Fraksionasi Fosfor Pada Tanah-tanah Sawah di Pulau Jawa

(1)

FRAKSIONASI FOSFOR

PADA TANAH-TANAH SAWAH DI PULAU JAWA

ADELIA SATWOKO

A14080009

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

Pulau Jawa. Di bawah bimbingan ARIEF HARTONO dan SYAIFUL

ANWAR.

Data BPS pada tahun 2008 menunjukkan bahwa Pulau Jawa dengan luas panen 5.74 juta ha mampu menyumbang 55% dari produksi gabah kering giling (GKG) di Indonesia (BPS 2009). Ditinjau dari penyebarannya lebih dari 60% tanah sawah di Indonesia berada di Pulau Jawa (Kawaguchi dan Kyuma 1976; Rayes 2000). Peningkatkan produksi padi merupakan hal yang harus diperhatikan untuk memenuhi kebutuhan gabah kering giling Indonesia. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi padi adalah dengan penggunaan pupuk termasuk pupuk Fosfor (P). Pada umumnya pupuk P yang diaplikasikan ke dalam tanah akan ditransformasikan menjadi bentuk P yang tersedia dan tidak tersedia bagi tanaman. Pengetahuan mengenai fraksionasi bentuk-bentuk P pada tanah-tanah sawah di Pulau Jawa belum banyak dilaporkan. Informasi distribusi fraksi-fraksi P pada tanah sawah di Pulau Jawa dibutuhkan untuk manajemen pemupukan P. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi distribusi fraksi-fraksi P pada tanah-tanah sawah di Pulau Jawa.

Metode yang digunakan dalam Fraksionasi P adalah metode Fraksionasi P berdasarkan metode Tiessen dan Moir (1993). Fraksi P di dalam tanah ditetapkan menggunakan: (1) resin strip jenuh bikarbonat dalam 30 ml aquades kemudian diikuti ekstraksi menggunakan 0.5 mol L-1 HCl. Fraksi ini disebut Resin-Pinorganik (Pi). Fraksi ini merupakan P yang

sangat tersedia bagi tanaman, (2) 0.5 mol L-1 NaHCO3 untuk mengekstrak Pi

dan Porganik (Po). Fraksi ini disebut NaHCO3-Pi, -Po. Fraksi ini merupakan P

yang tersedia bagi tanaman dan mikroorganisme serta P yang terikat di permukaan mineral atau presipitasi dari CaH2PO4nH2O dan MgH2PO4nH2O,

(3) 0.1 mol L-1 NaOH untuk mengekstrak Pi dan Porganik (Po). Fraksi ini

disebut NaOH-Pi, -Po. Fraksi ini merupakan P yang terikat kuat melalui

kemisorpsi dengan Fe dan Al hidrous oksida, dan (4) 1 mol L-1 HCl untuk mengekstrak Pi. Fraksi ini disebut HCl-Pi. Fraksi ini merupakan Ca-P

dengan kelarutan yang rendah. Residual-P adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai “occluded” P dan P organik yang sangat sukar larut. Nilai Residual-P didapatkan dari hasil pengurangan total P dengan jumlah Resin-Pi, NaHCO3-Pi, -Po, NaOH-Pi, -Po, HCl-Pi.

Hasil fraksionasi P menyatakan bahwa Pulau Jawa memiliki fraksi dominan HCl-Pi diikuti dengan fraksi Residual-P, NaOH-Pi, NaOH-Po, NaHCO3

-Pi, NaHCO3-Po dan Resin-Pi. Provinsi Jawa Barat memiliki fraksi dominan

NaOH-Pi diikuti dengan fraksi NaOH-Po, Residual-P, HCl-Pi, NaHCO3-Pi,

NaHCO3-Po dan Resin-P. Provinsi Jawa Tengah memiliki fraksi dominan HCl-Pi

diikuti dengan fraksi Residual-P, NaOH-Pi, NaOH-Po, NaHCO3-Pi, NaHCO3-Po

dan Resin-P. Provinsi Jawa Timur memiliki fraksi dominan HCl-Pi diikuti dengan

fraksi Residual-P, NaOH-Po, NaOH-Pi, NaHCO3-Pi, Resin-P dan NaHCO3-Po.


(3)

tanah sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur harus dilakukan secara berbeda.


(4)

million hectare of harvested area contributed 55% from the total production of milled rice in Indonesia (BPS, 2009). Sixty precent of paddy field in Indonesia at located in Java Island (Kawaguchi dan Kyuma, 1976; Rayes, 2000). The increase of rice production is very important to fullfill the need of milled rice in Indonesia. One way to increase rice production is the use of fertilizers. One of them is Phosphorus (P). In general applied P fertilizers were transformed to be available P and not available P fractions in the forms of inorganic P and organic P as well. Reports about of P fraction distribution on paddy field in Java Island were still relatively few. The information of P fraction distribution in paddy field is needed to have good manajement of P fertilization on paddy field. The objective in this research was to evaluated the distribution P fraction on paddy field in the Java Island.

The method that was used in P fractionation was the P Fractionation according to Tiessen and Moir method (1993). P fractions in the soils were determined sequentially using: (1) resin strip in bicarbonate form in 30 mL destilled water followed by 0.5 mol L-1 HCl extraction. This fraction is called Resin-Pinorganic (Resin-Pi). The fraction is interpreted as readily available to plant,

(2) 0.5 mol L-1NaHCO3 pH 8.5. This fraction is called NaHCO3-Pi, -Porganic

(NaHCO3-Pi, -Po). The fraction is interpreted as P which is strongly related to

uptake by plants and microbes and bound to mineral surface or precipitated Ca-P and Mg forms, (3) 0.1 mol L-1 NaOH. This fraction is called NaOH-Pi and Po. The

fractions is interpreted as P which is more strongly held by chemisorptions to Fe and Al components of soil surface, and (4) 1 mol L-1 HCl. This fraction is called HCl-Pi. The fraction is interpreted as Ca-P of low solubility. Residual-P is

interpreted as occluded P and recalcitrant organic forms. Residual P is determined by subtracting from total P the sum of Resin-Pi, NaHCO3-Pi, -Po, NaOH-Pi, -Po

and HCl-Pi.

The result showed that in Java Island, HCl-Pi was dominant fraction

followed by Residual-P, NaOH-Pi, NaOH-Po, NaHCO3-Pi, NaHCO3-Po and

Resin-Pi respectively. In west Jawa, NaOH-Pi was dominant followed by

NaOH-Po, Residual-P, HCl-Pi, NaHCO3-Pi, NaHCO3-Po and Resin-Pi

respectively. In Central Java HCl-Pi was dominant fraction followed by Residual-P, NaOH-Pi, NaOH-Po, NaHCO3-Pi, NaHCO3-Po and Resin-Pi

respectively. In East Java HCl-Pi was dominant farction followed by Residual-P,

NaOH-Po, NaOH-Pi, NaHCO3-Pi, Resin-Pi, and NaHCO3-Po respectively. The

results suggested that different management P fertilization in West Java, Central Java and East Java should be implemented.

Keywords: paddy field, Java Island, the distribution of phosphorus, P fractionation


(5)

FRAKSIONASI FOSFOR

PADA TANAH-TANAH SAWAH DI PULAU JAWA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

ADELIA SATWOKO

A14080009

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Fraksionasi Fosfor Pada Tanah-tanah Sawah di Pulau Jawa

NAMA : ADELIA SATWOKO

NOMOR POKOK : A14080009

Menyetujui,

Pembimbing I

Dr. Ir. Arief Hartono, M.Sc. Agr NIP.19680628 199303 1 012

Pembimbing II

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP.19621113 198703 1 003

Mengetahui Ketua Departemen

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP.19621113 198703 1 003


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Maret 1990 anak ketiga dari Bapak Satwoko dan Ibu Rusdiani Eka Ningsih. Tahun 1997 penulis memulai studinya di SDN Sukamaju V hingga lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SLTP TARUNA BHAKTI pada tahun 2003-2006. Setelah lulus dari SLTP penulis melanjutkan studi di SMA PLUS PGRI Cibinong pada tahun 2006-2008

Tahun 2008 penulis mengikuti seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur undangan atau USMI. Penulis kembali melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor dengan Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan. Untuk menununjang pendidikan maka penulis mengambil beberapa mata kuliah tambahan yang di sebut Suporting Course. Mata kuliah tambahan yang diambil antara lain Ilmu Tanaman Pangan, Dasar Bioteknologi Tanaman, Dasar Bioteknologi Tanaman dan Manajemen Air dan Hara dari Departemen Agronomi dan Holtikultura serta mata kuliah Teori Harga Pertanian dari Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis juga turut berkontibusi aktif dalam organisasi BEM Fakultas Pertanian masa jabatan 2010 hingga 2011 serta aktif dalam berbagai kegiatan baik peserta maupun panitia.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga skripsi berjudul “Fraksionasi Fosfor Pada

Tanah-tanah Sawah Di Pulau Jawa” dapat penulis selesaikan dengan baik. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini tidak terlepas dari bantuan pihak lain. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Dr.Ir. Arief Hartono, M.Sc.Agr. dan Bapak Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. sebagai komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam menyusun skripsi ini. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Sri Djuniwati, M. Sc. yang telah bersedia meluangkan waktu menjadi dosen penguji serta telah memberikan bimbingan, saran dan motivasi dalam menyusun skripsi ini.

Penulis turut mengucapkan terimakasih kepada seluruh laboran laboratorium kimia dan kesuburan tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB atas bantuan yang telah diberikan.

Terimakasih kepada Ayah (Satwoko) dan Ibu (Rusdiani Ekaningsih), kakak (Octavia Anggraini dan Wahyu Santoso) atas dukungan, doa, semangat dan kasih saying yang telah diberikan selama penulis melaksanakan pendidikan. Terimakasih kepada rekan-rekan mahasiswa Manajemen Sumberdaya Lahan angkatan 45 terutama Heni dan Tunggul serta rekan-rekan mahasiswa IPB atas dukungan dan bantuan yang diberikan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas semua dukungan dan bantuan yang diberikan.

Bogor, Oktober 2012


(9)

viii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR………....... xii

I. PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang………... 1

1.2. Tujuan……… 2

II. TINJAUAN PUSTAKA………. 3

2.1. Tanah Sawah……..………... 3

2.2. Fosfor (P) dalam Tanaman………... 4

2.3. Fosfor (P) dalam Tanah..………... 4

2.4. Fosfor (P) pada Tanah Sawah………... 6

2.5. Metode Fraksionasi P…..………... 6

III. METODE PENELITIAN……… 8

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian…………..………... 8

3.2. Bahan dan Alat………...……… 8

3.3. Metode Penelitian………..………... 9

3.3.1. Pengambilan Contoh Tanah.……… 9

3.3.2. Analisa Contoh Tanah……….………... 10

3.3.2.1. Analisis Pendahuluan...…...………... 10

3.3.2.2. Fraksionasi P..………... 11

3.3.2.3. P total…………..………... 15

3.3.4. Pengolahan Data dan Penentuan Distribusi Hara P pada Tanah Sawah………... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 16

4.1. Analisis Pendahuluan………..………... 16

4.2. Resin-Pi... 20

4.3. NaHCO3-Pi, -Po………..………... 22

4.4. NaOH-Pi, -Po………..………... 26

4.5. HCl-Pi………..………... 29

4.6. Residual-P………..………... 32


(10)

V. KESIMPULAN DAN SARAN………... 38

5.1. Kesimpulan………….………... 38

5.2. Saran………..………... 38

DAFTAR PUSTAKA……….. 39


(11)

x

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman 1. Lokasi Contoh Tanah Sawah yang Digunakan untuk Penetapan

Distribusi Hara P Pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa…………... 10

