Perakitan Melastoma malabathricum Transgenik

PERAKITAN Melastoma malabathricum TRANSGENIK

Oleh :
Muhamad Rizqi Darojat
G34104046

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

2

ABSTRAK
MUHAMAD RIZQI DAROJAT. Perakitan Tanaman Melastoma malabathricum Transgenik.
Dibimbing oleh SUHARSONO dan UTUT WIDYASTUTI.
Melastoma malabathricum merupakan tanaman yang toleran terhadap cekaman asam dan
aluminium sehingga tanaman ini dapat digunakan sebagai model tanaman untuk menguji gen-gen
yang berhubungan dengan toleransi terhadap cekaman asam dan Al. Untuk menguji peranan gen,
metode transformasi genetik pada tanaman ini harus dibakukan. Oleh sebab itu, penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan metode transformasi genetik pada M. malabathricum dengan

perantaraan Agrobacterium tumefaciens. Transformasi genetik pada M. malabathricum telah
dilakukan dengan menggunakan dua galur A. tumefaciens yaitu C58C1 dan EHA101, yang
membawa plasmid biner yang mengandung gen resistensi kanamisin (nptII, neomycin
phosphotransferase) sebagai agen seleksi dan gen gusA (β-glucuronidase) sebagai gen pelapor.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa galur C58C1 lebih efisien dari pada EHA101 untuk
transformasi genetik pada M. malabathricum. Transformasi genetik dengan galur C58C1
menghasilkan tiga tanaman M. malabathricum transgenik yang toleran terhadap 100 mg/L
kanamisin. Hasil analisis ekspresi gen gus menunjukkan bahwa satu tanaman mengekspresikan
gen gus di dalam jaringan daun. Selain itu, nodus merupakan bahan tanaman yang lebih baik untuk
regenerasi tanaman dari proses transformasi genetik daripada potongan daun.
ABSTRACT
MUHAMAD RIZQI DAROJAT. Obtaining of Transgenic Melastoma malabathricum Plants.
Supervised by SUHARSONO and UTUT WIDYASTUTI.
Melastoma malabathricum is tolerant plant to acid and aluminum stresses, so this plant can
be used as plant model for testing genes associated with tolerance to acid and Al. To test the role
of genes, the method of genetic transformation of this plant has to be established. Therefore, this
research had an objective to obtain the method of genetic transformation of M. malabathricum
mediated by Agrobacterium tumefaciens. Genetic transformation of M. malabathricum had been
done by using two strains of A. tumefaciens, i.e. C58C1 and EHA101, carrying a binary plasmid
containing nptII (kanamycin resistance gene), as a selectable marker, and gusA (β-glucuronidase)

as a reporter. The result of this research showed that C58C1 strain was more efficient than
EHA101 for genetic transformation of M. malabathricum. Genetic transformation with C58C1
resulted three transgenic M. malabathricum plants tolerant to 100 mg/L kanamycine. The gus
expression analysis showed that one transgenic plant expressed gus gene in the leave tissue. In
addition, the node was better as plant material than leave disc for plant regeneration of genetic
transformation proces.

3

PERAKITAN Melastoma malabathricum TRANSGENIK

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut pertanian Bogor

Oleh :
Muhamad Rizqi Darojat
G34104046


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

4

: Perakitan Melastoma malabathricum Transgenik
: Muhamad Rizqi Darojat
: G34104046

Judul
Nama
NRP

Menyetujui:

Pembimbing I,

Pembimbing II,


(Dr. Ir. Suharsono, DEA)

(Dr. Ir. Utut Widyastuti S, M.Si)

NIP: 19610428 198703 1 003

NIP: 19640517 198903 2 001

Mengetahui:
Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si)
NIP: 19641002 198901 1 002

Tanggal lulus :

5

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
sumber semangat dan teladan dalam menuntut ilmu. Penelitian ini dibiayai oleh Proyek Hibah
Kompetensi, DP2M, Ditjen Dikti, dengan judul: Isolasi dan ekspresi gen dalam rangka perakitan
tanaman yang toleran terhadap cekaman asam dan aluminium atas nama Dr. Ir. Suharsono, DEA.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Suharsono, DEA dan Dr. Ir. Utut Widiyastuti,
M.Si sebagai pembimbing atas segala bimbingan, waktu, sarana, kesabaran dan nasihat yang telah
diberikan. Terimakasih kepada Dr. Anja Meryandini atas saran yang telah diberikan sehingga
tulisan ini menjadi lebih baik. Terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati
dan Bioteknologi beserta seluruh staf dan karyawan atas sarana, prasarana, dan bantuannya selama
penulis melakukan penelitian di Laboratorium Biorin (Biotechnology Research Indonesia-the
Netherland) dan Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman (BMST). Terima kasih
juga disampaikan kepada Bapak Abdul Mulya, Mbak Pepi Elvavina, Mbak Nia, Mbak Sarah Pak
Iri, dan Bapak Asep atas nasihat, bantuan, dan kerjasamanya.
Ungkapan terima kasih penulis juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis, kakak
dan adik penulis atas perhatian, doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis haturkan
kepada teman-teman Biologi 41 yang memberikan pengalaman dalam hidup dan rekan-rekan
seperjuangan di Laboratorium BMST dan Biorin yaitu Goto, Lulu, Sri, Ari, Femi, Mba Zahroh,
Mba Nindya, Mba Dona, Mba Ulfa, Mba Niken, Mbak Ratna, Pak Muzuni, Pak Hadi, Pak Ulung,
Pak Radit, Pak Aziz, Bu Ratna, Bu Yohana, Bu Srilis dan Bu Hanum atas segala bantuan, nasihat,

persahabatan serta keceriaan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2010

