Indikasi Bedah orthognatik Indikasi dan Kontraindikasi bedah ortognatik

2.2 Indikasi dan Kontraindikasi bedah ortognatik

Pembedahan pada tulang maksila terdiri atas 2 jenis pembedahan, yaitu osteotomi segmental yaitu pembedahan tulang maksila hanya pada segemen-segmen tertentu dan osteotomi total maksila yaitu pembedahan tulang maksila seluruhnya. Osteotomi segmental maksila terbagi atas Osteotomi satu gigi, Kortikotomi, Osteotomi segmen anterior maksila, dan Osteotomi subapikal posterior maksila Kufner, Schuchardt, dan Perko dan Bell. Osteotomi segmen anterior maksila terbagi lagi antara lain: Teknik Wassmund, Teknik Wunderer, Osteotomi anterior maksila Epker, dan Teknik Cupar. Sedangkan Osteotomi total maksila terbagi menjadi Osteotomi Lefort I, Osteotomi Lefort II dan Osteotomi Lefort III. 9 Pembedahan pada tulang mandibula digolongkan dalam osteotomi pada ramus Osteotomi ramus vertikal ekstraoral, Osteotomi ramus vertikal intraoral, Osteotomi split sagital, osteotomi subapikal Osteotomi anterior subapikal, Osteotomi posterior subapikal, dan Osteotomi subapikal total, dan Genioplasti Osteotomi horisontal dengan reduksi antero posterior, Osteotomi horisontal double sliding, Genioplasti dengan reduksi vertikal dan augmentasi aloplastik. 9

2.2.1 Indikasi Bedah orthognatik

Indikasi bedah ortognatik antara lain adalah diskrepansi skeletal kelas II atau III yang parah, deep bite pada pasien yang tidak sedang bertumbuh, open bite anterior yang parah, masalah dento alveolar yang parah dalam hal ini terlalu parah untuk dikoreksi dengan koreksi ortodontik semata, situasi periodontal yang sangat lemahterganggu dan asimetri skeletal. 9,10 Menurut American Association of Oral and Maxillofacial Surgeons hubungan antara kelainan bentuk tulang wajah dan disfungsi mastikasi, serta keterbatasan terapi non-bedah untuk memperbaiki kelainan ini maka bedah ortognatik harus memiliki pertimbangan medis yang tepat dalam situasi berikut ini yaitu: 10 A. Deskrepansi Antero posterior: normal = 2mm, yaitu ketidak harmonisan kebutuhan ruang dalam arah antero posterior dengan ketentuan seperti: 1. Hubungan insisivus maksilamandibula: a. Overjet horisontal 5 mm atau lebih b. Overjet horisontal nol atau bernilai negatif 2. Hubungan anteroposterior maksilamandibula deskrepansi 4 mm atau lebih normal 0-1 mm B. Deskrepansi Vertikal, yaitu ketidak harmonisan kebutuhan ruang dalam arah vertical dengan ketentuan seperti: 1. Deformitas skeletal vertikal wajah yang nilainya ± 2mm dari nilai normal. 2. Open bite a. Tidak ada tumpang tindih vertikal gigi anterior. b. Unilateral atau bilateral posterior open bite yang lebih besar dari 2 mm 3. Overbite yang dalam dengan pergeseran atau iritasi jaringan lunak bukal atau lingual lengkung lawan. 4. Supra erupsi dari segmen dento alveolar karena kurangnya oklusi. C. Deskrepansi Transversal 1. Adanya deskrepansi transversal skeletal yang bernilai dua atau lebih dari standar deviasi yang telah ditentukan. 2. Total deskrepansi cusp maksila palatal bilateral dengan fosa mandibula sebesar 4 mm atau lebih, atau deskrepansi unilateral sebesar 3 mm atau lebih. D. Asimetris Antero posterior, lateral, tranversal atau asimetri lebih besar 3 mm dari oklusal bersamaan dengan asimetri. Ricketts mengajukan 4 keadaan spesifik yang merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan bedah yaitu apabila: 9 1. Perbaikan posisi dental yang diharapkan sukar dicapai dengan hanya perawatan ortodonti, karena malposisi yang sangat parah. 2. Pola skeletal yang buruk untuk kemungkinan koreksi ortodonti yang baik. 3. Hanya dengan perawatan ortodonti saja kurang dapat diperoleh estetika fasial yang serasi. 4. Hanya dengan perawatan ortodonti atau restorasi yang lain tidak dapat dicapai oklusi fungsional. Sedangkan Alexander menyatakan bahwa tindakan bedah ortognati dapat dilakukan apabila dengan perawatan ortodonti saja tidak dapat diperoleh keseimbangan dentoalveolar dan profil jaringan lunak fasial. 9,10

2.2.2 Kontra indikasi bedah ortognatik