2. Analisis Pendahuluan……….. 18

3. Resin-Pi pada Tanah Sawah di Pulau Jawa……… 20

4. Perbedaan Resin-Pi pada Setiap Lokasi………... 22

5. Perbedaan Resin-Pi pada Setiap Jenis Tanah……….. 22

6. NaHCO3-Pi dan NaHCO3-Po pada Tanah Sawah di Pulau Jawa………. 24

7. Perbedaan NaHCO3-Pi dan NaHCO3-Po pada Setiap Lokasi…………. 25

8. Perbedaan NaHCO3-Pi dan NaHCO3-Po pada Setiap Jenis Tanah……. 25

9. NaOH-Pi dan -Po pada tanah Sawah di Pulau Jawa……… 27

10. Perbedaan NaOH-Pi dan NaOH-Po pada Setiap Lokasi………. 28

11. Perbedaan NaOH-Pi dan NaOH-Po pada Setiap Jenis Tanah…………. 29

12. HCl-Pipada Tanah Sawah di Pulau Jawa………... 30

13. Perbedaan HCl-Pi pada Setiap Lokasi………... 31

14. Perbedaan HCl-Pi pada Setiap Jenis Tanah……… 32

15. Residu-P pada Tanah Sawah di Pulau Jawa……… 33

16. Perbedaan Residual-Ppada Setiap Lokasi………. 34

17. Perbedaan Residual-Ppada Setiap Jenis Tanah………. 35

18. P total pada Tanah Sawah di Pulau Jawa……..………... 36

19. Perbedaan P totalpada Setiap Lokasi………..………... 37

20. Perbedaan P totalpada Setiap Jenis Tanah……… 37

No. Lampiran Halaman 1. Korelasi Analisis Pendahuluan dengan Resin-Pi, NaHCO3-Pi, -Po, NaOH-Pi, -Po, HCl-Pi, Residu-P………... 44

2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah Berdasarkan Balai Penelitian Tanah (2009)……….. 45

3. Titik Koordinat Lokasi Pengambilan Contoh Tanah Sawah di Pulau Jawa………... 46

4. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Resin-Pi pada Setiap Lokasi.... 47

5. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaHCO3-Pi pada Setiap Lokasi……… 47

6. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaHCO3-Po pada Setiap Lokasi……… 47

7. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaOH-Pi pada Setiap Lokasi.. 47

8. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaOH-Po pada Setiap Lokasi.. 47

9. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan HCl-Pi pada Setiap Lokasi….. 48

10. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Residual-Ppada Setiap Lokasi 48 11. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan P totalpada Setiap Lokasi ….. 48

12. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Resin-Pi pada Setiap Jenis Tanah………. 48

13. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaHCO3-Pi pada Setiap Jenis Tanah………. 48


(12)

14. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaHCO3-Po pada Setiap Jenis

Tanah………. 49

15. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaOH-Pi pada Setiap Jenis

Tanah………. 49

16. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaOH-Po pada Setiap Jenis

Tanah………. 49

17. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan HCl-Pi pada Setiap Jenis

Tanah……… 49 49

18. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Nilai Residual-P pada Setiap

Jenis Tanah………. 49

19. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan P total pada Setiap Jenis


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Peta Pengambilan Sampel Tanah di Pulau Jawa……….. 8

2. Diagram Alir Percobaan Fraksionasi P Sampai dengan Penetapan


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jumlah penduduk Indonesia adalah 237 juta jiwa dimana 57.5% tersebar di pulau Jawa, dan sisanya 42.2% di pulau-pulau lainnya (BPS 2010). Hampir seluruh penduduk Indonesia mengkonsumsi beras, hal tersebut yang menyebabkan Indonesia menjadi negara pengonsumsi beras terbesar di dunia.

Data BPS pada tahun 2008 menunjukkan bahwa Pulau Jawa dengan luas panen 5.74 juta ha mampu menyumbang 55% dari produksi gabah kering giling (GKG) di Indonesia (BPS 2009). Ditinjau dari penyebarannya lebih dari 60% tanah sawah di Indonesia berada di Pulau Jawa, yang secara fisiografis menyebar di dataran banjir (aluvial pantai), dan lereng bawah volkan (Kawaguchi dan Kyuma 1976; Rayes 2000).

Peningkatkan produksi padi merupakan hal yang harus diperhatikan untuk memenuhi kebutuhan gabah kering giling Indonesia. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi padi adalah dengan penggunaan pupuk. Pupuk merupakan salah satu sarana yang sangat penting dalam input pertanian yang berfungsi untuk meningkatkan produksi. Setiap kegiatan pertanian tidak terlepas dari pemberian pemupukan, termasuk pada lahan sawah. Penggunaan pupuk meningkat pesat setelah perencanaan program intensifikasi yang dimulai tahun 1969 (Adiningsih et al. 1989 ; Moersidi et al. 1991).

Salah satu pupuk yang sangat penting untuk tanaman adalah pupuk Fosfor (P) selain pupuk Nitrogen (N) dan Kalium (K). P berperan pada berbagai aktivitas metabolisme tanaman dan merupakan komponen klorofil (Buckman dan Brady 1969) serta sebagai pembentuk adenosindifosfat (ADP) dan adenosintrifosfat (ATP), dua senyawa yang terlibat dalam transformasi energi yang paling signifikan pada tanaman (Brady 1990).

Sebagian besar hara P yang diberikan sebagai pupuk ke dalam tanah ditransformasikan menjadi senyawa-senyawa Al-P, Fe-P dan Ca-P sehingga hanya 15-20% pupuk P yang diberikan pada lahan sawah dapat di serap oleh padi (De Datta et al. 1990). Transformasi P yang diberikan ke dalam tanah baik pada lahan sawah ataupun lahan kering tidak saja menjadi bentuk-bentuk Al-P, Fe-P


(15)

2

dan Ca-P inorganik akan tetapi sebagian menjadi bentuk-bentuk P organik baik yang bersifat labil ataupun terikat secara kemisorpsi oleh Al dan Fe hidrous oksida (Oberson et al. 2001; Schmidt et al. 1996; Verma et al. 2005; Zheng et al.

2002). Pemupukan P secara terus-menerus diyakini telah menyebabkan ketidakseimbangan hara, menekan ketersediaan hara mikro seperti Cu dan Zn, serta menguras bahan organik tanah yang sangat berperan dalam aktivitas biologi tanah (Adiningsih et al. 1989; Moersidi et al. 1991; Rochayati et al. 1990; Adiningsih 1992; Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1992).

Pengetahuan mengenai fraksionasi bentuk-bentuk P pada tanah-tanah sawah di Pulau Jawa belum banyak dilaporkan. Informasi distribusi fraksi-fraksi P pada tanah sawah di Pulau Jawa dibutuhkan untuk manajemen pemupukan P.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi distribusi fraksi-fraksi P pada tanah-tanah sawah di Pulau Jawa.


(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah Sawah

Menurut Supraptohardjo dan Suhardjo (1978), jenis tanah yang banyak digunakan untuk persawahan adalah Aluvial dan Gleisol. Kedua jenis tanah ini berdasarkan Soil Taxonomy masuk kedalam order Entisols atau Inceptisols. Tanah sawah di Indonesia berasal dari jenis-jenis tanah yang beragam antara lain: Entisols, Inceptisols, Vertisols, Alfisols, Ultisols, dan Histosols yang tersebar luas di Jawa, Bali, Lombok, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Aceh dan Sulawesi selatan (Situmorang dan Sudadi 2001).

Tanah sawah adalah tanah yang mengalami proses hidromorfik, baik secara buatan atau alami dan merupakan tanah yang memiliki horizon akumulasi besi-mangan (Kanno 1978; Tan 1982). Perubahan sifat kimia dan elektrokimia yang penting pada tanah sawah adalah: (1) kehilangan oksigen, (2) reduksi atau penurunan potensial redoks (Eh), (3) peningkatan pH tanah masam dan penurunan pH tanah alkalin, (4) peningkatan daya hantar listrik, (5) reduksi dari Fe3+ ke Fe2+ dan Mn4+ ke Mn2+, (6) reduksi dari NO3- dan NO2- ke N2O dan N2, (7) reduksi

SO42- ke S2-, (8) peningkatan dan ketersediaan P, Si dan Mo, dan (9) perubahan

konsentrasi Zn dan Cu larut dalam air (De Datta 1981).

Menurut Koenigs (1950) tanah tergenang (reduksi) akan memiliki bentuk-bentuk besi (Fe2+) dan mangan (Mn2+) yang lebih tersedia (mobil). Kedua bentuk tersebut dapat bergerak ke bawah dengan mudah bersama-sama dengan air perkolasi. Penelitian Koenigs (1950) menyatakan bahwa pada tanah sawah dijumpai adanya lapisan besi dan mangan. Reduksi Mn terjadi lebih awal dari Fe, sehingga Mn berada dalam larutan lebih awal dari Fe dan tercuci lebih awal.

Brinkman (1970) menyatakan bahwa pada tanah tergenang akan terjadi proses ferolisis. Ferolisis terjadi jika tanah mengalami proses penggenanggan dan pengeringan silih berganti yang mengakibatkan adanya perubahan suasana reduktif dan oksidatif. Saat reduktif banyak Fe3+ yang di transformasikan ke dalam bentuk Fe2+, sehingga dapat mendesak basa-basa lain seperti K, Ca, Mg


(17)

4

yang terdapat dalam kisi mineral. Sebaliknya dalam keadaan kering Fe2+ teroksidasi menghasilkan Fe3+ dan ion hidrogen yang menurunkan pH tanah.

2.2. Fosfor (P) dalam Tanaman

P berperan pada berbagai aktivitas metabolisme tanaman dan merupakan komponen klorofil (Buckman dan Brady 1969). Menurut Brady (1990) P adalah komponen pembentuk adenosindifosfat (ADP) dan adenosintrifosfat (ATP), dua senyawa yang terlibat dalam transformasi energi yang paling signifikan pada tanaman. ATP merupakan sintesis dari ADP baik melalui respirasi dan fotosintesis. ATP merupakan sebuah gugus fosfat energi tinggi yang mendorong proses biokimia yang membutuhkan energi. Misalnya, penyerapan beberapa nutrisi dan transportasi hasil di dalam pabrik, serta sintesis molekul baru.

P bersifat mobil di dalam tanaman. Ketika tanaman menua atau masak, sebagian besar unsur P dipindah ke biji dan atau buah. Ketika tanaman mengalami kekahatan, P akan ditranslokasikan dari jaringan tanaman tua ke bagian tanaman yang masih muda dan aktif. Pasokan P pada tanah yang terlalu banyak dapat mengakibatkan kekahatan Zn, Cu dan Fe (Havlin et al. 2005).

2.3. Fosfor (P) dalam Tanah

P di dalam tanah berada dalam bentuk organik dan inorganik. Total P didalam tanah berkisar antara 0.02 sampai 0.15 % atau setara dengan 200 sampai 2000 kg P ha-1, jumlah total P tersebut termasuk P yang berada dalam bahan organik tanah (Williams 1969; Brady 1990). Tisdale dan Nelson (1975) menyatakan bahwa pada umumnya P inorganik yang terdapat pada tanah mineral lebih tinggi dibandingkan P organik.

Ketersediaan P inorganik sangat ditentukan oleh (1) pH tanah, (2) kandungan Fe, Al dan Mn yang larut, (3) kandungan Fe, Al hidrous oksida, (4) kandungan Ca dan CaCO3, (5) jumlah dan dekomposisi bahan organik, dan (6)

aktivitas mikroorganisme. Faktor pertama sampai faktor keempat saling terkait karena pH tanah secara drastis mempengaruhi reaksi P dengan ion dan mineral yang berbeda (Brady 1990).


(18)

Menurut Hardjowigeno (1987) P yang terdapat pada tanah masam adalah P yang diikat oleh Al dan Fe melalui pertukaran ligan atau terpresipitasi oleh Al3+ dan Fe3+ (Al-P dan Fe-P). Sedangkan menurut Leiwakabesy (1988) P pada tanah alkalin berada dalam bentuk Ca-P (Ca3(PO4)2).