Muhamad Rizqi Darojat

6

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1985 dari ayah Ali Mashar dan ibu
Binti Aslamah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri 49 Jakarta dan diterima di Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum Biologi Dasar
pada semester genap tahun ajaran 2007/2008 dan semester ganjil 2008/2009. Penulis juga pernah
menjadi asisten praktikum Genetika Dasar dan Fisiologi Tumbuhan pada semester ganjil dan
genap tahun ajaran 2007/2008. Penulis aktif di organisasi mahasiswa HIMABIO sebagai ketua
Divisi Jamur BIOWORLD pada tahun 2006. Penulis pernah melaksanakan kegiatan praktik lapang

pada tahun 2008 dengan topik Budidaya Tanaman Dianthus di PT Bina Usaha Flora, Cipanas.

7

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................

Halaman
vii

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................................

vii

PENDAHULUAN
Latar belakang...........................................................................................................
Tujuan Penelitian......................................................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian...................................................................................

1

2
2

BAHAN DAN METODE
Perbanyakan Benih dan Tanaman In Vitro...............................................................
Perbanyakan Biakan Agrobacterium........................................................................
Transformasi, Seleksi dan Regenerasi Tanaman......................................................
Pengujian Ekspresi gen GUS....................................................................................

2
2
2
2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil..........................................................................................................................
Efisiensi Transformasi Genetik.........................................................................
Efisiensi Pembentukan Tunas............................................................................
Uji Histokimia...................................................................................................
Pembahasan..............................................................................................................

Efisiensi Transformasi Genetik.........................................................................
Efisiensi Pembentukan Tunas............................................................................
Uji Histokimia...................................................................................................

3
3
3
5
5
5
6
6

SIMPULAN.....................................................................................................................

6

SARAN............................................................................................................................

7


DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................

7

LAMPIRAN.....................................................................................................................

9

8

DAFTAR GAMBAR
1 Frekuensi pembentukan tunas pada dua jenis eksplan yang berbeda.........................

Halaman
4

2 Pertumbuhan eksplan setelah transformasi dalam media seleksi 100mg/L...............

4


3 Uji GUS pada planlet Melastoma 5 minggu setelah infeksi......................................

5

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Persentase keberhasilan transformasi genetik dengan dua galur A. tumefaciens
dengan menggunakan eksplan daun dan nodus.........................................................

3

2 Perkembangan eksplan hasil transformasi 5 minggu setelah infeksi………….........

4

3 Persentase GUS positif pada dugaan planlet transgenik…………………………....

5

DAFTAR LAMPIRAN
1

Komposisi media MS0...............................................................................................

Halaman
10

2

Komposisi Media Luria Bertani (LB) Cair................................................................

10

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia mempunyai lahan asam yang
luas yang terdiri dari lahan podsolik merahkuning (ultisol) dan lahan gambut. Terdapat
sekitar 47,5 juta hektar lahan asam jenis
podsolik merah-kuning (Subagyo et al. 2004)
dan 16,1 juta hektar lahan gambut yang
tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Lahan ini belum dimanfaatkan secara baik
karena tanaman tidak dapat tumbuh optimal
pada kondisi asam. Selain keasaman, pada
lahan podsolik merah-kuning aluminium juga
menjadi faktor penting dalam menghambat
pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Keracunan aluminium merupakan faktor
utama yang membatasi produktivitas tanaman
pada tanah asam yang meliputi 40% lahan
pertanaman di dunia (Kochian 1995).
Usaha untuk mengatasi permasalahan
keracunan aluminium tersebut salah satunya
adalah melalui perbaikan genetik tanaman.
Perakitan varietas tanaman toleran di lahan
asam merupakan usaha yang tepat dan lestari
dibandingkan dengan reklamasi lahan dengan
kapur yang sifatnya temporer dan tidak
efisien. Namun usaha ini memerlukan sumber
gen yang berperan dalam toleransi terhadap
aluminium terutama yang berasal dari
tanaman yang tumbuh subur di tanah asam.
Salah satu tanaman yang tumbuh subur
di tanah asam pada daerah tropis ialah
golongan Melastomataceae. Menurut Jansen
et al. (2002) Melastomataceae merupakan
tanaman akumulator unsur logam termasuk
Al. Melastoma malabathricum tahan terhadap
cekaman Al dan mampu mengakumulasi Al
yang mencapai 14,4 mg.g-1 berat kering
daunnya tanpa mengakibatkan kelainan dan
keracunan (Osaki et al. 1997; Watanabe et al.
1998).
Lebih
lanjut
Mutiasari
(2008)
menyatakan bahwa M. affine L. dapat
mengakumulasi Al sebanyak 8,81mg/g daun
tua pada perlakuan 3,2 mM Al pH4 setelah 2
bulan. Pertumbuhan Melastoma juga lebih
cepat pada media yang mengandung Al
daripada yang tidak mengandung Al
(Watanabe et al. 2001). Hal ini menunjukkan
bahwa Melastoma memiliki
mekanisme
detoksifikasi Al secara internal sehingga
tanaman ini dapat menjadi sumber gen
ketahanan terhadap cekaman asam dan Al
tinggi. Selain sebagai sumber gen, tanaman ini
dapat juga dijadikan sebagai tanaman model
untuk ketahanan terhadap cekaman asam dan
Al. Tanaman model ini dapat digunakan untuk

