BAB II KAJIAN PUSTAKA
Manusia tetaplah manusia yang memiliki kekurangan, tidak sempurna dalam hal kebiasaan, akal, pikiran, dan berbagai penampilan didalam masyarakat. Hal ini
disebabkan karena adanya perasaan sadar dan perasaan dibawah sadar, kuat dan lemahnya hawa nafsu. Sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang
dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya sesuatu perbuatan atau tingkah
laku. Sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil literasi antara
individu dengan lingkungan, sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap. Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar,
karena sikap dapat mengalami perubahan. Sebagai hasil dari belajar, sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya, karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung
dalam interaksi manusia berkenaan dengan objek tertentu Tri Dayakisni Hudaniah 2005: 98.
Seorang individu sejak ia dilahirkan, ia tinggal dan berada didalam suatu masyarakat tempat ia dilahirkan dan menjadi anggota masyarakat tersebut. Didalam
masyarakat inilah, individu tersebut tumbuh dan menyesuaiakan diri dengan norma- norma yang ada dimasyarakat tersebut. Ada dua konsepsi umum tentang norma, yaitu:
1. Sebagai suatu evaluasi atau penilaian dan tingkah laku, yaitu penilaian terhadap
perilaku yang dianggap tidak baik atau tidak seharusnya terjadi
Universitas Sumatera Utara
2. Sebagai tingkah laku yang diharapkan atau dapat diduga, yaitu merujuk kepada
aturan-aturan tingkah laku yang didasarkan pada kebiasaan atau adat istiadat masyarakat
Asumsi dasar Durkheim tentang masyarakat Sunarto, 2000, yaitu: 1.
Masyarakat tidak bisa dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri, yang dapat dibedakan dari bagian-bagiannya. Masyarakat juga tidak bisa dihabiskan
kedalam bagian-bagiannya. Masyarakat harus bisa dilihat sebagai suatu keseluruhan.
2. Bagian-bagian suatu sistem dianggap memenuhi fungsi-fungsi pokok, maupun
kebutuhan sistem secara keseluruhan. 3.
Kebutuhan pokok suatu sistem sosial harus dipenuhi untuk mencegah keadaan yang abnormal atau patologis
4. Setiap sistem mempunyai pokok-pokok keserasian tertentu yang segala
sesuatunya akan berfungsi secara normal. Dari asumsi dasar diatas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah merupakan
keseluruhan organis yang memiliki seperangkat kebutuhan tertentu, yang harus dipenuhi untuk mencegah terjadinya suatu keadaan yang patologis. Bilamana kebutuhan tertentu
tadi tidak dipenuhi, maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat patologis. Keadaan patologis ini mengakibatkan terjadinya anomie.
Menurut Merton Poloma 2000:34 anomie tidak muncul sejauh masyarakat menyediakan sarana kelembagaan untuk mencapai tujuan-tujuan kultural tersebut. Yang
kita alami biasanya adalah situasi konformitas, dimana sarana yang sah digunakan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Hal inilah yang terjadi pada penyalahgunaan
Universitas Sumatera Utara
fungsi tempat wisata. dimana praktek prostitusi itu dilakukan oleh individu-individu yang mau berperilaku menyimpang karena memiliki tujuan sendiri. Namun untuk mencapai
tujuan tersebut dengan menggunakan sarana yang dilihat sebagai suatu tindakan yang melanggar norma-norma yang ada dimasyarakat, yakni dengan melakukan praktek
pelacuranprostitusi. Dalam diri manusia itu sendiri terdapat nilai baik maupun jahat. Sedangkan dalam
masyarakat itu sendiri terdapat nilai-nilai atau norma-norma yang dianggap baik, serta mengikat masyarakatnya dengan aturan yang berbeda, mau tidak mau individu yang ada
didalam masyarakat itu harus berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh norma dan aturan tersebut. Namun karena ketidaksempurnaan manusia tersebut, serta adanya nilai-
nilai yang tidak sesuai dengan norma yang ada didalam individu tersebut, mengakibatkan adanya warga masyarakat yang berperilaku yang tidak diharapkan, yang tidak sesuai
dengan norma serta aturan-aturan yang ada dalam masyarakat. Oleh masyarakat, mereka disebut dengan orang yang berperilaku menyimpang, karena seseorang itu telah
berperilaku yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan atau norma sosial yang berlaku Merton Dalam Poloma, 2000.