Pada tanah masam bentuk senyawa dari Fe-P dan Al-P yang tepat belum banyak diketahui, senyawa yang mungkin ada adalah strengite (FePO4.2H2O) dan

variscite (AlPO4. 2H2O) (Brady 1990). Brady (1990) menyatakan bahwa beberapa

Fe, Al dan Mn larut biasanya ditemukan di tanah mineral sangat asam. Reaksi dengan ion H2PO4- akan segera terjadi, dan menghasilkan pembentukan Fe-P,

Al-P dan Mn-Al-P. Al-Presipitasi kimia tersebut dapat direpresentasikan sebagai berikut, dengan menggunakan kation Al sebagai contoh.

Al3+ + H2PO4- + 2H2O ↔ 2H+ + Al(OH)2H2PO4

-(tersedia) (tidak tersedia)

Ion H2PO4- tidak hanya bereaksi dengan Fe, Al dan Mn tetapi bahkan lebih luas

dengan hidrous oksida yang tidak larut dari unsur-unsur, seperti gibsite (Al2O3.3H2O) dan goethite (Fe2O3. 3H2O)

Menurut Brady (1990) ketersediaan P dalam tanah alkalin ditentukan sebagian besar oleh kelarutan senyawa kalsium fosfat (Ca-P) yang ditemukan. Penggendapan Ca-P ditentukan oleh tinggi atau rendahnya konsentrasi ion Ca2+ dan tingginya pH tanah (Mengel dan Kirkby 1982).

Tan (1982) melaporkan bahwa tanaman tidak hanya menggambil P dalam bentuk inorganik tetapi juga dalam bentuk organik. O’Halloran (1993) dan Beauchemin, Simard (2000) melaporkan bahwa P organik yang berasal dari sisa-sisa mikroorganisme dapat diikat oleh Al dan Fe hidrous oksida atau oleh tepi lapisan Al mineral liat 1:1 yang rusak.

Brady (1990) menyatakan bahwa senyawa P organik dalam tanah relatif kurang berfungsi, meskipun jumlahnya lebih dari setengah total P yang berada di dalam tanah. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar sifat P organik dalam tanah tidak diketahui. Namun terdapat tiga kelompok utama P organik yang ditemukan didalam tanaman dan tanah, yaitu (1) inositol phosphate yaitu eter phosphate seperti senyawa gula, inositol, (2) asam nukleat, dan (3) phospholipid.


(19)

6

Sementara itu senyawa P organik lainnya yang berada di dalam tanah tidak diketahui identitas dan jumlahnya.

2.4. Fosfor (P) pada Tanah Sawah

Tanah sawah yang digenangi akan mengalami peningkatan konsentrasi P dalam larutan tanah kemudian menurun untuk semua jenis tanah, tetapi nilai tertinggi dan waktu terjadinya bervariasai tergantung sifat tanah (Yoshida 1981). Menurut Willet (1985) pada tanah sawah P hanya dilepaskan apabila ferifosfat (Fe3+) tereduksi menjadi ferofosfat (Fe2+) yang lebih mudah larut. Willet (1985) menyatakan reduksi ferioksida merupakan sumber yang dominan bagi pelepasan P selama penggenangan. Walaupun sejumlah P yang dilepaskan akan dierap kembali. Pelepasan P yang berasal dari senyawa feri terjadi setelah reduksi Mn oksida

Menurut Willet (1985) peningkatan pH tanah masam akibat penggenangan telah meningkatkan kelarutan strengite (FePO4.2H2O) dan variscite (AlPO4.2H2O)

dan selanjutnya terjadi peningkatan ketersediaan P. Sebaliknya ketika pH tanah alkalin menurun dengan adanya penggenangan, stabilitas mineral kalsium fosfat akan menurun, akibatnya senyawa kalsium fosfat larut. Sanchez (1993) mengatakan saat penggenangan tanah sawah akan melepasan occluded P akibat reduksi ferioksida yang menyeliputi P menjadi ferooksida yang lebih larut.

2.5. Metode Fraksionasi P

Metode Fraksionasi P pertama kali dipublikasikan oleh Chang dan Jakson (1957). Metode ini menggunakan NH4Cl untuk mengekstrak “labile” P

diikuti dengan NH4F untuk fraksi Al-P. Fraksionasi dilanjutkan menggunakan

NaOH untuk mengekstrak Fe-P dan P yang ter-occluded. Serta dilakukan penetapan Ca-P dengan larutan HCl. Penetapan P organik dilakukan melalui pengurangan total P dengan jumlah fraksi-fraksi P yang telah ditetapkan (Saunders dan Williams 1955).

Prosedur diatas memiliki banyak masalah dalam interpretasi, seperti kesulitan dalam membedakan antara P yang diekstrak dengan NH4F dan NaOH


(20)

adalah benar berasal dari ikatan Al-P dan Fe-P. Metode Chang dan Jackson (1957) tidak dapat membedakan bentuk P organik (William dan Walker 1969).

Tiessen dan Moir (1993) mempublikasikan metode fraksionasi P yang lebih komprehensif yang merupakan penyempurnaan dari metode Hedley et al. (1982). Metode fraksionasi tersebut meliputi fraksi P yang tersedia secara biologi baik P dalam bentuk inorganik dan organik, dan P yang relatif sukar tersedia bagi tanaman baik bentuk inorganik maupun bentuk organik.

Tiessen dan Moir (1993) mendefinisikan fraksi-fraksi P berdasarkan bentuk-bentuk P yang diekstrak dengan pengekstrak tertentu:

1. Resin-Pinorganik (Pi) adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang

sangat tersedia bagi tanaman.

2. NaHCO3-Pi, -Porganik (Po)adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P

yang berkorelasi kuat dengan serapan P oleh tanaman dan mikroba dan terikat di permukaan mineral (Mattingly 1975) atau bentuk presipitasi Ca-P dan Mg-Ca-P (Olsen dan Sommers 1982).

3. NaOH-Pi, -Po adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang terikat

lebih kuat secara kemisorpsi oleh Fe dan Al hidrous oksida.

4. HCl-Pi adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai Ca-P yang

mempunyai kelarutan rendah (Schmidt et al. 1996).

5. Residual-P adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai “occluded” P

dan P organik yang sangat sukar larut.


(21)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari 2012 hingga Juni 2012. Pengambilan contoh tanah sebanyak 23 sampel dari 3 Provinsi di Pulau Jawa. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 23 sample tanah sawah yang diambil dari 3 provinsi di Pulau Jawa. Lokasi pengambilan sampel tanah disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Pengambilan Sampel Tanah di Pulau Jawa

Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan untuk analisis Fraksionasi P dengan metode Tiessen dan Moir (1993). Bahan-bahan tersebut


(22)

adalah aquades, resin strip ukuran 9 x 62 mm, HCl, NaHCO3, NaOH, dan H2SO4.

Penetapan P dilakukan dengan metode kolorimetri (pewarnaan). Pewarnaan P dalam larutan menggunakan metode Murphy dan Rilley (MR) (1962). Bahan-bahan yang digunakan dalam metode Murphy dan Rilley adalah (NH4)6Mo7O24

(ammonium molybdat), C6H8O6 (ascorbic acid), C8H4K2O12Sb.3H2O (antimony

pottashium tartrat) dan H2SO4.

Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan contoh tanah adalah cangkul, karung, tali rafia, dan GPS. Alat-alat yang digunakan untuk analisis laboratorium adalah pipet (5 ml, 10 ml, 15 ml dan 20 ml), erlenmeyer, tabung sentrifuge 50 ml, vacum pump, kertas saring milipore 0.45 µm, vunel porselen, gelas piala, gelas ukur, labu takar 50 ml dan 100 ml, alat ukur spectrophotometer, timbangan, oven, lemari pendingin, autoclave, kertas saring, corong gelas dan pipet tetes.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif atau non eksperimental. Peneliti hanya melakukan analisis pada contoh tanah yang diambil tanpa memberikan perlakuan dan menggambarkannya dalam bentuk data dan tulisan.

3.3.1. Pengambilan Contoh Tanah

Sebanyak 23 contoh tanah sawah diambil di Pulau Jawa (Tabel 1). Contoh tanah tersebut diambil pada lapisan olah dengan kedalaman 0-20 cm yang diambil secara komposit. Contoh tanah komposit kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diberi label. Setiap contoh tanah sawah yang diambil pada masing-masing lokasi dicatat titik koordinatnya.


(23)

10

Tabel 1. Lokasi Contoh Tanah Sawah yang Digunakan untuk Penetapan Distribusi Hara P pada Tanah Sawah Di Pulau Jawa

Provinsi Lokasi Jenis Tanah (Taksonomi Tanah, 2004)

Jawa Barat Karawang Inceptisols

Jatisari Inceptisols

Pamanukan Inceptisols

Indramayu Inceptisols

Palimanan Inceptisols

Cicalengka Inceptisols

Cikarawang Ultisols

Jawa Tengah Brebes Inceptisols

Suradadi Inceptisols

Batang Ultisols

Kendal Inceptisols

Demak Vertisols

Jekulo Vertisols

Borobudur Inceptisols

Kutoarjo Inceptisols

Karanganyar Inceptisols

Buntu Inceptisols

Jogjakarta Vertisols

Jawa Timur Bojonegoro Vertisols

Tambak Rejo Vertisols

Nganjuk Vertisols

Jombang Inceptisols

Ponorogo Vertisols

3.3.2. Analisa Contoh Tanah

Contoh tanah yang telah diambil dikeringudarakan dalam ruangan berventilasi. Contoh tanah kemudian di tumbuk dan diayak menggunakan ayakan yang berukuran 2 mm.

3.3.2.1. Analisis Pendahuluan

Analisis pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat tanah awal. Analisis pendahuluan yang dilakukan meliputi C-Organik yang diperoleh dengan metode Walkey and Black, N-Total diperoleh dengan menggunakan metode


(24)

Kjehdahl, KTK dan Basa-basa yang dapat ditukar diperoleh dari hasil ekstraksi dengan 1 N NH4OAc pH 7, EC yang diukur dengan alat EC meter, dan pH H2O

1:1 yang diukur dengan alat pH meter.

3.3.2.2. Fraksionasi P

Diagram alir metode Fraksionasi P (Hartono et al. 2006) disajikan pada Gambar 2. Resin-Pinorganik (Pi) adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P

yang sangat tersedia bagi tanaman. NaHCO3-Pi, -Porganik (Po)adalah fraksi P yang

diinterpretasikan sebagai P yang berkorelasi kuat dengan serapan P oleh tanaman dan mikroba dan terikat di permukaan mineral (Mattingly 1975) atau bentuk presipitasi Ca-P dan Mg-P (Olsen dan Sommers 1982). NaOH-Pi, -Po adalah

fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang terikat lebih kuat secara kemisorpsi oleh Fe dan Al hidrous oksida. HCl-Pi adalah fraksi P yang diinterpretasikan

sebagai Ca-P yang mempunyai kelarutan rendah (Schmidt et al. 1996). Residual-P

adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai “occluded” P dan P organik yang

sangat sukar larut.

Tanah ditimbang kedalam tabung sentrifus 50 ml sebanyak 0.50 g. Kemudian ditambahkan 2 lembar resin strip yang telah dijenuhi dengan bikarbonat lalu ditambahkan 30 ml aquades dan dikocok selama 16 jam. Resin yang telah dikocok dibersihkan dan tanah yang menempel pada resin dikembalikan ke tabung sentrifuse kembali secara kuantitatif. Resin strip lalu dipindahkan kedalam tabung sentrifuse baru dan ditambahkankan 20 ml 0.50 mol L-1 HCl, kocok selama 16 jam kemudian dilakukan penetapan Resin-Pi.