menguji gen yang diduga mempunyai peranan
dalam toleransi terhadap cekaman asam dan
Al. Pengujian dilakukan dengan peniadaan
ekspresi gen (knock-out) yang diduga
berperan dalam toleransi terhadap cekaman
asam dan Al.
Beberapa gen yang diduga berperan
pada toleransi tanaman terhadap cekaman
asam dan Al telah berhasil diisolasi dari M.
malabathricum
seperti
gen
penyandi
multidrug resistence protein (MaMrp)
(Suharsono et al. 2008), gen penyandi Major
Facilitator Superfamily (MaMFS) (Widyartini
2007), dan gen penyandi metallothionein tipe
2 (MaMt2) (Suharsono et al. 2009). Analisis
terhadap peranan ketiga gen ini saat ini sedang
dilakukan.
Transgenesis biasa digunakan dalam
pengujian peranan suatu gen melalui ekspresi
secara berlebih (over expression) atau
peniadaan ekspresi (knock-out) dari gen
tersebut. Transgenesis pada Melastoma
mempunyai peran yang sangat penting dalam
pengujian gen yang berhubungan dengan
toleransi terhadap asam dan Al. Untuk
menunjang
penelitian
tanaman
M.
malabathricum transgenik, metode kultur
jaringan M. malabathricum telah dilakukan
(Sumarni 2008). Walaupun transgenesis pada
Melastoma belum banyak dilakukan, Yong et
al. (2006b, 2009) telah berhasil melakukan
optimasi transformasi dengan gen green
flouresence protein (gfp) dan berhasil
mendapatkan tanaman transgenik yang
mengandung gen dihydroflavonol-4-reductase
(DFR) pada Melastoma malabathricum dan
Tibouchina semidecandra menggunakan
perantara Agrobacterium.
Gen penanda seleksi dan gen pelapor
(reporter gene) merupakan gen yang
digunakan untuk membedakan planlet
tertransformasi
dengan
yang
tidak
tertransformasi. Beberapa gen penanda seleksi
yang umum digunakan pada transformasi
adalah gen anti racun, ketahanan terhadap
antibiotik (hptII, nptII) dan herbisida
(phosphinotrycine). Gen pelapor yang umum
digunakan adalah gen gus (β-glucuronidase)
(Jefferson et al. 1987), luciferase, gfp, dan
chlorampenikol acil tranferase (cat).
Beberapa metode dapat digunakan untuk
mentransfer suatu gen ke dalam genom
tanaman. Teknik transfer gen yang paling
sering digunakan adalah melalui bantuan
Agrobacterium tumefaciens. Metode ini
mempunyai beberapa keunggulan diantaranya
efisiensi transformasi dengan salinan gen
tunggal lebih tinggi dan dapat dilakukan

2

dengan peralatan laboratorium yang sederhana
serta biaya yang murah dibandingkan dengan
metode transformasi yang lain seperti
penembakan
partikel
(microprojectile
bombardment).
Tujuan Penelitian.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendapatkan metode transformasi genetik
untuk
menghasilkan
tanaman
M.
malabathricum transgenik dengan perantara
A. tumefaciens menggunakan gen gus dan gen
nptII.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Laboratorium
BIORIN
(Biotechnology
Research Indonesia-The Netherlands) dan
Biologi Sel dan Molekular Tanaman, Pusat
Penelitan
Sumberdaya
Hayati
dan
Bioteknologi IPB (PPSHB-IPB) kampus IPB
Dramaga, Bogor mulai bulan Februari 2008
sampai dengan Agustus 2009.

BAHAN DAN METODE
Bahan
A. tumefaciens C58C1 rifR dan
EHA101 (Hood et al. 1986) yang
mengandung plasmid pIG121-Hm (Akama et
al. 1992) yang merupakan koleksi Dr. Akashi
(NAIST, Japan) digunakan untuk transformasi
genetik. Kultur in vitro M. malabathricum
(koleksi Dr. Suharsono) digunakan sebagai
bahan tanaman.
Metode
Perbanyakan Benih dan Tanaman In Vitro
Sterilisasi
permukaan
biji
M.
malabathricum dilakukan dengan cara
perendaman dalam larutan yang mengandung
3% bakterisida agrept 20 WP (Streptomisin
sulfat 20%) (b/v), 3% fungisida dithane 80
WP (mankozeb 80%) (b/v) dan 0,1% Tween80 (v/v) dengan digoyang selama 10 menit.
Selanjutnya biji dicuci menggunakan air steril
sebanyak tiga kali dan direndam dalam larutan
pemutih-desinfektan
komersial
(NaClO
5,25%, Jhonson) 100% selama 10 menit dan
digoyang. Kemudian biji dicuci kembali
menggunakan air steril sebanyak tiga kali. Biji
ditumbuhkan dalam media dasar Murashige
dan Skoog (MS0) (Murashige dan Skoog
1962) (Lampiran 1) yang mengandung garamgaram MS, vitamin, 30 g/L sukrosa dan 3 g/L
agar dan diletakkan dalam ruang gelap selama
2-3 hari dan kemudian dipindahkan ke
ruangan bercahaya, suhu 26º-27ºC.