Durkheim beranggapan bahwa penyimpangan dapat mempunyai akibat positif fungsional. Pendapat ini didasarkan pada semua fakta sosial yang cenderung
memberikan kontribusi-kontribusi tertentu pada keadaan harmonis masyarakat. Terkadang mempunyai akibat, misalnya terjadinya kejelasan pada norma sosial.
Merton menegaskan bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari suatu masyarakat adalah “bertentangan dengan fakta”. Sebagai contoh, dia mengutip beberapa
kebiasaan masyarakat yang dapat bersifat fungsional bagi suatu kelompok menunjang
Universitas Sumatera Utara
integrasi dan kohesi suatu kelompok, akan tetapi disfungsional mempercepat kehancuran bagi kelompok lain. Merton juga memperkenalkan konsep disfungsi maupun
fungsi positif. Beberapa fungsi sosial jelas bersifat disfungsional Poloma, 2000. Seperti halnya yang terjadi di tempat wisata Lumban silintong dengan lokasi
mesum dan praktek prostitusinya. Dimana dapat dilihat bahwa fungsi positif dari tempat wisata adalah sebagai tempat santai dengan cara menikmati alam yang diberikan Tuhan
kepada kita. Namun sejalan dengan berjalannya waktu, tempat wisata ini mengalami pergeseran fungsi. Sehingga tempat ini mengalami disfungsi, yakni adanya praktek
prostitusi. Teori fungsionalisme mempelajari dan menerangkan kehidupan bermasyarakat
dengan menguraikan konsekuensi-konsekuensi objektif dari struktur sosial bagi kehidupan baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif, yang disadari maupun
yang tidak disadari. Teori Merton sering digunakan dalam hubungannya dengan usaha untuk menjelaskan kejahatan atau tindakan yang tidak disenangi oleh masyarakat, dimana
umumnya penyimpangan itu diasumsikan disfungsional untuk masyarakat. Menurut Merton, diantara segenap unsur-unsur dan budaya, terdapat dua unsur
yang terpenting, yaitu kerangka aspirasi-aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur kegiatan-kegiatan untuk mencapai aspirasi-aspirasi tersebut. Dengan kata lain, ada nilai-
nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian dari pada konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam pikiran bagian terbesar dari warga masyarakat tentang apa yang dianggap
baik, dan apa yang dianggap buruk serta kaidah-kaidah yang mengatur kegiatan-kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita tersebut. Nilai-nilai sosial budaya tadi berfungsi
sebagai pedoman dan pendorong perlakuan manusia dalam hidupnya Poloma, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Demikian halnya yang terjadi pada tempat wisata Lumban silintong dimana yang terjadi adalah sebaliknya, yakni adanya sekelompok orang atau individu yang ada
didalam masyarakat dengan tidak memperhitungkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat dengan menjalankan praktek prostitusi di tempat wisata tersebut.
Teori Perilaku Sosial
Sebagai makluk sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayatnya senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dengan kata lain melakukan relasi
interpersonal. Dalam relasi interpersonal itu ditandai dengan aktivitas individu dalam relasi interpersonal ini biasa disebut perilaku sosial.
