Motivasi Kerja Guru KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN

BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Motivasi Kerja Guru

1. Pengertian Motivasi Kerja Guru

Ada berbagai macam definisi yang muncul terkait istilah motivasi. Istilah motivasi motivation berasal dari kata latin, yaitu movere yang berarti menggerakkan atau to move. Menurut beberapa pendapat para ahli tentang pengertian motivasi, sebagaimana dikutip oleh J. Winardi dalam bukunya yang berjudul Motivasi dan pemotivasian dalam manajemen: 1 a. Mitchell, 1982: 81 mengemukakan rumusan motivasi yaitu ”... motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan- kegiatan sukarela yang diarahkan ke arah tujuan tertentu”. b. Stephen P. Robbins dan mary Coulter dalam karya mereka yang berjudul Management. Kata mereka : ”... apakah yang kiranya dimaksud dengan motivasi karyawan Employee Motivation?”. Kita akan merumuskannya sebagai : ”Kesedian untuk melaksanakan upaya tinggi, untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang dikondisi oleh kemampuan upaya demikian, untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu”. Robbins et al, 1999: 50. 1 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, Jakarta: Raja Grafindo, 2001, h. 1-2. 8 c. Definisi lain tentang motivasi dinyatakan oleh Gray et al 1984 : 69, bahwa ”... motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu”. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang membuat seseorang melakukan aktivitas tertentu melalui potensi yang dimiliki, mengarah kepada pencapaian suatu tujuan. Motivasi diberikan untuk menambah gairah seseorang agar mau bekerja lebih giat. Untuk memotivasi seseorang maka harus mengetahui motif atau kebutuhan-kebutuhan apa yang mereka inginkan. Maka yang dimaksud dengan motivasi kerja guru adalah dorongan yang membuat seorang guru melakukan pekerjaannya. Seorang guru yang memiliki motivasi tinggi akan mempunyai kemauan lebih kuat dalam melaksanakan pekerjaan, dibandingkan guru yang memiliki motivasi rendah. Hal demikian ini juga ditegaskan oleh Hoy dan Miskel 1987 dan Sergivanni 1987. Motivasi kerja seorang guru bisa tinggi bisa rendah. Tinggi rendahnya motivasi kerja seorang guru sangat mempengaruhi performansinya dalam mengerjakan tugas-tugasnya Wiles, 1955. Menurut Sergiovanni 1987, motivasi kerja adalah keinginan desire dan kemauan willingness seseorang untuk mengambil keputusan, bertindak, dan menggunakan seluruh kemampuan psikis, sosial, dan kekuatan fisiknya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. 2 Sedangkan Pandangan lain tentang motivasi kerja dikemukakan oleh John R. Schermerhorn Jr. C.s. katanya ”... motivasi untuk bekerja, merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam bidang prilaku keorganisasian Organizational Behavior = OB, guna menerangkan kekuatan-kekuatan yang terdapat pada diri seseorang individu, yang 2 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional Guru, Jakarta: Bumi Aksara, 1992, Ed. 1, Cet I, h. 70. menjadi penyebab timbulnya tingkat, arah, dan persistensi upaya yang dilaksanakan dalam hal bekerja.” 3 Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa motivasi kerja guru adalah dorongan yang membuat guru u melakukan pekerjaan yaitu sebagai pendidik agar tercapai tujuan pekerjaan sesuai dengan rencana. Suatu pekerjaan guru dalam kegiatan pembelajaran akan tercapai jika guru mempunyai motivasi yang kuat, sedang guru yang kurang termotivasi maka keinginanminatnya pada pekerjaan akan kurang.