Perbanyakan Biakan Agrobacterium
A. tumefaciens C58C1 rifR dan EHA101
diperbanyak dengan mengambil koloni
tunggal yang ditumbuhkan di dalam 10 mL
Luria broth (LB) cair (Lampiran 2) yang
mengandung 30 mg/L higromisin, 50 mg/L
kanamisin dan 50 mg/L rifampisin, digoyang
pada 160 rpm, suhu 28ºC selama semalam
hingga OD600 mencapai 0,5-0,8. Selanjutnya
biakan diendapkan menggunakan alat
microsentrifuge dan dilakukan resuspensi di
dalam 10 mL media Murashige dan Skoog
(MS) cair yang mengandung garam-garam
MS (Caisson), 0,1 mg/L naphthalene acetic
acid (NAA), 1 mg/L N6-benzyl adenine purin
(BAP) (Ma et al. 2007) dan 40 mg/L
asetosiringon (Yong et al. 2006b).
Transformasi, Seleksi dan Regenerasi
Tanaman
Transformasi
dilakukan
dengan
menggunakan A. tumefaciens menurut
prosedur Akashi et al. (2005) yang
dimodifikasi. Eksplan daun dan nodus dari
tanaman M. malabathricum hasil perbanyakan
in vitro berumur empat minggu dipotong
dengan ukuran 1-2 cm. Ko-kultivasi dilakukan
dengan merendam eksplan dalam suspensi A.
tumefaciens OD600 0,5-0,8 selama 60 menit,
digoyang 100 rpm pada suhu ruang.
Selanjutnya eksplan dikeringkan dengan
kertas tissue steril dan diletakkan dalam media
MS0 dengan penambahan 0,1 mg/L NAA, 1
mg/L BAP dan 40 mg/L asetosiringon selama
3 hari dalam ruang gelap. Setelah ko-kultivasi,
eksplan dicuci dengan air steril sebanyak tiga
kali dan dilanjutkan dengan larutan 500 mg/L
carbenicillin dan 200 mg/L cefotaxime.
Eksplan dikeringkan dan dipindahkan ke
dalam media MS0 yang mengandung 1 mg/L
NAA, 1 mg/L BAP, 100 mg/L kanamisin, 200
mg/L carbenicillin dan 100 mg/L cefotaxime,
dan kultur tanaman disimpan dalam ruang
dengan suhu 26º-27ºC, 16 jam penyinaran dan
8 jam tanpa cahaya (gelap).
Setelah 4-5 minggu eksplan yang
berkalus atau bertunas dipindahkan ke dalam
media MS0 yang mengandung 100 mg/L
kanamisin. Setiap 2 minggu sekali eksplan
yang masih hidup disubkultur (regenerasi) ke
media yang sama sampai eksplan tunas
menjadi besar. Jumlah eksplan yang
digunakan sebanyak 41.
Pengujian Ekspresi gen GUS
Analisis
keberhasilan
transformasi
dilakukan dengan uji ekspresi GUS pada
eksplan yang tumbuh dalam media seleksi

3

berdasarkan metode Akashi et al. (2005).
Jaringan direndam dan diinkubasi pada suhu
37ºC dalam larutan yang mengandung 100
mM buffer sodium phosphate (pH 7.0), 10
mM EDTA, 0,5 mM potassium ferrocyanide,
0,5mM potassium ferricyanide, 0,1% Triton
X-100 (v/v) dan 0,5 mg/mL 5-bromo-4chloro-3-indoyl
glucuronide
(X-gluc).
Selanjutnya jaringan direndam dalam ethanol
70% (v/v) selama beberapa jam untuk
menghilangkan klorofil. Pengamatan ekspresi
gen GUS dilakukan dengan melihat eksplan di
bawah mikroskop.

Pertumbuhan eksplan yang ditransformasi dengan galur EHA101 dan C58C1 di
dalam media seleksi 100 mg/L kanamisin
relatif sama. Pada minggu ke-0 sampai ke-4
eksplan
masih
menunjukkan
proses
pertumbuhan ditandai dengan masih hijaunya
eksplan. Namun memasuki minggu ke-6
sampai ke-16 banyak eksplan yang mengalami
kematian yang ditunjukkan oleh menurunnya
jumlah eksplan yang hidup dari 59,5%
menjadi 9,5% (EHA101) dan 80,5% menjadi
26,8% (C58C1) (Tabel 1) yang ditandai oleh
berubahnya warna eksplan dari hijau ke hijau
pucat dan kemudian menjadi cokelat. Efisiensi
transformasi ditentukan berdasarkan rasio
antara eksplan yang bertunas dan keseluruhan
eksplan yang ditumbuhkan di media seleksi
setelah proses transformasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Efisiensi Transformasi Genetik
Galur (strains) A. tumefaciens sangat
berpengaruh terhadap efisiensi transformasi
genetik tanaman. Galur C58C1 memiliki
efisiensi
untuk
mentransformasi
M.
malabathricum lebih tinggi [26,8% (11/41)]
jika dibandingakan dengan galur EHA101
[9,5% (4/42)] pada media seleksi 10 minggu
setelah transformasi (Tabel 1). Setelah seleksi,
regenerasi dan proses pertumbuhan tiga
tanaman
M.
malabathricum
putative
transgenik independen diperoleh dari proses
transformasi genetik dengan A. tumefaciens
galur C58C1.