Dalam pendekatan behaviorisme dalam ilmu sosial sudah dikenal sejak lama , khususnya dalam bidang psikologi. Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya
kepada antarhubungan antara individu dengan lingkungannya. Prinsip yang menguasai antar hubungan individu dengan objek sosial adalah sama dengan prinsip yang menguasai
hubungan antar individu dengan objek non sosial. Singkatnya hubungan antara individu dengan objek non sosial dikuasai oleh prinsip yang sama. Secara singkat pokok persoalan
sosiologi menurut paradigma ini adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan akibat-akibat atau perubahan
dalam faktor lingkungan menimbulkan perubahan terhadap tingkah laku. Jadi terdapat hubungan fungsional antara tingkah laku dengan perubahan yang terjadi dalam
lingkungan aktor George Ritzer, 2007 Perilaku sosial dibangun dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip psikologi
perilaku ke dalam sosial. Teori ini memusatkan perhatiannya kedalam hubungan antara
Universitas Sumatera Utara
akibat dari tingkah laku yang terjadi didalam lingkungan aktor dengan tingkah laku aktor. Akibat-akibat tingkah laku diperlakukan sebagai variabel independent. Ini berarti bahwa
teori berusaha menerangkan tingkah laku yang terjadi itu melalui akibat-akibat yang mengikutinya kemudian. Jadi nyata secara metafisik ia mencoba menerangkan tingkah
laku yang terjadi dimasa sekarang melalui kemungkinan akibatnya yang terjadi dimasa yang akan datang. Yang menarik dari teori behavior sosial adalah hubungan historis
antara akibat tingkah laku yang terjadi sekarang. Dengan mengetahui dari suatu tingkah laku yang nyata di masa lalu akan dapat diramalkan apakah seorang aktor akan
bertingkah laku yang sama mengulanginya dalam situasi sekarang. Segala sesuatu yang mungkin mengalami suatu perubahan tentu dilalui oleh
proses. Proses yang dimaksud dalam hal ini adalah proses perilaku behavior, yang berarti poses perilaku dan menimbang untuk dapat mengambil sikap dan tindakan
terhadap alternatif secara sadar dan logis untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan diinginkan sebelumnya.
Cooley mengemukakan bahwa individu dan masyarakat saling berhubungan secara organis, tidak dapat dimengerti tanpa yang lain. Suatu gaya hidup atau pola-pola
perilaku seseorang tidak merupakan hasil dari insting-insting atau karakteristik biologis yang ditransmisikan lewat keturunan, tetapi perkembangan individu sebagai seorang
manusia dengan suatu kepribadian tersendiri berbentuk perilaku tertentu merupakan hasil dari pengaruh warisan sosial yang ditransmisikan melalui komunikasi manusia. Jadi,
Cooley menghadapi dilema antara warisan biologis versus lingkungan sosial dengan berpegang dengan saling ketergantungan dinamis antara kedua tingkatan itu, namun
Universitas Sumatera Utara
tujuan utamanya adalah untuk memperlihatkan bagaimana manusia dibentuk dalam konteks keteraturannya sosial yang terus berjalan Robert Lawang, 1996.
Tempat wisata yang banyak dikunjungi oleh heterogen pengunjung dari berbagai daerah dapat dikatakan, bagaimana seseorang melakukan proses interaksi dengan
lingkungan mereka dimana mereka berada. keadaan dengan keanekaragaman kebudayaan yang dibawa oleh pengunjung mau tidak mau, kebudayaan yang asli pun bisa tercemari.
Hal itu terbukti dengan masyarakat yang sudah terbiasa dengan keberadaan tempat hiburan malam yang terkesan banyak praktek yang sudah melanggar norma-norma
masyarakat. Saling ketergantungan organis antara individu dan masyarakat diungkapkan
dalam analisa Cooley mengenai perkembangan konsep diri ‘’I’’seseorang. Meskipun Cooley merasakan bahwa manusia lahir dengan perasaan diri self-feeling yang tidak
jelas dan terbentuk, ia menekankan bahwa pertumbuhan dan perkembangan perasaan diri ini merupakan hasil dari proses komunikasi interpersonal dalam suatu lingkungan sosial.
Perkembangannya, seperti proses komunikasi itu sendiri tergantung pada pemahaman simpatetis antara individu yang satu terhadap yang lainnya. Dengan imajinasinya mereka
masuk ke dalam dan ikut mengambil bagian dan perasaan dan ide orang lain.yang penting khususnya adalah bagaimana orang menangkap apa yang dipikirkan orang tentang dia.