2. Peranan Motivasi Kerja

Tugas pihak manajemen adalah menyalurkan motif-motif para bawahan secara efektif, ke arah tujuan-tujuan keorganisasian. Para manajer makin banyak menaruh perhatian terhadap syarat-syarat behavioral organisasi-organisasi mereka. Dan setiap organisasi perlu memenuhi tiga macam syarat behavioral sebagai berikut: 4 a. Orang tidak hanya harus tertarik, untuk berpartisipasi dengan suatu organisasi, tetapi tetap berada di sana. b. Orang-orang harus melaksanakan tugas-tugas, untuk apa mereka dipekerjakan. c. Orang-orang harus melampaui kinerja rutin, dan melibatkan diri dalam perilaku yang bersifat kreatif dan inovatif dalam pekerjaan mereka. Katz, et all.: 1978. Dengan perkataan lain, agar suatu organisasi menjadi efektif, maka organisasi tersebut perlu menangani masalah-masalah motivasional, antara lain: 5 Pertama, untuk merangsang orang-orang agar mereka bersedia turut serta dengan perusahaan yang bersangkutan, dan tetap berada di sana. Misalnya menyediakan: rencana-rencana pensiun yang memadai, asuransi 3 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen..., h. 2. 4 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen..., h. 131. 5 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen..., h. 132. jiwa kelompok, dan penggantian biaya-biaya pengobatan yang meyakinkan. Kedua, untuk memastikan para karyawan melaksanakan tugas-tugasnya, maka para calon karyawan diseleksi secara hati-hati, untuk mengetahui apakah mereka memiliki keterampilan yang diperlukan setelah mereka dipekerjakan, maka kinerja mereka dinilai secara rutin. Ketiga, perusahan-perusahaan yang menghadapi masalah-masalah baru, memerlukan perilaku kreatif dan inovatif dari karyawan mereka. Dapat disimpulkan bahwa persoalan motivasi perlu diperhatikan oleh berbagai lembaga atau organisasi apa pun termasuk lembaga pendidikan. Dalam lembaga pendidikan hal ini pun dapat membantu kepala sekolah dalam upaya mempertahankan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan terbaik yang dimiliki dan dapat merangsang semangat kerja mereka untuk melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, serta dapat meningkatkan kreativitas dan potensi yang dimiliki para guru.

3. Teori Motivasi Kerja

Motivasi berawal dari adanya kekurangan dalam diri seseorang atau kebutuhan yang belum terpenuhi. Seseorang dalam melakukan suatu aktivitas tertentu selalu didorong oleh motif-motif tertentu, yaitu merupakan upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Robbins, Sprintahall dan Sprinthall yang dikutip oleh ibrahim bafadal dalam bukunya supervisi pengajaran bahwa kebutuhan merupakan kekurangan- kekurangan deficiency yang dimiliki seseorang. Kekurangan-kekurangan ini bukan hanya pada aspek fisiologi melainkan juga pada aspek psikologis. 6 Timbullah sebuah pertanyaan. Kebutuhan-kebutuhan apasaja yang dapat mendorong seseorang untuk bekerja?. Pertanyaan tersebut dapat 6 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional Guru..., h. 62. dijawab melalui teori-teori kebutuhan dasar manusia. Teori-teori tersebut antara lain sebagai berikut: a. Hierarki Kebutuhan Maslow. Teori motivasi manusia yang dikembangkan oleh Abraham Maslow telah mendapat banyak perhatian pada masa lalu. Maslow mendasarkan konsep hierarki kebutuhan pada dua prinsip. Prinsip tersebut antara lain: 7 1. Kebutuhan-kebutuhan manusia dapat disusun dalam suatu hierarki dari kebutuhan yang terendah hingga kebutuhan yang tertinggi. 2. Suatu kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti menjadi motivator utama dari perilaku. Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut dalam hirarki kebutuhan, yaitu motivasi manusia berhubungan dengan lima kebutuhan, sebagimana dilihat pada gambar di bawah ini: 8 Gambar 1. Hierarki kebutuhan-kebutuhan dari Maslow 7 T. Hani Handoko, Manajemen, Yogyakarta: BPFE, 1998, Ed. 2, Cet. Ke-13, h. 256. 8 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen..., h. 13-16. 