Eksplan yang tidak ditransformasi
(kontrol) mengalami kematian yang lebih
cepat dibandingkan dengan eksplan yang
ditransformasi pada media seleksi. Eksplan
mulai mengalami gejala kematian pada
minggu ke-4 sehingga yang hidup hanya
38,8% dan akhirnya seluruh eksplan
mengalami kematian pada minggu ke-8.
Eksplan yang mengalami transformasi dapat
bertahan hidup sampai dengan minggu ke-8
walaupun terjadi penurunan persentasi. Hal ini
menunjukkan bahwa proses transformasi telah
berhasil dilakukan.

Tabel 1 Persentase keberhasilan transformasi genetik dengan dua galur A. tumefaciens dengan
menggunakan eksplan daun dan nodus
Galur

Eksplan yang tumbuh pada minggu ke- (%)

A.
tumefaciens

0*

2

4

6

8

10

16

EHA101

100**

100

100

59,5

59,5

9,5

0

C58C1

100

100

100

80,5

80,5

26,8

7,3

Kontrol

100

100

38,8

38,8

0

0

0

*jumlah minggu
**nilai menunjukkan jumlah eksplan hidup per jumlah total eksplan. Setiap transformasi menggunakan sedikitnya 41
eksplan untuk masing- masing galur A. tumefaciens

Efisiensi Pembentukan Tunas
Eksplan daun dan nodus memiliki
kemampuan kecepatan dan efisiensi regenerasi
yang berbeda dalam menghasilkan tunas.
Eksplan
nodus
mempunyai
frekuensi
pembentukan tunas lebih tinggi (83,3%)
daripada eksplan daun setelah 2 minggu proses
transformasi (Gambar 1). Eksplan daun tidak
dapat menghasilkan tunas secara langsung
tetapi menghasilkan kalus terlebih dahulu.

Tunas terbentuk setelah beberapa minggu
eksplan dalam keadaan kalus. Pada eksplan
nodus, sebagian besar tunas dapat secara
langsung tumbuh tanpa terbentuk kalus terlebih
dahulu. Tunas yang dihasilkan pada eksplan
daun dan eksplan nodus memiliki perbedaan
dalam bentuk dan jumlah (Tabel 2). Perbedaan
ini dapat terlihat pada transformasi baik dengan
menggunakan galur EHA101 maupun C58C1.

4

Eksplan daun menghasilkan tunas berbentuk
kecil dan berjumlah banyak (multiple shoot),
sedangkan eksplan nodus sebagian besar

Gambar 1

menghasilkan tunas tunggal, berbentuk normal
dan tumbuh baik (Gambar 2).

Frekuensi pembentukan tunas pada dua jenis eksplan yang berbeda. Nilai
menunjukkan persentase jumlah eksplan yang berhasil membentuk tunas setelah
2 minggu inokulasi. Setiap perlakuan menggunakan 16 eksplan.
Tabel 2 Perkembangan eksplan hasil transformasi 5 minggu setelah infeksi

Galur A. tumefaciens
EHA101
C58C1

Jenis Eksplan
Daun
Kalus, mulai tumbuh banyak
tunas kecil
Kalus, mulai tumbuh banyak
tunas kecil

a

b

c

d

Node
Tunas tunggal
Tunas tunggal

Gambar 2 Pertumbuhan eksplan setelah transformasi dalam media seleksi yang mengandung 100
mg/l kanamisin. Kalus pada eksplan daun 3 minggu setelah infeksi (a), tunas yang
terbentuk pada eksplan daun 8 minggu setelah tanam (b), tunas yang terbentuk pada
eksplan nodus 3 minggu setelah infeksi (c), eksplan kontrol setelah 3 minggu (d).
(
= 2 mm).

5

Uji Histokimia
Ekspresi gen gus di dalam tunas yang
berhasil tumbuh dalam media seleksi diuji
secara histokomia menggunakan larutan Xgluc. Dari tiga tunas hanya satu tunas yang

a

b

menunjukkan adanya ekspresi gen gus yang
ditandai oleh adanya warna biru yang tidak
terlalu kuat (Gambar 3 dan Tabel 3).

c

Gambar 3 Hasil uji GUS pada planlet M. malabathricum 5 minggu setelah infeksi. Kontrol (a),
GUS positif (b), GUS negatif (c) (
= 1 mm).
Tabel 3 Persentase gus positif pada dugaan planlet transgenik
Strain Bakteri
EHA101
C58C1

Jumlah Planlet
0
3

Pembahasan
Efisiensi Transformasi Genetik
Banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan proses transformasi tanaman
melalui A. tumefaciens. Salah satu faktor
tersebut adalah galur bakteri walaupun prinsip
dasar pemindahan gen dari A. tumefaciens ke
tanaman adalah sama.
Pada penelitian ini galur C58C1 memiliki
keberhasilan lebih tinggi dibandingkan
dengan EHA101. Hasil ini berbeda dengan
transformasi pada Citrullus lanatus, bahwa
EHA101 memiliki kemampuan mentransformasi lebih tinggi dibandingkan C58C1
(Akashi et al. 2005). Hal ini terjadi diduga
karena jenis tanaman yang ditransformasi
berbeda. Lebih lanjut Yong et al. (2006b)
melaporkan bahwa galur LBA4404 dan
EHA105 sangat efisien dalam mentransformasi
M.
malabathricum
dan
T.
semidecandra.
Perbedaan efisiensi transformasi pada M.
malabathricum yang ditransformasi dengan
galur EHA101 dan C58C1 kemungkinan juga
disebabkan oleh perbedaan ekspresi gen yang
berhubungan dengan proses transfer gen
seperti gen-gen vir. Selain itu jenis tanaman
dapat
mempengaruhi
keberhasilan
transformasi. Secara alami A. tumefaciens
lebih banyak menginfeksi tanaman dikotil

Jumlah Planlet positif gus
0 (0%)
1 (33,3%)

daripada monokotil, sehingga transformasi
pada tanaman dikotil mempunyai keberhasilan
yang lebih tinggi daripada tanaman
monokotil.
Genotipe
tanaman
juga
berpengaruh terhadap efisiensi transformasi.
Azhakanandam et al. (2000) melaporkan
bahwa keberhasilan transformasi tanaman
padi
melalui A. tumefaciens sangat
bergantung pada genotipe atau tipe tanaman.
Transformasi pada padi japonica lebih mudah
daripada pada padi indica dan javanica. Hal
ini menunjukkan bahwa keberhasilan transformasi melalui A. tumefaciens sangat
dipengaruhi oleh galur bakteri dan jenis, tipe
dan genotipe tanaman.
Gen penanda seleksi (selectable marker)
sangat penting dalam kegiatan transformasi
tanaman. Gen penyeleksi berguna untuk
menyeleksi dan membedakan sel, jaringan,
organ atau tanaman yang tertransformasi dari
yang tidak tertransformasi. Dosis 100 mg/l
kanamisin untuk tanaman
Melastoma
malabathricum menunjukkan hasil yang baik
untuk digunakan dalam menyeleksi tanaman
transforman pada penelitian ini karena dapat
membedakan antara eksplan yang tidak
ditransformasi
dengan
eksplan
yang
ditransformasi (Tabel 1).
Sumarni (2008) melaporkan bahwa dosis
100 mg/L kanamisin merupakan dosis

6

minimum
letal
untuk
tanaman
M.
malabatrhicum. Namun Yong et al. (2006a)
menyatakan bahwa dosis minimum letal
kanamisin untuk M. malabathricum adalah
400 mg/L dan 500 mg/L karena cukup
menghambat pertumbuhan tunas pada eksplan
tunas dan nodus. Gen nptII yang terdapat pada
plasmid
pIG121-Hm
merupakan
gen
ketahanan terhadap antibiotik kanamisin. Gen
ini
mengekspresikan
enzim
neomisin
fosfotransferase yang dapat mendetoksifikasi
senyawa aminoglukosida seperti kanamisin
dengan cara fosforilasi (Klee et al. 1987),
yaitu dengan mentransfer gugus fosfat dari
ATP ke molekul antibiotik dengan mencegah
interaksinya dengan ribosom (Hotta et al.
1981; Thomson et al. 1982).
Efisiensi Pembentukan Tunas
Jenis eksplan yang digunakan juga
sangat
mempengaruhi
keberhasilan
transformasi dalam menghasilkan tanaman
transgenik. Eksplan nodus lebih efisien
dalam menghasilkan tunas dibandingkan
dengan eksplan daun (Tabel 2). Hal ini
diduga karena eksplan nodus memiliki calon
bakal tunas sehingga mudah dan lebih cepat
dalam menghasilkan tunas dibandingkan
dengan eksplan daun. Akama et al. (1992)
melaporkan bahwa efisiensi pembentukan
tunas sangat bergantung pada ekotipe
tanaman dan jenis A. tumefaciens yang
digunakan dalam transformasi.
Selain itu, kombinasi zat pengatur
tumbuh (ZPT) dalam media dapat juga
mempengaruhi efisiensi pembentukan tunas.
Kombinasi kandungan NAA dan TDZ dalam
media pada teknik kultur jaringan M. affine
dapat menghasilkan pembentukan kalus,
embrio somatik dan tunas adventive pada
jenis eksplan daun (Ma et al. 2007). Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian ini yang
menunjukkan bahwa eksplan daun dapat
bertunas yang didahului dengan terbentuknya
kalus (Tabel 2, Gambar 2b).
Walaupun nodus dan daun dapat
menghasilkan tunas, namun kedua macam
eksplan tersebut memiliki perbedaan dalam
hal kecepatan pembentukan tunas, efisiensi
regenerasi, jumlah, dan morfologi tunas yang
dihasilkan. Tunas yang dihasilkan oleh
eksplan daun di media regenerasi memiliki
bentuk yang kecil dan sulit untuk dipindahkan
ke media pertumbuhan batang sedangkan
tunas yang dihasilkan oleh eksplan nodus
memiliki bentuk normal dan mudah untuk
dipindahkan ke media pertumbuhan batang
(Gambar 2b dan c). Hal ini diduga karena

