BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Produk

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Uraian Teoritis 2.1.1Produk

Pengertian produk tidak dapat dilepaskan dengan kebutuhan, karena produk merupakan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Menurut Simamora (2001:30) produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan oleh individu, rumah tangga ataupun organisasi kedalam pasar untuk diperhatikan, digunakan, dibeli maupun dimiliki.

Produk merupakan segala sesuatu yang dihasilkan oleh perusahaan meliputi barang dan jasa. Produk adalah semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakainya (Kotler & Armstrong 2001:337).

Menurut Aaker dan Joachimstahler dalam Farrinadewi (2008:137), produk meliputi karakteristik cakupan fungsi produk, atribut produk, kualitas atau nilai-nilai, kegunaan serta manfaat funsional. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat dikatakan bahwa produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan produsen kepada konsumen, untuk dicari, dibeli dan dipergunakan dalam memenuhi kebutuhannya.


(2)

produknya. Menurut Kotler & Armstrong (2001:348) produk dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

a. Produk Inti (Core Product)

Produk inti merupakan tingkatan paling dasar dari produk, yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan apa yang sebenarnya dibeli oleh pembeli. Produk inti terdiri dari manfaat inti untuk pemecahan masalah yang dicari konsumen ketika mereka membeli produk atau jasa. Dalam merancang produk, pemasar mula-mula harus mendefinisikan manfaat inti yang akan disediakan produk ke konsumen. Contoh: seorang wanita yang membeli lipstik sesungguhnya membeli lebih dari sekedar pewarna bibir.

b. Produk Aktual (Actual Product)

Produk aktual merupakan tingkatan kedua setelah produk inti. Perencanaan produk harus menciptakan produk aktual di sekitar produk inti. Produk aktual mempunyai lima karakteristik: tingkat kualitas, fitur, rancangan, nama merek, dan kemasan. Contoh: camcorder Sony merupakan produk aktual. Nama produk, komponen, gaya, sifat, kemasan dan atribut lainnya dikombinasikan dengan cermat untuk menyampaikan manfaat inti.

c. Produk Tambahan (Augmented Product)

Merupakan tingkatan selanjutnya setelah produk aktual. Produk tambahan menawarkan jasa dan manfaat tambahan bagi konsumen dengan tujuan untuk menciptakan serangkaian manfaat yang akan paling baik memuaskan konsumen. Contoh: Perusahaan Sony dan agennya


(3)

memberikan garansi suku cadang dan jasa reparasi, instruksi penggunaan dan jasa perbaikan yang cepat jika dibutuhkan konsumen.

2.1.2Merek

American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai

nama,simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing (Kotler, 2002:460). Sementara Keegan et all. Dalam Farrinadewi (2008:137) berpendapat bahwa merek adalah sejumlah citra dan pengalaman dalam benak konsumen yang mengkomunikasikan manfaat yang disajikan produk yang diproduksi oleh perusahaan tertentu.

Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek terbaik memberikan jaminan mutu. Akan tetapi, merek lebih dari sekedar simbol (Kotler, 2002:460). Merek dapat memiliki enam level pengertian :

a. Atribut

Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Mercedes memberi kesan sebagai mobil yang mahal, dibuat dengan baik, dirancang dengan baik, tahan lama, dan bergengsi tinggi.

b. Manfaat

Atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. Atribut “tahan lama” dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional, dan


(4)

d. Nilai

Merek juga menyatakan sesuatu tentang produsen. Jadi, Mercedes berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi dll.

e. Budaya

Merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya Jerman: terorganisasi, efisien, dan bermutu tinggi.

f. Kepribadian

Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedes mencerminkan pimpinan yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (binatang), atau istana yang agung (objek).

g. Pemakai

Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Kita akan terkejut melihat seorang sekretaris usia 20 tahun mengendarai Mercedes, yang kita harapkan adalah seorang manajer puncak usia 55 tahun di belakang kemudi.

2.1.3Harga

Dalam arti yang paling sempit harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas barang atau jasa. Dalam arti yang lebih luas, harga adalah jumlah semua nilai yang konsumen tukarkan dalam rangka mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan barang atau jasa (Kotler&Armstrong, 2003:430). Menurut simamora (2001:31) harga adalah sejumlah nilai yang dipertukarkan untuk memperoleh suatu produk. Biasanya, harga dihitung dengan nilai uang.


(5)

Menurut Peter dan Olson (2000:220,227) dari sudut pandang konsumen, harga biasanya didefinisikan sebagai apa yang yang harus diserahkan konsumen untuk membeli suatu produk atau jasa. Untuk pembelian tertentu konsumen dapat melakukan beberapa macam perbandingan harga antara merek-merek yang ada dan mempertimbangkan tawar menawar dari berbagai macam biaya yang harus dikeluarkan dan nilai yang di peroleh.

Rao menyatakan dalam Peter dan Olson (2000:220) dampak dari perubahan harga lebih segera dan langsung dirasakan, dan daya tarik yang didasarkan pada harga adalah yang paling mudah dikomunikasikan kepada pembeli potensial. Namun demikian, pesaing juga dapat bereaksi dengan lebih mudah terhadap daya tarik yang didasarakan pada harga ketimbang yang didasarkan pada citra dan manfaat produk. Dapat dikatakan bahwa keputusan tentang harga mungkin adalah keputusan yang paling signifikan diantara keputusan mengenai bauran pemasaran lainnya untuk produk-produk yang bermerek.

Gitosudarmo (2000:228) mendefinisikan harga sebagai sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah barang beserta jasa-jasa tertentu atau kombinasi dari keduanya.

Manajemen harga sangatlah penting, karena menetapkan harga memang mudah akan tetapi menetapkan harga yang tepat bukanlah persoalan yang mudah. Bagi perusahaan harga mempengaruhi keuntungan. Harga tidak boleh lebih rendah dari biaya rata-rata per produk kalau perusahaan ingin


(6)

Penetapan harga harus sudah dipikirkan ketika produk masih berada dalam taraf pengembangan dan bukannya setelah produk itu ada. Strategi penetapan harga seharusnya diletakkan dalam perspektif jangka panjang. Strategi yang tepat bukan hanya akan memperkuat kesehatan perusahaan, tetapi juga menjadi sarana penting pertumbuhan perusahaan (Goni, 2007:87).

