung di bawah
partai atau corong partai. Frans Seda selaku ketua umum Partai Katolik menanggapi ide tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Jakob Oetama dan PK Ojong menggarap ide mendirikan koran tersebut. Ditetapkan nama Bentara Rakyat yang secara harfiah berarti pegawai rakyat yang
sebenarnya bukanlah PKI catatan : waktu itu semua yang berbau PKI memakai kata rakyat. Suatu saat, ketika Bentara Rakyat hampir terbit, Frans Seda datang
ke Presiden Soekarno untuk urusan dinas selaku Menteri Perkebunan. Bung Karno mendesak Partai Katolik untuk menerbitkan sebuah koran. Bung Karno
sudah mendengar bahwa Frans Seda dengan rekan-rekannya dari Partai Katolik akan mendirikan koran. Ketika disebut nama Bentara Rakyat, Bung Karno
menyarankan nama “KOMPAS” agar jelas sebagai penunjuk arah. Jadilah dipilih sebagai nama KOMPAS sedangkan Bentara Rakyat dipilih sebagai nama yayasan
yang menerbitkan KOMPAS. PKI bereaksi keras dengan terbitnya KOMPAS, dengan menghasut masyarakat dengan ledekan kepanjangan KOMPAS adalah
Komando Pastor. Plesetan kata “Komando Pastor” lebih gencar ditiupkan oleh kaum komunis pda masa itu, dengan maksud menhasut dan menjatuhkan nama
baik KOMPAS menjadi “Komt Pas Morgen”, artinya KOMPAS yang akan datang, pada keesokan harinya karena memang sering telat terbit.
Para pendiri yayasan Bentara Rakyat adalah pemimpin dari organisasi- organisasi Katolik, seperti Partai Katolik, Pemuda Katolik, Wanita Katolik.
Pengasuh sehari-hari dipegang oleh dua serangkai Jakob Oetama dan PK Ojong dengan otonomi profesional yang penuh meski ada restu dari Presiden Soeharto.
Berkat usaha dari Mgr. Soegipranata, dan bantuan dari pimpinan Angkatan Darat, proses minta izin usaha dan izin terbit menemui kesulitan. Karena pada saat itu
PKI menguasai aparatur khususnya aparatur perizinan di Pusat dan Daerah. PKI agaknya tidak mentolerir saingan dari sebuah harian yang menurut mereka “pasti”
Universitas Sumatera Utara
merupakan saingan berat namun tahap demi tahap dengan penuh ketekunan dari seluruh kekuatan ormas Katolik, semua rintangan dapat diatasi.
Pusat memberi izin prinsip, namun harus dikonfirmasikan di daerah, yakni Daerah Militer V Jaya. Pada tanggal 28 Juni 1965 di Kramat Jaya Jakarta,
tepatnya di percetakan PN Eka Grafika, PK Ojong dan Jakob Oetama memulai aktivitas mereka untuk menghasilkan edisi pertama harian KOMPAS.
Penampilan edisi pertama harian Kompas memang masih berantakan. Tatanan wajahnya tidak karuan, memiliki gambar kurang terang dan sama sekali
belum memiliki tambahan pernak pernik untuk mempercantik diri. Justru dibalik segala keterbatasan serta kekurangan itu, para pengelolanya seperti dipacu untuk
terus menerus memperbaiki diri. Dalam kondisi serba kekurangan itu, kemudian diletakkan dalam dasar
profesional, sehingga ketika meletusnya Gerakan 30 September PKI, tiga bulan kemudian timbul Ode Baru, KOMPAS sudah siap menampung dan dengan pesat
berkembang menjadi suatu harian yang dapat diandalkan dan berpengaruh, baik sebagai sumber pemberitaan maupun sebagai sumber opini. Seperti pada
umumnya terjadi dalam pertumbuhan media pers di Indonesia, KOMPAS selama setahun awal perkembangannya, dicetak di percetakan orang lain, sebelum
membangun percetakan sendiri. Untuk pertama kalinya dicetak, di atas mesin cetak dupleks yang sederhana, sebelum kemudian pindah ke mesin cetak rotasi.
Lalu pada tahun 1972, KOMPAS mulai mencetak sendiri yaitu di percetakan Gramedia. Semula KOMPAS hanya terdiri dari empat halaman, sama seperti
harian lainnya kemudian menjadi enam belas halaman, yakni batas maksimum
Universitas Sumatera Utara
halaman surat kabar, yang diperbolehkan pemerintah. Kantor redaksi KOMPAS pertama masih menumpang di kantor redaksi majalah Intisari, yang menempati
salah satu ruang di kantor percetakan PT Kinta, Jakarta Kota. Oleh karena alasan percetakan jauh, maka redaksi malam juga menumpang di redaksi majalah
Penabur, bertempat di jalan Kramat. Sejak Juli 1986, sesuai dengan ketentuan pemerintah, dua kali dalam seminggu KOMPAS dapat menambah halamannya
menjadi dua puluh halaman. KOMPAS semula, yang diarmadai hanya oleh lima belas wartawan pada awal kelahirannya, namun hingga kini ada sekitar 300-an
wartawan yang bekerja. Sepanjang sejarahnya KOMPAS pernah dua kali dilarang terbit oleh
pemerintah dan kedua peristiwa itu merupakan larangan massal. Setelah terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965, KOMPAS beserta kebanyakan harian
lainnya, dilarang terbit mulai edisi 2 Oktober 1965, dan baru diizinkan beredar kembali tanggal 6 Oktober 1965.