(25)

12

Contoh tanah 0.5 g

Tambahkan 2 strip resin yang telah dijenuhi bikarbonat dan 30 ml aquades kocok selama 16 jam. Tempatkan resin kedalam tabung sentrifus 50 ml dan tambahkan 20 ml 0,5 mol L-1 HCl kocok 16 jam.

Hasil saringan

Resin-Pinorganik (Pi)

Tambahkan 30 ml 0.5 mol L-1 NaHCO3 kocok 16 jam

Ekstrak Bikarbonat Ptotal (Pt) Digest, NaHCO3-Ptotal (Pt)

Endapkan bahan organik dengan asam

NaHCO3-Pi

NaHCO3-Porganik(Po) = [NaHCO3-Pt]-[ NaHCO3-Pi]

Tambahkan30 ml 0.1 mol L-1 NaOHkocok 16 jam

Ekstrak NaOHPtotal (Pt

)

Digest,

NaOH- Ptotal (Pt)

Porganik(Po)=Pt-Pi : NaOH-Po

Endapkan bahan organik dengan asam

NaOH-Pi

NaOH-Porganik(Po) = [NaOH-Pt]-[ NaOH-Pi]

Tambahkan30 ml 1 mol L-1 HCl kocok 16 jam

Ekstrak HCl-Pi HCl-Pi

Gambar 2. Diagram Alir Percobaan Fraksionasi P Sampai dengan Penetapan HCl-Pi.


(26)

Penetapan Resin-Pi dilakukan dengan memipet hasil saringan sebanyak 10

ml kedalam labu takar 50 ml. Indikator nitrophenol ditambahkan sebanyak 5 tetes ke dalam labu takar tersebut. pH adjustment dilakukan dengan menambahkan 4 mol L-1 NaOH dan 2.50 mol L-1 H2SO4. Pewarnaan dilakukan dengan

menambahkan larutan MR sebanyak 8 ml kemudian ditera hingga 50 ml dengan aquades dan diukur menggunakan spectrophotometer dengan panjang gelombang

712 λ.

Contoh tanah dalam tabung yang berisi air di sentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit kemudian air disaring dengan vacum pump, hasil saringan yang berupa air tersebut dibuang. Contoh tanah dalam sentrifus kemudian ditambahkan 30 ml 0.50 mol L-1 NaHCO3 dan dikocok 16 jam.

Kemudian tabung sentrifus di sentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit kemudian disaring. Hasil saringan digunakan untuk penetapan NaHCO3-Pi

dan NaHCO3-Ptotal. Penetapan NaHCO3-Pi dilakukan dengan memipet hasil

saringan sebanyak 10 ml kedalam labu takar 50 ml. Bahan organik yang terlarut diendapkan dengan menambahkan 1.60 ml 0.90 M H2SO4 dan dimasukkan

kedalam frizeer selama 30 menit kemudian di saring. Indikator nitrophenol ditambahkan sebanyak 5 tetes ke dalam labu takar tersebut. pH adjustment

dilakukan dengan menambahkan 4 mol L-1 NaOH dan 2.50 mol L-1 H2SO4.

Pewarnaan dilakukan dengan menambahkan MR sebanyak 8 ml kemudian ditera hingga 50 ml dengan aquades dan diukur menggunakan spectrophotometer

dengan panjang gelombang 712 λ.

Penetapan NaHCO3-Ptotal dilakukan dengan memipet 5 ml hasil saringan

kedalam erlenmeyer 250 ml. Larutan 0.90 mol L-1 H2SO4 sebanyak 10 ml dan

0.60 g ammonium peroxidisulfat ditambahkan ke dalam Erlenmeyer tersebut. Erlenmeyer tersebut kemudian di autoklaf selama 30 menit. Larutan dipindahkan kedalam labu takar 50 ml dan ditambahkan indikator nitrophenol sebanyak 5 tetes kemudian dilakukan pH adjustment dengan 4 mol L-1 NaOH 2.50 mol L-1 H2SO4.

Pewarnaan dilakukan dengan menambahkan MR sebanyak 8 ml kemudian ditera hingga 50 ml dengan aquades dan diukur menggunakan spectrophotometer


(27)

14

dengan panjang gelombang 712 λ. NaHCO3-Po adalah selisih NaHCO3-Pt dengan

NaHCO3-Pi.

Contoh tanah dalam tabung ditambahkan 30 ml 0.10 mol L-1 NaOH dan dikocok selama 16 jam. Setelah dikocok tanah di sentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit dan ekstrak NaOH disaring. Hasil saringan digunakan untuk penetapan NaOH-Pi dan NaOH-Ptotal. Penetapan NaOH-Pi dilakukan dengan

memipet hasil saringan sebanyak 10 ml kedalam labu takar 50 ml. Bahan organik yang terlarut diendapkan dengan menambahkan 1.60 ml 0.90 M H2SO4 dan

dimasukkan kedalam frizeer selama 30 menit dan di saring. Indikator nitrophenol ditambahkan sebanyak 5 tetes ke dalam labu takar tersebut. pH adjustment

dilakukan dengan menambahkan 4 mol L-1 NaOH dan 2.50 mol L-1 H2SO4.

Pewarnaan dilakukan dengan menambahkan MR sebanyak 8 ml kemudian ditera hingga 50 ml dengan aquades dan diukur menggunakan spectrophotometer

dengan panjang gelombang 712 λ.

Penetapan NaOH-Ptotal dilakukan dengan memipet 5 ml hasil saringan

kedalam erlenmeyer 250 ml. Larutan 0.90 mol L-1 H2SO4 sebanyak 10 ml dan

0.60 g ammonium peroxidisulfat ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut kemudian di autoklaf selama 30 menit. Setelah diautoklaf larutan dipindahkan kedalam labu takar 50 ml, ditambahkan indikator nitrophenol sebanyak 5 tetes kemudian dilakukan pH adjustment dengan 4 mol L-1 NaOH dan 2.50 mol L-1 H2SO4. Kemudian Pewarnaan dilakukan dengan menambahkan MR

sebanyak 8 ml kemudian ditera hingga 50 ml dengan aquades dan diukur menggunakan spectrophotometer dengan panjang gelombang 712 λ. NaOH-Po

adalah selisih NaOH-Pt dengan NaOH-Pi.

Contoh tanah dalam tabung ditambahkan dengan 30 ml 1 mol L-1 HCl dan dikocok selama 16 jam kemudian di sentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit dan ekstrak HCl disaring. Hasil saringan digunakan untuk penetapan HCl-Pi. Penetapan HCl-Pi dilakukan dengan memipet hasil saringan sebanyak 10

ml kedalam labu takar 50 ml. Indikator nitrophenol ditambahkan sebanyak 5 tetes ke dalam labu takar tersebut. pH adjustment dilakukan dengan menambahkan 4 mol L-1 NaOH dan 2.50 mol L-1 H2SO4. Pewarnaan dilakukan dengan


(28)

menambahkan MR sebanyak 8 ml kemudian ditera hingga 50 ml dengan aquades dan diukur menggunakan spectrophotometer dengan panjang gelombang 712 λ.

Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah menghitung Residual-P. Residual-P adalah selisih Ptotal metode pengabuan basah dengan fraksi Resin-Pi,

NaHCO3-Pi, -Po, NaOH-Pi, -Po dan HCl-Pi.

3.3.2.3. Ptotal

Penetapan Ptotal dilakukan dengan menggunakan campuran larutan asam

nitrat pekat dengan asam perklorat pekat dengan perbandingan 2:1. Tanah ditimbang sebanyak 0.5 g ke dalam tabung destruksi ditambahkan 10 ml campuran larutan nitrat perklorat. Diamkan selama satu malam dalam tabung destruksi. Setelah itu didestruksi dengan digester hingga tanah berwarna putih. Tambahkan aquades dan disaring di labu takar 100 ml lalu ditera dengan aquades hingga tanda tera.

3.3.3. Pengolahan Data dan Penentuan Distribusi Hara P pada Tanah Sawah

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel untuk perhitungan distrubusi fraksi P pada tanah sawah. Data yang telah diolah menghasilkan nilai Resin-Pi (mg kg-1), NaHCO3-Pi (mg kg-1), -Po(mg kg-1),

NaOH-Pi (mg kg-1), -Po (mg kg-1) dan HCl-Pi (mg kg-1) serta dihasilkan nilai Ptotal

(mg kg-1) dengan metode pengabuan basah. Analisis sidik ragam dilakukan untuk mengetahui perbedaan nilai fraksi P pada setiap lokasi dan jenis tanah. Lokasi dibagi menjadi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan mempertimbangkan aspek iklim yang berbeda pada ketiga lokasi tersebut.


(29)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Pendahuluan

Hasil analisis pendahuluan disajikan pada Tabel 2. Status sifat kimia tanah dinilai berdasarkan kriteria penilaian Balai Penelitian Tanah (2009) yang disajikan pada Tabel Lampiran 2.

Provinsi Jawa Barat memiliki kisaran pH tanah antara 5.40 hingga 7.30. pH terbesar berada di Palimanan sebesar 7.30 dan terkecil berada di Karawang dan Cicalengka dengan nilai pH 5.40. Provinsi Jawa Barat memiliki rata-rata pH sebesar 6.20 (agak masam). Ntotal pada provinsi ini berkisar antara 0.10 hingga

0.30%. Ntotal terbesar berada di Pamanukan dan Cicalengka yaitu sebesar 0.30%

dan terkecil berada di Palimanan sebesar 0.10%. Rata-rata Ntotal pada provinsi ini

termasuk rendah yaitu sebesar 0.20%. Cadd pada provinsi Jawa Barat berkisar

antara 7.70 hingga 20.0 cmol+ kg-1. Cadd terbesar berada di Pamanukan sebesar

20.0 cmol+ kg-1 dan terkecil berada di Cicalengka sebesar 7.70 cmol+ kg-1.

Rata-rata Cadd pada provinsi ini tergolong tinggi yaitu sebesar 16.0 cmol+ kg-1. KTK

pada provinsi Jawa Barat berkisar antara 21.0 hingga 40.0 cmol+ kg-1. KTK terbesar berada di Pamanukan sebesar 40.0 cmol+ kg-1 dan terkecil di Cikarawang sebesar 21.0 cmol+kg-1. Rata-rata KTK provinsi ini tergolong tinggi yaitu sebesar 32.2 cmol+kg-1.

Provinsi Jawa Tengah memiliki kisaran pH tanah antara 5.40 hingga 8.30. pH terbesar berada di Demak sebesar 8.30 dan terkecil berada di Batang dengan nilai pH 5.40. Provinsi Jawa Tengah memiliki rata-rata pH sebesar 6.80 (netral). Ntotal pada provinsi ini berkisar antara 0.10 hingga 0.30%. Ntotal terbesar berada di

Batang dan Buntu yaitu sebesar 0.30% dan terkecil berada di Brebes, Jekulo dan Jogjakarta sebesar 0.10%. Rata-rata Ntotal pada provinsi ini termasuk rendah yaitu

sebesar 0.20%. Cadd pada provinsi Jawa Tengah berkisar antara 6.60 hingga 41.0

cmol+ kg-1. Cadd terbesar berada di Demak sebesar 41.0 cmol+ kg-1 dan terkecil

berada di Batang sebesar 6.60 cmol+ kg-1. Rata-rata Cadd pada provinsi ini


(30)

Tengah berkisar antara 11.0 hingga 41.2 cmol+ kg-1. KTK terbesar berada di Kendal sebesar 41.2 cmol+ kg-1 dan terkecil di Borobudur sebesar 11.0 cmol+ kg-1. Rata-rata KTK provinsi ini tergolong tinggi yaitu sebesar 29.1 cmol+ kg-1.