1 Kebutuhan-kebutuhan fisiologikal yang merupakan kebutuhan terendah dalam hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan ini perlu dipenuhi untuk mempertahankan hidup. Adapun yang termasuk dalam kebutuhan ini seperti oksigen, pangan, minuman, eliminasi, istirahat, aktivitas, dan pengaturan suhu. 2 Kebutuhan-kebutuhan akan keamanan yang sering dinyatakan dalam wujud keinginan akan proteksi terhadap bahaya fisikal, yaitu seperti bahaya kebakaran, atau serangan kriminal; keinginan untuk mendapatkan kepastian ekonomi; preferensi terhadap hal-hal yang dikenal, dan menjauhi hal-hal yang tidak dikenal; dan keinginan atau dambaan orang akan dunia yang teratur serta yang dapat diprediksi. 3 Kebutuhan sosial, kebutuhan ketiga ini akan muncul jika kebutuhan pertama dan kedua telah terpuaskan yaitu kebutuhan sosial. Seorang individu, ingin tergolong pada kelompok-kelompok tertentu, ia ingin berasosiasi dengan pihak lain, ia ingin diterima oleh rekan-rekannya, dan ia ingin berbagi dan menerima sikap berkawan. 4 Kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan kebutuhan egoistik terdiri dari kebutuhan penghargaan untuk penghargaan diri, dan untuk penghargaan dari pihak lain. Kebutuhan akan penghargaan mencakup kebutuhan untuk mencapai kepercayaan diri, prestasi, kompetensi, pengetahuan, penghargaan diri dan kebebasan serta independensi ketidakketergantungan. Kelompok kedua kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan mencakup kebutuhan yang berkaitan dengan reputasi seseorang individu atau penghargaan dari pihak lain; kebutuhan akan status; pengakuan, appresiasi terhadap dirinya, dan respek yang diberikan oleh pihak lain. 5 Kebutuhan untuk merealisasi diri ini merupakan kebutuhan pada puncak hierarki atau tingkatan tertinggi dari hieraki kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan individu untuk merealisasikan potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai pengembangan diri secara berkelanjutan, untuk menjadi kreatif, dalam arti kata seluas-luasnya. Maslow tidak bermaksud, hierarki kebutuhannya itu secara langsung diterapkan dalam motivasi kerja. Dia tidak menggali aspek- aspek motivasi manusia dalam suatu organisasi sampai pada sekitar 20 tahun, setelah ia menyampaikan teori aslinya itu, Douglas Mc Gregor dalam bukunya The Human Side of Enterprise mencoba mempopulerkan teori maslow dalam literatur manajemen. Dengan demikian hierarki kebutuhan dari Maslow dapat diubah ke dalam tatanan model motivasi kerja seperti yang dilukiskan pada gambar berikut: 9 Gambar 2. Hierarki Motivasi Kerja 9 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, h. 228-229. Fisik, misalnya gaji, upah tunjangan, honorium, bantuan pakaian, sewa perumahan, uang transport dan lain-lain. Keamana, misalnya: jaminan masa pension, santunan kecelakaan, jaminan asuransi kesehatan dan sebagainya Sosial atau afiliasi misalnya: kelompok formal atau informal, menjadi ketua yayasan, ketua organisasi olahraga, dan sebagainya. Penghargaan misalnya: status, titel, simbol- simbol, promosi, perjamuan dan sebagainya. Aktualisasi diri Dengan demikian, kebutuhan yang paling dasar harus dipenuhi terlebih dahulu, setelah kebutuhan paling dasar terpenuhi maka kebutuhan yang lebih tinggi berikutnya akan menjadi kebutuhan utama. Kebutuhan ketiga akan muncul jika kebutuhan kedua tersebut telah terpenuhi. Begitu seterusnya sampai terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri. Sebagaimana telah diuraikan, dapat dikatakan bahwa suatu kebutuhan yang telah terpenuhi tidaklah menjadi motivator utama lagi dalam bertindak. b. Teori Higiene-motivasi tentang kepuasan kerja dari Frederick Herzberg. Frederick Herzberg, seorang ilmuwan behavioral terkenal, mengembangkan teori higiene-motivator pada akhir tahun 1960. Herzberg menyatakan pendapatnya bahwa motivasi merupakan sebuah dampak langsung dari kepuasan kerja. Dalam studinya, Herzberg rekan-rekannya mewawancarai sejumlah 203 orang akuntan dan insinyur. Herzberg telah menemukan dua kelompok faktor-faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu kepuasan kerja dan faktor pemeliharan. Kepuasan kerja lebih dihubungkan dengan prestasi, rekognisi, karakteristik-karakteristik pekerjaan, tanggung jawab dan kemajuan. Faktor-faktor tersebut semuanya berhubungan dengan hasil-hasil, yang berkaitan dengan isi contens tugas yang dilaksanakan. Herzberg menemukan gejala bahwa ketidakpuasan dengan pekerjaan, terutama berhubungan dengan faktor-faktor dalam konteks kerja, atau lingkungan. Khususnya kebijakan perusahaan dan administrasi, supervisi teknikal, gaji, hubungan antar perorangan dengan supervisor langsung, dan kondisi-kondisi kerja. Faktor yang terakhir ini disebut faktor pemeliharaan. 