Dinamika Partai Politik dalam Membangun Negara

politik yang demokratis. Bahkan, oleh Schattscheider dikatakan pula, “Modern democracy is unthinkable save in terms of the parties.” 33

B. Dinamika Partai Politik dalam Membangun Negara

Partai politik sebagaimana masyarakat madani merupakan salah satu bentuk perwujudan kebebasan berserikat sebagai salah satu prasyarat berjalannya demokrasi. Kebebasan berserikat lahir dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi baik secara formal maupun informal. Kecenderungan demikian itu merupakan suatu keniscayaan organizational imperatives. 34 Kecenderungan bermasyarakat yang pada prinsipnya adalah kehidupan berorganisasi timbul untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang sama dari individu-individu serta untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan persamaan pikiran dan hati nurani. 35 Organisasi partai politik dibentuk oleh warga negara untuk memperjuangkan kepentingan politik. Membentuk suatu organisasi adalah salah satu wujud dari adanya kebebasan berserikat. Kebebasan tersebut dipandang merupakan salah satu hak asasi yang fundamental dan melekat pada manusia sebagai makhluk sosial. Kebebasan berserikat terkait erat dengan hak atas kemerdekaan pikiran dan hati nurani, serta kebebasan berekspresi. Jimly Asshiddiqie dari sisi etimologis menjelaskan bahwa kata partai berasal dari akar kata part yang berarti bagian atau golongan. 33SC. Stokes, “Political Parties and Democracy,” 245. Lihat pula Jimly Asshiddiqie, “Dinamika Partai Politik dan Demokrasi,” http:jimly.compemikiranmakalah?page=7 pada 15 Desember 2013, diakses tanggal 23 Januari 2014. 34Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi Jakarta: Konstitusi Press, 2005, 44; Anies R Baswedan, 2004. “Political Islam in Indonesia: Present and Future Trajectory,” dalam Asian Survey, 44, 2004, 669-670; Michael Buehler dan Paige Tan, “Party-Candidate Relationships in Indonesian Local Politics: A Case Study of the 2005 Regional Elections in Gowa, South Sulawesi Province,” dalam Indonesia, 84, 2007, 41-42. 35Kecenderungan berorganisasi ini menjadi salah satu bagian dari teori perjanjian sosial yang dikemukakan baik oleh John Locke maupun J.J. Rousseu. Lihat, George H. Sabine, A History Of Political Theory, Third Edition, New York- Chicago-San Fransisco-Toronto-London; Holt Rinehart And Winston, 1961, 517- 541, 575-596. Sedangkan pentingnya kebebasan nurani Freedom of Concience bagi harkat manusia dan kemanusiaan dikemukakan oleh Nurcholish Madjid dalam tulisan berjudul “Kebebasan Nurani Freedom of Concience dan Kemanusiaan Universal sebagai Pangkal Demokrasi, Hak Asasi dan Keadilan,” dalam Elza Peldi Taher ed., Demokratisasi Politik, Budaya Dan Ekonomi; Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru Jakarta; Paramadina, 1994, 123-144. Kata partai menunjuk pada golongan sebagai pengelompokan masyarakat berdasarkan kesamaan tertentu seperti tujuan, ideologi, agama, bahkan kepentingan. Pengelompokan itu bentuknya adalah organisasi secara umum, yang dapat dibedakan menurut wilayah aktivistasnya, seperti organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan, serta organisasi politik. Dalam perkembangannya, kata partai lebih banyak diasosiasikan untuk organisasi politik, yaitu organisasi masyarakat yang bergerak di bidang politik. 36 Beberapa ahli memberikan konsep tentang partai politik secara berbeda-beda, namun memiliki elemen-elemen yang hampir sama. MacIver menyatakan “We may define a political party as an association organized in support of some principle or policy which by constitutional means it endavour to make the determinant of government.” 37 Sedangkan Miriam Budiardjo mendefinisikannya sebagai “Suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kekuasaan politik dengan cara konstutisional untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanan mereka. 38 Definisi tersebut senada dengan pendapat R.H Soltau yang mendedahkan bahwa partai politik adalah, “A group of citizens more or les organized, who act as a political unit and who, by the use of their voting power, aim to control the goverment and carry out their general policies,” 39 sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka. Pemerintah Indonesia melalui Undang-undang No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik menjaskan bahwa “partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan 36Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, 45. 