25
melihat bagaimana identitas seseorang ketika berhadapan dengan agama. Yakni, Identitas penganut Merapu berhadapan dengan Gereja dan
Pemerintah. Kedua penelitian tersebut melihat bagaimana identitas seseorang berkaitan dengan wacana tentang agama ketika mengalami perjumpaan
dengan wacana lain. Dalam penelitian ini, akan lebih melihat bagaimana wacana
kebangkitan agama mempengaruhi identitas seseorang. Hal ini berkaitan bagaiman negosiasi identitas orang Jawa yang beragama Kristen ketika
berdiri dalam dua wacana yang berbeda. Jadi bukan pada pemaknaan ziarah kubur dari aspek teologis, psikologis, ataupun antropologi, tetapi lebih pada
pengalaman terhadap ziarah kubur yang akhirnya menentukan identitas saat berada dalam dua kekuatan.
VII. Metode Penelitian Sumber data dan pengumpulannya
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Lived Experience, yaitu, pengalaman hidup secara langsung orang Jawa yang beragama Kristen
dalam menyikapi wacana tentang ziarah kubur. Seperti yang disampaikan Paula Saukko, penelitian dalam kajian budaya meliputi pengalaman hidup,
wacana, dan juga konteks sosial Saukko, 2003:33. Wacana di sini lebih berkaitan dengan kebangkitan agama, yaitu kebangkitan agama Kristen dalam
menyebarkan ajarannya tentang larangan melakukan ziarah kubur atau usaha purifikasi. Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara dan
observasi.
26
Subjek dalam penelitian ini adalah orang Jawa yang beragama Kristen. Sedangkan lokasi penelitian adalah Desa Banyubiru, Kecamatan
Banyubiru, Kabupaten Semarang Jawa tengah. Lokasi ini dipilih karena yang pertama berdekatan langsung dengan kehidupan peneliti, kedua masyarakat
Desa Banyubiru masih menjunjung tinggi tradisi ziarah kubur, bahkan setahun sekali diadakan ziarah kubur masal atau tradisi nyadaran. Selain itu
saat ini berkembang juga Gereja Kristen Jawa di daerah Banyubiru.
VIII. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tesis tentang Kejawaan dan Kekristenan yang berjudul Negosisasi identitas orang Kristen Jawa dalam persoalan di sekitar
ziarah kubur, akan terdiri dari lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang permasalahan, tema, rumusan
permasalahan, tujuan penelitian, pentingnya penelitian, konsep penelitian dan juga kajian pustaka.
Pemilihan judul di sekitar ziarah kubur ingin menggambarkan bahwa ada tradisi atau ritual lain di sekitar ziarah kubur yang sangat mempengaruhi
tradisi ziarah kubur itu sendiri. Tradisi lain tersebut antara lain slametan atau genduren
, merti desa, dan juga ritual penghormatan leluhur serta pemaknaan kematian itu sendiri. Sebelum membahas tentang negosiasi identitas orang
Kristen Jawa perlu dikaji dulu bagaimana orang Jawa sendiri menyikapi tradisi-tradisi Jawa yang sangat mempengaruhi identitas Kejawaan. Desa
Banyubiru sebagai wilayah perjumpaan identitas Kejawaan dan Kekristenan digambarkan dalam bagian kedua Bab II. Di bagian kedua ini yang pertama
27
melihat bagaimana sejarah Banyubiru sendiri berkaitan dengan bumi perdikan. Pemaknaan bumi perdikan menjadi persoalan yang perlu dibahas
karena konsepsi ini mengarah pada penghormatan leluhur, baik secara individu maupun komunal. Pemahaman ini juga mengantar pada tradisi
sedekah bumi perdikan Banyubiru yang di dalamnya ada ritual slametan, pertunjukan wayang kulit, dan ziarah kubur yang semuanya mengarah pada
permohonan pangestu leluhur mereka. Di bagian kedua, juga digambarkan kondisi gegografis dan juga keadaan penduduk, hal ini sangat mempengaruhi
pola pembentukan identitas Kejawaan. Ketergantungan hidup masyarakat terhadap alam turut mendorong masyarakat untuk melakukan ritual
permohonan kesuburan dan juga keselamatan hidup melalui leluhur mereka. Usaha purifikasi agama Kristen yang hadir di tengah masyarakat Desa
Banyubiru akan dikaji di bagian ketiaga Bab III. Bagian pertama akan terlebih dahulu menjelaskan sejarah Kristenisasi di Jawa, bagaimana proses
muncul dan berkembangnya ajaran Kristen yang tidak bisa dilepaskan dari kolonialisme. Muncul dinamika pertarungan wacana yang mengantar pada
pemb entukan identitas biner, antara Kristen “Jawa” dan Kristen “landa”.
Sejarah menjadi hal yang penting untuk melihat dinamika Kekristenan di Desa Banyubiru. Bagian kedua dalam bab ini lebih menjelaskan tentang
proses dan pengaruh pembentukan identitas Kristen Jawa di Banyubiru. Pembentukan identitas ini mulai dari peran penyebar ajaran, cara penyebaran,
dan keadaan umat yang ada. Konsepsi atau ajaran Kristen yang diajarkan merupakan usaha purifikasi untuk meyakini bahwa arwah roh leluhur sudah
28
berada di Surga, sehingga tidak perlu adanya ritual ziarah kubur, slametan, dan juga ritual penghormatan leluhur lainnya. Ajaran ini diajarkan tanpa ada
unsur pemaksaan dan kekerasan, namun bersifat produktif. Perbedaan konsepsi atau ajaran tentang kematian ini mengarah pada
proses negosiasi identitas Jemaat GKJ Bab IV. Bagian pertama memberikan gambaran tentang konsepsi ajaran Kristen yang hadir dalam usaha purifikasi
berkaitan dengan tradisi Jawa seperti slametan,dan ziarah kubur, konsepsi akan kematian. Mekanisme yang mempengaruhi negosiasi identitas adalah
adanya usaha memberi kepatuhan disetiap ajaran, sehingga bagian kedua lebih menjelaskan bagaimana Kekristenan dan Kejawaan dalam usaha
memberikan kepatuhan, bagaimana Alkitab dan juga “aturan” komunal
masyarakat memberikan kepatuhan pada masyarakat. Bagian terakhir Bab V adalah kesimpulan. Pada bagian kesimpulan
penelitian ini, ingin melihat apakah purifikasi agama Kristen berhasil secara total, atau jemaat GKJ masih tetap melakukan tradisi di sekitar ziarah kubur
dengan pemaknaan yang berbeda. Apakah mereka merasa dirinya adalah orang Jawa namun juga sebagai orang Kristen, sehingga terbentuk identitas
yang kreatif, sehingga tradisi Jawa digunakan bentuknya saja untuk menjaga identitasnya sebagai manusia Jawa.
29
BAB II “IDENTITAS KEJAWAAN” MASYARAKAT DESA BANYUBIRU