komposisi ZPT yang tidak sesuai dengan jenis
eksplan.
Akashi et al. (2005) melaporkan bahwa
peningkatan konsentrasi BAP sampai dosis 4
mg/l menghasilkan pembentukan tunas yang
optimum pada Citrullus lanatus. Bhojwani
(1990) mengemukakan bahwa rasio antara
konsentrasi auksin dan sitokinin akan
menentukan perkembangan sel yang akan
terbentuk. Apabila konsentrasi auksin lebih
tinggi dibandingkan dengan konsentrasi
sitokinin maka akan terbentuk akar dan jika
konsentrasi sitokinin lebih tinggi dari
konsentrasi auksin maka akan terbentuk tunas.
Pada konsentrasi auksin dan sitokinin sama
(seimbang) maka sel akan membentuk kalus.
Penelitian ini meng-gunakan ZPT 0,1 mg/L
NAA dan 1 mg/L BAP berdasarkan penelitian
Ma et al. (2007).
Uji Histokimia
Gen pelapor digunakan untuk mengetahui
ekspresi gen yang ditransfer pada proses
transformasi. Gen pelapor yang paling umum
digunakan adalah gen gus (β-glucuronidase).
Hasil uji histokimia dengan larutan X-gluc
menunjukkan bahwa sebagian besar planlet
yang hidup dalam media seleksi tidak
memberikan hasil gus positif. Hal ini diduga
tanaman tersebut terhindar dari seleksi.
Tanaman yang terhindar dari paparan
seleksi ini merupakan hasil regenerasi dari
eksplan nodus sehingga kemungkinan terdapat
perkembangan tunas yang berasal dari
jaringan yang tidak terpapar secara langsung
oleh antibiotik kanamisin. Ekspresi gen gus
yang rendah menyebabkan protein gus tidak
terdeteksi atau terhambat oleh metabolit
sekunder (Serres et al. 1992). Penggunaan
jenis dan dosis antibiotik yang berbeda dapat
juga mempengaruhi ekspresi gen GUS.
Akashi et al. (2005) mengemuka- kan bahwa
pada Citrullus lanatus transgenik gen gus
tidak diekspresikan pada tunas yang diseleksi
dengan higromisin, sedangkan tunas diseleksi
dengan kanamisin memiliki ekspresi gen gus
yang tinggi.

SIMPULAN
Transformasi genetik M. malabathricum
melalui A. tumefaciens telah menghasilkan
tanaman transgenik walaupun ekspresinya
sangat rendah. Strain C58C1 lebih efisien
untuk melakukan transformasi genetik pada
M. malabathricum daripada EHA101. Eksplan
nodus menghasilkan tunas yang lebih baik
daripada eksplan daun.

7

marker in higher plants. J EMBO.
6:3901-3907.

SARAN
Perlu dilakukan analisis molekular
menggunakan metode PCR untuk mengetahui
lebih lanjut integrasi gen gus dan nptII pada
M. malabathricum putative transgenik.

DAFTAR PUSTAKA
Akashi K, Morikawa K, Yokota A. 2005.
Agrobacterium-mediated transformation system for the drought and excess
light stress-tolerant wild watermelon
(Citrullus lanatus). Plant Biotechnol
22(1):13–18.
Akama K, Shiraishi H, Ohta S, Nakamura K,
Okada K, Shimura Y. 1992. Efficient
transformation
of
Arabidopsis
thaliana:
comparison
of
the
efficiencies with various organs, plant
ecotypes and Agrobacterium strains.
Plant Cell Rep 12:7–11.
Azhakanandam K, McCabe MS, Power JB,.
Lowe KC, Cocking EC, Davey MR.
2000. T-DNA transfer, integration,
expression and inheritance in rice:
Effects of plant genotype and
Agrobacterium super-virulence. J.
Plant Physiol 157:429-439.
Bhojwani SS, Editor. 1990. Plant Tissue
Culture: Aplications and limitations.
Amsterdam: Elsevier.
Hood EE, Helmer GL, Fraley RT, Chilton
MD. 1986. The hypervirulence of
Agrobacterium tumefaciens A281 is
encoded in a region of pTiBo542
outside of T-DNA. J Bacteriol
168:1291–1301.
Hotta K, Yamamoto H, Okami Y, Umezawa
H. 1981. Resistance mechanism of
kanamycin-, neomycin-, and Streptomycin-producing Streptomycetes to
aminoglycoside antibiotics. J Antibiot
34:1175-1182.
Jansen S, Watanabe T, Smets E. 2002.
Aluminum accumulation in leaves of
127 species in Melastomataceae with
comment on the order Myrtales.
Annals Bot 90:53-64.
Jefferson RA, Kavenagh TA, Bevan MV.
1987. GUS fusions: β-glucuronidase
as a sensitive and versatile gene fusion

Klee

H, Horsch R, Rogers S. 1987.
Agrobacterium-mediated
plant
transformation
and its
further
applications to plant biology. Ann Rev
Plant Physiol 38:467-486.