10 10 J. Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen..., h. 87-89. Jadi, manajer perlu memahami faktor-faktor apa saja yang dapat memotivasi karyawannya. Faktor-faktor kepuasan kerja mempunyai pengaruh pendorong semangat bekerja. Sedangkan faktor pemeliharaan dapat mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan kerja tetapi tidak dapat digunakan untuk memotivasi karyawan. c. Teori Motivasi Alderfer Alderfer’s ERG Theory Perluasan lebih lanjut dari teori Herzberg dan Maslow datang dari Clayton Alderfer. Dia merumuskan suatu model penggolongan kebutuhan segaris dengan bukti-bukti empiris yang telah ada. Sama halnya seperti Maslow dan Herzberg, dia merasakan ada nilai tertentu dalam menggolongkan kebutuhan-kebutuhan, dan terdapat perbedaan antara kebutuhan-kebutuhan dalam tatanan yang paling bawah dengan kebutuhan-kebutuhan pada tatanan paling atas. Alderfer mengenalkan tiga kelompok inti dari kebutuhan- kebutuhan itu, antara lain: 11 1. Kebutuhan keberadaan existence need Kebutuhan keberadaan adalah suatu kebutuhan akan tetapi bisa hidup. Kebutuhan ini kira-kira sama artinya dengan kebutuhan- kebutuhan fisiologinya Maslow dan sama pula dengan faktor higienisnya Herzberg. 2. Kebutuhan berhubungan relatedness need Kebutuhan berhubungan adalah suatu kebutuhan untuk menjalin hubungan sesamanya melakukan hubungan sosial dan bekerja sama dengan orang lain. Kebutuhan ini sama halnya dengan kebutuhan sosial dari maslow dan higienisnya Herzberg. 3. Kebutuhan untuk berkembang growth need Kebutuhan untuk berkembang adalah suatu kebutuhan yang berhubungan dengan keinginan intrinsik dari seseorang untuk mengembangkan dirinya. Hubungan ini searti dengan kebutuhan 11 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya..., h. 233. penghargaan dan aktualisasi diri dari Maslow dan kebutuhan motivatornya Herzberg. Teori ERG berasal dari kepanjangan Existence, Relatedness, dan Growth. d. Teori Prestasi dari McClelland Tokoh motivasi lain yang mengemukakan bahwa manusia pada hakikatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan orang lain adalah David McClelland. Kemampuan seseorang untuk berprestasi ini membuat McClelland melakukan penelitian tentang desakan untuk berprestasi ini. 12 Orang yang berprestasi tinggi memiliki beberapa karakteristik yang dapat dikembangkan, antara lain: 13 1. menyukai pengambilan risiko yang layak moderat sebagai fungsi keterampilan, bukan kesempatan; menyukai suatu tantangan; dan menginginkan tanggungjawab; pribadi bagi hasil yang dicapai. 2. Mempunyai kecendrungan untuk menetapkan tujuan-tujuan prestasi yang layak dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan. Salah satu alasan mengapa banyak perusahaan pindah ke program management by objectives MBO adalah karena adanya korelasi positif antara penetapan tujuan dan tingkat prestasi. 3. Mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah dikerjakan. 4. Mempunyai keterampilan dalam perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan-kemampuan organisasional. 12 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya..., h. 235. 13 T. Hani Handoko, Manajemen..., h. 262. Dengan demikian, teori prestasi dari McClelland, dapat dijadikan dasar para manajer dalam meningkatkan prestasi kerja para karyawan, karena motivasi berprestasi dapat diajarkan melalui berbagai bentuk pelatihan. e. Teori X dan Teori Y McGregor Menurut McGregor organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan, hubungan piramida antara atasan dan bawahan, dan pengendalian kerja eksternal adalah pada hakikatnya berdasarkan atas asumsi-asumsi mengenai sifat-sifat manusia dan motivasinya. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan tidak mempunyai tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas segalanya. Atas dasar hal itu maka orang-orang ini hendaknya dimotivasi melalui uang, gaji, honorium, dan diperlakukan dengan sangsi hukuman. Manajer berusaha mempolakan, mengontrol dan mengawasi secara langsung pegawai- pegawai yang termasuk pada tipe ini. Lebih jauh menurut asumsi teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini pada hakikatnya adalah tidak menyukai bekerja, tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab, dan lebih menyukai di arahkan atau diperintah, mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi masalah-masalah organisasi, hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja, dan harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai tujuan organisasi. 14 Teori X ini akan tidak tepat jika diterapkan secara menyeluruh bagi setiap orang dalam organisasi. Manajemen yang diterapkan secara ketat terus menerus tidak akan banyak berhasil. Karena mungkin hal tersebut hanya dapat memuaskan kebutuhan fisiologis dan keamanan 14 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya..., h. 241-242. saja, sedangkan orang-orang yang mempunyai kebutuhan sosial tidak bisa terpuaskan. Menyadari akan kelemahan tersebut, dari asumsi teori X, maka McGregor memberikan alternatif lain yaitu teori Y. Asumsi teori Y, menyatakan bahwa orang-orang pada hakikatnya tidak malas dan dapat dipercaya, tidak seperti asumsi pada teori X. Lebih jelas lagi, asumsi teori Y mengenai manusia dijabarkan sebagai berikut: 15 1 Pekerjaan itu pada hakikatnya seperti bermain dapat memberikan kepuasan kepada orang lain. Keduanya, bekerja dan bermain merupakan aktivitas-aktivitas fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan. 2 Manusia dapat mengawasi diri sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi. 3 Kemampuan untuk berkreatifitas di dalam memecahkan persoalan- persoalan organisasi secara luas didistribusikan kepada seluruh karyawan. 4 Motivasi tidak berlaku saja pada semua kebutuhan-kebutuhan sosial, penghargaan, aktualisasi diri, tetapi juga pada tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologis dan keamanan. 5 Orang-orang dapat mengendalikan diri dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat. Dalam teori Y ini, hendaknya para manajer akan bersikap membantu, mendukung, dan mempermudah orang-orang dalam mengembangkan kreativitas pada tugas-tugasnya. Serta memberikan kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing individu. 15 Miftah Thoha, Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya..., h. 242-243. Konsisten dengan konsep motivasi dan teori kebutuhan yang telah diuraikan di atas, seorang guru akan memiliki motivasi kerja yang tinggi apabila ia merasa bahwa segala kebutuhannya dapat terpenuhi melalui kerjanya. Apabila ia merasa bahwa pekerjaan yang dilakukannya tidak dapat menuhi kebutuhannya maka semangatnya akan berkurang. Dan bisa jadi ia akan mencari pekerjaan lain yang dapat memenuhi kebutuhannya. Menurut Huse dan Bowditch 1973, ada tiga model memotivasi kerja seseorang, yaitu: 16 1. Model Kekuatan dan Ancaman Model kekuatan dan ancaman a force and coercion model ini merupakan model tertua dan sangat sederhana dalam memahami atau memandang manusia. Asumsi yang mendasari model ini adalah bahwa seseorang akan bekerja dengan baik apabila disudutkan pada sebuah situasi, di mana ia hanya bisa memilih bekerja ataukah dihukum Huse dan Bowditch, 1973. Asumsi ini sama dengan asumsi yang mendasari teori X. McGregor, bahwa pada dasarnya manusia itu suka menghindari tugas dan tanggung jawab, dan apabila tidak diintervensi dan diancam oleh atasa, maka ia akan pasif. Oleh sebab itu agar seseorang mau bekerja ia harus dipaksa Carver dan Sergiovanni, 1969. Sekilas, model ini memang tampak sangat efektif dalam memotivasi kerja guru. Dengan ancaman-ancaman tertentu, semua guru akan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh atasan. Namun model ini akan merusak kepribadian guru. Dengan adanya ancaman terus menerus, guru-guru akan merasa tidak bisa berkembang dan tertekan sehingga mereka akan mengalami ketegangan jiwa stress. 16 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional Guru..., h. 72-75. 