37R.M. MacIver, The Modern State, First Edition London: Oxford University Press, 1955, 398. 38Miriam budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik Jakarta: Gramedia, 2004, 160. 39Miriam budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, 160. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” 40 Dengan demikian, partai politik dapat dipahami dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, partai sama dengan masyarakat madani merupakan penggolongan masyarakat dalam organisasi secara umum yang tidak terbatas pada organisasi politik. Sedangkan dalam arti sempit, partai adalah partai politik, yaitu organisasi masyarakat yang bergerak di bidang politik political society. Perkembangan politik menunjukkan adanya tiga komponen sebagai deskripsi kata ‘partai’, yaitu partai dalam pemerintahan, partai sebagai organisasi politisi profesional, dan partai sebagai kelompok pemilih. 41 Namun dalam paradigmatik politik, partai politik lebih dititikberatkan berfungsi sebagai sebuah organisasi atau institusi, khususnya aspek perantara mediasi antara kepentingan rakyat dan negara. Keberadaan dan perkembangan organisasi partai politik didasari oleh dua kondisi, yaitu penerimaan terhadap kekuatan yang plural dalam masyarakat dan pentingnya perwakilan politik dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aspirasi rakyat yang berbeda-beda merupakan legitimasi untuk mengorganisir diri agar semuanya dapat terwakili. 42 Dari perspektif sejarah, embrio partai politik telah ada dalam kurun masa negara-kota Romawi pada masa pemerintahan Raja Tarquin 616 SM – 509 SM. Dalam kerajaan tersebut, kelompok masyarakat terbelah menjadi dua kelompok; patricians yang merupakan kaum aristokrat, dan plebeians yang merupakan kaum pengusaha dan kelas menengah, yang selanjutnya menjadi pionir dari fraksi-fraksi politik dalam kerajaan tersebut. 43 Pada masa itu pula, forum rakyat di balai kota diadakan untuk mendengarkan tanggapan rakyat terhadap kinerja 40Lihat UU No. 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, Pasal 1. 41Mengutip Muchamad Ali Syafa’at, partai terdiri atas tiga elemen, yaitu party- in-electorate, the party organization, dan the party-in-government. Lihat Muchamad Ali Syafa’at, “Pembubaran Partai Politik Di Indonesia Analisis Pengaturan Hukum dan Praktik Pembubaran Partai Politik 1959 – 2004,” dalam Disertasi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2009, 56. 42Studi tentang perkembangan partai politik dan model-modelnya dibahas secara menyeluruh dari aspek politik dalam Maurice Duverger, Political Parties London: Metheun Co., 1964. 43 E. P. Thompson, “Patrician Society, Plebeian Culture,” dalam Journal of Social History, Vol. 7, No. 4 summer, 1974, 382-405; CD. Barnett, “The Roman gens’ influence on loci of power in the Early Republic,” dalam Macquarie Matrix: Vol.2.1, Agustus 2012, 2-3; Karl-J. Hölkeskamp, “Conquest, Competition and Consensus: Roman Expansion in Italy and the Rise of the Nobilitas, dalam Historia: Zeitschrift für Alte Geschichte, Vol. 42, No. 1 1993, 12-39. pemerintah kerajaan. Dengan kata lain, hal ini merupakan suatu representasi dari partisipasi politik secara langsung dan nyata oleh rakyat yang disebut demokrasi langsung. Namun dalam perkembangannya, wilayah negara yang luas dan banyaknya penduduk di dalamnya, membuat demokrasi secara langsung tidak mungkin dipraktekkan. Isu yang timbul dalam dunia politik pun makin luas dan kompleks, sehingga mustahil bagi tiap warga negara untuk selalu berkecimpung di dalamnya dan turut menyelesaikan masalah yang ada. Untuk itu, diperlukan pembagian kerja yang meliputi berbagai bidang. Rakyat memberi wewenang pada perwakilan mereka untuk membuat kebijakan yang nantinya berdampak pada diri mereka sendiri. Pada perkembangannya, politisi cenderung bergabung dengan partai politik. Partai politik muncul sebagai organisasi yang mampu berkoordinasi dengan anggotanya, melintasi batas daerah, di dalam majelis maupun lembaga eksekutif. Inilah demokrasi representatif. Dalam perkembangan partai politik berikutnya, di Inggris sejak akhir abad 17 telah terdapat dua faksi utama embrio dari partai politik modern, yaitu yang disebut Whigs dan Tories. 