Bagi pembeli harga memberikan dampak psikologis dan ekonomis. Dampak ekonomisnya berkaitan dengan daya beli, sebab harga merupakan biaya bagi pembeli. Semakin tinggi harga semakin sedikit produk yang bisa mereka beli, sebaliknya semakin rendah harga semakin banyak produk yang bisa mereka beli. Justru kadang- kadang harga memiliki dampak psikologis, dimana harga tinggi dianggap mencerminkan kualitas tinggi dan harga rendah dianggap mencerminkan kualitas rendah. Kalau ini berlaku untuk suatu produk, maka menurunkan harga bisa berakibat menurunkan permintaan.

Faktor yang dianggap mempengaruhi permintaan di dalam ilmu ekonomi adalah harga. Faktor-faktor yang lain dianggap tidak berubah (ceteris paribus). Secara umum harga memiliki korelasi negatif dengan permintaan. Artinya, semakin tinggi harga maka permintaan akan semakin rendah. Ada pengecualian untuk produk-produk tertentu, dimana sampai batas tertentu, peningkatan harga justru meningkatkan permintaan. Pada kondisi permintaan yang elastis, penurunan harga meningkatkan permintaan. Perusahaan begitu fokus pada strategi harga karena harga merupakan satu-satunya unsur yang menghasilkan revenue.


(7)

Dalam teori pemasaran harga merupakan variabel dalam bauran pemasaran yang paling fleksibel. Hal ini menyebabkan itu harga paling sering digunakan sebagai alat bersaing oleh setiap pemasar sehingga meyebabkan banyak perusahaan terlibat dalam perang harga. Menurut Rao et all. dalam Goni(2007:111) fenomena perang harga merupakan suatu kenyataan hidup, apakah itu sebuah bisnis yang fast faced seperti “knowledge product”, internet sampai bisnis tradisonal komoditi. Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua tingkat harga (Durianto dkk.,2001:71).

2.1.3.1 Faktor- Faktor yang Dipertimbangkan dalam Menetapkan Harga

Menurut Simamora (2001:198) Setiap saat harga bisa diubah sesuai dengan keadaan. Namun, dalam persoalan yang menyangkut harga, baik menetapkan harga saat pertama sekali, menaikkan ataupun menurunkan harga ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan (Simamora,2001:198) yaitu:

a. Faktor –faktor internal: 1) Pertimbangan organisasi 2) Sasaran pemasaran 3) Biaya

4) Strategi bauran pemasaran b. Faktor-faktor eksternal:

1) Situasi pasar dan permintaan 2) Persaingan


(8)

4) Faktor-faktor lingkungan, seperti kondisi, sosial, ekonomi, budaya dan politik.

2.3.1.2 Langkah-Langkah Penetapan Harga

Dalam menetapkan harga seorang pemasar harus melakukan analisis terhadap sejumlah variabel finansial dan non finansial, menempatkan variabel-variabel tersebut dalam konteks lingkungan bisnis secara keseluruhan dan menggunakan pengalaman sebagai masukan. Menurut Bovee et al. dalam Simamora (2001:202) penetapan harga meliputi langkah- langkah sebagai berikut:

a. Analisis keadaan pasar

Aspek paling penting dari analisis ini adalah memahami hubungan permintaan dan harga. Dalam beberapa kasus, perubahan harga dapat memberikan pengaruh besar terhadap permintaan. Tetapi ada kalanya perubahan harga tidak mempengaruhi permintaan.

b. Indentifikasi faktor-faktor pembatas

Faktor pembatas adalah faktor yang memebatasi keleluasaan perusahaan dalam menetapkan harga . Biaya mengurangi keleluasaan perusahaan dalam menetapkan harga rendah. Persaingan, persepsi konsumen, dan peraturan pemerintah juga tidak dapat diabaikan.

c. Tetapkan sasaran

Satu sasaran paling umum adalah memperoleh keuntungan. Untuk itu, harga harus lebih tinggi dari biaya rata-rata. Tinggi rendahnya harga tergantung sasarannya, apakah untuk mematikan pesaing, meraih pangsa


(9)

pasar, cuci gudang dll. Sasaran dapat berubah dari waktu ke waktu, karena itu harga juga bisa berubah.

d. Analisis potensi keuntungan

Apapun sasarannya, perusahaan perlu mengetahui berapa keuntungan atau kerugian dari setiap alternatif harga. Harga, permintaan, biaya, dan keuntungan adalah aspek-aspek yang berhubungan erat. Dari analisis pasar dibuat skenario jumlah permintaan pada tingkat harga yang berbeda-beda. Selanjutnya lakukan analisis potensi keuntungan.

e. Tentukan harga awal

Harga awal adalah harga bagi produk baru pertama kali diluncurkan. Penetapan harga awal dipelajari dari akumulasi pengalaman.

f. Kelola harga

Lingkungan selalu berubah sehingga harga juga harus disesuaikan. Berapa besar harga dinaikkan atau diturunkan, bagaimana caranya, kapan dilakukan, itulah yang perlu dilakukan dalam pengelolaan harga dari waktu ke waktu.

2.1.4 Atribut Produk

Menurut Kotler & Armstrong (2003:347) atribut produk adalah pengembangan suatu produk atau jasa melibatkan penentuan manfaat yang akan diberikan. Manfaat-manfaat tersebut kemudian dikomunikasikan dan disampaikan melalui atribut-atribut produk seperti kualitas, fitur, serta gaya dan desain.


(10)

a. Kualitas Produk

Kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsi-fungsinya: kemampuan itu meliputi daya tahan, kehandalan, ketelitian yang dihasilkan, kemudahan dioperasikan, dan diperbaiki, dan atribut lain yang berharga pada produk secara keseluruhan. Ketahanan mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Kehandalan adalah konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian selanjutnya. .

b. Fitur Produk

Fitur produk merupakan alat persaingan untuk mendeferensiasikan produk perusahaan terhadap produk perusahaan sejenis yang menjadi pesaing. Dalam dunia gadget sperti smartphone terdapat banyak pilihan aplikasi dari pada gadget jenis lainnya, bahkan pada kondisi awal atau masih baru pun, di dalamnya sudah terinstal begitu banyak aplikasi. Ditambah lagi para penggunanya selalu berusaha untuk memanfaatkan atau menggali kemampuan gadget mereka secara maksimal (Majalah Marketing Volume 14, 2011:7).

c. Gaya dan Desain Produk

Gaya dan desain produk adalah cara lain yang dilakukan untuk menambah nilai bagi pelanggan melalui gaya dan desain produk yang khas. Gaya dan desain yang baik dapat menarik perhatian, meningkatkan kinerja produk, memotong biaya produksi, dan memberikan keunggulan bersaing di pasar sasaran.