Kochian LV. 1995. Cellular mechanism of
alumunium toxicity and resistence in
plant. Annu Rev Plant Physiol Plant
Mol Biol 46:237-260.
Ma BGH, Li Y, Jiao GL, Fu XP, Lin YR.
2007. Direct somatic embryogenesis
and adventitious shoot formation from
immature axillary buds of Melastoma
affine. J Hort Sci Biotechnol 82
(3):428–432.
Murashige T, Skoog F. 1962. A revised
medium for rapid growth and
bioassays with tobacco tissue culture.
Physiol Plant 15:473-497.
Mutiasari A. 2008. Akumulasi aluminium
pada Melastoma affine dan Melastoma
malabathricum
[Thesis].
Bogor:
Sekolah
Pascasarjana,
Institut
Pertanian Bogor.
Osaki M, Watanabe T, Tadano T. 1997.
Beneficial Effect of alumunium on
growth of plants adapted to low pH
soils. Soil Sci Plant Nutr 43:551-563.
Serres R, Stang E, McCabe D, Russell D,
Mahr D, McCown B. 1992. Gene
transfer using electric discharge
particle bombardment and recovery of
transformed Cranberry plants. J Amer
Soc Hort Sci 117:174-180.
Subagyo H, Suharta N, Siswanto AB. 2004.
Tanah-tanah pertanian Indonesia. Di
dalam Sumberdaya Lahan Indonesia
dan Pengelolaannya. 21-66.
Suharsono, Firdaus S, Suharsono UW. 2008.
Isolasi dan pengklonan fragmen
cDNA dari gen penyandi multidrug
resisten associated protein dari
Melastoma affine. Makara 12(2):102107.

8

Suharsono, Trisnaningrum N, Sulistyaningsih
LD, Widyastuti U. 2009. Isolation and
cloning of cDNA of gene encoding for
metallothionein
type
2
from
Melastoma affine. Biotropia 16(1):2837.
Sumarni N. 2008. Pertumbuhan dan toleransi
Melastoma
terhadap
antibiotik
kanamisin dan higromisin secara In
Vitro. [Tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Thompson CJ, Skinner RH, Thompson J,
Ward JM, Hopwood DA, Cundliffe E.
1982. Biochemical characterization of
resistance determinants cloned from
antibiotic producing streptomycetes. J
Bacteriol 151:678-685.
Watanabe T, Osaki M, Yoshihara T, Tadano T
1998. Distribution and chemical
speciation of aluminum in the Al
accumulator
plant,
Melastoma
malabathricum L. Plant Soil 201:165
173.
Watanabe T, Osaki M, Tadano T. 2001. Al
uptake kinetics in roots of Melastoma
malabathricum L. an Al accumulator
Plant. Plant and Soil 231:283-291.
Widyartini. 2007. Isolasi dan karakterisasi
fragmen cDNA gen penyandi Major
Facilitator Superfamily (MFS) dari
Melastoma affine L. [Tesis]. Bogor:
Program
Pascasarjana,
Institut
Pertanian Bogor.
Yong WTL, Abdullah JO, Mahmood M.
2006b.
Optimization
of
Agrobacterium-mediated
transformation
parameters
for
Melastomataceae spp. using green
fluorescent protein (GFP) as a
reporter. Sci Hort 109:78–85.
Yong WTL, Abdulloh JO, Mahmood M.
2006a.
Minimal
inhibitory
concentrations of kanamycin on
Melastoma
malabathricum
and
Tibouchina semidecandra. Malay J
Biochem Mol Biol 13:27-31.
Yong WTL, Abdullah JO, Mahmood M.
2009. Agrobacterium-mediated transformation of Melastoma malabathricum and Tibouchina semidecandra

with
sense
and
antisense
dihydroflavonol-4-reductase
(DFR)
genes. Plant Cell Tiss Organ Cult
96:59–67.

LAMPIRAN

10

Lampiran 1 Komposisi media MS0

Bahan

Hara makro

NH4NO3

Bahan organik

1 650

CaCl2.2H2O

440

MgSO4.7H2O

370

KNO3
Hara mikro

Konsentrasi
(miligram/L)

1 900

KH2PO4

170

H3BO3

6,2

Na2MoO4.2H2O

0,25

CoCl2.2H2O

0,025

KI

8,6

ZnSO4.7H2O

8,6

MnSO4.4H2O

22,3

CuSO4.5H2O

0,025

Na2EDTA

37,2

FeSO4.7H20

27,8

Tiamin HCl

0,1

Asam Nikotinat

0,5

Piridoksin

0,5

Myo Inositol

100

pH 5,8

Lampiran 2. Komposisi Media Luria Bertani (LB) Cair
Bahan
Bacto Trypton
Ekstrak khamir
NaCl

Konsenterasi (gram/L)
10
5
10