44 Kaum Whigs dari awalnya adalah kelompok yang anti-monarki tetapi sekaligus mendukung raja Georg I, sementara kaum Tories adalah penganut monarki murni tapi sangat keras menolak raja yang berkuasa saat itu, karena sang raja sangat tergantung pada parlemen. 45 Partai Whig adalah pendukung Revolusi yang menyokong protestanisme dengan menghalangi seorang Katholik menjadi raja atau ratu Inggris. Oleh 44 David Stasavage, “Partisan politics and public debt: The importance of the ‘Whig Supremacy’ for Britain’s financial revolution,” dalam European Review of Economic History, XX 2007, 123-126; Wesley Allen Riddle, “Culture and Politics: The American Whig Review, 1845-1852,” dalam Humanitas, Volume VIII, No. 1, 1995, 46-48. Uniknya, menurut Robert B. Baowollo kata Whig adalah suatu ungkapan dari dialek Skotalandia yang berarti penggiring ternak Dover, sementara tory adalah ungkapan di kalangan masyarakat Irlandia yang artinya maling atau pencuri. Kristalisasi whig dan tory sebagai political oponents mempunya rujukan pada konflik agama saat itu. Kaum Whigs dan pendukung mereka adalah para pengikut Presbiterian yang fanatik dari Skotlandia yang merangkul kelompok protestan. Sementara para pembangkang yang setia pada Paus, yang kemudian di Irlandia dikenal dengan nama Whiteboys, adalah kaum Tories. Lihat Robert B. Baowollo “Robinocracy: Demokrasi dan Korupsi,” dalam http:www.library.ohiou.eduindopubs200108080006.html, diakses tanggal 10 Maret 2014. 45Wirjono Prodjodikoro Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, Bandung: PT. Eresco Jakarta, 1981, 104-105. sebab itu Partai Whig mendukung sepenuhnya Dinasti Hanover yang berasal dari Jerman karena beragama Protestan. Sebaliknya Partai Tory pada masa awal Dinasti Hanover terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan yang bersedia menerima Dinasti Hanover dan golongan yang menginginkan kelanjutan Dinasti Stuart. Namun nama Tories dan Whigs dalam perpolitikan Inggris berkembang sehingga tidak lagi mewakili arti awal dari istilah tersebut. Tories dan Whigs juga pernah dipakai untuk membedakan dua kelompok yang memiliki orientasi berbeda dalam hal kebijakan terhadap wilayah-wilayah koloni Inggris. Kelompok yang mendukung campur tangan yang besar dalam politik di koloni-koloni Inggris menyebut diri sebagai the Whigs. Sedangkan yang mempertahankan otoritas dan pretensi kerajaan serta hak-hak Gubernur Jenderal, terpaksa menerima sebutan Tories.’ 46 Dalam perkembangannya, anggota Tories biasanya adalah kaum pemilik tanah bangsawan pemilik tanah, sedangkan pedagang dan pengusaha kaya kaum kapitalis biasanya berafiliasi dengan politisi Whigs. Pada awal abad 19 kedua faksi ini menjadi partai politik massa yang diorganisasikan di semua level struktur sosial. Tories menjadi Partai Konservatif dan Whigs menjadi Partai Liberal. Kedua partai ini menjadi partai utama hingga pascaperang dunia I. 47 Sedangkan Partai Buruh pada awalnya merupakan suatu faksi dalam Partai Liberal yang memperjuangkan kepentingan kelas buruh. Partai Buruh menjadi partai utama major party pada saat mendekati perang dunia I. Partai ini menjadikan sosialisme sebagai prinsip umum organisasinya. 48 Amerika Serikat sebagai negara ‘anak kandung’ Inggris, dalam sejarahnya partai politik sama sekali tidak terpikirkan pada saat pembuatan konstitusi. Bahkan, para pendiri bangsa itu memandang partai politik dengan penuh kecurigaan. Salah satu prinsip argumentasi James Madison menerima konstitusi adalah bahwa sistem federalisme dan pemisahan kekuasaan akan mencegah setiap faksi dapat mengontrol aparat dan pemerintahan nasional. Faksi dalam hal ini adalah partai politik dan kelompok kepentingan. 49 Namun demikian, 46Muchamad Ali Syafa’at, “Pembubaran Partai Politik Di Indonesia,” 56. 47Wirjono Prodjodikoro Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, 104-105. 48Muchamad Ali Syafa’at, “Pembubaran Partai Politik Di Indonesia....,” 57. 49MacIver, the Modern State, 397. Madison mendefinisikan faksi sebagai “a number of citizens, whether amounting to majority or minority of the whole, who are united and actuated by some common impulse of passion, or of interest, adverse to the rights of other citizens, or to the permanent and aggregate interest of the community.” Lihat Muchamad Ali Syafa’at, “Pembubaran Partai Politik Di Indonesia....,” 57. keberadaan faksi-faksi itu sendiri telah ada pada saat pembentukan konstitusi dan diakui sebagai hal yang tidak dapat dihindari sebagai konsekuensi kebebasan yang esensial bagi kehidupan politik. Untuk alasan ini, para pemimpin nasional mengecam faksi politik dan oleh karena itu tidak membuat ketentuan mengenai partai-partai politik. Perdebatan mengenai aspek-aspek tersebut mewarnai pemerintahan awal negara baru tersebut. 50 Sekitar tahun 1790-an, timbul konflik antara beberapa partai pertama Amerika. Partai Federalis yang dipimpin Alexander Hamilton dan partai Republik juga disebut Demokrat-Republik yang dipimpin Thomas Jefferson, merupakan partai politik pertama di dunia Barat. Tidak seperti kelompok politik longgar dalam Dewan Rakyat Inggris atau di koloni Amerika sebelum revolusi, kedua partai ini memiliki program partai yang masuk akal serta mendasar, pengikut yang relatif stabil dan organisasi yang berkesinambungan. 51 Federalis terutama mewakili kepentingan perdagangan dan manufaktur, yang mereka pandang sebagai kekuatan kemajuan di dunia. Mereka percaya hal ini dapat ditingkatkan hanya dengan pemerintahan pusat yang kuat yang mampu menghasilkan reputasi kepercayaan publik yang mapan dan mata uang yang stabil. Walau terang-terangan tidak mempercayai radikalisme laten orang kebanyakan, mereka tetap memiliki daya tarik bagi para pekerja dan produsen. Dukungan terkuat politik mereka terletak di negara bagian New England. Mereka memandang Inggris sebagai contoh yang perlu ditiru Amerika Serikat dalam segala hal. Oleh karena itu, mereka mendukung hubungan baik dengan negara induk. 52 Partai Republik yang dipimpin Thomas Jefferson lebih mengutamakan kepentingan dan nilai pertanian. Mereka tidak mempercayai para bankir, hampir tidak memedulikan bidang niaga dan manufaktur, serta percaya bahwa kebebasan dan demokrasi dapat berkembang dengan sangat baik di masyarakat pedesaan yang terdiri atas para petani swasembada. Mereka nyaris tidak membutuhkan pemerintah pusat yang kuat. Sesungguhnya, mereka cenderung menganggap pemerintah sebagai sumber tekanan potensial. Oleh 50Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, Garis Besar Sejarah Amerika Serikat, Edisi Bahasa Indonesia terj. Michelle Anugrah ttp: Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, 2005, 87. 51Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, Garis Besar Sejarah Amerika Serikat, 88. 52Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, Garis Besar Sejarah Amerika Serikat, 88. karena itu, mereka lebih menyukai hak negara bagian. Posisi mereka paling kuat di wilayah Selatan. 53 Dalam perkembangannya, partai politik di Amerika Serikat telah menjalankan peran besar dalam agregasi kepentingan politik di semua wilayah. Partai-partai tersebut telah menyediakan kendaraan bagi pilihan publik dan perubahan politik secara damai. Rakyat Amerika telah belajar menggunakan partai politik sebagai pengganti revolusi untuk melakukan perubahan dan mengontrol pemerintah. Sistem yang dibangun memungkinkan partai politik yang sedang berkuasa keluar dari pemerintahan dan partai politik yang berada di luar kekuasaan the outs mengambil giliran menjadi partai politik yang berkuasa the ins. Jika partai politik di Inggris dan Amerika terbentuk bersamaan dengan perkembangan dan pertumbuhan sistem demokrasi, maka di negara-negara jajahan partai politik dibentuk pada awalnya sebagai sarana pergerakan nasional. Partai-partai tersebut dapat duduk dalam dewan perwakilan ataupun menolaknya seperti yang terjadi di India dan Indonesia sebelum kemerdekaan. 54 Keberadaan partai politik di Indonesia dapat dilacak sejak masa penjajahan Belanda. Pada masa itu sudah mulai berkembang kekuatan- kekuatan politik dalam tahap pengelompokan yang diikuti dengan polarisasi, ekspansi, dan pelembagaan. Partai politik di Indonesia lahir bersamaan dengan tumbuhnya gerakan kebangsaan yang menandai era kebangkitan nasional. Berbagai organisasi modern muncul sebagai wadah pergerakan nasional untuk mencapai kemerdekaan. Walaupun pada awalnya berbagai organisasi tidak secara tegas menamakan diri sebagai partai politik, namun memiliki program-program dan aktivitas politik. 55 Bahkan menurut Yusril Ihza Mahendra, berdasarkan fakta-fakta historis, munculnya partai-partai politik masa pascakemerdekaan jelas bahwa beberapa partai telah berdiri jauh sebelum dikeluarkannya Maklumat Pemerintah yang ditandatangani Wakil Presiden Mohammad Hatta, atas saran Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat BP- KNIP pada tanggal 3 November 1945. Maklumat itu menegaskan 53Biro Program Informasi Internasional, Departemen Luar Negeri AS, Garis Besar Sejarah Amerika Serikat, 89. 54Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, 160; Partai pergerakan kemerdekaan di India misalnya adalah Partai Kongres. Sedangkan di Indonesia, banyak partai telah didirikan sebelum kemerdekaan sebagai alat pergerakan nasional mencapai kemerdekaan seperti SI, PNI, PSI, Partindo, dan lain-lain. Lihat juga Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942 Jakarta: LP3ES, 114-115. 55Muchamad Ali Syafa’at, “Pembubaran Partai Politik Di Indonesia.....,” 57. bahwa pemerintah “menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin kejalan yang teratur segala aliran paham yang ada di masyarakat.” Namun, Maklumat Pemerintah itu bukanlah penyebab berdirinya partai-partai. Maklumat itu adalah ‘pengesahan’ terhadap partai-partai yang telah berdiri. 56 Kehadiran partai politik dalam sejarah politik Indonesia modern dimulai pada permulaan abad ke-20. Sejalan dengan berbagai kebijakan baru pemerintah Hindia-Belanda yang banyak dipengaruhi oleh politik etis, berbagai asosiasi yang bercorak etnis, kebudayaan, dan keagamaan bermunculan sejak tahun 1905. Partai-partai politik bermunculan setelah Gubernur Jenderal Idenburg memberikan keleluasaan kepada Sarekat Islam bergerak secara lokal, karena ia mengira organisasi ini tidak akan terlibat dalam aktivitas politik praktis. Partai-partai lain juga bermunculan dalam kurun 1910 sampai dengan 1930, seperti Indische Partij, ISDV, Partai Nasionalis Indonesia PNI yang didirikan oleh Soekarno pada tahun 1927. 57 Sepanjang empat dasawarsa abad ke-20, partai-partai politik memberikan kontribusi yang besar dalam menumbuhkan semangat nasionalisme Indonesia, kendatipun partai-partai itu tumbuh dan berkembang berdasarkan ideologi politik yang berbeda-beda. Sarekat Islam, Pergerakan Penyadar, dan Partai Islam Indonesia adalah partai- partai dengan ideologi politik Islam. PNI dan Partai Indonesia Raya Parindra berideologi nasionalisme. Sedangkan Partij Komunis Hindia PKI berideologi sosialisme. Perbedaan ideologi antarpartai kerap menjadi pangkal pertikaian di antara pemimpin pergerakan politik pada masa penjajahan Belanda. Perbedaan strategi dalam berjuang mencapai kemerdekaan, seperti antara kelompok kooperasi dan non-kooperasi juga menjadi sumber pertikaian. Meskipun memiliki visi politik yang berbeda-beda, partai-partai itu sama-sama berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Mereka berusaha sekuat tenaga agar rakyat mengerti politik dan memiliki kesadaran bahwa mereka sebagai bangsa yang terjajah harus berjuang mencapai kemerdekaan. 58 Partai-partai itu juga telah mendorong tumbuhnya perdebatan- perdebatan intelektual dikalangan para pemimpinnya. Rakyat belajar dari perdebatan-perdebatan intelektual dan pidato-pidato rapat umum 56Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi Dewan Perwakilan dan Sistem Kepartaian Jakarta: Gema Insani Press, 1996, 181. 57Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, 177-178. 58Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tata Negara Indonesia, 178. partai-partai politik masa itu. Partai-partai yang menghimpun massa dalam jumlah banyak itu telah melahirkan pemimpin-pemimpin politik dan masyarakat dari bawah. Hubungan antara pemimpin dan pengikut menjadi erat. Pemimpin-pemimpin partai tersebut, bersama pemimpin- pemimpin organisasi sosial dan keagamaan membawa Indonesia pada kemerdekaan pada tahun 1945.

C. Masyarakat Madani dan Partai Politik dalam Pancasila