Provinsi Jawa Timur memiliki kisaran pH tanah antara 7.60 hingga 8.50. pH terbesar berada di Tambak Rejo sebesar 8.50 dan terkecil berada di Bojonegoro dan Ponorogo dengan nilai pH 7.60. Provinsi Jawa Timur memiliki rata-rata pH sebesar 8.00 (agak alkalin). Ntotal pada provinsi ini berkisar antara

0.10 hingga 0.20%. Ntotal terbesar berada di Bojonegoro dan Ponorogo yaitu

sebesar 0.20% dan terkecil berada di 3 daerah lain sebesar 0.10%. Rata-rata Ntotal

pada provinsi ini termasuk rendah yaitu sebesar 0.20%. Cadd pada provinsi Jawa

Timur berkisar antara 13.6 hingga 63.6 cmol+ kg-1. Cadd terbesar berada di

Tambak Rejo sebesar 63.6 cmol+ kg-1 dan terkecil berada di Jombang sebesar 13.6 cmol+ kg-1. Rata-rata Cadd pada provinsi ini tergolong sangat tinggi yaitu sebesar

37.5 cmol+ kg-1. KTK pada provinsi Jawa Timur berkisar antara 17.2 hingga 60.0 cmol+ kg-1. KTK terbesar berada di Bojonegoro sebesar 60.0 cmol+ kg-1 dan terkecil di Jombang sebesar 17.2 cmol+ kg-1. Rata-rata KTK provinsi ini tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 42.0 cmol+ kg-1.


(31)

Tabel 2. Analisis Pendahuluan

Nama Lokasi pH(H2O) EC Ctotal Ntotal Nisbah CN Nadd Kdd Cadd Mgdd KTK KB

(dS cm-1) ---(%)--- ---(cmol+ kg-1)--- (%) Jawa Barat

Karawang 5.40 63.0 2.30 0.20 10.0 0.60 0.30 16.3 5.00 33.3 67.0

Jatisari 5.50 212 2.20 0.20 9.80 0.90 0.30 18.0 8.60 37.3 74.7

Pamanukan 6.80 144 2.70 0.30 10.7 0.80 0.60 20.0 13.0 40.0 106

Indramayu 6.90 97.8 1.70 0.20 8.70 0.70 0.60 19.6 12.6 38.3 87.5

Palimanan 7.30 45.8 0.80 0.10 10.3 0.30 0.20 19.9 8.20 32.7 87.4

Cicalengka 5.40 49.2 2.90 0.30 10.0 0.20 0.10 7.70 3.20 22.8 50.9

Cikarawang 5.90 40.0 2.40 0.20 10.0 0.50 0.08 9.60 2.70 21.0 61.8

Rata-rata 6.20 93.2 2.10 0.20 10.0 0.60 0.35 16.0 7.70 32.2 76.4

Status Hara Agak

masam Sedang Rendah Rendah Sedang Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

Jawa Tengah

Brebes 7.60 566 1.30 0.10 9.60 3.40 1.10 32.8 19.6 13.5 423

Suradadi 7.40 94.0 1.60 0.20 9.20 0.40 0.40 21.1 17.6 38.9 102

Batang 5.40 30.0 3.00 0.30 10.0 0.10 0.19 6.60 1.06 22.0 36.2

Kendal 6.50 95.8 2.40 0.20 10.3 0.40 0.84 28.5 8.40 41.2 92.7

Demak 8.30 291 1.60 0.20 10.0 1.07 0.82 41.0 7.60 38.4 131

Jekulo 6.90 56.9 1.50 0.10 10.3 0.20 0.37 13.5 5.50 30.4 64.6

Borobudur 6.10 56.7 1.50 0.20 9.70 0.15 0.18 6.40 1.70 11.0 76.0

Kutoarjo 6.80 63.3 1.90 0.20 10.2 0.60 0.22 27.40 8.90 37.6 99.2

Karanganyar 6.50 60.8 2.00 0.20 10.4 0.30 0.21 31.30 8.30 39.0 102

Buntu 5.70 76.9 2.70 0.30 10.2 0.46 0.38 16.20 5.40 33.3 67.3


(32)

Tabel 2 Lanjutan

Nama Lokasi pH(H2O) EC Ctotal Ntotal Nisbah CN Nadd Kdd Cadd Mgdd KTK KB

(dS cm-1) ---(%)--- ---(cmol+ kg -1

)--- (me 100 g-1) (%)

Jogjakarta 6.90 31.8 0.90 0.10 9.00 0.17 0.20 8.30 3.03 14.3 81.9

Rata-rata 6.80 129 1.80 0.20 10.0 0.70 0.40 21.2 7.90 29.0 116

Status Hara Netral Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang Sangat

tinggi Tinggi Tinggi

Sangat Tinggi Jawa Timur

Bojonegoro 7.60 69.2 1.80 0.20 11.5 0.40 0.40 48.8 8.40 60.0 96.7

Tambak Rejo 8.50 138 1.10 0.10 12.6 0.20 0.30 63.6 2.50 55.4 120

Nganjuk 8.08 138 1.50 0.10 11.0 0.40 0.30 30.5 10.2 39.5 105

Jombang 8.06 84.4 1.00 0.10 10.0 0.40 0.20 13.6 4.70 17.2 111

Ponorogo 7.60 150 2.40 0.20 11.0 0.70 0.70 31.05 9.70 37.6 113

Rata-rata 8.00 116 1.60 0.10 11.2 0.40 0.40 37.5 7.00 42.0 109

Status Hara Agak

Alkalin Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang

Sangat

Tinggi Tinggi

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

Keterangan : Status hara berdasarkan kriteria penilaian hara Balai Penelitian Tanah (2009)


(33)

20

4.2. Resin-Pi

Hasil Resin-Pi disajikan pada Tabel 3. Provinsi Jawa Barat memiliki

kisaran nilai Resin-Pi antara 9.10 sampai 25.5 mg P kg-1. Cicalengka memiliki

nilai Resin-Pi terbesar pada provinsi Jawa Barat yaitu 25.5 mg P kg-1 . Karawang

memiliki nilai resin-Pi paling rendah yaitu sebesar 9.10 mg P kg-1. Provinsi Jawa Barat memiliki rata-rata nilai Resin-Pi sebesar 16.0 mg P kg-1.

Tabel 3. Resin-Pi pada Tanah Sawah di Pulau Jawa

Provinsi Lokasi Resin-Pi (mg P kg-1

)

Jawa Barat Karawang 9.18

Jatisari 15.4

Pamanukan 11.7

Indramayu 14.1

Palimanan 12.5

Cicalengka 25.5

Cikarawang 23.5

Rata-rata 16.0

Jawa Tengah Brebes 24.04

Suradadi 13.1

Batang 10.3

Kendal 75.3

Demak 8.90

Jekulo 31.4

Borobudur 16.3

Kutoarjo 23.5

Karanganyar 26.1

Buntu 28.1

Jogjakarta 31.6

Rata-rata 26.3

Jawa Timur Bojonegoro 27.3

Tambak Rejo 11.6

Nganjuk 28.1

Jombang 16.9

Ponorogo 52.1


(34)

Provinsi Jawa Tengah memiliki kisaran nilai Resin-Pi antara 8.90 hingga

75.3 mg P kg-1. Kendal memiliki nilai Resin-Pi yaitu sebesar 75.3 mg P kg-1.

Demak memiliki nilai Resin-Pi paling rendah yaitu sebesar 8.90 mg P kg-1.

Provinsi Jawa Tengah memiliki rata-rata nilai Resin-Pi sebesar 26.2 mg P kg-1.

Provinsi Jawa Timur memiliki kisaran nilai Resin-Pi antara 11.6 hingga

52.1 mg P kg-1. Ponorogo memiliki nilai Resin-Pi terbesar di Jawa Timur yaitu

sebesar 52.1 mg P kg-1. Tambak rejo memiliki nilai Resin-Pi paling rendah yaitu

sebesar 11.6 mg P kg-1. Provinsi Jawa Timuer memiliki rata-rata nilai Resin-Pi

sebesar 27.2 mg P kg-1.

Resin-Pi adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang sangat

tersedia bagi tanaman (Tiessen dan Moir 1993). Provinsi Jawa Barat memiliki nilai rata-rata Resin-Pi yang lebih kecil dibandingkan dengan Provinsi Jawa

Tengah dan Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur memiliki nilai rata-rata Resin-Pi

terbesar diantara ketiga provinsi.

Penelitian Hartono et al. (2006) menunjukkan bahwa tanah yang memiliki jumlah Fe, Al hidrous oksida yang tinggi akan memiliki nilai Resin-Pi lebih

rendah jika dibandingkan dengan tanah yang memiliki jumlah Fe, Al hidrous oksida yang rendah. Berdasarkan hal tersebut rendahnya nilai Resin-Pi dalam

tanah diduga disebabkan karena kandungan Fe, Al hidrous oksida dalam tanah yang tinggi dan diduga karena dosis pupuk diantara ketiga provinsi berbeda-beda.

Faktor iklim turut mempengaruhi ketersediaan P. Distribusi tipe iklim di Jawa menunjukkan bahwa bagian Barat Pulau Jawa memiliki bulan basah lebih banyak daripada bagian Timur Pulau Jawa atau semakin ke Timur lebih kering menurut kharakteristik iklim Oldeman (Nurwadjedi 2011). Berdasarkan hal tersebut rendahnya nilai Resin-Pi di Jawa Barat diduga karena curah hujan yang

tinggi.

Perbedaan nilai Resin-Pi pada setiap lokasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Hasil analisis statistik menyatakan bahwa pengaruh lokasi tidak nyata terhadap nilai Resin-Pi. Hasil uji yang tidak nyata diduga karena standar deviasi antar

lokasi yang berbeda satu sama lain. Variasi yang timbul dapat disebabkan karena sebaran pemupukkan P yang bervariasi di setiap lokasi. Berdasarkan hasil wawancara didapatkan informasi bahwa para petani di ketiga provinsi tersebut


(35)

22

tidak memiliki pola dalam pemberian atau penempatan pupuk P di lahan sawah. Pemberian dan penempatan pupuk di lahan sawah dilakukan para petani hanya berdasarkan kemampuan yang dimiliki petani.

Tabel 4. Perbedaan Nilai Resin-Pi pada Setiap Lokasi

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada Uji Tukey (P < 0.05).

Perbedaan nilai Resin-Pi pada setiap jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 5.

Hasil analisis statistik menyatakan bahwa pengaruh tanah tidak nyata terhadap nilai Resin-Pi. Tanah Inceptisols memiliki nilai Resin-Pi sebesar 22.3 mg P kg-1.

Tanah Ultisols memiliki nilai Resin-Pi sebesar 16.9 mg P kg-1. Tanah Vertisols

memiliki nilai Resin-Pi sebesar 27.3 mg P kg-1.

Tabel 5. Perbedaan Nilai Resin-Pi pada Setiap Jenis Tanah

Jenis Tanah Resin-Pi

Rata-rata (mg P kg-1) StDev

Inceptisols 22.3a 16.4

Ultisols 16.9a 9.30

Vertisols 27.3a 14.3

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada Uji Tukey (P < 0.05).

Hasil uji korelasi dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis menyatakan bahwa nilai Resin-Pi memiliki korelasi tidak nyata dengan beberapa

sifat kimia tanah yang telah di analisis.

4.3. NaHCO3-Pi, -Po

Hasil NaHCO3-Pi, -Po disajikan pada Tabel 6. Provinsi Jawa Barat

memiliki kisaran nilai NaHCO3-Pi antara 10.8 hingga 71.2 mg P kg-1 sedangkan

Lokasi Resin-Pi

Rata-rata (mg P kg-1) StDev

Jawa Barat 16.0a 6.20

Jawa Tengah 26.3a 18.2


(36)

NaHCO3-Po memiliki kisaran 8.90 hingga 49.2 mg P kg-1. Karawang memiliki

nilai NaHCO3-Pi paling rendah yaitu sebesar 10.8 mg P kg-1 sedangkan

Cicalengka memiliki nilai NaHCO3-Pi yang paling tinggi di Provinsi Jawa Barat

yaitu sebesar 71.2 mg P kg-1. Nilai NaHCO3-Po tertinggi berada di Cikarawang

sebesar 49.2 mg P kg-1, sedangkan Jatisari memiliki nilai NaHCO3-Po terkecil

sebesar 8.90 mg P kg-1. Provinsi Jawa Barat memiliki rata-rata nilai NaHCO3-Pi

sebesar 40.1 mg P kg-1 dan nilai NaHCO3-Po sebesar 19.7 mg P kg-1.