(11)

Menurut Gitosudarmo (2000:188-198) atribut produk adalah suatu komponen yang merupakan sifat-sifat produk yang menjamin agar produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang diharapkan oleh pembeli. Atribut produk dapat berupa sesuatu yang berwujud (tangible) maupun sesuatu yang tidak berwujud (intagible). Atribut yang berwujud dapat berupa desain produk, bungkus, merek dan sebagainya, sedangkan yang tidak berwujud misalnya nama baik yang sudah dikenal dari perusahaan tersebut.

Dari berbagai atribut produk, dapat dibedakan menjadi dua macam atribut yaitu atribut yang bersifat teknis dan atribut yang bersifat nonteknis. Atribut yang bersifat teknis tercermin pada produk itu atau yang merupakan inti dari produk (core product), sedangkan atribut nonteknis dapat ditampilkan dalam beberapa macam bentuk antara lain:

a. Desain Produk

Desain atau bentuk produk merupakan atribut yang sangat penting untuk mempengaruhi konsumen agar mereka tertarik dan kemudian membelinya. Desain produk harus dibedakan dari desain produk pesaing. Contoh: sabun mandi merek Lifeboy memiliki bentuk empat persegi panjang dengan sudut-sudut yang tajam seolah-olah ingin menunjukkan ketajaman daya bersihnya, sedangkan sabun merek Lux berbentuk empat persegi panjang dengan sudut-sudut yang melengkung untuk menunjukkan kelembutan busanya serta kelembutan pemakainya.


(12)

b. Bungkus atau Kemasan Produk

Kegiatan pengemasan harus mempertimbangkan aspek keindahan, aspek ekonomis, dan aspek praktis. Ditinjau dari aspek ekonomis pembungkus tidak boleh menimbulkan biaya ekstra yang berlebihan. Dari segi keindahan pengemasan harus memberi kesan menarik atau mensugesti pembeli agar bersedia melakukan pembelian. Ditijau dari aspek praktisnya, kemasan harus sederhana, mudah dibawa, mudah pula disusun atau diletakkan di suatu tempat.

c. Merek (Brand)

Menurut Kotler dan Amstrong juga Keller dalam Ferrinadewi(2008:137) merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, desain, atau kombinasi keseluruhannya, yang ditujukan untuk mengidentifikasikan barang dan jasa yang ditawarkan barang dan jasa yang ditawarkan, sekaligus sebagai diferensiasi produk.

d. Label

Label adalah bagian dari sebuah produk yang berupa keterangan/ penjelasan mengenai barang tersebut atau penjualnya. Label dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Brandlabel

Brand label adalah label yang semata-mata sebagai brand (merek). Contoh: pada tepi kain tertulis TETERON, TETREX.


(13)

2) Gradelabel

Grade label adalah label yang menunjukkan tingkatan mutu (kualitas) tertentu dari sebuah produk. Contoh: penambahan kata SUPER pada oli kendaraan, jadi super menunjukkan tingkatan mutu.

3) Descriptive label (imformative label)

Descriptive label adalah label yang menggambarkan tentang cara

penggunaan, formula atau kandungan isi, pemeliharaan, hasil kerja dari suatu produk atau sebagainya.

Menurut Durianto dkk. (2001:70) mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. Atribut tak berwujud merupakan suatu atribut umum seperti halnya kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif.

Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antara keduanya. Contoh, mobil Mercedes sangat aman dan nyaman dikendarai (suatu karakteristik produk). Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi dua, yaitu:

a. Manfaat Rasional (Rational benefits)

Manfaat rasional berkaitan erat dengan atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional.


(14)

b. Manfaat Psikologis (Phycological Benefits)

Manfaat psikologis sering sekali merupakan konsekuensi ekstrem dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. Misalnya dalam merek produk Intel Inside terkandung manfaat processor computer yang cepat.

2.1.5 Komunitas

Komunitas adalah sebuah kelom yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas berasal daricommunitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak" (http://id.wikipedia.org)

Menurut Hermawan yang dikutip oleh Nuraini (syienaainie.blogspot.com) komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana di dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau value.

Komunitas virtual adalah sekelompok orang di dunia maya yang memiliki minat yang sama. Anggota komunitas ini secara bebas bertukar pikiran, pandangan dan informasi melalui berbagai media seperti email, chatting, mailing list atau bulletin boards. Secara intens dan kontinyu sekelompok orang ini


(15)

mendiskusikan berbagai hal dan topik tertentu mulai dari yang bersifat nonformal hingga yang bersifat formal (Indrajit, 2002:161).

Pada komunitas virtual terjadi sebuah mekanisme pembelajaran

(knowledge sharing) karena masing-masing anggotanya berkomunikasi mengenai

hal-hal tertentu. Contohnya adalah sebagai berikut:

a. Komunitas virtual para pengacara yang sedang membicarakan kasus- kasus hukum.

b. Komunitas virtual para programmer linux yang membahas teknik-teknik pemograman yang baik dan berkualitas.

c. Komunitas virtual para ibu rumah tangga yang mempunyai kegemaran memasak.

d. Komunitas virtual para anggota parlemen untuk membicarakan isu-isu politik.

e. Komunitas virtual pemakai produk bermerek tertentu untuk saling membahas mengenai penggunaanya.

Prinsipnya adalah bahwa seseorang biasanya berniat untuk berpartisipasi di dalam sebuah komunitas virtual jika yang bersangkutan memiliki permasalahan tertentu. Dengan berpartisipasi didalam komunitas virtual, yang bersangkutan biasanya mengharapkan adanya “jawaban” terhadap permasalahan yang dihadapi, melalui interaksi dengan anggota-anggota lainnya. Semakin intens

komunikasi antar anggota dalam komunitas, dan semakin beragam dan mendalamnya topik yang dibicarakan, akan semakin tinggi manfaat yang


(16)

dirasakan baik oleh komunitas yang bersangkutan maupun oleh perusahaan penyelenggara komunitas tersebut.

