Selain pengertian kepentingan umum di atas, dalam UU No. 2 Tahun 2012 terdapat pengertian tentang kepentingan umum yang tercantum dalam Pasal 1 ayat
6 yang berbunyi: “Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang
harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk k
emakmuran rakyat.” Berdasarkan beberapa pengertian pengadaan tanah untuk kepentingan
umum dalam Keppres No. 55 Tahun 1993, Perpres No. 36 Tahun 2005, Perpres No. 65 Tahun 2006 dan UU No. 2 Tahun 2012, maka kegiatan yang dapat di
kategorikan sebagai kepentingan umum ada 5 lima unsur yaitu
9
: a.
Adanya kepentingan seluruh lapisan masyarakat; b.
Dilakukan dan dimiliki oleh Pemerintah; c.
Tidak digunakan untuk mencari keuntungan; d.
Masuk dalam daftar kegiatan yang telah ditentukan; e.
Perencannya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
4.3. Musyawarah
Pengadaan tanah
diselenggarakan untuk
kepentingan umum
maka pelaksanaanya harus berdasarkan musyawarah antara instansi yang memerlukan
tanah dengan pemilik tanah atau pemegang hak atas tanah. Sedangkan pemerintah dalam
hal ini
Panitia Pengadaan
Tanah dalam
kegiatan musyawarah
berkedudukan sebagai mediator sehingga Panitia Pengadaan Tanah harus dapat bersikap netral.
9
Umar Said Sugiharto, Suratman, Noorhudha Muchsin, Huk um Pengadaan Tanah Pengadaan Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum Pra dan Pasca Reformasi, Penerbit Setara
Press, Malang, 2015, h. 73.
Seluruh kegiatan pengadaan tanah dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah. Kegiatan fisik
pembangunan baru dapat dilaksanakan bila telah menjadi kesepakatan antara pihak dan ganti rugi telah diserahkan
10
. Dalam kegiatan musyawarah kedudukan antara Instansi yang memerlukan
tanah dan pemegang hak atas tanah harus seimbang. Kedudukan seimbang yang penulis maksud yaitu bukan hanya instansi yang membutuhkan tanah saja yang
mendominasi jalannya
semua kegiatan
musyawarah termasuk dalam hal
pengambilan keputusan, namun kedudukan seimbang disini bagaimana Panitia Pengadaan Tanah sebagai pihak yang netral mengambil keputusan dari proses
dialogis yang dilakukan dalam musyawarah antara pemegang hak atas tanah dengan instansi yang memerlukan tanah dengan memperhatikan aspirasi,
pendapat, dan keinginan dari pemegang hak atas tanah sehingga tidak merugikan kehidupannya di kemudian hari jika pengadaan tanah di lakukan di lokasi
tersebut. Pengadaan tanah berbeda dengan pencabutan atas tanah yang dipaksakan
walaupun tanpa musyawarah, apalagi untuk kebutuhan mendesak Pasal 18 UUPA. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tiada pengadaan tanah tanpa
musyawarah. Karena itu, pengadaan tanah berbasis pada kesepakatan, tanpa kesepakatan pada prinsipnya tidak ada pengadaan tanah. Kesepakatan dimaksud
adalah kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.
10
Maria S.W. Sumardjono, Kebijak an Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi, Kompas, Jakarta, 2009, h. 282-284.
4.4. Ganti Kerugian