Provinsi Jawa Tengah memiliki kisaran nilai NaHCO3-Pi antara 20.5

hingga 116 mg P kg-1 sedangkan NaHCO3-Po memiliki kisaran 10.1 hingga 26.2

mg P kg-1. Batang memiliki nilai NaHCO3-Pi terendah sebesar 20.5 mg P kg-1 dan

Kendal memiliki nilai NaHCO3-Pi tertinggi sebesar 116 mg P kg-1. Nilai

NaHCO3-Po tertinggi berada di Kendal sebesar 26.2 mg P kg-1, sedangkan

Jogjakarta memiliki nilai NaHCO3-Po terkecil sebesar 10.1 mg P kg-1. Provinsi

Jawa Tengah memiliki rata-rata nilai NaHCO3-Pi sebesar55.3 mg P kg-1 dan nilai

NaHCO3-Po sebesar 17.2 mg P kg-1.

Provinsi Jawa Timur memiliki kisaran nilai NaHCO3-Pi antara 14.7

hingga 59.3 mg P kg-1 sedangkan NaHCO3-Po memiliki kisaran 6.10 hingga 8.70

mg P kg-1. Jombang memiliki nilai NaHCO3-Pi paling rendah sebesar 14.7

mg P kg-1 dan yang tertinggi berada di Ponorogo dengan nilai 59.3 mg P kg-1. Nilai NaHCO3-Po tertinggi berada di Tambak Rejo sebesar 8.70 mg P kg-1,

sedangkan Bojonegoro dan Jombang memiliki nilai NaHCO3-Po terkecil sebesar

6.10 mg P kg-1. Provinsi Jawa Timur memiliki nilai rata-rata NaHCO3-Pi sebesar

31.1 mg P kg-1 dan nilai NaHCO3-Po sebesar 7.50 mg P kg-1.

NaHCO3-Pi, -Po adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang

berkorelasi kuat dengan serapan P oleh tanaman dan mikroba dan terikat di permukaan mineral (Mattingly 1975) atau bentuk presipitasi Ca-P dan Mg-P (Olsen dan Sommers 1982). Provinsi Jawa Tengah memiliki nilai rata-rata NaHCO3-Pi terbesar dibandingkan dengan Provinsi lain. Provinsi Jawa Timur

memiliki nilai NaHCO3-Pi terkecil dibandingkan dengan provinsi lain. Provinsi


(37)

24

Tabel 6. NaHCO3-Pi dan NaHCO3-Po pada Tanah Sawah di Pulau Jawa

Provinsi Lokasi NaHCO3-Pi

(mg P kg-1)

NaHCO3-Po

(mg P kg-1)

Jawa Barat Karawang 10.8 16.9

Jatisari 65.2 8.90

Pamanukan 26.7 14.3

Indramayu 31.7 9.10

Palimanan 20.7 17.1

Cicalengka 71.2 22.5

Cikarawang 54.2 49.2

Rata-rata 40.1 19.7

Jawa Tengah Brebes 45.3 13.5

Suradadi 23.0 20.8

Batang 20.5 17.6

Kendal 116 26.2

Demak 28.6 12.5

Jekulo 55.03 22.1

Borobudur 49.2 11.8

Kutoarjo 53.9 14.9

Karanganyar 59.2 21.4

Buntu 85.3 17.4

Jogjakarta 71.8 10.1

Rata-rata 55.3 17.2

Jawa Timur Bojonegoro 35.5 6.10

Tambak Rejo 15.6 8.70

Nganjuk 30.4 8.40

Jombang 14.7 6.10

Ponorogo 59.3 7.90

Rata-rata 31.1 7.50

Penelitian Hartono et al. (2006) menunjukkan bahwa tanah yang memiliki jumlah Fe, Al hidrous oksida yang tinggi akan memiliki nilai NaHCO3-Pi, -Po lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah yang memiliki

jumlah Fe, Al hidrous oksida yang rendah. NaHCO3-Pi merupakan ikatan yang

terjadi setelah ikatan NaOH-P namun ikatan ini lebih lemah dibandingkan dengan NaOH-P. NaHCO3-Po berasal dari organik yang terikat lemah dengan Fe dan Al

hidrous oksida. Besarnya nilai NaHCO3-Pi, -Po diduga karena tingginya kadar Fe

dan Al hidrous oksida di dalam tanah.

Perbedaan nilai NaHCO3-Pi, -Po pada setiap lokasi dapat dilihat pada Tabel


(38)

terhadap nilai NaHCO3-Pi, -Po. Hasil uji yang tidak nyata diduga karena standar

deviasi antar lokasi yang berbeda satu sama lain. Variasi yang timbul dapat disebabkan karena sebaran pemupukkan P yang bervariasi di setiap lokasi. Berdasarkan hasil wawancara pemupukkan P dilahan sawah tidak memiliki pola yang sama di setiap lokasi. Para petani memberikkan pupuk P ke lahan hanya berdasarkan pada kemampuan petani dalam mengaplikasikan pupuk.

Tabel 7. Perbedaan Nilai NaHCO3-Pi, -Po pada Setiap Lokasi

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada Uji Tukey (P < 0.05).

Perbedaan nilai NaHCO3-Pi, -Po pada setiap jenis tanah dapat dilihat pada

Tabel 8. Hasil analisis statistik menyatakan bahwa pengaruh tanah tidak nyata terhadap nilai NaHCO3-Pi, sedangkan pengaruh tanah terhadap NaHCO3-Po nyata.

Tanah Inceptisols memiliki nilai NaHCO3-Pi sebesar 48.1 mg P kg-1 dan

nilai NaHCO3-Po sebesar 15.8 mg P kg-1. Tanah Ultisols memiliki nilai

NaHCO3-Pi sebesar 37.4 mg P kg-1 dan nilai NaHCO3-Po sebesar 33.4 mg P kg-1.

Tanah Vertisols memiliki nilai NaHCO3-Pi sebesar 42.3 mg P kg-1 dan nilai

NaHCO3-Po sebesar 10.8 mg P kg-1.

Tabel 8. Perbedaan Nilai NaHCO3-Pi, -Po pada Setiap Jenis Tanah

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada Uji Tukey (P < 0.05).

Lokasi NaHCO3-Pi NaHCO3-Po

Rata-rata (mg P kg-1)

StDev Rata-rata

(mg P kg-1)

StDev

Jawa Barat 40.1a 23.3 19.7a 13.8

Jawa Tengah 55.3a 28.3 17.2a 5.00

Jawa Timur 31.1a 18.2 7.50a 1.20

Jenis Tanah NaHCO3-Pi NaHCO3-Po

Rata-rata (mg P kg-1)

StDev Rata-rata

(mg P kg-1)

StDev

Inceptisols 48.1a 29.9 15.8a 5.70

Ultisols 37.4a 23.8 33.4b 22.3


(39)

26

Uji korelasi sifat-sifat kimia tanah dan fraksi-fraksi P dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis menyatakan bahwa nilai NaHCO3-Pi dengan

beberapa sifat kimia yang telah di analisis memiliki korelasi tidak nyata.

4.4. NaOH-Pi, -Po

Hasil NaOH-Pi, -Po di Pulau Jawa disajikan pada Tabel 9. Provinsi Jawa

Barat memiliki kisaran nilai NaOH-Pi antara 45.0 hingga 217 mg P kg-1 sedangkan

NaOH-Po memiliki kisaran antara 33.4 hingga 133 mg P kg-1. Cicalengka

memiliki nilai NaOH-Pi terbesar yaitu sebesar 217 mg P kg-1, sedangkan nilai

terkecil berada di Karawang yaitu sebesar 45 mg P kg-1. Nilai NaOH-Po tertinggi

berada di Jatisari sebesar 133 mg P kg-1, sedangkan Palimanan memiliki nilai NaOH-Po terkecil sebesar 33.4 mg P kg-1. Rata-rata nilai NaOH-Pi Provinsi Jawa

Barat sebesar 132 mg P kg-1 dan nilai NaOH-Po sebesar 77.3 mg P kg-1.

Provinsi Jawa Tengah memiliki kisaran nilai NaOH-Pi antara 51.4 hingga

245 mg P kg-1 sedangkan NaOH-Po memiliki kisaran antara 30.7 hingga 96.3

mg P kg-1. Kendal memiliki nilai NaOH-Pi terbesar yaitu 245 mg P kg-1,

sedangkan nilai terkecil berada di Demak yaitu sebesar 51.4 mg P kg-1. Nilai NaOH-Po tertinggi berada di Batang sebesar 96.3 mg P kg-1, sedangkan Kendal

memiliki nilai NaOH-Po terkecil sebesar 30.7 mg P kg-1. Provinsi Jawa Tengah

memiliki rata-rata nilai NaOH-Pi sebesar 127 mg P kg-1 dan nilai NaOH-Po

sebesar 59.7 mg P kg-1.

Provinsi Jawa Timur memiliki kisaran nilai NaOH-Pi antara 28.8 hingga

67.5 mg P kg-1 sedangkan NaOH-Po memiliki kisaran antara 49.6 hingga 85.6

mg P kg-1. Bojonegoro memiliki nilai NaOH-Pi terbesar yaitu 67.5 mg P kg-1,

sedangkan nilai terkecil berada di Tambak Rejo yaitu sebesar 28.8 mg P kg-1. Nilai NaOH-Po tertinggi berada di Bojonegoro sebesar 85.6 mg P kg-1, sedangkan

Ponorogo memiliki nilai NaOH-Po terkecil sebesar 49.6 mg P kg-1. Provinsi Jawa

Timur memiliki rata-rata nilai NaOH-Pi sebesar 48.8 mg P kg-1 dan nilai NaOH-Po


(40)

Tabel 9. NaOH-Pi dan -Po pada Tanah Sawah di Pulau Jawa

Provinsi Lokasi NaOH-Pi

(mg P kg-1)

NaOH-Po

(mg P kg-1)

Jawa Barat Karawang 45.0 34.3

Jatisari 175 133

Pamanukan 89.1 67.8

Indramayu 92.1 70.0

Palimanan 43.9 33.4

Cicalengka 259 103

Cikarawang 217 97.5

Rata-rata 132 77.3

Jawa Tengah Brebes 106 81.0

Suradadi 61.2 46.5

Batang 172 96.3

Kendal 245 30.7

Demak 51.4 37.9

Jekulo 160 52.8

Borobudur 92.1 74.7

Kutoarjo 96.5 66.2

Karanganyar 103 57.0

Buntu 188 70.4

Jogjakarta 126 43.1

Rata-rata 127 59.7

Jawa Timur Bojonegoro 67.5 85.6

Tambak Rejo 28.8 59.7

Nganjuk 49.3 74.4

Jombang 32.0 65.8

Ponorogo 66.4 49.6

Rata-rata 48.8 67.0

NaOH-Pi, -Po adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang terikat

lebih kuat secara kemisorpsi oleh Fe dan Al hidrous oksida (Tiessen dan Moir 1993). Provinsi Jawa Barat memiliki nilai rata-rata NaOH-Pi, -Po yang lebih besar

dibandingkan dengan provinsi lain. dibandingkan dengan nilai rata-rata NaOH-Pi

pada Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Barat memiliki nilai NaOH-Pi terbesar


(41)

28

Penelitian Hartono et al. (2006) menunjukkan bahwa tanah yang memiliki jumlah Fe, Al hidrous oksida yang tinggi akan memiliki nilai NaOH-Pi, -Po lebih

tinggi jika dibandingkan dengan tanah yang memiliki jumlah Fe, Al hidrous oksida yang rendah. Besarnya nilai NaOH-Pi,-Po di Jawa Barat diduga karena nilai

Fe dan Al hidrous oksida di Jawa Barat lebih besar dibandingkan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Perbedaan nilai NaOH-Pi, -Po pada setiap lokasi dapat dilihat pada Tabel

10. Hasil analisis statistik menyatakan bahwa pengaruh lokasi tidak nyata terhadap nilai NaOH-Pi, -Po. Hasil uji yang tidak nyata diduga karena standar

deviasi antar lokasi yang berbeda satu sama lain. Variasi yang timbul dapat disebabkan karena sebaran pemupukkan P yang bervariasi di setiap lokasi. Berdasarkan hasil wawancara pemupukkan P yang diberikan ke lahan tidak memiliki pola. Petani memberikkan pupuk P ke lahan hanya berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Sehingga nilai NaOH-Pi, -Po beragam di setiap lokasi.

