Otopsi Untuk Penelitian Ilmu Kedokteran

d. Kaidah Ke empat ةرورضلا ةلزنم لزنت ةجاحلا “Kperluan dapat menduduki posisi keadaan darurat” Kaidah keempat di atas dapat memperkuat argumentasi kaidah sebelumnya. Maka kaidah ini adalah hajat menempati kedudukan darurat, baik hajat umum maupun hajat yang bersifat perorangan.

3. Otopsi untuk Menyelamtkan Janin dalam Rahim

Dalam menentukan status hukum masalah otopsi untuk menyelamtkan janin yang masih hidup di dalam rahim mayat dapat diterapkan kaidah-kaidah berikut : امهفخا باكتراب ارارض امهمظعا ىعور ناتدسفم ضراعتاذا “Apabila dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan mana yang lebih besar mudaratnya dengan mengerjakan yang lebih ringan mudaratnya” فخلا ررضلاب لازي دشلا ررضلا “Kemudaratan yang lebih berat dihilangkan dengan kemudaratan yang lebih ringan” Dengan kaidah tesebut dapat dipahami bahwa apabila dua mafsadah bertemu dalam suatu waktu, dan kedua mafsadah itu saling bertentangan, maka harus diperhatikan mana yang lebih besar madhartnya dengan mengerjakan yang lebih ringan madharatnya. Jika kaidah kedua tersebut di atas di aplikasikan dalam kasus otopsi untuk menyelamtkan janin yang masih hidup dalam perut, maka pilihan yang harus diambil adalah kemaslahatan orang yang hidup. Artinya kemaslahatan janin harus lebih diutamakan dari pada orang yang mati mayat. Bahkan dalam persoalan ini Al-Syirahi berpendapat bahwa wajib hukumnya membedahkan mayat bila mengandung janin yang masih hidup. Karena janin tersebut tidak berdaya untuk menyelamatkan dirinya, maka orang hiduplah yang berkewajiban untuk menolongnya meskipun dengan melalui pembedahan mayat, ia mengatakan : يحاقبتسا هنل اهفوج قش ىلح نينج اهفوج ىفو ةارما تتام ناو تيملا نم ءزج فلتاب Tetapi kaidah fiqih juga membatasi tindakan yang dilakukan terhadap mayat yaitu tidak boleh melewati batas–batas tertentu atau melewati batas-batas yang menjadi hajat diadakanya pembedahan itu, seperti kaidah berikut :

4. Otopsi Untuk mengeluarkan Benda yang Berharga

Pada bagian terdahulu diuraikan contoh kasus ini, yakni seseorang menelan sesuatu yang bukan miliknya yang mengakibatkan ia meninggal dunia, selanjutnya pemilik menuntut agar barang yang ada diperut mayat dikembalikan kepadanya. Dalam hal di atas tidak ada cara lain yang bias ditempuh kecuali dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan barang yang ada di perut mayat. Melihat persolan seperti kasus di atas, perlu ditentukan status hukum bedah mayat tersebut apakah dibolehkan atau diharamkan. Berdasarkan ajaran Islam haram hukumnya seseorang menguasai suatu barang yang bukan haknya. Tindakan yang demikian akan menjadi ganjalan bagi orang yang mati di alam sesudahnya kematianya karena ia masih terkait dengan hak orang lain. Maka kaidah yang tepat dalam persoalan seperti ini bisa dikaitkan dengan kaidah-kaidah di atas yang menjelaskan tentang kemudaratan

5. Otopsi Untuk Penelitian Ilmu Kedokteran

Menurut Umar Hubais mempelajari ilmu kedokteran adalah wajib atau fardhu kifayah bagi umat Islam, karena Rasul sendiri berobat, memberi obat serta menganjurkan untuk berobat sebagaimana sabdanya : : نبا نايفس نثدح لاق رامع نب ماشهو هبيش نبا ركب وبا نثدح : بارعلا تدهش لاق كيرش نبا ةماسا نع ةقلع نبدايز نع ةنييع . : : هللا عضو هللادابع مهل لاقف ؟اذك ىف جرح انيلعا م ص ىبنلا نولاسي : لوسراي اولاقف جرح ىذلا كاذف ائيش هيخا ضرع نم ضرتقا نملا جرحلا , : , مل هناحبس هللا ناف هللا دابع اووادت لاق ؟ىوادنل نا حانج انيلع له هللا , ه مرهلالا ءافش هعم عضولا ءاد عضي Salah satu ilmu kedokteran yang sangat penting adalah ilmu bedah. Ilmu ini menghajatkan pengetahuan yang luas dan dalam tentang anatomi dan fisiologi tubuh manusia. Untuk mengembangkan ilmu ini maka penyelidikan terhadap organ tubuh manusia menjadi sesuatu yang tidak mungkin dihindarkan, jika perlu mengadakan pembedahan dan pemeriksaan tubuh mayat, memeriksa susunan syaraf, rongga perut dalam rangka. Hal demikian dimaksudkan agar seorang tenaga medis dokter dapat menunaikan tugas profesionalnya dengan baik, memberikan pengobatan dan menyembuhkan penyakit yang diderita pasien. Dalam tinjauan Qawaid Fiqhiyah, status hukum bedah mayat untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran dapat ditentukan dengan menggunakan kaidah-kaidah berikut a. Kaidah Pertama بجاولا وهف هبلا بجاولا متيلام “Apabila kewajiban tidak bisa dilaksanakan karena dengan adanya suatu hal, maka hal tersebut juga wajib” Melalui kaidah pertama ini, dapat dipahami bahwa sebuah kewajiban yang tidak sempurna pelaksanaanya tanpa adanya dukungan sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya wajib pula. Dalam kasus di atas, apabila seorang dokter tidak akan bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan baik kecuali bila ia memahami seluk beluk anatomi tubuh manusia, maka untuk kepentingan yang sesuai dengan profesinya ia harus memahami seluk-beluk anatomi tubuh manusia, meskipun dengan jalan melakukan pembedahan terhadap mayat. b. Kaidah Kedua دص اقملا مكح لئاسولل “Sebuah sarana sama hukumnya dengan tujuan” Melalui kaidah ini dapat dijelaskan, bahwa sebuah sarana hukumnya sama dengan tujuan. Misalnya agama Islam mewajibkan kepada umatnya untuk memelihara kesehatan, maka mempelajari ilmu tentang kesehatan hukumnya wajib pula. Konsekuensi lanjutanya adalah wajib pula menyiapkan prasarana dalam menuntut ilmu kesehatan, termasuk sarana pratikum seperti mempelajari anatomi tubuh manusia.

2.11 Pengertian Ilmu forensik