Perjanjian Kerja [5] Sumber Hukum Ketenaga kerjaan.

heteronom menjadi standar minimal yang harus dipatuhi dalam membuat hukum perburuhan otonom. Bahkan sesungguhnya pembuatan hukum perburuhan otonom menjadi tidak perlu apabila isinya sama dengan hukum heteronom, karena sesungguhnya akan terjadi duplikasi yang tidak perlu antara hukum perburuhan otonom dan hukum perburuhan heteronom. [4] Sumber Hukum Perburuhan Otonom Terdiri dari Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan PP, dan Perjanjian Kerja Bersama PKB: 1. Perjanjian Kerja [5] Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerjaburuh dengan pengusaha yang memuat syarat- syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak yang dapat berbentuk tertulis atau lisan. [6] Perjanjian Kerja dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat formil dan syarat materil. Syarat materiil perjanjian kerja sesuai yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu : [7] a Kesepakatan kedua belah pihak; b Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dan; d Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Syarat formil perjanjian kerja pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 sekurang- kurangnya memuat: 1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; 2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerjaburuh; 3. Jabatan atau jenis pekerjaan; 4. Tempat pekerjaan; 5. Besarnya upah dan cara pembayaran; 6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerjaburuh; 7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; 8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat 9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Hal-hal yang diperlukan dalam pembuatan Perjanjian Kerja termasuk biaya menjadi tanggung jawab Pengusaha. Perjanjian Kerja juga dapat dibatalkan jika ternyata para pihak tidak sepakat dan para pihak tidak cakap, dan batal demi hukum jika tidak ada pekerjaan yang diperjanjikan ataupun bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian Kerja dapat juga ditarik kembali atas persetujuan para pihak. Perjanjian Kerja murni hubungan kontraktual antara buruh dan pengusaha namun tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Di sinilah letak unsur otonomnya. Jenis perjanjian kerja berdasarkan ketentuan pasal 56 UU Nomor 13 Tahun 2003 dibedakan dalam : 1. penjanjian kerja untuk waktu tertentu PKWT 2. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. PKWTT Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu di atur dalam ketentuan pasal 57-66 UU No 13 Tahun 2003. PKWT dibuat secara tertulis serta menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. PKWT yang dibuat tidak tertulis dinyatakan sebagai PKWTT. PKWT tidak mempekenankan masa percobaan, PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan akan selesai dalam waktu tertentu 1. Pekerjaan sekali selesai atau sementara sifatnya 2. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya tidak terlalu lama dan paling lama 3 tiga tahun 3. Pekerjaan yang sifatnya musiman 4. Pekerjaaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam pencobaan atau penjajakan. Berakhirnya perjanjian kerja : 1. Pekerja meninggal dunia 2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja 3. Adanya putusan pengadilan danatau putusan atau penetapan lembaga penselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap 4. Adanya keadaaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam pejanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. 1. Pekerjaburuh memasuki usia pensiun 55 tahun 2. Pekerjaburuh diputuskan hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan 3. Pekerjaburuh meninggal dunia 4. Adanya putusan pengadilan yang menyatakan pekerjaburuh telah melakukan tindak pidana sehingga perjanjian kerja tidak bisa dilanjutkan. 2. Peraturan Perusahaan PP [8]