Larangan ini dikeluarkan oleh pengusaha pelaksana peran daerah Pepelrada Jakarta Raya. Pada saat itu, hanya harian “Angkatan Bersenjata” dan
“Berita Yudha” yang boleh terbit karena keduanya didukung oleh tentara. Larangan terbit kedua kali dialami, setelah terjadi demonstrasi mahasiswa pada
tahun 1977-1978. KOMPAS termasuk di antara tujuh harian lainnya yang dilarang terbit, yakni Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times,
Sinar Pagi dan Pos Sore. Pada waktu yang sama pula, dilarang terbit sedikitnya tujuh penerbitan pers mahasiwa di berbagai Universitas Jakarta, Yogyakarta,
Bandung dan Palembang.
Universitas Sumatera Utara
Saat ini Kompas memiliki 550.000 eksemplar pada hari biasa dan hari minggu rata-rata 600.000-700.000 eksemplar dimana 80 peminat Kompas ada
di pulau Jawa. Pendapatan iklannya terbesar di Indonesia kira-kira dapat meraup Rp.1,5 milyar per bulannya.
Visi dan Misi Kompas
Visi harian Kompas yakni menjadi institusi yang memberikan pencerahan bagi perkembangan masyarakat Indonesia yang demokratis dan
bermartabat serta menjunjung tinggi azas dan nilai kemanusiaan. Misi harian Kompas yakni mengantisipasi dan merespon dinamika
masyarakat secara professional sekaligus memberi arah perubahan trendsetter dengan menyediakan dan menyebarluaskan informasi yang terpercaya.
III.2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis wacana kritis dengan menggunakan analisis Theo Van Leeuwen. Secara umum model analisis ini
dipergunakan untuk mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang dimarjinalkan posisinya dalam suatu wacana serta menggambarkan
bagaimana pelaku ditampilkan dalam pemberitaan. Dalam analisisnya, Theo van
Leeuwen memusatkan perhatian pada dua hal, yaitu eksklusi dan inklusi. Tataran
ekslusi, melihat apakah dalam suatu teks berita ada kelompok atau aktor yang dikeluarkan dari pemberitaan dan strategi wacana apa yang dipakai dalam
melakukan hal tersebut. Adapun strategi-strategi eksklusi yakni: pasivasi, nominalisasi, dan penggantian anak kalimat. Tataran inklusi, melihat bagaimana
pihak atau kelompok dimunculkan dalam pemberitaan dan bagaimana cara
Universitas Sumatera Utara
penggambarannya. Adapun strategi-strategi inklusi yakni: diferensiasi- indiferensiasi, objektivasi-abstraksi, nominasi-kategorisasi, nominasi-identifikasi,
determinasi-indeterminasi, asimilasi-individualisasi, dan asosiasi-disosiasi.
III.3. Populasi dan Sampel Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang terdapat terdiri
dari manusia, benda, hewan, tumbuhan, udara, gejala-gejala, nilai, peristiwa sebagai sumber data yang dimiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pemberitaan mengenai kasus kelangkaan minyak tanah yang terjadi di pulau Jawa, yang dimuat di KOMPAS
terbitan 1 Desember 2007 - 31 Januari 2008. Menurut Sudjana, sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu
Nawawi, 1995:144. Dalam penelitian ini, sampelnya adalah semua pemberitaan mengenai kasus kelangkaan minyak tanah yang terjadi di pulau Jawa, yang dimuat
di KOMPAS terbitan 1 Desember 2007 - 31 Januari 2008. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan 8 berita yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
III.4. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
yakni:
1. Studi Dokumen, yaitu mengumpulkan terlebih dahulu berita-berita
mengenai kasus kelangkaan minyak tanah yang terjadi di pulau Jawa, yang
telah dimuat di Harian KOMPAS.
Universitas Sumatera Utara
2. Studi Kepustakaan, yaitu dilakukan untuk menghimpun data sebagai
referensi yaitu, buku-buku, majalah dan internet yang menjadi bagian
dalam penelitian ini. III.5. Unit dan Tingkat Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh isi berita dalam harian
KOMPAS, yang memuat pemberitaan mengenai, kasus kelangkaan minyak tanah yang terjadi di pulau Jawa mulai dari judul, lead, sampai tubuh berita dengan
menggunakan model analisis Theo Van Leeuwen. Unit tersebut akan dianalisis
pada level inklusi dan eksklusi. Pada level inklusi, akan melihat bagaimana aktor
ditampilkan dalam pemberitaan, sedangkan eksklusi, apakah ada aktor yang dihilangkan atau dari pemberitaan. Sedangkan tingkat analisisnya adalah wacana
yang dipakai dalam menganalisis pemberitaan mengenai kasus kelangkaan minyak tanah di pulau Jawa.
III.6. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan model analisis Theo Van Leeuwen, yaitu:
1. Eksklusion, apakah dalam suatu teks berita ada kelompok atau aktor yang
dikeluarkan dalam pemberitaan. 2.
Inklusion, bagaimana masing-masing pihak atau kelompok itu ditampilkan lewat pemberitaan.
Universitas Sumatera Utara
55
BAB IV ANALISA DATA