Menurut Hanson (2000:301) komunitas online adalah fokus kegiatan sosial secara online. Komunikasinya multi arah, dimana pengguna menyediakan materi sekaligus mengkonsumsi informasi. Interaksi secara terus menerus memperbaiki aspek sosial komunitas, membangun kepercayaan dan menciptakan kontinuitas.

Komunitas online dipandang oleh sebagian pihak sebagai metode untuk membangun kembali hubungan yang memburuk antara keluarga, teman dan memulihkan modal sosial. Komunitas online memberikan saran komunikasi baru untuk memberdayakan individu dan organisasi.

Word of mouth adalah bagian dari marketing yang sangat efektif dan memiliki pengaruh yang sangat luar biasa. Word of mouth akan lebih efektif lagi jika dibangun dalam sebuah komunitas yang di akomodir oleh perusahaan atau produsen (Sanjaya dan Tarigan, 2009:186). Pada saat komunitas berkumpul, para anggota pasti akan mendiskusikan produk/ jasa akan komunitas tersebut. Komunitas Honda Vario Club (HVC) misalnya. Para anggota mendiskusikan merek Honda Vario, merek itu bahkan berfungsi menjadi pengikat yang menyetukan anggota komunitas.

Dalam dunia gadget akan terasa hampa apabila tidak bergabung dengan komunitasnya. Karena dengan bergabungnya dengan komunitas, pengguna dapat mempelajari pengetahuan dan informasi mengenai gadget tersebut. Salah satu komunitas gadget adalah komunitas BlackBerry terbesar di Indonesia yaitu


(17)

id-BlackBerry

komunikasi antar pengguna BlackBerry di Indonesia untuk memaksimalkan performa BlackBerry handheld, mendapatkan tips dan trik penggunaan BlackBerry, troubleshooting, gangguan networking operator hingga informasi terkini mengenai BlackBerry. Selain itu, menjadi anggota di komunitas ini memiliki keuntungan tersendiri, seperti jaringan yang semakin luas dan rasa kekeluargaan yang tinggi antar anggota.

Komunitas id-BlackBerry turut mewujudkan sebuah pasar maya dengan market yang begitu besar. Dengan ditandai mulai bermunculannya para penjual BlackBerry, aksesoris BlackBerry hingga bengkel reparasi BlackBerry. Di penghujung pekan, id-BlackBerry turut membicarakan gadget-gadget lain di luar BlackBerry dan mempersilahkan bagi mereka yang ingin menjajakan dagangannya.

Telkomsel juga membentuk Telkomsel BlackBerry community dengan target komunitas pengguna dan calon pengguna BlackBerry yang menggunakan kartu Halo, Simpati dan kartu AS. Melalui komunitas ini pelanggan BlackBerry bisa berdiskusi segala hal tentang BlackBerry dan layananya (Swa23, 2011:60).

2.1.6Kebutuhan Mencari Variasi

Mowen dan Minor (2002;11) mengemukakan bahwa mencari variasi (variety seeking) mengacu kepada kecenderungan konsumen untuk mencari secara spontan dan membeli merek baru meskipun mereka terus mengungkapkan


(18)

variasi adalah bahwa konsumen mencoba untuk mengurangi kejenuhan dengan membeli merek baru.

Pembelian berdasarkan mencari variasi diklasifikasikan sebagai bersifat pengalaman, Karena pembelian tersebut dilakukan untuk mempengaruhi perasaan. Apabila konsumen merasa jenuh, mereka akan merasa di bawah optimal. Dengan membeli merek yang baru, mereka mencoba untuk membuat diri mereka menjadi lebih baik.

Givon mendefinisikan kebutuhan mencari variasi sebagai fenomena perpindahan merek konsumen secara individual dengan harapan ia akan mendapatkan manfaat lebih dari perpindahan merek tersebut. Selanjutnya Kalwani dan Morrissons (1986) menyatakan bahwa perilaku mencari variasi ditandai dengan penurunun frekuensi pembelian ulang dari produk yang sebelumnya digunakan, dengan kata lain kemungkinan konsumen untuk membeli produk yang sebelumnya digunakan lebih rendah daripada kemungkinan untuk membeli produk baru yang selama ini belum pernah digunakan (Goukens et all.,2003:471).

Kebutuhan mencari variasi adalah perilaku dari konsumen yang berusaha mencari keberagaman merek di luar kebiasaannya karena tingkat keterlibatan produk rendah (Sulistiyani, 2006 dikutip oleh Raviany, 2011). Pembelian yang bersifat mencari variasi didorong oleh adanya ketidakpuasan atas pembelian yang telah dilakukan, tetapi sifatnya lebih pada rekreasi belanja yang bertujuan mengurangi kebosanan dengan membeli merek baru.

Menurut Simamora (2003:27) perilaku pembeli yang mencari keragaman memiliki keterlibatan yang rendah, namun masih terdapat perbedaan


(19)

merek yang jelas. Konsumen berperilaku dengan tujuan mencari keragaman bukan kepuasan. Jadi merek dalam perilaku ini bukan merupakan sesuatu yang mutlak.

Kebutuhan mencari variasi adalah keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen, dimana mereka bersedia untuk mencoba merek yang berbeda untuk megatasi kebosanan, perilaku ini biasanya terjadi pada produk yang memiliki tingkat keterlibatan rendah (http://dictionary.babylon.com).

Perilaku pembelian yang mencari variasi adalah situasi pembelian yang ditandai oleh keterlibatan konsumen yang rendah, tetapi perbedaan antar merek signifikan (Kotler dan Keller, 2008:246). Dalam kasus semacam ini konsumen sering sekali mengganti merek. Dalam menghadapi pemimpin pasar, perusahaan-perusahaan penantang akan mendorong pencarian variasi dengan penawaran khusus, kupon, sampel gratis, dan iklan yang menunjukkan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru (Kotler & Armstrong,2001:222).

Perilaku pencarian variasi merupakan perilaku eksploratori yang tidak disebabkan oleh perubahan sikap, artinya konsumen yang sudah memiliki kepuasan pada suatu merek, dapat mencari variasi merek lain (Hansen, 1980; Raju, 1981:1984, Ganesh, Arnold & Reynolds, 2000 dalam Mayasari 2008:48).

Tujuan konsumen mencari variasi adalah untuk mencapai suatu sikap terhadap merk yang favorable. Tujuan lain perilaku mencari variasi konsumen ini dapat berupa hanya sekedar mencoba sesuatu yang baru atau mencari suatu kebaruan dari sebuah produk. (Kahn, 1995, p.286 dalam Waluyo dan Pamungkas,


(20)

pembelian sebuah produk yang menimbulkan resiko minimal yang ditanggung oleh konsumen dan pada waktu konsumen kurang memiliki komitmen terhadap merek tertentu (Assael, 1995 p.20 dalam Waluyo dan Pamungkas, 2003:76). Beberapa literatur menyebutkan bahwa perilaku mencari variasi ini akan menimbulkan perilaku brand switching konsumen.

Schiffman dan Kanuk seperti yang dikutip oleh Raviany (2011:60), mengklasifikasikan beberapa tipe konsumen yang mencari variasi antara lain:

a. Exploratory purchase behavior, merupakan keputusan perpindahan merek

yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman baru dan kemungkinan alternatif yang lebih baik.

b. Vicarious exploration, konsumen mencari informasi tentang suatu produk yang baru atau alternatif yang berbeda kemudian mencoba menggunakannya.

c. Use innovativeness, konsumen telah menggunakan dan mengadopsi suatu

produk dengan mencari produk yang lebih baru dengan teknologi yang lebih tinggi.

2.1.5Perpindahan Merek (Brand Switching)

Perpindahan merek adalah keputusan konsumen untuk membeli produk dengan merek yang berbeda dari yang sebelumnya atau yang biasa di beli (www.answer.com). Perpindahan merek dapat disebabkan oleh harga promosi,

display di dalam toko, tersedianya keunggulan produk, perbedaan yang dapat di rasakan atau inovasi dalam merek yang kompetitif, keinginan untuk mencoba


(21)

hal-hal baru, beragamnya merek yang tersedia, perubahan dalam hal-hal kualitas serta kepuasan yang dapat dirasakan dengan membeli merek yang baru.

Perpindahan merek yang juga dikenal sebagai brandswitching adalah proses yang mencangkup perubahan dari penggunaan rutin dari suatu produk atau merek, penggunaan konstan dari merek yang berbeda tetapi mirip hal yang sulit. Pada umumnya kesetiaan konsumen pada suatu merek dipengaruhi oleh faktor nama besar merek, harga, kualitas dan aksesibilitas.

Menurut majalah Sticky Marketing perpindahan merek adalah suatu keadaan ketika konsumen atau sekelompok konsuumen berpindah kesetiaan mereka dari suatu merek produk tertentu ke produk lainnya. Hal ini dapat bersifat sementara (contoh: jika rokok Marlboro tidak tersedia di toko komsumen dapat membeli Lucky Strike sebagai pilihan berikutnya), atau mungkin dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama misalnya dalam kasus produk yang memiliki umur ekonomis lebih lama dimana biaya untuk berpindah merek juga lebih tinggi (www.sticky-marketing.net).

Perilaku berpindah merek dapat terjadi karena beragamnya produk yang ditawarkan di pasar, sehingga menyebabkan adanya perilaku memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan atau karena terjadi masalah dengan produk yang telah dibeli konsumen sehingga konsumen memutuskan beralih ke merek lain. Oleh sebab itu definisi brand switching adalah perpindahan merek yang digunakan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan (www.swa.co.id).


(22)

semakin rendah. Itu artinya semakin beresiko juga terhadap merek produk yang dikelola karena bisa dengan mudah dan cepat kehilangan pelanggan.

Menurut Assael dalam Junaidi dan Dharmmesta (2002:92) perpindahan merek cenderung terjadi pada produk-produk dengan karakteristik keterlibatan pembelian yang rendah. Sedangkan, Menurut Van trijp, Hoyyer dan Inman dalam Junaidi dan Dharmmesta (2002:92) perpindahan merek yang dilakukan konsumen disebabkan oleh pencarian variasi. Perilaku perpindahan merek yang timbul akibat adanya perilaku mencari variasi perlu mendapat perhatian dari pemasar. Perilaku ini tidak hanya cenderung terjadi pada produk yang memerlukan tingkat keterlibatan yang rendah, akan tetapi terjadi juga pada produk dengan tingkat keterlibatan tinggi. Perilaku perpindahan merek yang melibatkan keterlibatan tinggi ini diantaranya terjadi pada pembelian produk otomotif dan peralatan elektronik (Waluyo dan Pamungkas, 2003:76).

Perilaku perpindahan merek pada pelanggan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dipengaruhi oleh faktor- faktor keprilakuan, persaingan dan waktu (Srinivasan dalam Junaidi dan Dharmmesta, 2002:92). Seorang konsumen yang mengalami ketidakpuasan dalam masa pasca konsumsi mempunyai kemungkinan akan merubah perilaku keputusan belinya dengan mencari alternatif merek lain pada konsumsi berikutnya untuk meningkatkan kepuasannya. Karakteristik kategori produk juga mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan perpindahan merek. Karakteristik kategori produk meliputi keterlibatan, perbedaan persepsi diantara merek, fitur hedonis, dan


(23)

kekuatan preferensi (Van trijp, Hoyyer dan Inman dalam Junaidi dan Dharmmesta(2002:92)).

Pada umunya jika biaya untuk berganti merek sangat mahal, pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan dari keleompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umunya tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk beralih mengkonsumsi merek lain kecuali bila ada faktor-faktor penarik yang sangat kuat. Dengan demikian, sangat perlu bagi perusahaan untuk mengeksplor berbagai informasi dari pelanggan yang mengalihkan pembeliannya ke merek lain dalam kaitannya dengan permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan ataupun alas an yang terkait dengan ketergesaan mereka memindahkan pilihannya (Durianto dkk.,2001:133).

Menurut Peter dan Olson (2000:89) tukang berpindah merek (brand switcher) adalah konsumen yang memiliki relevansi instrinsik yang rendah, baik untuk mereka maupun kategori produk. Mereka tidak melihat apakah suatu merek atau kategori produk memberikan konsekuensi yang penting serta memiliki keinginan untuk membeli yang terbaik, mereka juga tidak memiliki hubungan khusus dengan dengan merek tertentu atau kategori produk. Konsumen tersebut cenderung menanggapi factor lingkungan seperti tawaran harga atau promosi jangka pendek lainnya yang bertindak sebagai sumber keterlibatan situasional.

Keputusan pelanggan untuk setia atau beralih ke merek lain berasal dari penjumlahan banyak pertemuan kecil dengan perusahaan. Perusahaan harus


(24)

menjaga pelanggan dan meningkatkan bisnis mereka jika tidak ingin konsumen berpindah ke merek lain (Kotler dan Keller, 2008:178).

Peilaku perpindahan merek sangat penting dalam penelitian perilaku konsumen di pasar, yaitu untuk melihat sikap konsumen terhadap merek dan kemungkinan mereka untuk berpindah merek dari merek yang digunakan pada saat ini serta bagaimana mereka memandang merek lainnya yang memiliki karakteristik hampir menyerupai yang akan dijadikan pilihan dalam berpindah merek (www.sticky-marketing.net). Sebagai contoh: pengguna mobil Mercedes

di Jerman akan mempertimbangkan untuk berpindah merek ke mobil BMW tetapi tidak akan mempertimbangkan untuk beralih ke mobil Volkswagen. Jika Volkswagen memiliki tampilan yang menyerupai BMW, konsumen mungkin akan mempertimbangkannya sebagai pilihan dalam berpindah merek.

Jika perilaku konsumen dalam berpindah merek di pasar dapat dimodelkan, maka hal ini akan membantu untuk menunjukkan pangsa pasar masa depan. Pemodelan ini juga dapat menunjukkan posisi relatif dari berbagai merek yang bersaing di pasar. Penelitian mengenai perpindahan merek akan menunjukkan kemampuan perusahaan pesaing dalam mencuri pelanggan dari perusahaan, hal ini bisa membantu perusahaan untuk memusatkan perhatian mereka dalam mengembangkan ide-ide kreatif dalam bisnis mereka untuk mengatasi ancaman pesaing.

2.1.5.1Perpindahan Merek Pada Mahasiswa

Bagi sebagian besar mahasiswa, jenjang perguruan tinggi adalah waktu dimana mereka mulai membentuk dan mengenali diri mereka sendiri. Hal ini


(25)

merupakan kabar baik bagi produsen, dimana mereka dapat mempengaruhi para mahasiswa mealui iklan untuk lebih memilih produk mereka, namun kabar buruknya para mahasiswa juga saling mempengaruhi dalam berpindah merek (http://ezinearticles.com). Sebuah studi baru dari Burst Media mengidentifikasikan faktor- faktor kunci yang menyebabkan mahasiswa berpindah merek yaitu:

a. Harga yang lebih baik

Alasan umum mahasiswa berpindah merek adalah harga yang lebih baik. Salah satu kunci dari strategi bersaing yang baik adalah promosi harga yang dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli produk mereka sebanyak mungkin. Kupon potongan harga atau penawaran harga promosi sangat bagus untuk mencuri pelanggan dari pesaing atau untuk mempengaruhi konsumen mencoba produk baru.

disimpan akan disebut kemudian. 2. Rekomendasi Teman

Penyebab berikutnya perpindahan merek adalah rekomendasi dari teman. Mendengar rekomendasi produk baru dari mulut ke mulut jauh lebih membawa pengaruh yang jauh lebih kuat daripada pengiklanan. Para mahasiswa begitu sering berinteraksi satu sama lain, sehingga frekuensi pertukaran informasi dari mulut ke mulut sangat lah tinggi. Menembus dunia kampus melalui informasi dari mulut ke mulut itu berarti produk akan cepat menyebar ke seluruh kampus. Namun hal ini hanya akan terjadi


(26)

jika produk yang ditawarkan adalah produk yang memiliki kualitas yang baik sehingga layak dan menarik untuk dijadikan bahan pembicaraan 3. Iklan

Pasar yang teriri dari sebagian besar kaum mud adapt dipengaruhi dengan penempatan iklan pada posisi yang baik. Mahasiswa pada umunya sering ragu-ragu mengenai hal-hal yang baru mereka lihat atau dengar, namun mereka selalu membuka diri untuk informasi yang baru. Sebuah iklan yang disampaikan dengan bahasa yang memuat pesan yang tepat dan menggunakan media yang tepat bisa sangat sukses menarik perhatian para mahasiswa.

4. Melihat orang lain menggunakannya

Pada banyak perguruan tinggi budaya suatu merek sangat terpusat. Jika sebuah merek yang digunakan oleh beberapa orang yang menjadi pusat perhatian, maka merek tersebut akan cepat menjadi popular. Melihat orang menggunakan merek ini ssangat berbeda dari penggunaan merek karena direkomendasikan oleh seseorang. Umumnya orang meniru merek yang digunakan orang lain baik secara sadar maupun tidak sadar, mereka memiliki keinginan untuk terlihat seperti orang yang ditiru tersebut. Menemukan cara untuk menjadikan merek anda banyak digunakan mahasiswa akan cepat membawa merek menjadi produk unggulan. Hal ini dapat dicapai dengan penyampaian iklan yang memang khusus untuk mempengaruhi komunitas perguruan tinggi.


(27)

2.1.6Analytical Hierarchy Process (AHP)

Sumber permasalahan dalam pengambilan keputusan bukan hanya terletak ketidakpastian dan ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang mempengaruhi pilihan-pilihan yang ada serta beragamnya kriteria pemilihan yang ada. Banyak metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan. Salah satunya adalah metode Analytical

Hierarchy Process (AHP). Konsep metode AHP adalah merubah nilai-nilai

kualitatif menjadi kuantitatif, sehingga keputusan-keputusan yang diambil bisa lebih objektif.

Seperti yang dimuat dalam Supriyono et all. (2007:312), metode AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berpikir manusia. Metode ini mula-mula dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970. Dasar berpikir metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan.

2.1.6.1Dasar-dasar Analytical Hieararchy Process (AHP)

Ada beberapa dasar yang harus dipahami dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan metode AHP, diantaranya yaitu: Decomposition, Comparative Judgement, Synthesis of Priorrity, dan Consistency.


(28)

Decomposition yaitu memecah persoalanyang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan. Ada dua jenis hierarki yaitu, hierarki lengkap dan hierarki tidak lengkap. Dalam hierarki lengkap, suatu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, jika tidak demikian dinamakan hierarki tidak lengkap.

b. Comparative Judgement

Comparative Judgement berarti membuat penelitian tentang

kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan tampak lebih baik bila disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwaise comparison.

c. Synthesis of Priority

Dari segi matriks pairwaise comparison kemudian dicari eigen vector

untuk mendapatkan local priority, karena matriks pairwaise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hierarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.

d. Logical Consistency

Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah bahwa objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi.