2. Model EkonomikMesin Model ekonomikmesin economicmachine model ini didasarkan pada pandangan manajemen klasik mengenai motivasi bahwa manusia hanya membutuhkan uang. Dalam model ini, manusia dipandang sebagai makhluk organisasi yang bekerja semata-mata untuk mengejar uang atau kekayaan. Ia dipandang sebagai mesin yang tidak memiliki perasaan sosial, dan tidak memiliki kebutuhan lain kecuali uang Huse dan Bowditch, 1973. Oleh sebab itu, menurut model ini, apabila seseorang digaji dengan memuaskan, maka seseorang tersebut akan bekerja dengan baik. Selanjutnya, apabila terjadi permasalahan- permasalahan, seperti adanya pegawai yang malas, menyia-nyiakan waktu goofing off, performansi kerja yang rendah, maka paling baik dipecahkan dengan cara memikirkan cara pembayaran yang menyediakan insentif yang mendorong pegawai berperformansi dengan baik Owens, 1987. Berdasarkan asumsi dasar tersebut, dalam model ekonomikmesin ini dikembangkan satu sistem pembayaran gaji berdasarkan bukan pada waktu yang dihabiskan, melainkan apa yang dihasilkan Huse dan Bowditch, 1973; dan Tosi dan Carroll, 1976. Apabila dikaitkan dengan teori hierarki kebutuhan Maslow dan teori kebutuhan ERG Alderfer, maka sebenarnya model ini semata- mata mampu memenuhi kebutuhan tingkat rendah, yaitu fisiologis. Sesuai dengan teori dua faktor Herzberg, uang atau gaji merupakan salah satu faktor penyehat. Keberadaannya mampu menimbulkan tidak adanya ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan sehingga tidak akan mampu meningkatkan motivasi. Keberadaannya dapat memelihara prestasi, tetapi tidak akan mampu meningkatkan prestasi. Itulah sebabnya Herzberg 1959 memberikan nama lain dari faktor penyehat itu dengan sebutan faktor pemeliharaan maintenance factor. Sedangkan menurut Owens 1987, seseorang yang sebagian besar kebutuhannya terpenuhi oleh faktor-faktor penyehat cenderung mendapatkan kepuasan kecil dari kerjanya dan menunjukkan perhatian kecil pula terhadap bagaimana ia seharusnya mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. 3. Model Pertumbuhan – Sistem Terbuka Sebagai model ketiga dalam memotivasi kerja guru adalah model pertumbuhan sistem terbuka growth-open system model. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia bukanlah menjadi obyek belaka dari lingkungan, ia diciptakan untuk melakukan perubahan pada dirinya dan lingkungannya, ia memiliki potensi untuk bertumbuh, bertanggungjawab, dan berprestasi, dan manusia memiliki motif-motif yang jauh lebih kompleks daripada yang diasumsikan pada kedua model motivasi sebelumnya Huse dan Bowditch, 1973. Berdasarkan asumsi tersebut, model ini lebih menekankan bagaimana mendorong guru untuk tumbuh dan berkembang dalam kerjanya. Model ini berhubungan langsung dengan teori aktualisasi diri self actualizing man oleh Maslow dan teori dua faktor yang dikemukakan Herzberg. Sergiovanni, pada akhir tahun 1960 pernah melakukan replikasi penelitian terhadapa apa yang telah dilakukan Herzberg. Ia menemukan bahwa prestasi dan pengakuan merupakan faktor pendorong yang sangat penting bagi guru-guru, menyusul faktorfaktor lain, seperti kerja itu sendiri, tanggung jawab, dan kemungkinan untuk bertumbuh. Begitu pula penelitian aplikasi teori Herzberg di Jawa Timur, yang dilakukan oleh Mataheru 1984 dalam rangka penulisan disertasi, menunjukkan hasil yang sama. Dengan demikian, jelaslah bahwa pada model pertama tidak dapat memenuhi kebutuhan guru-guru, melainkan sebaliknya yaitu menimbulkan rasa ketidakpuasan. Dengan adanya ancaman-ancaman dari atasan guru merasa stress dan tertekan. Lain halnya dengan model kedua, model ini tampak lebih manusiawi daripada model pertama. Bukan saja karena dalam model ini tidak menggunakan ancaman dan tekanan dalam memotivasi kerja, melainkan juga setiap orang membutuhkan uang. Namun, guru bukanlah makhluk yang bekerja semata-mata untuk mendapatkan uang. Ia adalah makhluk sosial yang sepanjang hidupnya bukan hanya membutuhkan uang untuk mempertahankan eksistensi hidupnya, melainkan juga membutuhkan aspek-aspek lain, seperti hubungan sosial, harga diri, pengakuan, dan pertumbuhan. Sedangkan pada model yang ketiga, lebih mementingkan faktor-faktor psikologis dari pada fisiologis yaitu mendorong guru untuk tumbuh dan berkembang dalam bekerja. Dengan demikian memotivasi kerja guru seharusnya dilakukan dengan berupaya memenuhi faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan psikologis guru, misalnya melalui pengakuan, membina pertumbuhan guru, promosi guru, pemberian tanggung jawab, prestasi.

B. Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah