ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KARET ( Hevea Brasiliensis ) RAKYAT JENIS BOKAR DI KECAMATAN BANJAR AGUNG, KABUPATEN TULANG BAWANG, PROPINSI LAMPUNG

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Sektor pertanian adalah sektor yang sangat potensial dan memiliki peran yang amat penting dalam perekonomian di Indonesia. Sektor pertanian terbukti mampu menyelamatkan perekonomian Indonesia terutama ketika terjadi krisis ekonomi. Data peranan sektor pertanian dalam Pendapatan Domestik Bruto dapat dilihat pada Tabel 15 (lampiran).

Menurut Apriyanto (2007), peran pembangunan pertanian sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi nasional (agriculturalled development) mampu mengatasi persoalan ekonomi Indonesia saat ini seperti pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan penerimaan dan cadangan devisa, pemerataan, percepatan pembangunan ekonomi daerah, ketahanan pangan dan pelestarian lingkungan hidup, akan dapat dipecahkan sekaligus dan berkelanjutan Pembangunan pertanian dapat berjalan dengan baik apabila dilakukan pendekatan agribisnis. Pendekatan agribisnis dinilai sangat strategis antara lain karena : (1) keterkaitan antar sektor akan semakin kuat sehingga program pengembangan pertanian dan sektor lainnya harus selaras dan saling menunjang, (2) nilai tambah terbesar diperoleh dari pengolahan dan pemasaran


(2)

sehingga kedua bidang ini harus dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah sektor pertanian; (3) pengembangan agribisnis terkait langsung dengan pembangunan pedesaan sehingga diharapkan mampu memecahkan masalah ketenagakerjaan, meningkatkan pendapatan dan mengentaskan kemiskinan di pedesaan. ( Apriyanto,2007 dan Yuprin, 2009 )

Karet merupakan salah satu sektor usaha di bidang pertanian yang memiliki peranan penting dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra - sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet dan dalam pelestarian lingkungan, terutama penyerapan CO2. . Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemuka karena banyak menunjang perekomian Negara. (Marlinda, 2008)

Hal ini dapat dilihat dari ekspor karet Indonesia yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan nilai yang terus meningkat, hal ini dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Volume ekspor dan impor komoditas karet Indonesia tahun 1999-2008 Tahun

/ year

Ekspor Impor

Volume (ton) Nilai (000 US$) Harga (US$/ton) Volume ( ton) Nilai (000 US$) Harga (US$/ton) 1999 1.494.543 849.200 568,2 17.962 10.727 597,20 2000 1.379.612 888.623 644,11 32.548 18.120 556,71

2001 1.453.382 786.197 540,94 9.298 6.557 705,2

2002 1.495.987 1.037.562 693,56 9.911 7.334 739,98 2003 1.662.210 1.494.811 899,29 17.840 15.555 871,91 2004 1.874.261 2.180.029 1163,14 7.648 6.876 899,05 2005 2.024.593 2.582.875 1275,75 6.687 6.441 963,21 2006 2.286.897 4.321.525 1889,68 6.905 12.926 1.871,97 2007 2.407.972 4.868.700 2.021,9 9.915 13.327 1.344,12 2008 2.283.154 6.023.296 2.638,14 12.570 24.204 1.925,53 Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan


(3)

Bahan olah karet berupa lateks dapat diolah menjadi berbagai jenis produk. Barang jadi dari karet terdiri atas ribuan jenis dan dapat diklasifikasikan atas dasar penggunaan akhir (end use) atau menurut saluran pemasaran (market channel). Pengelompokan yang umum dilakukan menurut penggunaan akhir yaitu: ban dan produk terkait serta ban dalam, barang jadi karet untuk industri, kemiliteran, alas kaki dan komponennya, barang jadi karet untuk penggunaan umum dan kesehatan dan farmasi. Karena sangat bermanfaatnya karet maka karet telah menjadi komoditas primadona di negara-negara industri. Kini di Indonesia karet telah menjadi salah satu komuditas nonmigas yang secara konsisten nilai ekspornya terus meningkat. (Apriyanto, 2007)

Sebanyak 10 propinsi tercatat sebagai sentra produksi karet nasional, antara lain Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, lampung, Bengkulu, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Propinsi Lampung merupakan salah satu sentra produsen karet alam di Pulau Sumatera. Hal ini dapat kita lihat pada Tabel 16.

Perkebunan karet di Propinsi Lampung menurut status pengusahaannya dibedakan menjadi tiga, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar milik swasta dan perkebunan besar milik negara. Perkembangan luas areal dan produksi karet menurut status penguasaannya di Propinsi Lampung tahun 2000-2005 dapat dilihat pada Tabel 17, (Lampiran)

Pada Tabel 17 diketahui bahwa luas areal perkebunan karet rakyat (68.802 Ha) adalah yang tertinggi bila dibandingkan dengan luas areal perkebunan besar swasta (10.303 Ha) dan Pekebunan besar negara (17.633 Ha). Dalam hal produksi


(4)

perkebunan karet rakyat (31.294 ton) juga mengunguli produksi karet Perkebunan Besar Swasta (6.290 ton) dan Perkebunan Besar Negara (18.438 ton). Untuk itu dalam pengembangan agribisnis karet di lampung harus lebih menitikberatkan pada perkebunan karet rakyat. Perkebunan karet rakyat di lampung tersebar dalam 10 kabupaten. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas areal dan Produksi Karet Menurut Kabupaten di Lampung, 2009 No

.

Kabupaten Luas

areal (Ha) Persentase (%) Produksi (Ton) Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Bandar Lampung Metro 47 84 536 474 865 12.184 26.704 27.408 490 10 - 0,06% 0,12% 0,77% 0,68% 1,25% 17,70% 38,81% 39,84% 0,72% 0,01% - 42 405 285 350 5.828 6.549 17.765 70 - - - 0,13% 1,29% 0,91% 1,11% 18,62% 20,93% 56,77% 0,22% - -

Jumlah 68.804 100,00 31.294 100,00

Sumber : Statistik Perkebunan Propinsi Lampung, 2009

Tabel 2 dapat dilihat bahwa sentral produksi karet Propinsi lampung tersebar di tiga kabupaten. Kabupaten yang mempunyai areal perkebunan karet terbesar adalah Tulang Bawang dengan persentase sebesar 39,84% diikuti oleh Kabupaten Way Kanan dengan 38,81 % dan Kabupaten Lampung Utara sebesar 17,70%. Dalam Hal produksi Kabupaten Tulang Bawang adalah daerah produksi utama di Propinsi lampung dengan Konstribusi sebesar 56,77 % diikuti oleh Kabupaten Waykanan sebesar 18,62 % dan Kabupaten Lampung Utara sebesar 18,62%. Sentra produksi karet di Kabupaten Tulang Bawang tersebar pada 27 Kecamatan untuk lebih jelasnya ada pada Tabel 18 (lampiran). Berdasarkan Tabel 18 dapat


(5)

diketahui bahwa sentral produksi karet rakyat di Tulang Bawang Tengah, diikuti dengan Banjar Margo dan Banjar Agung. Namun jika dilihat dari Jumlah produksinya maka dapat diketahui bahwa Daerah yang produksinya tertinggi adalah Banjar Agung, diikuti dengan Tulang bawang Tengah, dan Banjar Margo Harga Komoditas karet di Kabupaten Tulang Bawang dapat dilihat pada Tabel 3 . Tabel 3. Tabel Harga Komoditas Karet di Kabupaten Tulang Bawang, dan Harga

Komoditas Karet pada Pasar Berjangka tahun 2005-2009 Harga Rp/

Tahun Tingkat Petani

Margin Petani - Pabrik

Tingkat Pabrik

2005 4.500 6.755 11.225

2006 7.000 10.355 17.355

2007 7.000 12.284 19.284

2008 8.136 12.142 20.278

2009 6.883 8.070 14.953

Sumber : Dinas Perkebunan Lampung dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka komoditi Provinsi Lampung.

Tabel 3 dapat dilihat bahwa margin antara tingkat petani dengan tingkat pabrik sangat besar hal ini dapat dilihat dengan margin yang 2 kali lipat dari harga di tingkat petani. Pergerakan harga karet rakyat bila dapat dilihat pada gambar 1


(6)

Gambar 1. Gambar Pergerakan Harga Komoditas Karet di Kabupaten Tulang Bawang, dan Harga Komoditas Karet pada Pasar Berjangka tahun 2005-2009

.

Pada gambar 1 dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 ketika harga karet mengalami kenaikan di tingkat pabrik akan tetapi harga karert di tingkat petani tidak mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa pemasaran karet rakyat di Kabupaten Tulang Bawang tidak efisien karena diduga adanya permainan harga di tingkat petani oleh pedagang pengumpul.

Hal ini dapat terjadi dikarenakan rendahnya kualitas karet petani, lemahnya informasi pasar petani dan terbatasnya pasar karet di daerah petani. Selama ini petani tidak mementingkan kualitas dari karet yang dihasilkannya, hal ini dilihat dari konsentrasi kadar air yang tinggi dan kotoran seperti pasir, kayu, daun dan tanah yang banyak dari karet yang telah dihasilkan. Hal ini diperburuk dengan

0 5000 10000 15000 20000 25000

2005 2006 2007 2008 2009

Petani Pabrik


(7)

prilaku petani yang secara sengaja menambahkan air dan kotoran lainnya ke dalam karetnya agar karetnya menjadi lebih berat.

Produksi karet sebesar 24.206,73 ton karet di Kabupaten Tulang Bawang tidak diimbangi dengan kapasitas pabrik pengolahan karet / Unit pengolahan Karet di Kabupaten Tulang Bawang. Menurut data gabungan perusahaan karet Indonesia (GAPKINDO) sampai saat ini Unit Pengolahan Karet di Kabupaten Tulang Bawang hanya berjumlah dua yaitu Pabrik PT Huma Indah Mekar (HIM) dengan kapasitas produksi sebesar kapasitas 14,4 ton latek pekat dan 3 ton sheet per hari hasil produksi kebun sendiri seluas 3.694 hektare, dan Pabrik PT Komering Jaya Perdana dengan kapasitas 26,66 ton karet perhari, sedangkan selebihnya produksi karet berupa lum basah dijual ke pabrik pengolahan di Sumatera Selatan dan Bandar Lampung. Dengan bertambahnya jarak tempuh untuk pengolahan karet ini mengakibatkan terjadinya pemanjangan rantai pemasaran karet dan biaya pemasaran semakin membesar.

Pemasaran merupakan proses yang harus dilalui petani sebagai produsen untuk menyalurkan produknya hingga sampai ke tangan konsumen. Sistem pemasaran yang ada perlu mendapat perhatian, karena diduga fungsi-fungsi pemasaran belum berjalan dengan baik. Seringkali dijumpai adanya rantai pemasaran yang panjang dengan banyak pelaku pemasaran yang terlibat. Akibatnya, balas jasa yang harus diambil oleh para pelaku pemasaran menjadi besar yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat harga. ( Soekartawi,2003)

Praktek penentuan harga karet di Kabupaten Tulang Bawang di tingkat pabrik ditetapkan mengikuti harga pasar dunia sedangkan tingkat harga di tingkat petani


(8)

ditentukan secara sepihak oleh pedagang, dalam hal ini petani tidak mengetahui harga di tingkat pabrik. Jumlah pedagang di tingkat Kecamatan dan kabupaten tidak sebanding dengan jumlah petani karet yang ada di Kabupaten Tulang bawang. Hal ini menandakan bahwa sistem pemasaran yang terjadi belum efisien. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) dalam Rini (2010), Efisiensi pemasaran bagi produsen adalah jika penjualan produknya dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi, sedangkan efisiensi pemasaran bagi konsumen adalah jika konsumen mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga rendah. Menurut Mubyarto (1995) dalam Rini (2010) pemasaran dikatakan efisien bila memenuhi dua syarat, yaitu (1) mampu menyampaikan hasil produksi dari petani ke konsumen dengan biaya serendah mungkin dan (2) mampu melakukan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat, mulai dari kegiatan produksi hingga pemasarannya. Dengan pemasaran yang efisien diharapkan petani memperoleh penerimaan dari penjualan produknya, lembaga pemasaran memperoleh imbalan jasa pendistribusian, dan industri pengolah memperoleh nilai tambah secara adil.

Berdasarkan latar belakang, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut 1. Bagaimana jalur pemasaran karet dari petani sampai dengan pabrik karet

atau Unit pengolahan karet di Kabupaten Tulang Bawang?

2. Apakah sistem pemasaran karet rakyat di Kabupaten Tulang Bawang sudah efisien?


(9)

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah, tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui saluran pemasaran karet rakyat dari produsen sampai pabrik karet. 2. Mengetahui efisiensi pemasaran karet rakyat di Kecamatan Banjar Agung,

Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi lampung.

1.3 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Bagi petani karet sebagai bahan informasi untuk mengetahui keadaan pasar terutama tentang harga karet dan peluang pasar.

2. Dinas atau instansi terkait, sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan sebagai usaha untuk meningkatkan produksi dan pengembangan tanaman karet di Propinsi Lampung.

3. Peneliti lain, sebagai sumber pustaka dan bahan pembanding atau literatur pada waktu yang akan datang.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Karakteristik Komoditi Karet

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 – 25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. (Nazarrudin dan Paimin, 2006). Susunan secara lengkap sistematika tanaman karet adalah :

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Clasis : Dicotylidoneae

Ordo : Euphorbiales

Familia : Euphorbeaceae

Genus : Hevea

Species : Hevea brasiliensis (Nazarrudin dan Paimin, 1998). Batang pohon ini mengeluarkan getah yang biasa disebut lateks. Daun tanaman karet berwarna hijau tetapi jika akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah. Tanaman karet adalah tanaman berumah satu (monoceus) atau memiliki satu bunga majemuk yang di dalamnya terdapat bunga jantan dan bunga betina. (Setyamidjaya, 2006).


(11)

Daun karet berwarna hijau, apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun antara 3-10 cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing. Tepinya rata dan gundul, tidak tajam. Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai payung tambahan yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Panjang tenda bunga 4-8 mm (Penebar Swadaya 2007).

Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama di Brazil yang beriklim tropis, maka karet juga cocok ditanam di daerah – daerah tropis lainnya. Daerah tropis yang baik ditanami karet mencakup luasan antara 15o Lintang Utara sampai 10o Lintang Selatan. Walaupun daerah itu panas, sebaiknya tetap menyimpan kelembapan yang cukup. Suhu harian yang diinginkan tanaman karet rata – rata 25 – 30o C. Apabila dalam jangka waktu panjang suhu harian rata – rata kurang dari 20o C, maka tanaman karet tidak cocok di tanam di daerah tersebut. Pada daerah yang suhunya terlalu tinggi, pertumbuhan tanaman karet tidak optimal (Setiawan dan Handoko, 2005).

Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang dapat mengakibatkan kerusakan tanaman karet yang berasal dari klon-klon tertentu dalam berbagai jenis tanah, baik pada tanah latosol,


(12)

podsolik merah kuning, vulkanis bahkan pada tanah gambut sekalipun (Maryadi. 2005).

Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah vulkanis, alluvial ataupun tanah gambut. Tanah vulkanis umumnya mamiliki sifat fisika yang baik, terutama dari segi struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi, dan drainasenya akan tetapi kandungan haranya relatif rendah. Tanah-tanah alluvial umumnya cukup subur tetapi sifat fisikanya kurang baik sehingga harus dibuat saluran drainase untuk membantu memperbaikinya.

Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah sebagai berikut: a. Solum cukup dalam mencapai 100 cm atau lebih dan tidak

berbatu-batu

b. Aerasi dan drainase baik

c. Struktur remah dan dapat menahan air d. Tekstur terdiri dari 35 % liat dan 30 % pasir

e. Kandungan unsur N, P, K cukup dan tidak kekurangan unsur mikro f. PH 4,5 - 6,5

g. Kemiringan tidak lebih dari 16 %

h. Permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm (Setyamidjaja,2006). Pemupukan untuk tanaman belum menghasilkan harus dilakukan secara seimbang dan teratur. Waktu pemberian pupuk yaitu pada awal musim hujan dan awal musim kemarau. Pada pemeliharaan tanaman menghasilkan hanya dilakukan kegiatan penyiangan dan pemupukan.


(13)

Penyiangan dapat dilakukan dengan cara konvensional menggunakan cangkul, dibabat, atau dengan herbisida. Cara pemberian pupuk pada tanaman menghasilkan adalah dengan memberikan pupuk ke dalam parit yang dibuat dengan jarak dua meter dari barisan tanaman atau dibuat di tengah-tengah antara dua barisan tanaman, bila tanaman telah dewasa dan tajuk pohon telah saling menutup. Waktu pemberian pupuk sama dengan pada tanaman yang belum menghasilkan yaitu pada awal musim penghujan dan awal musim kemarau (Setyamidjaja,2006).

Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet. Kegiatan ini merupakan awal proses produksi karet. Penyadapan dilaksanakan dengan menyayat atau mengiris kulit batang, dengan maksud untuk memperoleh getah karet atau lateks. Pada umumnya tanaman mulai disadap ketika berumur 5-6 tahun, tergantung pada kesuburan pertumbuhannya. Kesalahan pada penyadapan akan sangat merugikan baik bagi pohon karet maupun bagi produksinya. (Vadamecum karet, 1993).

Tanda-tanda kebun mulai disadap adalah umur rata-rata 6 tahun atau 55% dari areal 1 hektar sudah mencapai lingkar batang 45 Cm sampai dengan 50 Cm. Disadap berselang 1 hari atau 2 hari setengah lingkar batang, dengan sistem sadapan/rumus S2-D2 atau S2-D3 hari (Maryadi, 2005)

2.1.2. Teori Pemasaran

Menurut Kotler pemasaran dapat didefinisikan menjadi pemasaran social dan pemasaran manajerial. Definisi social menunjukkan peran yang


(14)

dimainkan oleh pemasaran dalam masyarakat. Pemasaran dengan definisi Sosial adalah proses social yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka perlukan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan saling bertukar produk dan layanan yang bernilai secara bebas dengan pihak lain. Pemasaran dalam definisi manajerial dapat didefinisikan sebagai seni untuk menjual produk. (Kotler,2003) Sedangkan menurut Nitisemito dalam Hasyim, AI (2003), pemasaran adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen secara paling efisien dengan maksud untuk menciptakan permintaan efektif.

Pemasaran sering juga disebut tataniaga. Menurut Nitisemito (1991) dalam Hasyim (2003), tataniaga adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus barang atau jasa dan produser ke konsumen secara paling efesien dengan maksud menciptakan permintaan yang efektif. Selanjutnya Hasyim (2003) menyatakan bahwa permintaan efektif adalah keinginan untuk membeli yang berhubungan dengan kemampuan untuk membayar. Efektif juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana jumlah yang diminta sesuai dengan harga normal.

Tataniaga merupakan kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan daripada barang dan jasa. Oleh karena itu tataniaga termasuk tindakan atau usaha produktif (Hanafiah dan Saefuddin, 1983). Selanjutnya Hasyim (2003) menyatakan bahwa produktif bukan semata-mata mengubah bentuk suatu barang menjadi barang lain.


(15)

Suatu kegiatan disebut produktif jika dapat menciptakan barang-barang tersebut lebih, berguna bagi masyarakat dan hal itu terjadi karena berbagai hal, meliputi:

a. Kegunaan bentuk (form utility)

Kegunaan bentuk adalah kegiatan meningkatkan kegunaan barang dengan cara mengubah bentuk menjadi barang lain yang secara umum lebih bermanfaat.

b. Kegunaan tempat (place utility)

Kegunaan tempat adalah kegiatan yang mengubah nilai suatu barang menjadi Iebih berguna karena telah terjadi proses pemindahaan dan suatu tempat - ketempat lain.

c. Kegunaan waktu (time utility)

Kegunaan waktu yaitu kegiatan yang menambah kegunaan suatu barang karena adanya proses waktu atau perbedaan waktu.

d. Kegunaan milik (posession utility)

Kegunaan milik adalah kegiatan yang menyebabkan bertambah bergunanya suatu barang karena terjadi proses pemindahan pemilikan dan satu pihak kepihak lain.

Tujuan pemasaran adalah membuat agar penjualan menjadi lebih banyak dan mengetahui serta memahami konsumen dengan baik sehingga produk atau pelayanan yang diberikan sesuai dengan selera konsumen dan dapat laku dengan sendirinya.


(16)

2.1.2.1. Sistem Pemasaran

Sistem pemasaran adalah kumpulan lembaga-lembaga yang melakukan tugas pemasaran barang, jasa, ide, orang atau faktor-faktor Iingkungan yang saling memberikan pengaruh dan membentuk serta mempengaruhi hubungan perusahaan dengan pasarnya (Swasta dan irawan 1990).

Menurut Hasyim, AI (2003), tujuan sistem pemasaran di negara-negara berkembang :

a. Efisiensi yang lebih tinggi dari penggunaan sumber b. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja

c. Harga di tingkat konsumen yang lebih rendah dan pembagian marjin yang adil kepada produsen dengan bertambahnya jasa pemasaran yang dinikmati mereka

d. Pembangunan dan pertumbuhan sektor jasa pemasaran e. Meminimisasi produk yang hilang

f. Mendidik konsumen dalam harga dan kualitas, dan

g. Meningkatkan intensitas persaingan sampai memberikan konsekuensi yang diinginkan

2.1.2.2. Saluran Pemasaran

Menurut kotler (2003) saluran pemasaran adalah saluran yang menghubungkan pembeli dengan penjual. Saluran pemasaran terdapat tiga jenis yaitu saluran komunikasi, saluran distribusi, saluran layanan. Saluran Komunikasi mengirimkan dan menerima pesan dari pembeli


(17)

sasaran. Saluran distribusi menunjukkan, menjual atau mengirimkan fisik produk atau layanan kepada pembeli atau pemakai. Saluran layanan untuk melakukan transaksi dengan calon pembeli. Saluran Menurut Soekartawi (1993), pemasaran pada prinsipnya merupakan aliran barang dari produsen ke konsumen dan terjadi karena adanya lembaga pemasaran. Peranan lembaga pemasaran ini sangat tergantung dari sistem pasar yang berlaku dan karakteristik aliran barang yang dipasarkan. Dari saluran pemasaran dapat dilihat tingkat harga di masing-masing lembaga pemasaran. Salah satu lembaga pemasaran yang dapat mengefisienkan saluran pemasaran dan meningatkan kualitas suatu produk pertanian adalah pedagang pengumpul atau pengepul. Menurut Hasyim, H (2008), pengepul merupakan mata rantai penting dalam model kemitraan pemasaran. Pegepul berfungsi sebagai mediator petani dan pedagang besar. Pengepul sebaiknya memang tidak berarti berperan negatif bagi petani.

Menurut Downey dan Ericson (2004), pada umumnya fungsi lembaga pemasaran dikelompokkan sebagai berikut:

a. Fungsi pertukaran (exchange function) yang meliputi penjualan dan pembelian, yang menciptakan kegiatan kegunaan hak milik.

b. Fungsi fisik (physical function) yang meliputi pengangkutan, penyimpanan dan pemprosesan produk yang menciptakan kegunaan tempat dan waktu.


(18)

c. Fungsi penyediaan sarana (facilitating function) yang meliputi kegiatan-kegiatan yang menyangkut masalah standarisasi dan grading, penanggungan resiko, pembiayaan dan kredit serta informasi pasar dan harga.

Banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran hasil pertanian akan mempengaruhi panjang pendeknya rantai pemasaran dan besarnya biaya pemasaran. Besarnya biaya pemasaran akan mengarah pada semakin besarnya perbedaan harga antara petani produsen dengan konsumen. Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen pabrikan sangat bergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya dan biaya transfer. Apabila semakin besar margin pemasaran ini akan menyebabkan harga yang diterima petani produsen menjadi semakin kecil dan semakin mengindikasikan sebagai sistem pemasaran yang tidak efisien (Tomek and Robinson, 1990).

Dalam menelaah proses pergerakan komoditi pada dasarnya harus menggunakan beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan itu yaitu :

a. Pendekatan serba barang: ditentukan lebih dahulu komoditi yang ditelaah

b. Pendekatan serba lembaga: lembaga apa saja (pedagang besar, menengah, pengecer, lembaga pengangkutan, dan lainnya) yang ikut atau bekerja dalam proses tersebut


(19)

c. Pendekatan serba fungsi: fungsi-fungsi apa saja yang digunakan dalam proses tersebut

d. Pendekatan teori ekonomi: meliputi masalah permintaan dan penawaran (termasuk elastisitasnya) yang dihadapi oleh setiap lembaga.

2.1.2.3. Rantai pemasaran

Menurut Kotler (2003) rantai Pemasaran melukiskan saluran yang lebih panjang yang menjangkau dari bahan mentah hingga komponen sampai produk akhir yang diserahkan kepada pembeli.

Dalam pemasaran komoditas pertanian seringkali dijumpai adanya rantai pemasaran yang panjang yang melibatkan banyak pelaku pemasaran. Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu komoditas tergantung dari beberapa faktor, yang menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) terdiri dari :

a. Jarak antara produsen dan konsumen

Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen, maka saluran pemasaran akan semakin panjang.

b. Cepat tidaknya produk rusak

Jika produk cepat atau mudah rusak, maka produk tersebut menghendaki saluran pemasaran yang pendek dan cepat.

c. Skala produksi

Jika produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil, maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula. Hal ini


(20)

akan menguntungkan bila produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan demikian, kehadiran pedagang perantara tidak dibutuhkan.

d. Posisi keuangan pengusaha

Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran pemasaran dan melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah.

2.1.2.4. Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasaran dalam memenuhi target pasarnya. Bauran pemasaran terdiri dari 4 variabel yaitu : produk, harga, promosi, dan tempat yang saling berkaitan satu sama lain. penjelasan mengenai variabel-variabel bauran pemasaran adalah sebagai berikut:

a. Produk

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, diperoleh digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. b. Harga

Harga merupakan jumlah uang yang harus dibayarkan oleh konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Harga diukur dengan nilai yang dirasakan dari produk yang ditawarkan jika tidak maka konsumen akan membeli produk lain dengan kualitas


(21)

yang sama dari penjualan saingannya. Harga adalah satu-satunya alat bauran pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasarannya. Keputusan harga harus dikoordinasikan dengan rancangan produk, distribusi dan promosi yang membentuk program pemasaran yang konsisten dan efektif.

c. Tempat

Tempat termasuk aktivitas perusahaan untuk membuat produk tersedia bagi konsumen sasaran. Keputusan mengenai tempat sangat penting agar konsumen dapat memperoleh produk yang dibutuhkan tepat pada saat dibutuhkan.

d. Promosi

Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan manfaat dari produk atau jasa dan meyakinkan konsumen sasaran tentang produk yang mereka hasilkan.

Variabel-variabel bauran pemasaran tersebut dapat dipakai sebagai dasar untuk menetapkan suatu strategi dalam usaha untuk mendapatkan posisi yang kuat di pasar. Tetapi dalam pelaksanannya, bauran pemasaran tersebut harus dapat disesuaikan dengan kondisi yang ada atau bersifat fleksibel.


(22)

2.1.2.5. Efisiensi Pemasaran

Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) dan Hapriono (2003), efisiensi pemasaran bagi pengusaha adalah jika penjualan produknya dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi mereka, sedangkan efisiensi pemasaran bagi konsumen adalah jika konsumen mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga rendah.

Mubyarto (1995) menyatakan bahwa sistem pemasaran dianggap efisien jika memenuhi dua syarat, yaitu: (i) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan (ii) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran barang tersebut.

Syarat kedua dapat dikatakan bahwa untuk mencapai efisiensi pemasaran, harus ada pembagian yang adil dalam marjin pemasaran.

Menurut Hasyim (2003) menyatakan bahwa struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar merupakan tiga komponen dasar organisasi pasar. Secara terperinci ketiga komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai: a. Struktur pasar (marketing struktur) adalah karakteristik organisasi dan

suatu pasar, yang untuk prakteknya adalah karakteristik yang menentukan hubungan antara pembeli dan para penjual, dan hubungan antara penjual dipasar dengan para penjual potensial yang akan masuk ke dalam pasar. Unsur-unsurnya adalah tingkat konsentrasi, diferensiasi produk, dan rintangan masuk pasar.


(23)

b. Perilaku pasar (market conduct) adalah pola tingkah laku dan lembaga pemasaran dalam hubungannya dengan sistem pembentukan harga dan praktek transaksi, melakukan pembelian dan penjualan secara horizontal dan vertikal. atau dengan kata lain tingkah laku perusahaan dan struktur pasar tertentu, terutama bentuk-bentuk keputusan apa yang dibuat oleh manajer dalam struktur pasar yang berbeda.

c. Keragaan pasar (market performance), yaitu sampai sejauh mana pengaruh riil struktur dan perilaku pasar yang berkenaan dengan harga, biaya, dan volume produksi.

Secara Matematis efisiensi pemasaran dapat dihitung dengan beberapa teori yaitu :

1. Teori Marjin Pemasaran

Secara umum marjin pemasaran adalah perbedaan harga-harga pada berbagai tingkat sistem pemasaran. Menurut Nusantari (2005), sifat-sifat umum marjin pemasaran adalah :

a. Margin berbeda-beda antara satu komoditi dengan komoditi lain.

b. Margin pemasaran produk pertanian cenderung naik dalam jangka panjang dengan menurunnya harga di tingkat petani, yang disebabkan oleh pengolahan dan jasa pemasaran yang cenderung padat karya, dan pendapatan masyarakat yang bertambah tinggi sehingga konsumen lebih menginginkan kualitas produk yang lebih baik.


(24)

c. Margin pemasaran relatif stabil dalam jangka pendek, karena dominannya faktor upah dan tingkat keuntungan bagi lembaga pemasaran.

Pada bidang pertanian, marjin pemasaran dapat diartikan sebagai perbedaan harga pada tingkat produsen dan harga di tingkat eceran/konsumen. Nilai marjin pemasaran dapat dilihat sebagai nilai agregat atau kumpulan dari berbagai komponen. Secara umum, nilai marjin pemasaran terbagi dalam dua kelompok, yaitu:

a. Pendapatan untuk faktor yang dipakai dalam pengolahan dan jasa- jasa pemasaran antara petani dan konsumen.

b. Pendapatan untuk lembaga pemasaran dalam aktifitasnya menyalurkan komoditi, seperti jasa-jasa pedagang pengecer, pedagang besar, kegiatan-kegiatan lembaga-lembaga pengolahan atau pabrik, dan jasa bagi lembaga perantara lainnya.

Indikator yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi suatu sistem pemasaran adalah sebaran ratio profit margin (RPM) pada setiap lembaga pemasaran yang ikut serta dalam suatu proses pemasaran. Rasio profit marjin lembaga pemasaran ini merupakan perbandingan antara keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran dengan biaya yang dikeluarkannya. Secara matematis, perhitungan pemasaran dan marjin keuntungan dapat ditulis sebagai:


(25)

mji = bti + πi, ...(2) πi = mji - bti, ...(3) Total marjin pemasaran yang diperoleh saluran lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran suatu komoditi adalah :

ji

ji m

m , ...(4) Mj = Pr-Pf, ... ....(5) dan rasio profit margin (RPM):

RPM = πi : bti, ... .(6) Marjin pemasaran tingkat ke-i

Psi = Harga jual lembaga pemasaran tingkat ke-i Pbi = Harga beli lembaga pemasaran tingkat ke-i bti = Biaya total lembaga pemasaran tingkat ke-i πi = Keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Pf = Harga pada tingkat produsen

Pr = harga di tingkat konsumen i = 1, 2, 3, …, n

Mj = Total marjin pemasaran

Menurut Hasyim, AI (2003) tingginya marjin pemasaran dianggap sebagai penyebab utama terjadinya inefisiensi. Hal ini menyebabkan para pedagang sering dituding sebagai penyebab inefisiensi, dan jumlahnya dianggap terlalu banyak atau mereka bertindak monopolistik.


(26)

2. Analisis Regresi dan Koefisien Korelasi Harga

Analisis regresi antara harga yang diterima petani dengan harga yang dbayarkan oleh konsumen akhir ( ditingkat pengecer) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

pf = a +b pr

dimana : pf = harga ditingkat petani, pr = harga ditingkat pengecer, a = titik potong dan b = slope

Jika b =1, berarti bahwa harga yang dibayarkan konsumen kahir dan jumlah yang ditawarkan oleh produsen tidak berpengaruh terhadap marjin pemasaran ( margin konstan). Ini menunjukan bahwa produsen, lembaga pemasaran dan konsumen berada dalam struktur, lembaga pemasaran dan konsumen berada dalam struktur pasar bersaing sempurna . jika b< 1, artinya struktur pasar dalam sistem pemasaran karet tidak bersaing sempurna ( oligopollistik / monopolistic). Kemudian jika b >1, berarti memberi petunjuk bahwa fluktuasi kenaikan harga di daerah produsen lebih besar dari fluktuasi kenaikan harga di daerah produsen lebih besar dari fluktuasi harga di tingkat konsumen.

Disamping model regresi tersebut untuk menunjukkan apakah sistem pemasaran telah berkerja secara efisien atau pasar integrasi secara sempurna, dapat juga digunakan analisis korelasi harga antara dua tingkat pasar. Analisis korelasi harga adalah suatu analisis yang mengambarkan perkembangan harga karet pada dua tingkat yang sama


(27)

atau berlainan yang saling berhubungan melalui perdagangan. Secara sistematis analisis korelasi harga dapat ditulis sebagai berikut :

n

Pr Pf - Pr Pf r =

{ n

Pr 2

- (

Pr)2 } - { n

Pf 2 - (

Pf)2 di mana :

r = koefisien korelasi n = jumlah pengamatan

Pf = harga pada tingkat produsen

Pr = harga yang dibayar oleh konsumen akhir

koefisien korelasi yang tinggi (r=1), berarti pembentukan harga antara 2 pasar lebih terintegrasi atau menunjukkan keeratan hubungan antara dua pasar.

3. Analisis Elastisitas Transmisi Harga

Analisis pemasaran selanjutnya adalah analisis elastisitas transmisi harga atau nisbah perubahan nilai dari harga konsumen dengan perubahan harga di tingkat produsen. Analisis ini adalah analisis yang menggambarkan sejauh mana dampak dari perubahan harga barang di tempat konsumen atau pengecer terhadap perubahan harga di tingkat produsen atau penghasil (Hasyim, 1994).

Elastisitas transmisi harga dirumuskan sebagai : Et = Pr/Pr atau Et = Pr . Pf Pf/Pf Pf Pr

Karena Pf dan Pr berhubungan lini, yaitu Pf = a + b Pr, maka


(28)

b r f      atau b f r 1     Et Pr . 1 Pf b  Keterangan :

Et = Elastisitas transmisi harga δ = Diferensiasi atau penurunan

Pf = Harga rata-rata di tingkat produsen

Pr = Harga rata-rata di tingkat konsumen akhir (petani pemakai benih) a = Konstanta atau titik potong

b = Koefisien regresi

Menurut Hasyim (1994), kriteria pengukuran pada analisis elastisitas transmisi harga adalah :

a. Jika Et = 1, berarti perubahan harga di tingkat konsumen/pengecer ditransmisikan 100% ke produsen, sehingga pasar dianggap sebagai pasar yang bersaing sempurna dan sistem pemasaran telah efisien.

b. Jika Et > 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen/pengecer lebih besar dibanding laju perubahan harga di tingkat produsen. Hal ini menggambarkan bahwa pemasaran yang terjadi merupakan pemasaran bersaing tidak sempurna, menunjukkan terdapat kekuatan monopoli atau oligopoli dalam sistem pemasaran tersebut. Dengan kata lain sistem pemasaran berlangsung tidak (belum) efisien

c. Jika Et < 1, berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen/pengecer lebih kecil daripada laju perubahan harga di tingkat produsen, artinya pasar yang dihadapi oleh pemasaran


(29)

bersaing tidak sempurna, dan dengan demikian sistem pemasaran yang berlangsung belum efisien.

2.1.3. Penelitian terdahulu

Berdasarkan penelitian Mustafid tentang analisis efektivitas dan efisiensi tata niaga kopi di Propinsi Lampung pada tahun 2005 didapatkan bahwa ada kecenderungan bagi masyarakat yang mempunyai tingkat pendapatan rendah seperti dalam kaitan ini yaitu petani perkebunan rakyat sangat sulit untuk dapat mencapai kebutuhan-kebutuhan selanjutnya. Rendahnya pendapatan ini disebabkan beberapa faktor antara lain:

a) Rendahnya harga jual, b) Rendahnya produktivitas,

c) Belum adanya upaya petani dalam meningkatkan nilai tambah produk,

d) Terbatasnya akses pasar,

e) Teknologi budidaya dan penerapan PHT yang belum sesuai dengan yang direkomendasikan,

f) Belum berperannya kelembagaan yang ada di petani, g) Sinkronisasi antara institusi pembina.

Berdasarkan penelitian Yuprin pada tahun 2009 tentang analisis pemasaran karet di Kabupaten Kapuas didapatkan bahwa saluran pemasaran karet di Kabupaten Kapuas terdiri dari 6 (enam) macam. Petani sebagian besar (32,00%) memasarkan karet melalui saluran pemasaran yang dikategorikan sedang, yaitu petani – pedagang desa – pedagang kabupaten – eksportir. Saluran ini digunakan karena petani sudah terikat dengan pedagang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Hanya sebagian kecil (2,00%) petani yang menggunakan saluran pemasaran karet terbaik, yaitu: petani - pedagang Kecamatan – eksportir. Hal ini menunjukkan


(30)

bahwa sebagian kecil petani yang memiliki aksesibilitas baik terhadap eksportir.

Struktur pasar di tingkat desa, Kecamatan dan kabupaten bersifat oligop-soni konsentrasi sedang yang menunjukkan bahwa pedagang memiliki tingkat kekuasaan yang sedang dalam mempengaruhi pasar. Struktur pasar di tingkat eksportir adalah monopsoni yang menunjukkan adanya kekuasaan tunggal ekportir dalam mempengaruhi pasar. Penampilan pasar ditunjukkan dengan marjin pemasaran yang relatif besar dan didominasi oleh share keuntungan yang besar dan tidak merata. Hal ini menunjukan bahwa pemasaran hasil karet tidak efisien, sehingga merugikan pedagang tingkat bawah dan petani yang berposisi paling bawah.

Berdasarkan penelitian Tarmizi pada tahun 2008 tentang factor – factor yang mempengaruhi efisiensi saluran pemasaran karet rakyat di Jambi didapatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi saluran pemasaran karet para petani diduga antara lain: umur petani, pendidikan petani, jumlah produksi karet dalam kg, jarak kebun petani ke pedagang. Pengaruh dari masing-masing faktor (variabel) tersebut dapat dilihat pada Hasil regresi liner berganda variable yang di diduga mempengaruhi fisiensi saluran pemasaran karet.

Terdapat dua variabel yang berpengaruh sangat nyata pada taraf a = 0,05% yaitu variabel X4 (Jarak kebun petani ke pedagang) dan variabel yang berpengaruh nyatapada taraf a= 0,05% yaitu variabel X3 (jumlah produksi karet dalam kg), sedangkan variable X1 (Umur petani) dan X2


(31)

(Pendidikan petani) tidak berpengaruh terhadap efisiensi saluran pemasaran. Hampir semua variabel sesuai dengan hipotesis. Dari lima variabel yang diteliti duavariabel yangtidak sesuai dengan hipotesis sebelumnya.

Menurut penelitian Kafrawi pada tahun 2005 tentang Analisis pemasaran Ubi Kayu di Kabupaten Way kanan didapatkan bahwa struktur pasar ubi kayu di Kabupaten Way kanan adalah oligopsoni dimana jumlah pembeli lebih kecil dari jumlah penjual, selain itu penentuan harga, raflaksi dan timbangan hanya dilakukan sepihak oleh pembeli. Hal ini mengindikasikan bahwa Pemasaran ubi kayu di Kabupaten Way Kanan belum efisien.

Menurut penelitian Rosalina pada tahun 2009 mengenai Analisis pemasaran Ubi kayu di Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung tengah didapatkan hasil bahwa terdapat 3 saluran pemasaran yaitu (1) Petani – Pabrik, (2) Petani – Pedagang pengumpul I – Pedagang Pengumpul II – Pabrik, (3) Petani – Pedagang Pengumpul II – Pabrik. Sistem Pemasaran Ubi Kayu di Kecamatan Rumbia sudah efisien, hal ini terlihat dari nilai RPM yang menyebar merata, nilai elastisitas transmisi harga lebih dari 1 dan r kurang dari 1.

Menurut penelitian pranata pada tahun 2009 mengenai analisis efesiensi pemasaran kopi di Kabupaten Tanggamus didapatkan bahwa struktur pasar kopi di Kabupaten Tanggamus adalah oligopsoni dimana produsen cenderung melakukan diferensiasi pada produknya, semakin rendah


(32)

tingkat pelaku tataniaga maka akan semakin mudah masuk ke dalam pasar sehingga perilaku pasar mengalah pada proses penentuan harga oleh pedagang, sedangkan petani hanya sebagai penerima harga ( Price taker ) yang ditetapkan oleh pedagang dan system pembayaran dilakukan secara tunai. Sedangkan keragaan pasar terdiri dari (1) Saluran pemasaran dengan distribusi margin pemasaran dan RPM masing – masing saluran pemasaran tidak merata, Saluran pemasaran ada 5 dimana hanya satu saluran pemasaran ke empat yang ralatif lebih efisien dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya yaitu Petani – Pedagang Pengumpul II – Eksportir. Hal ini dilihat dari (a) penyebaran rasio profit margin pada saluran pemasaran ke empat yang relative lebih merata. (b) Harga Jual ditentukan penjual, biaya dikeluarkan pedagang antara lain biaya angkut dan biaya bongkar muat. (c) Analisis elasitas transmisi harga Et ≠ 1 (Et< 1 / Et > 1) menunjukkan bahwa pasar tidak bersaing sempurna. Trend produksi kopi di Kabupaten Tanggamus semakin menurun diakibatkan peralihan lahan yang digunakan oleh petani tidak sepenuhnya ditanami kopi.

Menurut Alfarizi tentang Analisis pemasaran Ubi Kayu ( Manihot utilistima ) di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2010 terdapat 2 saluran pemasaran Ubi Kayu yaitu (1) Petani – Pabrik dengan total 94 % penawaran atau sebesar 606.290 Kg, (2) Petani – Pedagang Pengumpul – Pabrik dengan 6% penawaran atau sebesar 34.800 Kg. Kemudian dengan profit margin Rp. 20,00 per Kg yang didapat pedagang pengumpul dan RPM sebesar 0,36. Sedangkan Sistem


(33)

pemasaran ubi kayu di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan tidak efisien dengan struktur pasar tidak bersaing sempurna.

Menurut Puspandari mengenai Analisis efisiensi sistem pemasaran dan persediaan jagung di tingkat pedagang pengumpul di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2009 didapatkan bahwa struktur pasar jagung adalah oligopsoni dimana banyak penjual dengan beberapa pembeli, prilaku pasar dimana petani tidak mendapatkan kesulitan dalam memasarkan hasil produksinya karena memiliki beberapa alternative penjualan, terdapat 3 saluran pemasaran jagung yaitu (1) Petani – Gapoktan – Pabrik pakan ternak, (2) Petani – Pedagang Pengumpul I – Pedagang Pengumpul II – Pabrik pakan ternak, (3) Petani – Pedagang Pengumpul II – Pabrik pakan ternak. Margin pemasaran mulai dari Rp 200 – Rp 400 per kilogram dan penyebaran ratio profit margin tidak merata menyebabkan inefesiensi pada system pemasaran tersebut. Analisis korelasi harga (r) bernilai 0,833 (r<1), elasitas transmisi harga Et 2,338 (Et >1) yang menunjukkan pasar tidak bersaing sempurna.

Menurut Andayani dalam Analisis Efisiensi Pemasaran Kacang Mete (Cashew Nuts) di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2007 menunjukkan bahwa pemasaran kacang mete di Kabupaten Wonogiri telah efisien. Saluran pemasaran kacang mete di Kabupaten Wonogiri terdiri dari 6 jalur pemasaran, marjin harga berkisar antara Rp 10.000 hingga 27.207,55 per Kg, Profit marjin sebesar 44,27%.


(34)

Menurut Idrus dalam Analisis Efisiensi Pemasaran Karet Di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan pada tahun 2010 diketahui bahwa struktur pasar karet di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan pada tahun 2010 adalah pasar bersaing tidak sempurna dengan pangsa pembelian karet petani didominasi oleh agen Industri. Pangsa pembelian tersebut 70% dikuasai oleh salah satu agen industry. Proses penentuan harga lebih ditentukan oleh agen Industri karena petani berada posisi yang lemah dimana petani tidak mengetahui informasi pasar dan terjadi kolusi antara pedagang.

Keterikatan pedagang kecil dengan pedagang besar masih tinggi sehingga membatasi pedagang kecil dalam memilih saluran yang menguntungkan. Penerapan teknologi diantara petani maupun di tingkat pedagang masih rendah dan pola produksi petani tidak berorientasi kepada konsumen. Penggunaan sumber daya, perbaikan mutu, dan maksimisasi jasa ditingkat petani maupun pedagang juga masih rendah. Harga yang diterima petani masih rendah karena penetapan harga yang tidak kompetitif, saluran pemasaran cukup panjang, distribusi marjin pemasaran dan rasio keuntungan dan biaya pemasaran masing-masing lembaga pemasaran pada berbagai saluran pemasaran tidak merata.

2.1.4. Kerangka pemikiran

Agribisnis Karet di Kabupaten Tulang Bawang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani karet. Pendapatan petani dipengaruhi oleh biaya produksi yang dikeluarkan petani selama masa produksi, jumlah


(35)

produksi dan penerimaan petani dari hasil penjualan usahataninya. Dengan penerimaan yang pantas dari hasil produksi perkebunan karetnya diharapkan kehidupan petani karet dapat sejahtera. Besar kecilnya penerimaan itu dipengaruhi oleh efisien atau tidaknya pemasaran karet petani. Dengan pemasaran yang efisien maka petani akan memperoleh hasil penjualan yang lebih layak.

Sistem pemasaran dikatakan efisien jika harga yang diterima oleh petani semakin besar dan lembaga-lembaga pemasaran memperoleh keuntungan yang tinggi dan sebaliknya jika harga yang diterima petani rendah dan lembaga pemasaran tidak mendapatkan keuntungan maka sistem pemasaran karet tersebut belum efisien. Pada umumnya tingkat harga yang diterima oleh petani rendah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar petani kurang mengetahui tentang informasi pasar dan terlalu panjangnya rantai pemasaran serta telalu besar biaya pemasaran sehingga marjin pemasaran semakin besar.

Sistem pemasaran yang panjang menandakan pemasaran yang tidak efisien akan tetapi bukan merupakan indikasi yang mutlak bahwa sistem tersebut tidak efisien. Walaupun sistem pemasaran panjang tetapi saluran pemasaran di dalamnya mengambil keuntungan yang pantas sesuai dengan fungsi pemasarannya maka pemasaran tersebut dapat dikatakan efisien. Mekanisme harga yang baik dalam sistem pemasaran efisien ditunjukan oleh adanya margin pemasaran yang relatif rendah serta keeratan hubungan antara perubahan harga di tingkat produsen dengan perubahan


(36)

harga ditingkat konsumen. Karena margin pemasaran terdiri dari biaya dan keuntungan setiap lembaga pemasaran, maka tingginya marjin pemasaran dapat disebabkan oleh biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh setiap lembaga dan tingginya bagian keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran. Dalam hal ini terjadi eksploitasi harga pada lembaga pemasaran.

Efisien dan tidaknya pemasaran juga ditentukan dengan elastisitas transmisi harga yang terjadi. Bila perubahan harga di tingkat petani dan perubahan harga ditingkat pedagang tidak terlalu jauh maka dapat dikatakan sistem pemasaran itu telah efisien. Struktur dan prilaku pasar turun menentukan efisien atau tidaknya suatu sistem pemasaran. Struktur pasar dalam sistem pemasaran yang efisien adalah pasar yang bersaing dengan sempurna atau mendekati sempurna. Prilaku pasar yang baik adalah adalah penentuan harga yang berdasarkan atas permintaan dan penawaran yang bebas dari taktik yang tidak jujur dan seragamnya biaya pemasaran.

Pada pasar yang bersaing tidak sempurna (monopsonistik /oligopsonistik), kekuatan pembentukan harga ditentukan oleh satu atau beberapa pedagang. Hal ini menyebabkan bagian harga yang diterima oleh petani produsen menjadi rendah, sehingga pasar yang terbentuk tidak efisien. Selain itu perlu dilihat pula sejauh mana pengaruh riil struktur dan prilaku pasar dalam mempengaruhi harga, volume dan biaya produksi melalui


(37)

kemajuan teknologi, perkembangan lembaga tataniaga, efesiensi pengunaan sumber dan perbaikan produk.

Sistem pemasaran yang baik harus dapat memberikan kepuasan kepada produsen, lembaga pemasaran, dan konsumen melalui mekanisme harga yang efisien. Sebagai suatu kegiatan ekonomi, pemasaran menghendaki adanya efisiensi ekonomi.


(38)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KARET ( Hevea Brasiliensis )

RAKYAT JENIS BOKAR DI KECAMATAN BANJAR AGUNG, KABUPATEN TULANG BAWANG, PROPINSI LAMPUNG

Oleh

ERICK KURNIAWAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(39)

Analisis Efisiensi Pemasaran Karet ( Hevea Brasiliensis ) Rakyat Jenis

BOKAR di Kecamatan Banjar Agung, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung

(Skripsi)

Oleh Erick Kurniawan

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(40)

(41)

ix DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xii DAFTAR GAMBAR ... xiv I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 9 1.3 Kegunaan Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRAN ... 10 2.1 Tinjauan Pustaka ... 10 2.1.1 Karakteristik Komoditi Karet ... 10 2.1.2 Teori Pemasaran ... 13 2.1.2.1 Sistem Pemasaran ... 16 2.1.2.2 Saluran Pemasaran ... 16 2.1.2.3 Rantai Pemasaran ... 19 2.1.2.4 Bauran Pemasaran ... 20 2.1.2.5 Efisiensi Pemasaran ... 22 2.1.3 Penelitian Terdahulu ... 29 2.1.4 Kerangka Pikiran ... 34 III. METODE PENELITIAN ... 39 3.1 Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 39 3.2 Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 42 3.3 Jenis Data dan Metode Pengambilan Data ... 44 3.4 Metode Analisis ... 44 3.4.1 Analisis Marjin Pemasaran ... 45 3.4.2 Analisis Regresi dan Koefisien Korelasi Harga ... 46 3.4.3 Analisis Elastisitas Transmisi Harga ... 47 3.4.4 Analisis Struktur Pasar ... 48 3.4.5 Analisis Prilaku Pasar ... 49


(42)

x IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 52 4.1 Lokasi Penelitian ... 52 4.2 Topografi Iklim ... 54 4.3 Sarana Ekonomi ... 54 4.4 Sarana Pendidikan ... 55 4.5 Kependudukan... 56 V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58 5.1 Karakteristik Responden ... 58 5.1.1 Umur Petani Responden ... 58 5.1.2 Tingkat Pendidikan Petani Responden... 59 5.1.2 Luas Lahan Usahatani Karet Petani ]Responden ... 59 5.1.2 Pengalaman Responden Petani Karet... 60 5.2 Karakteristik Karet ... 61 5.2.1 Budidaya Karet ... 61 5.2.1.1 Penanaman Bibit Karet ... 61 5.2.1.2 Penyiangan ... 62 5.2.1.3 Pemupukan ... 62 5.2.1.4 Penyadapan ... 63 5.3 Analisis Tataniaga Karet dan Efisiensi Pemasaran ... 63 5.3.1 Lembaga Pemasaran... 63 5.3.1.1 Petani Karet ... 63 5.3.1.2 Pedagang Pengumpul I ... 64 5.3.1.3 Pedagang Pengumpul II dan Konsumen Akhir ... 65 5.3.2 Saluran Pemasaran ... 67 5.3.3 Analisis Efisiensi Sistem Pemasaran ... 69 5.3.3.1 Organisasi Pasar ... 69 5.3.3.2 Marjin Pemasaran... 72 5.3.3.2.1 Saluran I ... 72 5.3.3.2.2 Saluran II ... 73 5.3.3.2.3 Saluran III... 74 5.3.3.3 Analisis Korelasi Harga ... 77 5.3.3.4 Analisis Elastisitas Transmisi Harga ... 77


(43)

xi 6.2 Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA ... 81 LAMPIRAN ... 83


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Alfarizi,Fitra. 2010. Analisis Pemasaran Ubi Kayu ( Manihot utilistima ) di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung

Andayani. 2007. Analisis Efisiensi Pemasaran Kacang Mete (Cashew Nuts) di Kabupaten Wonogiri. Jurnal. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2009. Lampung Dalam Angka 2009. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung.

_________________. 2008. Lampung Dalam Angka 2008. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung.

_________________. 2007. Lampung Dalam Angka 2007. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung.

_________________. 2006. Lampung Dalam Angka 2006. BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung.

_________________. 2009. Tulang Bawang dalam Angka 2009. BPS Kabupaten Tulang Bawang. Mengala.

_________________. 2008. Tulang Bawang dalam Angka 2008. BPS Kabupaten Tulang Bawang. Mengala.

_________________. 2007. Tulang Bawang dalam Angka 2007. BPS Kabupaten Tulang Bawang. Mengala.

_________________. 2006. Tulang Bawang dalam Angka 2006. BPS Kabupaten Tulang Bawang. Mengala.

_________________. 2005. Tulang Bawang dalam Angka 2005. BPS Kabupaten Tulang Bawang. Mengala.

Bidang Tanaman PT Perkebunan Nusantara X (Persero). 1993. Vadamecum Karet. PT Perkebunan X. Bandar Lampung. 163 hlm.

Desy. 2007. Analisis Efisiensi Produksi dan Pemasaran Jagung Varietas Hibrida pada Lahan Sawah Tadah Hujan di Kecamatan Jati Agung


(45)

Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung.

Downey dan Erickson. 2004. Manajemen Agribisnis, Edisi 2. Erlangga. Jakarta.

Firmansyah. 2003. Analisis Struktur Pasar dan Prilaku Usaha Bak Truk di Kota Palembang. Skripsi. Fakultas Ekonomi Sriwijaya. Palembang Guiltinan, J. P. , Gordon W. Paul,1994. Marketing Management :Strategies

and Programs. Mc Graw Hill International Edition. Singapore. pp. 7-8 Hanafiah, A. M. , dan Saefuddin. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan.

UI-Press. Jakarta.

Hasyim, A. I. 2003. Pengantar Tataniaga Pertanian: Diktat Kuliah Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung. 51 hlm.

___________. 1994. Tataniaga Pertanian. Buku Ajar. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 59 hlm.

Hasyim, Harris. 2008. Outline Kuliah Manajemen Agribisnis. Universitas Lampung. Lampung.

Idrus,M. 2010. Analisis Efisiensi Pemasaran Karet Di Kabupaten Musi Rawas Sumatera Selatan. Jurnal. Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Brawijaya. Malang

Kafrawi . 2005. Analisis Pemasaran Ubi Kayu di Kabupaten Way Kanan. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung

Kartasapoetra, A. G. 1992. Marketing Produk Pertanian dan Industri, Cet 2. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Kotler, Philip. 1989. Manajemen Pemasaran Jilid 2. Cetakan Ke-3. Erlangga. Jakarta

Maryadi., 2005. Manajemen Agrobisnis Karet. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Memed, G. , 1997. Strategi Pengem-bangan Agribisnis Skala Kecil. Disampaikan pada Training on Financial Management for Small Scale Agribisnis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Ketiga. LP3ES. Jakarta. 305 hlm.


(46)

Mustafid. 2005. Analisis Efektivitas dan Efisiensi Tata Niaga Kopi Biji di Propinsi Lampung. Tesis. Fakultas Pertanian Unila. Bandar lampung. Nazarrudin dan Paimin. 2006. Karet, Strategi Pemasaran dan Pengolahan.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Pranata,Yudha. 2009 . Analisis Efesiensi Pemasaran Kopi di Kabupaten Tanggamus. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung

Puspandari. 2009 Analisis efisiensi system pemasaran dan persediaan jagung di tingkat pedagang pengumpul di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung

Rosalina. 2009. Analisis Pemasaran Ubi kayu di Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian Unila. Bandar Lampung

Setiawan, D. H dan A. Andoko, 2005. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Setyamidjaja, Djoehana. 2006. Karet. Kanisius. Jakarta. 207 hlm.

Soekartawi. 2003. Agribisnis : Teori dan Aplikasinya, Cet 6. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sugiarto, dkk. 2003. Teknik Sampling. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Swasta, Basu dan Irawan. 1990. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta: Liberty

Tarmizi, Ahmad. 2008. Factor –factor yang Mempengaruhi Efisiensi Saluran Pemasaran Karet Rakyat di Jambi. Tesis. Fakultas Ekonomi BatangHari. Jambi.

Tim Penulis PS. 2007. Karet, Budidaya dan Pengolahan serta Strategi Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta. 366 hlm.

Tomek, W. G. and K. L. Robinson. 1990. Agricultural Product Prices (Third Edition). Cornell University Press. Ithaca and London.

Widardi. 1993. Marketing dan Prilaku Konsumen. Bandung:Cet 1,Mandar Maju.

Yuprin,AD. 2009 . Analisis Pemasaran Karet di Kabupaten Kapuas. Tesis. Fakultas Ekonomi IESP. Kapuas.


(47)

Pemasaran

Gambar 2. Paradigma Analisis Efisiensi Pemasaran Karet Rakyat ( Hevea Brasiliensis ) Rakyat Bokar di Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang Propinsi Lampung

Efisien Tidak

Usahatani Karet

Produksi Karet

Petani Karet

Pengumpul tingkat Desa

Pengumpul tingkat Kecamatan

Prosesor / Pabrik Karet

analisis pemasaran

analisis regresi dan koefisien korelasi harga analisis elastisitas transmisi harga

analisis saluran pemasaran analisis struktur pasar analisis perilaku pasar analisis keragaan pasar analisis Konsentrasi Pasar


(48)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S ______________

Sekretaris : Ir. Achdiansyah Sulaiman, M.P. ______________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P. _______________

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S NIP 19610826 198702 1 001


(49)

Judul : ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KARET ( Hevea Brasiliensis ) RAKYAT

JENIS BOKAR DI KECAMATAN BANJAR AGUNG, KABUPATEN TULANG BAWANG, PROPINSI LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Erick Kurniawan No. Pokok Mahasiswa : 0714021048 Program Studi : Agribisnis

Fakultas : Pertanian

Menyetujui

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Wan Abbas Zakaria, M.S. Ir. Achdiansyah S, M.P. NIP. 19610826 198702 1 001 NIP. 19560826 198603 1 001

2. Ketua Jurusan

Dr. Ir. R. Hanung Ismono, M.P. NIP. 19620623 1986031 1 003


(50)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 12 Januari 1988, sebagai anak Pertama dari dua bersaudara, pasangan Jeffry Soetikno dan Anna Matdin. Riwayat pendidikan penulis di mulai dari

Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Bunga Mayang Lampung Utara diselesaikan pada tahun 1994, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Bunga Mayang Lampung Utara hingga tahun 1995 dan dilanjutkan di SD Sari Putra Jambi hingga tahun 1998 dan di akhiri di SD Xaverius Pasir Gintung Tanjung karang pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Fransiskus Bandar Lampung pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Fransiskus Bandar Lampung pada tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima di Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PTPN (Persero) VII Unit Usaha Trikora Lampung pada tahun 2010. Selama masa perkuliahan, penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan Sosek English Club (SEC) sebagai Ketua bidang 2 periode 2006-2007. Penulis pernah mengikuti Sekolah Pasar Modal yang


(51)

Tahun 2006 penulis mewakili Kota Bandarlampung dalam Pekan Olah Raga Provinsi cabang olah raga bola basket dan mendapatkan mendali emas. Pada akhir tahun 2010 penulis mulai berusaha budidaya kelinci hias.


(52)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, Rob sekalian alam yang telah memberikan cahaya dan hikmah sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Muhammad Rasulullah SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus-penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi Pemasaran Karet ( Hevea Brasiliensis ) Rakyat Jenis BOKAR di Kecamatan Banjar Agung,

Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung” ini, banyak pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, nasihat, serta saran-saran yang membangun. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga nilainya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S, sebagai Pembimbing Pertama dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, atas bimbingan, arahan, dan nasehatnya.


(53)

bimbingan, arahan dan nasehatnya.

3. Ir. R. Hanung Ismono, M.P., sebagai Dosen Penguji Skripsi sekaligus Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung, atas masukan, arahan dan nasehatnya.

4. Ir. Umi Kalsum, sebagai Dosen Pembimbing Akademik atas bantuan dan sarannya dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Buat yang tercinta dan paling ku sayangi, Ibunda Anna Matdin, Ayahanda Jeffry Soetikno, dan adik saya Adeline Tiara Sari serta seluruh keluarga yang tak ternilai jasa, pengorbanan, do’a, kesabaran, dan nasihat yang berharga untuk terus berjuang meraih mimpi dan cita-cita.

6. Karyawan-karyawan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Mba Iin, Mba Ai, Pak R. Margono, Mas Bukhari, Mas Kardi dan Mas Boim atas bantuannya. 7. Sahabat-sahabat seperjuangan, Yudi, Febriano S.P., Luthfi, Hendri S.P. ,

Satria, Rezie S.P. dan Bambang S.P. yang selalu memberikan motivasi, saran, dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8. Kanda, yunda, dan adinda sosek 03, 04, 05, 06, 07, 08, 09, dan 10 yang telah memberikan saran, motivasi, bantuan, dan doa kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

9. Seseorang yang aku cintai dan akan menjadi pendampingku untuk

menghabiskan hidupku di masa yang akan datang sehingga aku bisa terus bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.


(54)

diberikan dan tetap menanamkan semangat untuk berbuat baik dalam diri kita. Semoga karya kecil yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, 21 April 2012 Penulis,


(55)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

5.1.1 Umur petani responden

Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, umur petani responden menyebar antara 25-62 tahun. Usia 25-62 tahun merupakan usia yg produktif untuk berkerja. Distribusi umur petani responden disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Penyebaran petani responden berdasarkan kelompok umur, tahun 2011

No Umur (thn) Jumlah sampel (%)

1. 22-32 12 23,08

2. 33-43 14 26,92

3. 4.

44-54 55-65

15 11

28,86 21,15

Jumlah 52 100

Tabel 8 menunjukkan jumlah petani responden terbanyak berumur antara 44-54 tahun, yaitu 15 orang (28,86%). Hal ini menunjukkan bahwa responden merupakan dalam usia yg produktif dan cukup potensial untuk melakukan usaha tani karet.


(56)

5.1.2 Tingkat pendidikan petani responden

Tingkat pendidikan petani merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan petani dalam menerima teknologi, inovasi, informasi, dan mengambil keputusan dalam berusaha tani karet. Tingkat pendidikan petani responden disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Penyebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan, tahun 2011

No Tingkat pendidikan Jumlah petani sampel (%)

1. TS 7 13,46

2. SD 28 53,85

3. 4.

SMP SMA

10 7

19,23 13,46

5. Perguruan tinggi 0 0

Jumlah 52 100

Tabel 9 memperlihatkan bahwa sebagian besar petani responden berpendidikan SD. Jumlah petani sampel yang berpendidikan SD sebanyak 28 orang (53,85%).

5.1.3 Luas lahan usahatani karet petani responden

Luas penguasaan lahan merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk mengukur produksi hasil usahatani. Luas lahan petani sampel/responden dalam penelitian ini seluruhnya untuk tanaman karet. Penyebaran luas lahan usaha tani karet petani sampel/responden disajikan pada Tabel 10.


(57)

Tabel 10. Penyebaran responden karet di Kecamatan Banjar Agung berdasarkan luas lahan yang dimiliki, tahun 2011

No Luas lahan (Ha)

Jumlah responden

(orang)

(%) responden

1. < 1 0 0

2. 1 – 2 41 78,85

3. > 2 11 21,15

Jumlah 52 100

Tabel 10 memperlihatkan bahwa 78,85 % petani memiliki lahan garapan dengan luas 1 – 2 Hektar. Hal ini menunjukkan bahwa petani memiliki luas lahan dengan katagori sedang. Lahan petani berbentuk lahan kering dengan status lahan milik sendiri.

5.1.4 Pengalaman Responden Petani Karet

Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan petani dalam melakukan usahatani adalah pengalaman yang dimilikinya. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki petani dalam berusahatani, maka petani akan semakin terampil dalam pengelolaan usahatani, pengolahan pasca panen serta dalam memasarkan hasil usahataninya.

Hasil penelitian menunjukkan pengalaman petani dalam berusahatani di daerah penelitian berkisar antara 11 - 20 tahun. Rata-rata pengalaman berusahatani petani - petani responden yaitu 18,48 tahun. Sebaran pengalaman berusahatani karet di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 11.


(58)

Tabel 11. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani

No Tingkat

Pengalaman (Tahun)

Jumlah responden

(orang)

(%) responden

1. 0 – 10 20 38,46

2. 11 – 20 24 46,15

3. 21 – 30 8 15,39

Jumlah 52 100

5. 2. Karakteristik Karet

5.2.1 Budidaya karet

5.2.1.1Penanaman bibit karet

Penanaman dilakukan dengan terlebih dahulu membuka lahan milik petani lalu diakukan penggalian lubang tanam dengan jarak antar lubang 4x5 m. Pembuatan lubang tanam dimulai dengan mengajir lubang tanam sesuai dengan jarak tanam yang dipilih. Setelah lubang tanam siap, bibit karet dipindahkan kedalam lubang tanam dengan cara merobek polybag. Tanah dalam polybag tidak boleh sampai hancur karena harus dimasukkan beserta dengan bibit karetnya. Apabila tanah dalam polybag tidak ikut dimasukkan maka bibit karet akan terhambat pertumbuhannya dan layu.


(59)

5.2.1.2Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk menyingkirkan gulma atau tanaman penganggu. Penyiangan gulma dapat dilakukan dengan cara manual maupun kimia. Cara manual biasanya dilakukan dengan bantuan parang atau cangkul, sedangkan penyiangan secara kimia menggunakan herbisida. Penyiangan akan dilakukan secara kimia apabila gulma sudah terlalu banyak. Penyiangan hanya dilakukan bila ditemukan gulma.

5.2.2.3 Pemupukan

Pemupukan dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan mempercepat pertumbuhan dari tanaman karet. Pemberian pupuk biasanya dilakukan setiap awal musim hujan karena apabila dilakukan pada musim kemarau maka pupuk akan sulit terserap oleh tanaman sedangkan bila dilakukan pada musim hujan maka pupuk akan hanyut terbawa oleh air hujan. Pupuk yang diberikan adalah pupuk kimia (Urea, KCl, TSP), pemupukan sendiri idealnya dilakukan 2-3 kali setahun dengan perbandingan dosis pupuk untuk TSP, KCl,urea (1:1:2) akan tetapi petani responden jarang untuk memupuk tanaman karetnya.


(60)

5.2.2.4 Penyadapan

Penyadapan merupakan kegiatan usahatani untuk memperoleh getah karet. Penyadapan dilakukan pada saat tanaman karet berumur 6 tahun. Penyadapan dilakukan pada waktu pagi hari bersamaan dengan waktu terbitnya matahari. Hasil sadapan diambil pada waktu sore hari, penyadapan dilakukan setiap hari selama masa produktif karet tersebut berumur 25 tahun. Setelah di sadap getah karet ini di kumpulkan dan diberi asam semut untuk membekukan karet tersebut sekaligus mengurangi kadar air yang ada didalam getah karet tersebut.

5.3 Analisis Tataniaga Karet dan Efisiensi Pemasaran

5.3.1 Lembaga Pemasaran

5.3.1.1 Petani karet

Petani karet di Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 52 orang. Petani memiliki rata – rata pengalaman berusahatani karet selama 18,48 tahun. Hal ini menunjukkan petani memiliki keahlian dalam memproduksi dan memasarkan karetnya. Petani bebas memilih untuk menjual Karetnya kepada pedagang pengepul kecil maupun pedagang pengepul besar. Petani tidak memiliki keterikatan terhadap pembeli karetnya sehingga petani


(61)

dapat memilih untuk menjual karetnya kepada pembeli dengan harga tertinggi. Sebelum menjual hasil karetnya petani sudah mengetahui harga yang ditetapkan oleh pedagang pengepul. Pembayaran hasil karet petani dilakukan secara tunai. Petani yang bersuku jawa lebih suka menjual hasil karetnya kepada pedagang pengumpul I sedangkan petani yang bersuku Bali lebih memilih menjual kepada pedagang Pengumpul II. Hal ini dikarenakan rata – rata petani bersuku Jawa memiliki tingkat kekerabatan yang tinggi.

5.3.1.2 Pedagang pengumpul satu (I)

Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli karet dari petani. Pedagang pengumpul I merupakan pedagang yang langsung melakukan transaksi pembelian karet petani, biasanya pedagang pengumpul I merupakan penduduk yang tinggal di dekat petani karet dan memiliki hubungan kekerabatan yang tinggi dengan petani karet. Pedagang pengumpul I membuka lapak pembelian karetnya didekat kebun karet petani ataupun rumah petani karet agar petani karet mau menjualnya langsung kepada pedagang pengumpul I. Pedagang pengumpul dalam membeli karet petani melakukan potongan 1 kg untuk pembelian dibawah 10 kg dan 2 kg untuk pembelian diatas 20 Kg. Pedagang pengumpul I memiliki daya beli berkisar 5.000 – 30.000 Kg karet perbulan. Harga rata rata pembelian dari pedagang pengumpul I


(62)

sebesar Rp 13.120 rupiah dan dibayar secara tunai. Karet rakyat itu dijual per tiga hari kepada Pedagang Pengumpul II. Pedagang pengumpul I biasanya menjual kepada pedagang pengumpul II langganannya. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul I untuk menjual kepada pedagang pengumpul II sebesar Rp 1.562 per Kg karet. Penyusutan Karet selama proses pemasaran sebesar 10 %. Modal yang digunakan oleh pedagang pengumpul I adalah milik sendiri. Fungsi pemasaran yang dilakukan pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa penimbangan dan penyimpanan, fungsi fasilitas berupa penanggungan resiko dan penyediaan informasi pasar.

5.3.1.3. Pedagang Pengumpul II dan Konsumen Akhir

Pedagang Pengumpul II adalah pedagang yang membeli karet di wilayah Kecamatan Banjar Agung maupun daerah sekitarnya. Pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengumpul II bervariasi antara 225.000 - 1.500.000 kilogram per bulan. Harga pembelian rata2 adalah sebesar Rp 15.000 per Kg. Sedangkan Harga Penjualan sebesar Rp 24.040,25 per Kg. Rata – rata biaya yang dikeluarkan untuk melakukan tataniaga sebesar Rp 5185.7 per Kg. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pedagang Pengumpul II dalam melakukan pembelian dan penjualan karet adalah secara tunai. Pedagang pengumpul II akan meneruskan ke


(63)

Konsumen Akhir yang berbentuk lembaga pengolahan (pabrik) yang berbadan hukum dan berbentuk perusahaan, yaitu PT. Hok Tong yang berlokasi di Jaka baring Palembang dalam penelitian ini pabrik pengolah berperan sebagai konsumen akhir, hal ini karena peneliti mendapat kesulitan dalam memperoleh data pihak eksportir sehingga penelitian dibatasi hanya sampai pabrik pengolah. Pabrik tersebut bergerak dalam bidang pengolahan karet menjadi karet yang berkualitas sesuai dengan standar karet yang diinginkan eksportir atau industri yang berbahan baku karet. Dalam hal pembelian karet, pabrik pengolah biasanya didatangi pedagang pengumpul II. Penjualan karet yang dilakukan pedagang pengumpul II pada umumnya dilakukan secara bebas, yaitu bisa menjual ke mana saja tergantung kecocokan harga. Konsumen akhir (pabrik) mengeluarkan biaya-biaya pemasaran dalam memasarkan komoditas karet, seperti kemasan, transportasi, dan tenaga kerja. Konsumen Akhir (pabrik) dalam pengolahan dan penjualannya melakukan standarisasi berdasarkan kadar air maksimal yang terkandung dalam karet. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki mutu dan harga jual karet yang akan dihasilkan. Konsumen akhir (pabrik) mengolah lateks menjadi karet dengan mutu SIR (Standart Indonesia Rubber).


(64)

5.3.2 Saluran pemasaran

Saluran pemasaran adalah lembaga-lembaga pemasaran yang digunakan untuk menyampaikan komoditas karet dengan menyelengarakan kegiatan-kegiatan pembelian, pengangkutan, penyimpanan, dan penjualan dari petani karet ke konsumen akhir.

Saluran pemasaran merupakan gambaran kesatuan kegiatan transaksi perdagangan karet di Kecamatan Banjar Agung, dimana terdapat dua saluran pemasaran. Pada saluran pertama, petani langsung menjual karetnya ke konsumen akhir dalam hal ini pabrik pengolahan karet. Saluran kedua petani menjual kepada pedagang pengumpul I menjual kepada pengumpul II yang selanjutnya menjual ke konsumen akhir (pabrik). Pada saluran ketiga, petani langsung menjual karetnya kepada pedagang pengumpul II untuk selanjutnya dijual ke konsumen akhir (pabrik).

Saluran pemasaran karet di Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang dapat dilihat pada Gambar 3.

48,08 % I II

48,08 % III

3,84 %

Petani (1)

Pedagang pengumpul I (2)

Pedagang pengumpul II (3)

Konsumen akhir (pabrik) (4)


(65)

Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa saluran pemasaran karet yang terjadi di Kecamatan Banjar Agung Kabuapten Tulang bawang adalah:

1. Petani Konsumen akhir

2. Petani PP I Konsumen akhir

3. Petani PP I PP II Konsumen akhir.

Masing masing saluran pemasaran memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri, saluran pemasaran I merupakan saluran pemasaran yang paling efisien, marjin harga yang rendah dan tingkat keuntungan yang tinggi bagi petani. Kelemahan dari saluran pemasaran I adalah petani harus memiliki produksi yang tinggi, jarak yang dekat dengan konsumen dan juga aksesbilitas yang baik dengan konsumen bila hal ini tidak dipenuhi maka sulit bagi petani untuk menggunakan saluran pemasaran ini. Saluran pemasaran II merupakan saluran yang tingkat efisiensinya sedang dan saluran pemasaran III adalah saluran yang tingkat efisiensinya paling buruk. Kelemahan saluran pemasaran II dan III adalah tingkat keuntungan petani yang lebih rendah dibandingkan dengan petani yang menggunakan saluran pemasaran I dan petani tidak mengetahui harga basis dari konsumen akhir sehingga rawan terjadi kecurangan dari pedagang pengumpul.

Pada Gambar 3 dapat dilihat persentase saluran I dan II sebesar 48,08 % dan saluran pemasaran III sebesar 3,84 % . Hal ini terjadi dikarenakan lemahnya aksesbilitas petani terhadap pabrik, produksi yang sedikit dan jauhnya jarak dari tempat petani berada dengan pabrik sebagai konsumen


(1)

yang besar dan RPM yang tidak menyebar rata dan hanya sebagian petani yang memiliki aksesibilitas terhadap konsumen akhir.

5.3.3.3Analisis Korelasi Harga

Analisis korelasi harga merupakan salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan harga antara produsen dengan lembaga perantara pemasaran yang terlibat dalam pemasaran karet di Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang.

Hasil perhitungan koefisien korelasi harga (r) memberikan nilai yang kecil yaitu, 0,447 dari nilai ini menunjukkan kurangnya keeratan hubungan harga di tingkat konsumen dan produsen. Ini menunjukkan secara langsung bahwa pasar ini belum efisien dan bentuk pasar tidak bersaing sempurna.

5.3.3.4Elastisitas Transmisi Harga (Et)

Analisis elastisitas transmisi digunakan untuk mengetahui besarnya dampak perubahan harga di tingkat produsen terhadap perubahan harga di tingkat konsumen. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai koefesien regresi linier sederhana sebesar 0,044 dan besarnya nilai elastisitas transmisi harga (Et) yang diperoleh pada pemasaran karet sebesar 0,08. Hal ini berarti, perubahan harga di tingkat konsumen sebesar 1% akan membawa pengaruh perubahan harga sebesar 0,08% di tingkat petani.


(2)

78

Et = b x (Pr/Pf)

Et = 0,044 x (24040.25/13120) Et = 0.08

Nilai elastisitas transmisi harga yang diperoleh adalah kurang dari 1, yang berarti bahwa laju perubahan harga di tingkat petani lebih kecil dibandingkan dengan laju perubahan harga di tingkat konsumen. Hal ini menunjukan bahwa tataniaga yang berlangsung belum efesien dan pasar yang dihadapi oleh pelaku usaha adalah bersaing secara tidak sempurna.


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan disimpulkan :

1. Saluran pemasaran karet di Kecamatan Banjar Agung, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung terdiri dari:

a) Petani menjual langsung ke pabrik karet di Propinsi Sumatera Selatan. b) Petani menjual ke pedagang pengumpul I kemudian pedagang pengumpul

I menjual ke karet di Propinsi Sumatera Selatan.

c) Petani menjual ke pedagang pengumpul I kemudian pedagang pengumpul I menjual ke pedagang pengumpul II dan pedagang pengumpil II menjual ke pabrik karet di Propinsi Sumatera Selatan.

2. Sistem pemasaran karet (Hevea Brasiliensis) di Kecamatan Banjar Agung, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung tidak efisien, dari tiga saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran pertama.


(4)

80

B. Saran

1. Petani yang berada pada saluran pemasaran pertama sebaiknya membantu pemasaran karet petani yang berada pada saluran pemasaran kedua dan ketiga. Petani yang berada pada saluran kedua dan ketiga hendaknya mengikuti petani yang berada pada saluran pemasaran pertama. Petani sebaiknya menjaga mutu karet yang dihasilkannya dikarenakan dapat meningkatkan harga jual dari karetnya.

2. Pemerintah sebaiknya membangun pabrik baru di sekitar daerah penelitian dikarenakan bahan baku yang melimpah di daerah penelitian,memperbaiki infrastruktur penunjang dan meningkatkan keamanan di daerah penelitian untuk menekan pencurian.

3. Peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian yang lebih mendalam dalam bidang produksi, studi kelayakan dari pendirian pabrik karet, dan faktor faktor yang mempengaruhi efisiensi pemasaran karet di daerah penelitian.


(5)

JENIS BOKAR DI KECAMATAN BANJAR AGUNG, KABUPATEN TULANG BAWANG, PROPINSI LAMPUNG

Oleh

Erick Kurniawan1, Wan Abbas Zakaria2, dan Achdiansyah Sulaiman2 Penelitian bertujuan untuk : (1) Mengetahui jalur pemasaran karet rakyat dari produsen sampai Pabrik karet. (2) Mengetahui efisiensi pemasaran karet rakyat di Kecamatan Banjar Agung, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi lampung.

Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) di Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang Bawang. Petani responden berjumlah 52 orang yang ditentukan dengan teknik simple random sampling. Untuk lembaga pemasaran diambil lembaga pemasaran yang terlibat langsung dalam pemasaran karet rakyat di daerah penelitian. Pengumpulan data pada lembaga pemasaran penulis menggunakan teknik snowball sampling. Metode yang digunakan untuk menganalisis efisiensi sistem pemasaran adalah deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Analisis kualitatif (deskriptif) digunakan untuk mengetahui struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin pemasaran (RPM), analisis elastisitas koefisiensi korelasi harga, dan analisis elastisitas transmisi harga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Terdapat tiga saluran pemasaran Karet di Kecamatan Banjar Agung Kabupaten Tulang bawang. Saluran pemasaran yang paling efisien adalah saluran pemasaran yang pertama, yaitu: Petani secara langsung menjual karet ke Pabrik. (2) Sistem pemasaran karet di Kecamatan Banjar Agung, Kabupaten Tulang Bawang Provinsi Lampung tidak efisien. Marjin pemasaran dan Ratio Profit Margin (RPM) menyebar tidak merata. Pasar produsen dan konsumen kurang terintegrasi, dan pasar yang terbentuk cenderung oligopsoni.

Kata kunci : efisiensi pemasaran, Karet, Bokar 1

Mahasiswa Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung

2


(6)

MARKETING EFFICIENCY ANALYSIS OF RUBBER (Hevea

Brasiliensis) BOKAR TYPE IN SUB-DISTRICT BANJAR

AGUNG, DISTRICT TULANG BAWANG, PROVINCE LAMPUNG

ABSTRACT By

Erick Kurniawan1, Wan Abbas Zakaria2, dan Achdiansyah Sulaiman2 This research aims were to analyze marketing channel of rubber from producers to factory, was to analyze the marketing efficiency of rubber in Sub-District Banjar Agung, District Tulang Bawang, Province Lampung.

Location was chosen purposively in sub-district Banjar Agung, district Tulang Bawang. The number of respondents was 52 farmers taken by simple random

sampling. Marketing agency directly involved in the marketing of rubber in the study area. Collecting data on marketing agencies authors used snowball sampling

technique. Methods used to analyze the efficiency of marketing systems is a descriptive qualitative and quantitative descriptive. Analysis of qualitative

(descriptive) was used to determine the market structure, market behavior, and variety market. Analysis of quantitative was used to investigate the marketing margin (RPM), elasticity of price efficient, and analysis of price transmission elasticity. The results showed that: (1) there were three marketing channels in sub-district Banjar Agung, district Tulang bawang. The most efficient marketing channel is the first marketing channel, Farmers sell directly to the factory rubber. (2) Marketing system in sub-district Banjar Agung, district Tulang Bawang was not efficient yet. Marketing margins and Profit Margin Ratio is not evenly distributed. Producer and consumer markets are less integrated, and the market tends to form oligopsoni Key word : Marketing efficiency, Rubber, Bokar

1. Student of Agriculture Faculty, University of Lampung 2. Lecturer Collage of Agriculture, University of Lampung


Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 64 58

Peningkatan Mutu Kayu Karet (Hevea braziliensis MUELL Arg) dengan Bahan Pengawet Alami dari Beberapa Jenis Kulit Kayu

2 55 78

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muall, Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun (Corynespora casiicola Berk &amp; Curt.) di Lapangan

0 34 64

Seleksi Dini Pohon Induk Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) Dari Hasil Persilangan RRIM 600 X PN 1546 Berdasarkan Produksi Lateks Dan Kayu

0 23 84

Uji Ketahanan Beberapa Klon Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Terhadap Penyakit Gugur Daun ( Corynespora Cassiicola (Berk. &amp; Curt.) Wei.) Di Kebun Entres

0 57 66

Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) (Studi Kasus Di Desa Huta II Tumorang, Kecamatan Gunung Maligas, Kabupaten Simalungun)

2 56 84

Laju Infiltrasi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Togur, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun

5 92 58

Uji Resistensi Beberapa Klon Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Dari Kebun Konservasi Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

0 35 61

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) di Perkebunan Rakyat Desa Tarean, Kecamatan Silindak, Kabupaten Serdang Bedagai

3 65 57

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KARET (Havea brasiliensis) RAKYAT DI KECAMATAN BAHUGA KABUPATEN WAY KANAN

18 68 51