1
I. PENDAHULUAN
Pengembangan budidaya ikan secara intensif sangat bergantung pada pakan buatan. Pakan merupakan biaya tertinggi dalam proses produksi yang memiliki
pengaruh terhadap total biaya variabel sebesar 40-90 Suprayudi, 2010. Biaya pakan yang melambung tinggi akan meningkatkan biaya produksi dan
menurunkan keuntungan yang diperoleh dalam usaha budidaya ikan. Oleh karena itu untuk mengefisiensikan biaya pakan yang tinggi dengan biaya produksi pakan
yang lebih ekonomis dapat dikembangkan melalui formulasi pakan. Formulasi tersebut harus menyediakan nutrien-nutrien yang sesuai dengan jenis ikan yang
dibudidayakan. Sumber protein utama dalam bahan baku pakan buatan untuk ikan adalah
tepung ikan dan tepung kedelai. Namun, untuk memperoleh tepung ikan dan tepung kedelai berkualitas baik, Indonesia masih harus mengimpor, yang
menyebabkan harga tepung ikan dan tepung kedelai relatif mahal. Indonesia mengimpor tepung ikan sebanyak 32.000 ton per bulan dan 40-nya digunakan
untuk keperluan pakan ikan Anonimous, 2005. Sementara itu, 1 juta ton per tahun tepung kedelai di impor Indonesia sejak tahun 2000 Anonimous, 2004 dan
mencapai 1,8 juta ton pada tahun 2005 Riady, 2006 dalam Abidin, 2006. Menurut Anonimous 2009, selama tahun 2004-2008, impor bahan baku pakan
ikan atau udang meningkat sebesar 22,28 yakni dari 96,12 juta ton menjadi 190,66 juta ton. Oleh karena itu, perlu dicari bahan pakan alternatif untuk
menggantikan atau mengurangi penggunaan tepung ikan. Upaya untuk mengurangi ketergantungan tersebut adalah penggunaan
dengan bahan baku alternatif yang berkualitas Suprayudi, 2010. Kriteria yang harus dipenuhi bahan pakan alternatif tersebut adalah memiliki nutrien-nutrien
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ikan dan dapat dicerna dengan baik, harganya lebih murah, ketersediaan bahan baku dalam jumlah yang
besar dan bersifat kontinyu, serta bahan baku tersebut tidak berkompetensi dengan kebutuhan manusia.
Hasil samping agroindustri umumnya dapat memenuhi kriteria tersebut karena terjamin dalam segi ketersediaan dan kontinyuitasnya, serta harga yang
2 relatif murah. Hasil samping agroindustri yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut
adalah Distillers Dried Grains with Solubles DDGS dan hominy feed. DDGS adalah hasil samping pada proses pembuatan bioetanol yang sebagian besar
berasal dari jagung Dawley dan Dawley, 2005, sedangkan hominy feed adalah hasil samping proses penggilingan jagung pada produksi tepung jagung untuk
bahan pangan Larson et al., 1993. Produksi jagung dunia saat ini menurut USDA mencapai 27.054 juta bushel.
Produksi etanol di USA sekarang mencapai lebih 5.000 juta galon. Hal ini menunjukkan, penggunaan 18,3 jagung dari total produksi jagung di USA untuk
produksi etanol dan diprediksikan akan terus meningkat. Jika 100 kg jagung dibuat menjadi etanol maka akan menghasilkan 36 liter etanol, 32 kg DDGS dan
32 kg karbondioksida Anonimous, 2007. Hal ini akan menjamin ketersediaan DDGS dan hominy feed yang berkelanjutan. Selain itu, harga DDGS dan hominy
feed lebih ekonomis dibandingkan dengan tepung ikan dan tepung kedelai yaitu
masing-masing sebesar Rp 2.000,-kg DDGS Anonimous, 2007, Rp 2.300,-kg hominy feed, Rp 12.000,-kg tepung ikan Anonimous, 2010, dan Rp8000,-kg
tepung kedelai. Kedua bahan ini memiliki kandungan protein yang relatif tinggi sehingga
dapat digunakan dalam pakan untuk budidaya ikan kerapu bebek. Ikan karnivora seperti ikan kerapu memerlukan pakan dengan kandungan protein yang cukup
tinggi. hominy feed memiliki kandungan protein sebesar 10,4 Murni et al.,
2000, berdasarkan hasil analisis ini terlihat bahwa kandungan protein kasar dari hominy feed
cukup baik dijadikan sebagai bahan pakan ikan. DDGS dapat berfungsi sebagai sumber protein maupun energi. Variasi kandungan mineral dari
DDGS sangat tinggi. DDGS merupakan sumber fosfor yang baik yaitu sebesar 0,7, namun rendah akan kalsium 0,15. Pada channel catfish kecernaan
proteinnya sebesar 67,0 Hertrampf dan Piedad-Pascual, 2000. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan DDGS dan
hominy feed terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes
altivelis .
3
II. BAHAN DAN METODE