(29)

Contohnya, anggur dan kelereng dapat dikelompokkan ke dalam himpunan yang seragam jika bulat merupakan kriterianya, tetapi tidak dapat jika rasa sebagai kriterianya. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada criteria tertentu. Contohnya, jika manis merupakan kriteria dan madu dinilai 5x lebih manis dibandingkan gula, dan gula 2x lebih manis dibanding sirup, maka seharusnya madu dinilai 10x kali lebih manis dibanding sirup. Jika madu hanya dinilai 4x manisnya disbanding sirup, maka nilainya tak konsisten dan prooses harus diulang jika ingin memperoleh penilaian yang tepat.

2.1.6.2 AHP dalam Kelompok

Sekelompok orang yang berdiskusi umunya memiliki pemahaman yang lebih baik dibanding seseorang dari kelompok itu yang berpikir. Karena itu hierarki dan penilaian yang dihasilkan suatu kelompok seharusnya akan lebih baik. Namun, diskusi dalam kelompok juga dapat menimbulkan masalah yaitu adanya perbedaan pendapat antara anggota kelompok yang satu dengan yang lainnya. Untuk mengatasi permasalahn ini bisa dilakukan dua cara, yang pertama dilakukan pemungutan suara dan jawaban akan dijatuhkan kepada suara terbanyak. Kedua, dengan menemukan rata-rata geometric dari penilaian yang diberikan oleh seluruh anggota kelompok .Nilai rata-rata geometrik ini yang dianggap sebagai penilaian kelompok. Sebagai contoh, sebuah kelompok yang beranggotakan 3 orang, masing-masing member penilaian 2,3, dan 7. Maka nilai kelompok adalah 3√2 � 3 � 7 = 3,48


(30)

Wardani (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen, Kebutuhan Mencari Variasi Produk, Harga Produk dan Iklan Produk Pesaing Terhadap Keputusan Perpindahan Merek dari Sabun Pembersih Wajah Biore”. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ketidakpuasan konsumen, kebutuhan mencari variasi, harga dan iklan produk pesaing berpengaruh terhadap keputusan perpindahan merek dari sabun pembersih wajah Biore. Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Penelitian ini dilakukan terhadap 100 orang mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Dipenegoro yang pernah melakukan perpindahan merek dari sabun pembersih wajah Biore ke sabun pembersih wajah merek lain. Untuk menganalisis data hasil kuesioner mengenai ketidakpuasan konsumen, kebutuhan mencari variasi, harga dan iklan produk digunakan analisis regresi berganda. Dari penelitian ini diketahui bahwa ketidakpuasan konsumen, harga, iklan produk pesaing dan kebutuhan mencari variasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek ke pembersih wajah merek lain, dimana variabel kebutuhan mencari variasi memiliki pengaruh yang paling besar. Variabel kebutuhan mencari variasi memberikan pengaruh terbesar terhadap keputusan perpindahan merek dikarenakan banyaknya merek-merek baru yang bermunculan membuat konsumen lebih bebas dalam memilih sabun pembersih wajah sehingga konsumen tidak akan sepenuhnya setia akan suatu produk. Hal ini mengakibatkan konsumen biore berpindah merek ke merek lain karena rasa penasaran.

Teknomo et all. (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Analitycal Hierachy Process (AHP) dalam Menganalisa


(31)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke Kampus”. Jurnal ini bertujuan untuk mencari tahu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan model kendaraan, serta berapa besar pengaruhnya sehingga dapat dihasilkan berbagai alternatif dan kebijakan untuk menurunkan kebutuhan akan lahan parkir dengan lebih efektif. Pengolahan data penelitian dilakukan engan metode Analitycal

Hierachy Process (AHP). Penelitian dilakukan dengan cara wawancara

berkuesioner yang dilakukan terhadap 30 orang mahasiswa Universitas Kristen Petra, dimana responden dipilih dengan cara acak sederhana. Dari penelitian diketahui bahwa factor utama yang memperngaruhi pemilihan moda ke kampus adalah faktor keamanan sebesar 49,3%, dan faktor waktu sebesar 27,3%.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian itu ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antar variabel masalah yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi dan survey (Kuncoro,2009:52).

Menurut Peter dan Olson (2000:220,227) dari sudut pandang konsumen, harga biasanya didefinisikan sebagai apa yang yang harus diserahkan konsumen untuk membeli suatu produk atau jasa. Salah satu kunci dari strategi bersaing yang baik adalah promosi harga yang dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli produk mereka sebanyak mungkin.


(32)

kemudian dikomunikasikan dan disampaikan melalui atribut-atribut produk seperti kualitas, fitur, serta gaya dan desain (Kotler & Armstrong, 2003:347).

Komunitas virtual adalah sekelompok orang di dunia maya yang memiliki minat yang sama. Anggota komunitas ini secara bebas bertukar pikiran, pandangan dan informasi melalui berbagai media seperti email, chatting, mailing list atau bulletin boards. Secara intens dan kontinyu sekelompok orang ini mendiskusikan berbagai hal dan topik tertentu mulai dari yang bersifat nonformal hingga yang bersifat formal (Indrajit, 2002:161).

Kebutuhan mencari variasi (variety seeking) mengacu kepada kecenderungan konsumen untuk mencari secara spontan membeli merek baru meskipun mereka terus mengungkapkan kepuasan mereka dengan merek yang lama. Salah satu penjelasan tentang mencari variasi adalah bahwa konsumen mencoba untuk mengurangi kejenuhan dengan membeli merek baru (Mowen dan Minor,2002:11).

Brand switching adalah perpindahan merek yang digunakan oleh

pelanggan untuk setiap waktu penggunaan (www.swa.co.id). Semakin tinggi tingkat perpindahan merek, maka tingkat loyalitas pelanggan semakin rendah. Itu artinya semakin beresiko juga terhadap merek produk yang dikelola karena bisa dengan mudah dan cepat kehilangan pelanggan. Umunya jika biaya untuk berganti merek sangat mahal, pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan dari keleompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah.

Analytical Hierarchy Process (AHP). Konsep metode AHP adalah


(33)

yang diambil bisa lebih objektif. Seperti yang dimuat dalam Supriyono et all.

(2007:312), metode AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berpikir manusia. Dasar berpikir metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah serta berbagai teori yang telah dikemukakan maka dapat digambarkan model kerangka konseptual sebagai berikut:


(34)

(35)

2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi (Kuncoro,2009:59). Fungsi dari hipotesis adalah sebagai pedoman untuk dapat mengarahkan penelitian agar sesuai dengan apa yang peneliti harapkan.

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu “Berdasarkan metode analytical hierarchy process (AHP) brandswitching handphone dari Nokia ke BlackBerry pada mahasiswa Fakultas Ekonomi USU dipengaruhi oleh faktor harga, atribut produk, komunitas dan kebutuhan mencari variasi”.


(1)

Wardani (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen, Kebutuhan Mencari Variasi Produk, Harga Produk dan Iklan Produk Pesaing Terhadap Keputusan Perpindahan Merek dari Sabun Pembersih Wajah Biore”. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ketidakpuasan konsumen, kebutuhan mencari variasi, harga dan iklan produk pesaing berpengaruh terhadap keputusan perpindahan merek dari sabun pembersih wajah Biore. Metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Penelitian ini dilakukan terhadap 100 orang mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Dipenegoro yang pernah melakukan perpindahan merek dari sabun pembersih wajah Biore ke sabun pembersih wajah merek lain. Untuk menganalisis data hasil kuesioner mengenai ketidakpuasan konsumen, kebutuhan mencari variasi, harga dan iklan produk digunakan analisis regresi berganda. Dari penelitian ini diketahui bahwa ketidakpuasan konsumen, harga, iklan produk pesaing dan kebutuhan mencari variasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek ke pembersih wajah merek lain, dimana variabel kebutuhan mencari variasi memiliki pengaruh yang paling besar. Variabel kebutuhan mencari variasi memberikan pengaruh terbesar terhadap keputusan perpindahan merek dikarenakan banyaknya merek-merek baru yang bermunculan membuat konsumen lebih bebas dalam memilih sabun pembersih wajah sehingga konsumen tidak akan sepenuhnya setia akan suatu produk. Hal ini mengakibatkan konsumen biore berpindah merek ke merek lain karena rasa penasaran.

Teknomo et all. (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Analitycal Hierachy Process (AHP) dalam Menganalisa


(2)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda ke Kampus”. Jurnal ini bertujuan untuk mencari tahu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan model kendaraan, serta berapa besar pengaruhnya sehingga dapat dihasilkan berbagai alternatif dan kebijakan untuk menurunkan kebutuhan akan lahan parkir dengan lebih efektif. Pengolahan data penelitian dilakukan engan metode Analitycal Hierachy Process (AHP). Penelitian dilakukan dengan cara wawancara berkuesioner yang dilakukan terhadap 30 orang mahasiswa Universitas Kristen Petra, dimana responden dipilih dengan cara acak sederhana. Dari penelitian diketahui bahwa factor utama yang memperngaruhi pemilihan moda ke kampus adalah faktor keamanan sebesar 49,3%, dan faktor waktu sebesar 27,3%.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian itu ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antar variabel masalah yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi dan survey (Kuncoro,2009:52).

Menurut Peter dan Olson (2000:220,227) dari sudut pandang konsumen, harga biasanya didefinisikan sebagai apa yang yang harus diserahkan konsumen untuk membeli suatu produk atau jasa. Salah satu kunci dari strategi bersaing yang baik adalah promosi harga yang dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli produk mereka sebanyak mungkin.

Atribut produk adalah pengembangan suatu produk atau jasa melibatkan penentuan manfaat yang akan diberikan. Manfaat-manfaat tersebut


(3)

kemudian dikomunikasikan dan disampaikan melalui atribut-atribut produk seperti kualitas, fitur, serta gaya dan desain (Kotler & Armstrong, 2003:347).

Komunitas virtual adalah sekelompok orang di dunia maya yang memiliki minat yang sama. Anggota komunitas ini secara bebas bertukar pikiran, pandangan dan informasi melalui berbagai media seperti email, chatting, mailing list atau bulletin boards. Secara intens dan kontinyu sekelompok orang ini mendiskusikan berbagai hal dan topik tertentu mulai dari yang bersifat nonformal hingga yang bersifat formal (Indrajit, 2002:161).

Kebutuhan mencari variasi (variety seeking) mengacu kepada kecenderungan konsumen untuk mencari secara spontan membeli merek baru meskipun mereka terus mengungkapkan kepuasan mereka dengan merek yang lama. Salah satu penjelasan tentang mencari variasi adalah bahwa konsumen mencoba untuk mengurangi kejenuhan dengan membeli merek baru (Mowen dan Minor,2002:11).

Brand switching adalah perpindahan merek yang digunakan oleh pelanggan untuk setiap waktu penggunaan (www.swa.co.id). Semakin tinggi tingkat perpindahan merek, maka tingkat loyalitas pelanggan semakin rendah. Itu artinya semakin beresiko juga terhadap merek produk yang dikelola karena bisa dengan mudah dan cepat kehilangan pelanggan. Umunya jika biaya untuk berganti merek sangat mahal, pelanggan akan enggan untuk berganti merek sehingga laju penyusutan dari keleompok pelanggan dari waktu ke waktu akan rendah.

Analytical Hierarchy Process (AHP). Konsep metode AHP adalah merubah nilai-nilai kualitatif menjadi kuantitatif, sehingga keputusan-keputusan


(4)

yang diambil bisa lebih objektif. Seperti yang dimuat dalam Supriyono et all. (2007:312), metode AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berpikir manusia. Dasar berpikir metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah serta berbagai teori yang telah dikemukakan maka dapat digambarkan model kerangka konseptual sebagai berikut:


(5)

(6)

2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi (Kuncoro,2009:59). Fungsi dari hipotesis adalah sebagai pedoman untuk dapat mengarahkan penelitian agar sesuai dengan apa yang peneliti harapkan.

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu “Berdasarkan metode analytical hierarchy process (AHP) brandswitching handphone dari Nokia ke BlackBerry pada mahasiswa Fakultas Ekonomi USU dipengaruhi oleh faktor harga, atribut produk, komunitas dan kebutuhan mencari variasi”.