Hal ini berhubungan sangat erat dengan perasaan diri seseorang. Apakah orang itu senang atau kecewa dengan penampilan dan perilakunya, sebagian besar merupakan hasil dari
apakah orang lain dilihat menyetujui atau menolak perilakunya itu. Imajinasi yang ada di dalam benak orang-orang terhadap yang lainnya menurut
Cooley adalah “fakta di dalam masyarakat”. Masyarakat adalah sebuah fenomena mental,
Universitas Sumatera Utara
hubungan antara gagasan orang. Masyarakat ada di dalam pikiran orang lain seperti hubungan dan pengaruh timbal balik dalam gagasan tertentu yang diberi nama
“I”.Masyarakat dan individu bukanlah dua realitas yang satu dan sama. Keduanya adalah bagaikan dua sisi mata uang yang tidak mungkin terpisahkan.
Dalam pengertian yang mendasar dalam formulasi ini, Cooley memandang masyarakat seperti pendekatan yang digunakan untuk memahami kedirian. Ini tidaklah
aneh, karena konsep Cooley tentang “the self” cocok dan sangat berdekatan dengan perilaku yang ada pada masyarakat sekarang ini. Cooley menunjuk aspek konsep diri
dengan istilah looking glass self. Setiap hubungan sosial dimana seseorang itu terlibat merupakan satu cerminan diri yang disatukan dalam identitas orang itu sendiri. Karena
banyak orang terlibat dalam keberagaman hubungan sosial yang masing-masingnya memberikan suatu cerminan tertentu, orang dapat dibayangkan sebagai hidup dalam
suatu dunia cermin, yang masing-masing memberikan perspektif atau seginya sendirinya yang khusus. Tetapi individu tidak dapat luput dari defenisi-defenisi tentang identitas
mereka ini yang mereka lihat tercermin dalam diri orang lain Robert Lawang, 1996. Berikut ini gambaran Cooley tentang Looking glass self :
Each to each a loking-glass, Reflects the other that doth pass “Ketika kita melihat wajah, bentuk, dan pakaian kita di depan cermin, dan merasa tertarik
karena semuanya itu milik kita, begitu pula dengan imajinasi, kita menerima dalam pikiran orang lain suatu pikiran tentang penampilan, cara, tujuan, perbuatan, karakter, dan seterusnya, dan
dengan berbagai cara dipengaruhi olehnya,”
Ada sejumlah variasi dalam hubungan antara perasaan diri seseorang dan hubungan-hubungannya dengan orang lain. Misalnya, orang berbeda dalam kepekaan
terhadap pandangan orang lain, mereka berbeda dalam tingkat stabilitas dalam
Universitas Sumatera Utara
mempertahankan suatu jenis perasaan diri tertentu pun dalam menghadapi reaksi-reaksi orang lain yang bertentangan atau yang bersifat konflik, mereka berbeda dalam intensitas
dan seringnya dukungan sosial yang dibutuhkan untuk mempertahankan perasaan diri mereka, berbeda dalam campuran perasaan tertentu yang bersifat positif dan negatif yang
dihubungkan dengan konsep diri mereka, yang juga berbeda dalam hal dimana aspek kehidupan mereka sangat erat hubungannya dengan perasaan diri.
Dilihat dari teori Cooley mengenai looking glass self, bahwa perasaan yang ada pada penyedia tempat hiburan malam tersebut dilatarbelakangi oleh maraknya tempat
hiburan malam yang menyediakan sarana yang berbau negatif. Dan pada dasarnya tempat hiburan malam yang seperti terjadi di daerah-daerah lainnya selalu identik dengan
penyediaan wanita-wanita yang bisa diajak untuk melakukan hubungan suami istri. Perilaku dalam penyedia sarana hiburan malam diakibatkan lingkungan dimana orang itu
tinggal. Karena lingkungan tersebut penyedia tempat hiburan malam lebih akses dalam meraup keuntungan yang banyak.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN