Mangrove QUAL2K TINJAUAN PUSTAKA

18 Gambar 6 Profil nutrien dalam porewater yang menunjukkan perubahan konsentrasi yang berbeda akibat keberadaan organisme bioturbasi, tanda menunjukkan konsentrasi tanpa Arenicola, dan menunjukkan adanya Arenicola. Kedalaman sedimen secara vertikal dimulai dari kedalaman di bawah 0 cm Volkenborn et al ., 2007. 19 Gambar 7 Hubungan positif yang dihasilkan antara fluks nutrien dan kelimpahan bentik, a fluks fosfat dan silikat vs kelimpahan Nereis, b nitrat , nitrit , amonium vs kelimpahan Nereis, c nitrit , dan amonium vs kelimpahan Macoma fluks nitrit x 100 Mortimer et al., 1999.

2.4.2. Pemodelan Fluks Nutrien

Fluks nutrien sebagai akibat dari bioturbasi merupakan salah satu bentuk prinsip hukum pertama Fick’s Berg et al., 2003 dan sebuah proses discrete dimana bioturbator memindahkan partikel pada jarak dan arah tertentu, a b c 20 kemudian menghabiskan beberapa saat tertentu untuk diam rest period dan kemudian bergerak lagi dengan jarak yang tetap sama, namun dengan arah yang berbeda dengan pergerakan sebelumnya Wheatcroft et al., 1990. Bila jarak dan arah pergerakan partikel serta sela waktu pergerakan diketahui, maka percampuran sedimen yang terjadi dapat digambarkan dengan akurat. Secara matematis, proses bioturbasi ini digambarkan sebagai proses difusi dengan kekuatan difusi yang diungkapkan dalam bentuk nilai biodifusi D B yang mengakibatkan timbulnya fluks. Nilai fluks hasil bioturbasi dibedakan menjadi fluks sebagai hasil difusi secara molekuler, fluks hasil percampuran mixing yang meminimalkan gradien porositas, fluks hasil adveksi dan reaksi kimia yang terjadi Boudreau, 1997. Nilai-nilai tersebut diasumsikan dalam bentuk box model. Thibodeaux 1996 menjelaskan bahwa bioturbasi sebagai box model merupakan salah satu asumsi aktifitas bioturbasi sebagai suatu percampuran yang terjadi secara acak dan cepat, dimana kondisi antar box merupakan kondisi yang seragam. Perubahan yang terjadi pada sedimen dalam tiap box akan terakumulasi di bagian bawah box akibat adanya proses percampuran. Meski demikian, pada kondisi sebenarnya di alam, perubahan fisika sedimen seperti porositas dan permeabilitas akan tetap terjadi pada kedalaman yang berbeda. Guna menggambarkan kondisi tersebut, diasumsikan percampuran yang terjadi tidak melibatkan percampuran antara padatan dan cairan, sehingga gradient porositas dapat diminimalkan dan asumsi homogen pada box model tetap terpenuhi. Percampuran tersebut disebut dengan intraphase mixing Boudreau, 1997. Bentuk pemodelan bioturbasi secara umum adalah Boudreau, 1997 : dimana adalah reaksi denitrifikasi serta kesetimbangan massa nutrien Chapra et al., 2008, adalah porositas, adalah turtuosity, konsetrasi nutrien terlarut pada porewater , kedalaman , adalah velositas porewater , dan koefisien bioturbasibiodifusitas . diperoleh melalui persamaan : Akumulasi Fluks Difusi Molekuler Fluks Intraphase Mixing Fluks Adveksi Reaksi Kimia 21 diperoleh dengan menggunakan persamaan Krom dan Berner 1980 in Feuillet et al., 1997 : dimana koefisien difusi tiap nutrien yang diperoleh dari Li dan Gregory 1974. Nilai amonia, nitrat, nitrit, dan fosfat dapat dilihat pada Tabel 3. adalah porositas sedimen rata-rata, dan faktor koreksi viskositas : dimana bila dan bila Tabel 3 Koefisien difusi ion Li dan Gregory, 1974 Anion D o 10 -6 cm 2 s -1 o C 18 o C 25 o C 9,8 - 9,78 - 16,8 15,3 16,1 - 19,8 19,1 19,0 7,34

2.5. QUAL2K

QUAL2K adalah salah satu model yang dikembangkan oleh Chapra et al. 2008 guna mempermudah analisis kualitas air pada sungai dan badan air, sekaligus melengkapi program pemodelan versi sebelumnya. Pemodelan ini dioperasikan dengan menggunakan sistem operasi Windows ME2000XP dengan antarmuka user menggunakan Microsoft Office Excel 2000 atau lebih tinggi. Seluruh program yang digunakan dalam pengoperasian model terdapat pada Microsoft Office macro language : Visual Basic for Applications VBA. QUAL2K merupakan bentuk pemodelan ekosistem sederhana berupa satu dimensi dengan asumsi terjadi percampuran massa air dengan baik secara vertikal maupun lateral dan kondisi hidrolis yang stabil. Meski tampak sederhana, QUAL2K mampu melakukan simulasi-simulasi, seperti pada aliran hidrolis yang pada kenyataannya tidak seragam, heat budget, suhu, kualitas air, dan masukan- masukan lain yang dapat mempengaruhi kondisi perairan, sebagai fungsi deret waktu, stoikiometri perairan, interaksi sediment-water interface, patogen, dan parameter kinetik. Simulasi-simulasi tersebut dilakukan dalam bentuk box model yang mengakibatkan dapat digunakannya program QUAL2K ini dalam penelitian 22 meskipun peruntukkan spesifik model QUAL2K ini adalah pada sungai dan badan air. Salah satu simulasi yang mampu dilakukan QUAL2K dan berhubungan dengan konteks bioturbasi adalah interaksi sediment-water interface yang menghasilkan fluks, baik fluks SOD Sediment Oxygen Demand maupun nutrien. Fluks yang dihasilkan oleh interaksi ini merupakan simulasi sebagai fungsi pengendapan bahan organik, reaksi yang terjadi dalam sedimen, dan konsentrasi bahan organik. Peran bioturbasi dalam fungsi simulasi tersebut terletak pada reaksi dalam sedimen, mengingat bioturbasi sebagai salah satu proses dalam diagenesis yang penting untuk diperhitungkan. 23

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian direncanakan dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2011. Pengambilan sampel dilakukan di daerah hutan lindung yang merupakan hasil reklamasi mangrove Muara Angke, Jakarta Gambar 8. Gambar 8 Lokasi penelitian.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu alat dan bahan yang digunakan di lapangan dan di laboratorium Tabel 4 dan Tabel 5 3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Studi Pendahuluan Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan. Kondisi lapangan yang diamati mencakup kondisi mangrove, substrat, dan liang bioturbasi. Kseluruhan pengamatan tersebut dilakukan secara visual, kecuali bentuk liang bioturbasi yang juga dilakukan pengukuran awal. Hasil studi pendahuluan akan digunakan dalam menentukan lokasi sampling dan rancangan alat yang akan digunakan. 24 Tabel 4 Alat dan bahan yang digunakan di lapangan No Nama Alat Spesifikasi Fungsi 1 Porewater profiler p = 30 cm, d = 2,5 inchi Memperoleh sampel porewater 2 Ring sampler d = 4,8 cm, t = 5 cm Mengambil sampel sedimen 3 Pipe ring d = 2,5 inchi, p = 10 cm Cetakan resin cast 4 Syringe 50 ml Mengambil sampel porewater 5 Cubtainer 250 ml Tempat sampel porewater 6 GPS GPS GARMIN Menentukan posisi stasiun 7 Cool box Marina cooler Menyimpan sampel 8 DO meter Lovibond OXI200 Mengukur DO sampel air 9 pH meter Jenway Mengukur pH sampel air 10 Refraktometer Atago Hand Refractometer 0- 28 ‰ Mengukur salinitas 11 Kamera Digital camera Sony 10 MP Dokumentasi 12 Plastik klip - Menyimpan sampel sedimen 13 Es batu - Preservasi sampel air 14 Polyester resin - Mencetak liang bioturbasi 15 Sekop - Menggali sedimen Tabel 5 Alat dan bahan yang digunakan di laboratorium No Nama Alat Spesifikasi Fungsi 1 Spektrofotometer HACH DR-2000 Menganalisa nutrien 2 Gelas beaker - Wadah sampel analisis 3 Vacuum pump - Menyaring sampel air 4 Kertas saring Whatman GFC d = 47 mm Menyaring sampel air 5 Nitrate reagen NitraVer® 5, Powder Pillows Cat. 14034-99 Analisis nitrat 6 Nitrite Reagent NitriVer® 3, Powder Pillows Cat. 14065-99 Analisis nitrit 7 Nessler Reagent Cat. 21194-49 Analisis ammonia 8 Mineral stabilizer Cat. 23766-26 Analisis ammonia 9 Polyvinyl alcohol dispersing agent Cat. 23765-66 Analisis ammonia 10 Phosphate Reagent PhosVer® 3, Powder Pillows Cat. 212599 Analisis phosphat

3.3.2. Desain Penelitian

Penelitian dilakukan di daerah mangrove reklamasi, kawasan hutan lindung Muara Angke. Sampling dilakukan pada lokasi yang mengalami bioturbasi dan lokasi tanpa bioturbasi, sebagai substasiun. Kondisi bioturbasi yang diperhitungkan dalam sampling adalah bioturbasi yang dilakukan organisme meliang yang diasumsikan sebagai pelaku bioturbasi yang dominan menyebabkan terjadinya regenerasi. Aktifitas crawling yang dilakukan mikrobentik sebagai bentuk bioturbasi tidak diperhitungkan dalam pengambilan sampling. Pada tiap substasiun, diambil masing-masing 3 titik untuk daerah yang mengalami bioturbasi dan tanpa bioturbasi. 25 Sampling dilakukan dengan melakukan penanaman porewater profiler dan pipe ring selama 3 hari agar kondisi porewater dalam profiler menjadi homogen sekaligus untuk memperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan. Setelah 3 hari, dilakukan pengambilan sampel porewater, dilanjutkan dengan pengambilan hasil cetakan pada pipe ring, dan terakhir adalah sampel sedimen menggunakan sekop dan ring sampler. Sampel air yang telah diambil dimasukkan dalam 2 cubtainer , yaitu cubtainer pertama untuk pengukuran DO dan pH secara insitu dan cubtainer kedua untuk disaring kemudian dianalisa nutrien ammonia, nitrit, nitrat, dan fosfat di laboratorium, sedangkan sedimen yang tercetak di pipe ring maupun ring sampler dibiarkan tetap berada dalam cetakan dan langsung dibawa ke laboratorium untuk dianalisa. Sedimen pada pipe ring digunakan untuk memperoleh cetakan morfologi liang bioturbasi, sedangkan sedimen pada ring sampler digunakan untuk memperoleh kondisi porositas dan permeabilitas sedimen. Sedimen yang diambil menggunakan sekop langsung dimasukkan dalam plastik klip untuk dianalisa tekstur sedimen di laboratorium.

3.3.3. Rancangan Alat

Tahap ini dilakukan untuk merancang dan membuat porewater profiler. Porewater profiler dirancang agar mudah ditanam dan dikeluarkan dari sedimen, memiliki kemampuan dalam memperoleh porewater dalam jumlah yang cukup dan mampu menggambarkan profil vertikal nutrien pada setiap kedalaman sedimen. Profiler diadopsi dari prinsip kerja porewater peeper pada Buffle dan De Vitre 1994 yang kemudian dimodifikasi Gambar 9. Profiler yang dibuat terdiri dari profiler bertingkat dan profiler tunggal, dimana keduanya terbuat dari bahan yang sama, yaitu pipa dengan diameter 2,5 inchi. Profiler bertingkat merupakan suatu rangkaian profiler yang tersusun memanjang dan bersekat setiap 5 cm, yaitu pada kedalaman 5, 10, dan 15 cm, serta memiliki panjang total 30 cm. Profiler tunggal merupakan profiler yang berfungsi hanya pada 1 kedalaman saja, yaitu untuk kedalaman 2,5 cm, 7,5 cm, dan 12,5 cm.

3.3.4. Teknik Sampling a. Porewater

Pada kedua lokasi titik sampling bioturbasi maupun non bioturbasi, pengambilan sampel dilakukan dengan metode penanaman yang sama. Sampel porewater diperoleh dari hasil penanaman profiler selama 3 hari dan kemudian 26 Gambar 9 Rancangan porewater profiler yang digunakan dalam pengambilan sampel porewater, a. Bertingkat, b. Tunggal. sampel diambil dengan menggunakan bantuan syringe. Sampel kemudian dimasukkan dalam 2 cubtainer untuk dilakukan pengukuran insitu pH dan DO dan dimasukkan dalam cool box serta langsung dibawa ke laboratorium untuk dianalisa nutriennya. Sampel selama perjalanan dari lapangan menuju laboratorium diberi preservasi menggunakan es batu untuk mencegah terjadinya perubahan kimiawi dalam sampel air. Sampel air yang diperoleh disaring terlebih dahulu sebelum dilakukan analisa nutrien, yaitu amonium, nitrat, nitrit, dan fosfat.

b. Sedimen

Sampel sedimen yang diambil adalah sampel sedimen terganggu dan tidak terganggu menurut prosedur pengambilan sampel sedimen Balai Penelitian Tanah 2009. Pengambilan sampel ini menggunakan bantuan sekop dan ring sampler . Sampel yang diperoleh menggunakan sekop adalah sampel sedimen terganggu yang digunakan dalam analisa teksturnya, sedangkan sampel pada a b Selang keluar Sekat pipa Per 5 cm Lubang air masuk 7 cm 7 cm 6,35 cm 6,35 cm 27 ring sampler adalah sampel tidak terganggu yang digunakan dalam analisa porositas dan permeabilitas sedimen. Sampel yang diambil menggunakan sekop merupakan sampel sedimen terganggu yang akan dianalisa teksturnya. Sedimen mula-mula digali hingga kedalaman 0-20 cm kemudian diambil dengan menggunakan sekop dan langsung dimasukkan dalam kantong plastik yang telah diberi label. Sampel yang diambil dengan ring sampler merupakan sampel sedimen utuh yang diperoleh dengan menekan dari tinggi ring sampler ke dalam sedimen, kemudian ring yang lain ditumpangkan di atas ring pertama tadi. Kedua ring tersebut ditekan menggunakan bantuan kayu hingga ± 1 cm tinggi ring kedua masuk ke dalam substrat. Kedua ring tersebut kemudian diangkat menggunakan bantuan sekop dan dipisahkan. Kelebihan sedimen pada permukaan ring pertama dipotong menggunakan pisaucutter dengan arah sejajar permukaan ring dan ditutup pada kedua sisinya. Setiap ring diberi label dan langsung dimasukkan dalam peti untuk dianalisa porositas dan permeabilitasnya di laboratorium.

c. Morfologi Bioturbasi

Perolehan struktur morfologi bioturbasi menggunakan metode resin casting menurut Atkinson dan Chapman 1984 in Nickell dan Atkinson 1995. Metode tersebut menggunakan campuran resin polyester dengan katalis peroksida yang berfungsi sebagai pengeras resin sebanyak 2 dari volume. Pengambilan sampel liang bioturbasi ini dilakukan dengan memasang pipa yang berdiameter 3 inchi dan tinggi 10 cm. Campuran resin kemudian disuntikkan pada lubang bioturbasi dan dibiarkan selama 48 jam. Cetakan resin resin cast tersebut kemudian digali dan dibawa ke laboratorium untuk dikeluarkan dari pipa, didokumentasikan dan diukur dimensinya. 3.4. Perolehan Data 3.4.1. Sedimen

a. Ukuran dan Jenis Butir Sedimen

Ukuran butir dan jenis sedimen ditentukan dengan menggunakan persentase berat kering dari tiap ukuran ayakan yang diperoleh. Hasil penghitungan persentase kemudian digunakan untuk menentukan jenis sedimen dengan bantuan segitiga Shepard. Persamaan yang digunakan dalam menentukan berat fraksi adalah Sanders, 1978 : 28

b. Porositas Sedimen

Nilai porositas sedimen dihitung berdasarkan hasil pengukuran volume air pada sedimen basah dan volume butir sedimen. Volume air dalam sedimen diperoleh dengan melakukan pencucian garam dari sedimen, kemudian dilakukan pengeringan. Berat kering kemudian dikurangkan dengan berat basah sedimen. Porositas dihitung dengan persamaan Buchanan, 1984 : dimana = porositas, = volume

c. Permeabilitas Sedimen

Permeabilitas merupakan rata-rata air yang melewati core sedimen, dihitung dengan menggunakan persamaan Buchanan, 1984 : dimana = permeabilitas , = volume air yang dikumpulkan , = panjang core , = tinggi muka air , = diameter core , = waktu

3.4.2. Morfologi Bioturbasi

Karakteristik morfologi bioturbasi diperoleh dengan melakukan pengukuran fisik pada cetakan liang bioturbasi menggunakan metode Li et al. 2008. Ukuran- ukuran pada liang dibedakan menjadi SD surface diameter yaitu lebar lubang permukaan liang bioturbasi, AW arm width yaitu diameter shaft dalam, DO distance opening yaitu jarak antara lubang permukaan satu dengan yang lain, UD U-depth yaitu kedalaman yang diukur dari lubang permukaan hingga batas percabangan liang yang terbentuk di dalam sedimen, CS central shaft yaitu kedalaman liang yang diukur dari batas percabangan hingga ujung bawah liang, dan TD total depth yaitu kedalaman liang secara keseluruhan. UD, CS, dan TD merupakan jarak yang didasarkan pada kedalaman liang dalam sedimen, bukan panjang liang itu sendiri Li et al., 2008. 29 . Gambar 10 Pengukuran morfologi fisik liang bioturbasi Li et al., 2008. 3.5. Analisis Data 3.5.1. Karakteristik Bioturbasi dan Profil Nutrien Karakteristik bioturbasi meliputi bentuk, panjang, diameter liang, dan total panjang liang. Karakteristik tersebut diperoleh dari hasil dokumentasi yang kemudian dilakukan pengukuran langsung pada cetakan resin. Hasil pengukuran dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif ini juga dilakukan pada konsentrasi nutrien hasil analisa di laboratorium amonium, nitrat, nitrit, dan fosfat. Konsentrasi nutrien yangdiperoleh digunakan langsung dalam pembuatan profil distribusi vertikal dalam sedimen. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan nutrien pada sedimen maupun kolom air, pada daerah yang mengalami bioturbasi maupun non bioturbasi. Hasil profil nutrien pada kedua daerah tersebut kemudian dibandingkan.

3.5.2. Regenerasi Fluks Nutrien

Regenerasi atau fluks nutrien hasil bioturbasi dianalisis dengan menggunakan bantuan box model pada program QUAL2K version 2.11. Skematik sistem box model yang berlaku pada program QUAL2K ditunjukkan pada Gambar 11. Fluks nutrien yang dihitung pada program QUAL2K diasumsikan sebagai fluks yang terjadi pada tiap-tiap box yang mewakili daerah antara 2 kedalaman sedimen kedalaman atas dan bawah, sehingga dari 7 lapisan kedalaman akan diperoleh 6 buah box model. Setiap box model mewakili kondisi sedimen dan porewater pada daerah antara 2 kedalaman Gambar 12. 30 Gambar 11 Skematik model QUAL2K untuk perhitungan fluks nutrien Chapra et al ., 2008. Kotak merah menunjukkan parameter yang tidak digunakan dalam penelitian. Ket : n a = konsentrasi NH 4 di kolom air; o = konsentrasi oksigen; n n = konsentrasi NO 3 di kolom air; p i = konsentrasi PO 4 di kolom air. Gambar 12 Sistem box model QUAL2K yang mewakili kondisi sedimen dan porewater pada daerah di antara 2 kedalaman. Masing-masing fluks yang dihasilkan merupakan aliran nutrien yang terjadi pada tiap box, baik ke dalam maupun ke luar. Nutrien yang mengalami simulasi pada program QUAL2K meliputi NH 4 + , NO 3 - , dan PO 4 3- . Hal ini karena ketiga nutrien tersebut merupakan hasil utama dari proses mineralisasi, sedangkan NO 2 - dianggap sebagai ion perantara sehingga fluksnya tidak diperhitungkan. Data parameter yang digunakan dalam program merupakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan hasil pengukuran, baik secara insitu meliputi DO, temperatur dan hasil analisis laboratorium konsentrasi nutrien dan porositas. Data sekunder yang digunakan merupakan data hasil penelitian Sistem box model H 1 H 2 ∆H = 2,5 cm 31 sebelumnya yang telah dipublikasi koefisien bioturbasi dan kelimpahan klorofil dari fitoplankton. Beberapa parameter yang digunakan dalam menjalankan program QUAL2K untuk memperoleh fluks pada setiap box dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4.

3.5.3. Analisis Sensitivitas QUAL2K

Analisis sensitivitas merupakan suatu cara untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada solusi optimal yang dihasilkan oleh suatu metode jika parameter diubah nilainya. Analisis sensitivitas akan memberikan gambaran yang dapat memperkirakan bagaimana suatu solusi memiliki konsistensi meskipun terjadi perubahan pada parameter-parameter yang mempengaruhinya. Pada penggunaan model QUAL2K juga perlu dilakukan analisa sensitivitas untuk mengetahui kestabilan solusi yang diberikan terhadap fluks nutrien pada proses diagenesis akibat bioturbasi. Analisis sensitivitas dilakukan pada fluks NH 4 + yang timbul akibat adanya aktifitas bioturbasi. Hal ini dilakukan karena pada liang bioturbasi yang memiliki kondisi oksik, reaksi redoks pada nitrogen bermula dari perubahan NH 4 + menjadi NO 2 - dan NO 3 - , sehingga sensitivitas pada NH 4 + akan mempengaruhi NO 2 - dan NO 3 - yang terbentuk. Analisis sensitivitas ini dilakukan dengan melakukan penambahan dan pengurangan pada nilai DO ± 50, porositas ± 5, masing-masing konsentrasi NH 4 + , NO 3 - , dan PO 4 3- ± 50, dan kelimpahan klorofil pada fitoplankton ± 25 pada sedimen bioturbasi. Misalnya parameter DO pada kedalaman sedimen 0-2,5 cm pada titik sampling B1. Nilai DO awal hasil pengukuran lapangan adalah sebesar 3,425 mg l -1 . Pada analisis sensitivitas, dilakukan penambahan DO sebesar 50, sehingga input DO yang dilakukan pada model adalah sebesar 5,138 mg l -1 , begitu pula dengan sensitivitas pada pengurangannya, yaitu input DO sebesar 1,713 mg l -1 . Penambahan dan pengurangan input nilai tersebut juga belaku bagi parameter-parameter yang lain, namun dengan persentase yang berbeda. Tingkat persentase penambahan dan pengurangan tersebut disesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada hasil analisis sensitivitas. Hal tersebut karena nilai masing-masing penambahan dan pengurangan dilakukan untuk mengetahui titik awal kesensitivan sekaligus tingkat konsistensi hasil pemodelan, sehingga model yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan untuk memprediksi bagaimana fluks yang diakibatkan oleh kemungkinan-kemungkinan perubahan yang terjadi di alam. 32

3.6. Asumsi Model QUAL2K

Model QUAL2K merupakan salah satu metode penyederhanaan yang digunakan dalam analisis, sehingga diperoleh solusi regenerasi nutrien yang mampu mendekati kejadian sebenarnya di alam. Oleh karena itu, pada pelaksanaan model ini digunakan beberapa asumsi : 1. Sistem model adalah box model 2. Pelaku bioturbasi adalah organisme meliang secara global. 3. Sumber nutrien yang terdapat di sedimen merupakan hasil pengendapan fitoplankton dan masing-masing nutrien dari kolom air ke dalam sedimen. 4. Fluks yang terjadi merupakan pengembalian bahan organik terlarut dari box model menuju kolom air atau pun pengambilan bahan organik terlarut dari kolom air masuk ke dalam box model. 5. Fluks yang menunjukkan arah positif menunjukkan terjadinya aliran nutrien dari dalam box model menuju ke kolom air, dan arah negatif menunjukkan terjadinya aliran nutrien dari kolom air menuju box model. 6. Jenis, ukuran butir dan komposisi sedimen diasumsikan homogen pada setiap box kedalaman. 7. Koefisien bioturbasi yang digunakan adalah homogen pada setiap box kedalaman dan setiap titik sampling 33

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Lokasi Penelitian

Kawasan reklamasi mangrove Muara Angke Kapuk merupakan bagian dari BKSDA Muara Angke. Kawasan ini berbatasan langsung dengan Perumahan Pantai Indah Kapuk pada bagian selatan, bagian utara dan barat berhadapan dengan laut, dan bagian timur dibatasi oleh muara saluran Cengkareng. Kawasan reklamasi ini didominasi oleh mangrove jenis Rhizopora sp dan Avicennia sp. Pada sekeliling kawasan reklamasi ini pihak BKSDA memberikan batu-batu besar yang mengitari dan membatasi reklamasi dengan laut. Hal ini dimaksudkan guna mencegah terjadinya abrasi. Batu-batu tersebut ternyata tidak hanya menjadi perangkap bagi sedimen yang terbawa bersama aliran sungai, namun juga sampah-sampah yang masuk ke kawasan reklamasi saat terjadi pasang. Hal tersebut terlihat dari menumpuknya sampah plastik pada sedimen mangrove. Meski demikian, mangrove pada kawasan reklamasi ini masih dapat bertahan, bahkan kawasan ini juga masih memiliki biota-biota bentik yang terlihat dari banyaknya liang bioturbasi maupun bekas-bekas gerakan biota pada permukaan sedimen crawling. Kawasan reklamasi mangrove ini memiliki substrat permukaan yang didominasi oleh silt 98 dan kedalaman substrat lunak yang bervariasi. Pada mangrove yang terletak di bagian pinggir berdekatan dengan batu-batu besar, kedalaman substrat lunak mencapai 10-20 cm, tetapi pada mangrove bagian tengah hanya mencapai 3-4 cm saja dan kedalaman selanjutnya didominasi oleh jenis substrat yang lebih keras . Kondisi tersebut mengakibatkan liang bioturbasi lebih banyak ditemukan pada daerah pinggir dibandingkan bagian tengah mangrove, meskipun mangrove pada bagian tengah lebih tinggi dan lebih rapat. Titik pengambilan sampel pada lokasi bioturbasi dilakukan pada sedimen yang berada di bawah mangrove.

4.2. Karakteristik Fisik Bioturbasi

Karakteristik fisik tiap liang bioturbasi yang terdapat di kawasan mangrove tidak sama. Beberapa karakteristik fisik bioturbasi yang ditemukan di 3 titik sampling dapat dilihat pada Tabel 6. 34 Tabel 6 Karakteristik fisik cetakan cast liang bioturbasi No Profil Fisik Liang Bioturbasi Tipe Keterangan 1 Y-shaped SD AW UD CS TD : : : : : 1 cm 1,6 cm 6 cm 6,5 cm 12,5 cm 2 Kompleks SD-1 SD-2 AW-1 AW-2 DO TD-1 TD-2 : : : : : : : 1,7 cm 1,8 cm 2,3 cm 2,2 cm 11 cm 12 cm 6,5 cm 3 Y-shaped SD-1 SD-2 AW-1 AW-2 DO UD-1 UD-2 CS TD : : : : : : : : : 1,2 cm 0,5 cm 2,9 cm 1,8 cm 14,5 cm 5,5 cm 5 cm 13 cm 18,5 cm Keterangan: SD : surface diameter, AW : arm width, DO : distance opening, UD : U-depth , CS : central shaft, TD : total depth