Tabel 10. Perbedaan Nilai NaOH-Pi, -Po pada Setiap Lokasi

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada Uji Tukey (P < 0.05).

Perbedaan nilai NaOH-Pi, -Po pada setiap jenis tanah dapat dilihat pada

Tabel 11. Hasil analisis statistik menyatakan bahwa pengaruh tanah tidak nyata terhadap nilai NaHCO3-Pi dan NaHCO3-Po. Tanah Inceptisols memiliki nilai

NaHCO3-Pi sebesar 116 mg P kg-1 dan nilai NaHCO3-Po sebesar 66.8 mg P kg-1.

Tanah Ultisols memiliki nilai NaHCO3-Pi sebesar 194 mg P kg-1 dan nilai

NaHCO3-Po sebesar 97.0 mg P kg-1. Tanah Vertisols memiliki nilai NaHCO3-Pi

sebesar 78.7 mg P kg-1 dan nilai NaHCO3-Po sebesar 57.6 mg P kg-1.

Lokasi NaOH-Pi NaOH-Po

Rata-rata (mg P kg-1)

StDev Rata-rata

(mg P kg-1)

StDev

Jawa Barat 132 a 86.0 77.3a 37.0

Jawa Tengah 127a 58.5 59.7a 19.9


(42)

Tabel 11. Perbedaan Nilai NaOH-Pi, -Po pada Setiap Jenis Tanah

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada Uji Tukey (P < 0.05).

Uji korelasi sifat-sifat kimia tanah dan fraksi-fraksi P dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis menyatakan bahwa nilai NaOH-Pi memiliki

korelasi dengan pH dan Cadd. NaOH-Pi memiliki korelasi negatif dengan pH dan

Cadd. Hal ini berkaitan dengan semakin rendah pH maka kandungan Fe dan Al

hidrous oksida didalam tanah semakin meningkat dan keberadaan Fe-P dan Al-P (NaOH-Pi) semakin meningkat. Kandungan Cadd didalam tanah akan rendah jika

tanah telah didominassi oleh Fe dan Al oksida.

4.5. HCl-Pi

Fraksi HCl-Pi disajikan pada Tabel 12. Provinsi Jawa Barat memiliki

kisaran nilai HCl-Pi antara 35.8 hingga 97.3 mg P kg-1. Jatisari memiliki nilai

HCl-Pi terbesar yaitu 97.3 mg P kg-1. Karawang memiliki nilai HCl-Pi terkecil di

Provinsi Jawa Barat sebesar 35.8 mg P kg-1. Pamanukan, Indramayu, Palimanan, Cicalengka dan Cikarawang memiliki nilai HCl-Pi berturut-turut adalah 45.9

mg P kg-1; 58.3 mg P kg-1; 43.4 mg P kg-1; 77.5 mg P kg-1 dan 94.2 mg P kg-1. Rata-rata nilai HCl-Pi pada Provinsi Jawa Barat sebesar 64.6 mg P kg-1.

Provinsi Jawa Tengah memiliki kisaran nilai HCl-Pi antara 25.9 hingga

1033 mg P kg-1. Borobudur memiliki nilai HCl-Pi terbesar yaitu 1033 mg P kg-1,

sedangkan nilai HCl-Pi terendah berada di Batang yaitu sebesar 25.9 mg P kg-1.

Provinsi Jawa Tengah memiliki nilai rata-rata HCl-Pi sebesar 340 mg P kg-1.

Provinsi Jawa Timur memiliki kisaran nilai HCl-Pi antara 137 mg P kg-1

hingga 569 mg P kg-1. Ponorogo memiliki nilai HCl-Pi terbesar di provinsi Jawa

Timur yaitu sebesar 569 mg P kg-1, sedangkan nilai terendah berada di

Jenis Tanah NaOH-Pi NaOH-Po

Rata-rata (mg P kg-1)

StDev Rata-rata

(mg P kg-1)

StDev

Inceptisols 116a 72.9 66.8a 28.0

Ultisols 194a 31.7 97.0a 0.80


(43)

30

Bojonegoro yaitu sebesar 137 mg P kg-1.Provinsi Jawa Timur memiliki nilai rata-rata HCl-Pi sebesar 265 mg P kg-1.

Tabel 12. HCl-Pi pada Tanah Sawah di Pulau Jawa

Provinsi Lokasi HCl-Pi

(mg P kg-1)

Jawa Barat Karawang 35.8

Jatisari 97.3

Pamanukan 45.9

Indramayu 58.3

Palimanan 43.4

Cicalengka 77.5

Cikarawang 94.2

Rata-rata 64.6

Jawa Tengah Brebes 180

Suradadi 75.8

Batang 25.9

Kendal 258

Demak 286

Jekulo 566

Borobudur 1033

Kutoarjo 134

Karanganyar 144

Buntu 188

Jogjakarta 854

Rata-rata 340

Jawa Timur Bojonegoro 137

Tambak Rejo 194

Nganjuk 157

Jombang 270

Ponorogo 569

Rata-rata 265

HCl-Pi adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai Ca-P yang

mempunyai kelarutan rendah (Schmidt et al. 1996). Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki nilai rata-rata HCl-Pi yang lebih besar dibandingkan

Provinsi Jawa barat, namun diantara ketiga provinsi tersebut Jawa Tengah memiliki nilai rata-rata HCl-Pi terbesar. Besarnya nilai HCl-Pi di provinsi Jawa


(44)

Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki nilai rata-rata Cadd yang sangat

tinggi sebesar 21.2 cmol+ kg-1 dan 37.5 cmol+kg-1 pada analisis pendahuluan.

Menurut Brady (1990) ketersediaan P dalam tanah basa ditentukan sebagian besar oleh kelarutan senyawa kalsium fosfat (Ca-P) yang ditemukan. Penggendapan Ca-P ditentukan oleh tinggi atau rendahnya konsentrasi ion Ca2+ dan tingginya pH tanah (Mengel dan Kirkby 1982).

Perbedaan nilai HCl-Pi pada setiap lokasi dapat dilihat pada Tabel 13.

Hasil analisis statistik menyatakan bahwa pengaruh lokasi tidak nyata terhadap nilai HCl-Pi, -Po. Hasil uji yang tidak nyata diduga karena standar deviasi antar

lokasi yang berbeda satu sama lain. Variasi yang timbul dapat disebabkan karena sebaran pemupukkan P yang bervariasi di setiap lokasi.

Tabel 13. Perbedaan Nilai HCl-Pi pada Setiap Lokasi

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada Uji Tukey (P < 0.05).

Perbedaan nilai HCl-Pi pada setiap jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 14.

Hasil analisis statistik menyatakan bahwa pengaruh tanah tidak nyata terhadap nilai HCl-Pi. Tanah Inceptisols memiliki nilai HCl-Pi sebesar 188 mg P kg-1.

Tanah Ultisols memiliki nilai HCl-Pi sebesar 60.1 mg P kg-1. Tanah Vertisols

memiliki nilai HCl-Pi sebesar 395 mg P kg-1.

Lokasi HCl-Pi

Rata-rata (mg P kg-1)

StDev

Jawa Barat 64.7a 25.1

Jawa Tengah 340a 332


(45)

32

Tabel 14. Perbedaan Nilai HCl-Pi pada Setiap Jenis Tanah

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada Uji Tukey (P < 0.05).

Uji korelasi sifat-sifat kimia tanah dan fraksi-fraksi P dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis menyatakan bahwa nilai HCl-Pi tidak memiliki

korelasi dengan beberapa sifat kimia tanah yang telah dilakukan.

4.6. Residual-P

Residual-P dapat dilihat pada Tabel 15. Provinsi Jawa Barat memiliki kisaran nilai residual P antara 20.9 hingga 233 mg P kg-1. Cicalengka memiliki nilai Residual-P terbesar dengan yaitu 233 mg P kg-1, sedangkan nilai terkecil berada di Karawang dengan nilai Residual-P sebesar 20.9 mg P kg-1. Provinsi Jawa Barat memiliki rata-rata nilai residual-P seebesar 76.4 mg P kg-1.

Provinsi Jawa Tengah memiliki kisaran nilai Residual-P antara 30.7 hingga 546 mg P kg-1. Provinsi Jawa Tengah memiliki nilai Residual-P terbesar di 546 mg P kg-1, sedangkan nilai terkecil berada di Brebes dengan nilai Residual-P sebesar 30.7 mg P kg-1. Rata-rata nilai Residual-P pada provinsi Jawa Tengah sebesar 229 mg P kg-1.

Kisaran nilai Residual-P pada provinsi Jawa Timur berkisar antara 59 hingga 149 mg P kg-1. Provinsi Jawa Timur memiliki nilai Residual-P terbesar di Nganjuk yaitu sebesar 149 mg P kg-1, nilai terkecil berada di Tambak Rejo dengan nilai Residual-P sebesar 59 mg P kg-1. Rata-rata Residual-P Provinsi Jawa Timur adalah 108 mg P kg-1.

Jenis Tanah HCl-Pi

Rata-rata (mg P kg-1)

StDev

Inceptisols 188a 254

Ultisols 60.1a 48.3


(46)

Tabel 15. Residual-P pada Tanah Sawah di Pulau Jawa

Provinsi Lokasi Residual-P

(mg P kg-1)

Jawa Barat Karawang 20.9

Jatisari 36.9

Pamanukan 30.4

Indramayu 90.8

Palimanan 32.2

Cicalengka 233

Cikarawang 90.1

Rata-rata 76.4

Jawa Tengah Brebes 30.7

Suradadi 40

Batang 62.6

Kendal 57.7

Demak 91.9

Jekulo 166

Borobudur 367

Kutoarjo 481

Karanganyar 413

Buntu 256

Jogjakarta 546

Rata-rata 229

Jawa Timur Bojonegoro 135

Tambak Rejo 59

Nganjuk 149

Jombang 108

Ponorogo 89

Rata-rata 108

Tiga dari 23 sampel yang dianalisis memiliki nilai Residual-P lebih besar dibandingkan dengan nilai fraksi lain yaitu daerah Kutoarjo, Karanganyar dan Jogjakarta yang berada pada Propinsi Jawa Tengah dengan nilai Residual-P berturut-turut sebesar 481 mg P kg-1; 413 mg P kg-1 dan 546 mg P kg-1.

Residual-P adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai “occluded” P


(47)

34

Tengah memiliki nilai Residual-P yang lebih besar dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur. Nilai Residual-P akan terakumulasi dengan seriring berjalannya waktu. Provinsi Jawa Barat memiliki nilai Residual-P terkecil diduga karena adanya penggenangan dalam jangka waktu yang lama sehingga perubahan Fe-P, Al-P dan Ca-P menjadi bentuk “occluded” P terjadi dengan lambat.

Ponamperuma (1976) dan Prasetyo et al. (2004) menyatakan penggenangan pada tanah sawah akan mengakibatkan perubahan perilaku unsur hara seperti penurunan kadar oksigen dalam tanah, penurunan potensial redoks, perubahan pH tanah, reduksi besi dan mangan, peningkatan suplai dan ketersediaan nitrogen, serta peningkatan ketersediaan P.

Perbedaan nilai Residual-P pada Setiap Lokasi dapat dilihat pada Tabel 16. Hasil analisis statistik menyatakan bahwa pengaruh lokasi tidak nyata terhadap nilai Residual-P. Hasil uji yang tidak nyata diduga karena standar deviasi antar lokasi yang berbeda satu sama lain. Variasi yang timbul dapat disebabkan karena sebaran pemupukkan P yang bervariasi di setiap lokasi.

Tabel 16. Perbedaan Nilai Residual-P pada Setiap Lokasi

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom, tidak berbeda nyata pada Uji Tukey (P < 0.05).

Perbedaan nilai Residual-P pada setiap jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 17. Hasil analisis statistik menyatakan bahwa pengaruh tanah tidak nyata terhadap nilai Residual-P. Tanah Inceptisols memiliki nilai Residual-P sebesar 157 mg P kg-1. Tanah Ultisols memiliki nilai Residu-P sebesar 76.4 mg P kg-1. Tanah Vertisols memiliki nilai Residu-P sebesar 176 mg P kg-1.

Lokasi Residual-P

Rata-rata (mg P kg-1)

StDev

Jawa Barat 76.4a 74.9

Jawa Tengah 229a 193


(1)

48

Tabel Lampiran 9. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan HCl-Pi pada Setiap Lokasi Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung P

Perlakuan 2 330274 165137 2.68 0.093

Galat 20 1232930 61646

Total 22 1563204

Nyata pada taraf α = 0.05

Standar Deviasi (SD) : 248.3

Tabel Lampiran 10. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Residu-P pada Setiap Lokasi Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung P

Perlakuan 2 113467 56744 2.76 0.088

Galat 20 411694 20585

Total 22 525181

Nyata pada taraf α = 0.05 Standar Deviasi (SD) : 143.5

Tabel Lampiran 11. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Ptotal pada Setiap Lokasi Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung P

Perlakuan 2 857342 428671 3.27 0.059

Galat 20 2618260 130913

Total 22 3475603

Nyata pada taraf α = 0.05 Standar Deviasi (SD) : 361.8

Tabel Lampiran 12. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Resin-Pi pada Setiap Jenis Tanah Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung P

Perlakuan 2 208 104 0.43 0.656

Galat 20 4837 242

Total 22 5045

Nyata pada taraf α = 0.05

Standar Deviasi (SD) : 15.55

Tabel Lampiran 13. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaHCO3-Pi pada Setiap Jenis Tanah Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung P

Perlakuan 2 296 148 0.20 0.818

Galat 20 14621 731

Total 22 14917

Nyata pada taraf α = 0.05


(2)

49

Tabel Lampiran 14. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaHCO3-Po pada Setiap Jenis Tanah Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung P

Perlakuan 2 793.2 396.6 7.24 0.004

Galat 20 1095.2 54.8

Total 22 1888.4

Nyata pada taraf α = 0.05

Standar Deviasi (SD) : 7.4

Tabel Lampiran 15. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaOH-Pi pada Setiap Jenis Tanah Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung P

Perlakuan 2 21784 10892 2.61 0.098

Galat 20 83496 4175

Total 22 105279

Nyata pada taraf α = 0.05

Standar Deviasi (SD) : 64.61

Tabel Lampiran 16. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan NaOH-Po pada Setiap Jenis Tanah Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung P

Perlakuan 2 2409 1204 2.03 0.158

Galat 20 11879 594

Total 22 14288

Nyata pada taraf α = 0.05

Standar Deviasi (SD) : 24.37

Tabel Lampiran 17. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan HCl-Pi pada Setiap Jenis Tanah Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung P

Perlakuan 2 270173 135087 2.09 0.150

Galat 20 1293031 64652

Total 22 1563204

Nyata pada taraf α = 0.05

Standar Deviasi (SD) : 254.3

Tabel Lampiran 18. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Residu-P pada Setiap Jenis Tanah Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung P

Perlakuan 2 15746 7873 0.31 0.738

Galat 20 509435 25472

Total 22 525181

Nyata pada taraf α = 0.05


(3)

50

Tabel Lampiran 19. Hasil Analisis Sidik Ragam Perbedaan Ptotal pada Setiap Jenis Tanah Sumber

Keragaman Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung P

Perlakuan 2 185706 92853 0.56 0.577

Galat 20 3289896 164495

Total 22 3475603

Nyata pada taraf α = 0.05


(4)

RINGKASAN

ADELIA SATWOKO. Fraksionasi Fosfor Pada Tanah-tanah Sawah Di Pulau Jawa. Di bawah bimbingan ARIEF HARTONO dan SYAIFUL ANWAR.

Data BPS pada tahun 2008 menunjukkan bahwa Pulau Jawa dengan luas panen 5.74 juta ha mampu menyumbang 55% dari produksi gabah kering giling (GKG) di Indonesia (BPS 2009). Ditinjau dari penyebarannya lebih dari 60% tanah sawah di Indonesia berada di Pulau Jawa (Kawaguchi dan Kyuma 1976; Rayes 2000). Peningkatkan produksi padi merupakan hal yang harus diperhatikan untuk memenuhi kebutuhan gabah kering giling Indonesia. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan produksi padi adalah dengan penggunaan pupuk termasuk pupuk Fosfor (P). Pada umumnya pupuk P yang diaplikasikan ke dalam tanah akan ditransformasikan menjadi bentuk P yang tersedia dan tidak tersedia bagi tanaman. Pengetahuan mengenai fraksionasi bentuk-bentuk P pada tanah-tanah sawah di Pulau Jawa belum banyak dilaporkan. Informasi distribusi fraksi-fraksi P pada tanah sawah di Pulau Jawa dibutuhkan untuk manajemen pemupukan P. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi distribusi fraksi-fraksi P pada tanah-tanah sawah di Pulau Jawa.

Metode yang digunakan dalam Fraksionasi P adalah metode Fraksionasi P berdasarkan metode Tiessen dan Moir (1993). Fraksi P di dalam tanah ditetapkan menggunakan: (1) resin strip jenuh bikarbonat dalam 30 ml aquades kemudian diikuti ekstraksi menggunakan 0.5 mol L-1 HCl. Fraksi ini disebut Resin-Pinorganik (Pi). Fraksi ini merupakan P yang sangat tersedia bagi tanaman, (2) 0.5 mol L-1 NaHCO3 untuk mengekstrak Pi dan Porganik (Po). Fraksi ini disebut NaHCO3-Pi, -Po. Fraksi ini merupakan P yang tersedia bagi tanaman dan mikroorganisme serta P yang terikat di permukaan mineral atau presipitasi dari CaH2PO4nH2O dan MgH2PO4nH2O, (3) 0.1 mol L-1 NaOH untuk mengekstrak Pi dan Porganik (Po). Fraksi ini disebut NaOH-Pi, -Po. Fraksi ini merupakan P yang terikat kuat melalui kemisorpsi dengan Fe dan Al hidrous oksida, dan (4) 1 mol L-1 HCl untuk mengekstrak Pi. Fraksi ini disebut HCl-Pi. Fraksi ini merupakan Ca-P dengan kelarutan yang rendah. Residual-P adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai “occluded” P dan P organik yang sangat sukar larut. Nilai Residual-P didapatkan dari hasil pengurangan total P dengan jumlah Resin-Pi, NaHCO3-Pi, -Po, NaOH-Pi, -Po, HCl-Pi.

Hasil fraksionasi P menyatakan bahwa Pulau Jawa memiliki fraksi dominan HCl-Pi diikuti dengan fraksi Residual-P, NaOH-Pi, NaOH-Po, NaHCO3-Pi, NaHCO3-Po dan Resin-Pi. Provinsi Jawa Barat memiliki fraksi dominan NaOH-Pi diikuti dengan fraksi NaOH-Po, Residual-P, HCl-Pi, NaHCO3-Pi, NaHCO3-Po dan Resin-P. Provinsi Jawa Tengah memiliki fraksi dominan HCl-Pi diikuti dengan fraksi Residual-P, NaOH-Pi, NaOH-Po, NaHCO3-Pi, NaHCO3-Po dan Resin-P. Provinsi Jawa Timur memiliki fraksi dominan HCl-Pi diikuti dengan fraksi Residual-P, NaOH-Po, NaOH-Pi, NaHCO3-Pi, Resin-P dan NaHCO3-Po. Hasil penelitian ini merekomendasikan bahwa manajemen pemupukan P pada


(5)

tanah sawah di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur harus dilakukan secara berbeda.


(6)

SUMMARY

Statistical Resource Center data in 2008 showed that Java Island with 5.74 million hectare of harvested area contributed 55% from the total production of milled rice in Indonesia (BPS, 2009). Sixty precent of paddy field in Indonesia at located in Java Island (Kawaguchi dan Kyuma, 1976; Rayes, 2000). The increase of rice production is very important to fullfill the need of milled rice in Indonesia. One way to increase rice production is the use of fertilizers. One of them is Phosphorus (P). In general applied P fertilizers were transformed to be available P and not available P fractions in the forms of inorganic P and organic P as well. Reports about of P fraction distribution on paddy field in Java Island were still relatively few. The information of P fraction distribution in paddy field is needed to have good manajement of P fertilization on paddy field. The objective in this research was to evaluated the distribution P fraction on paddy field in the Java Island.

The method that was used in P fractionation was the P Fractionation according to Tiessen and Moir method (1993). P fractions in the soils were determined sequentially using: (1) resin strip in bicarbonate form in 30 mL destilled water followed by 0.5 mol L-1 HCl extraction. This fraction is called Resin-Pinorganic (Resin-Pi). The fraction is interpreted as readily available to plant, (2) 0.5 mol L-1NaHCO3 pH 8.5. This fraction is called NaHCO3-Pi, -Porganic (NaHCO3-Pi, -Po). The fraction is interpreted as P which is strongly related to uptake by plants and microbes and bound to mineral surface or precipitated Ca-P and Mg forms, (3) 0.1 mol L-1 NaOH. This fraction is called NaOH-Pi and Po. The fractions is interpreted as P which is more strongly held by chemisorptions to Fe and Al components of soil surface, and (4) 1 mol L-1 HCl. This fraction is called HCl-Pi. The fraction is interpreted as Ca-P of low solubility. Residual-P is interpreted as occluded P and recalcitrant organic forms. Residual P is determined by subtracting from total P the sum of Resin-Pi, NaHCO3-Pi, -Po, NaOH-Pi, -Po and HCl-Pi.

The result showed that in Java Island, HCl-Pi was dominant fraction followed by Residual-P, NaOH-Pi, NaOH-Po, NaHCO3-Pi, NaHCO3-Po and Resin-Pi respectively. In west Jawa, NaOH-Pi was dominant followed by NaOH-Po, Residual-P, HCl-Pi, NaHCO3-Pi, NaHCO3-Po and Resin-Pi respectively. In Central Java HCl-Pi was dominant fraction followed by Residual-P, NaOH-Pi, NaOH-Po, NaHCO3-Pi, NaHCO3-Po and Resin-Pi respectively. In East Java HCl-Pi was dominant farction followed by Residual-P, NaOH-Po, NaOH-Pi, NaHCO3-Pi, Resin-Pi, and NaHCO3-Po respectively. The results suggested that different management P fertilization in West Java, Central Java and East Java should be implemented.

Keywords: paddy field, Java Island, the distribution of phosphorus, P fractionation