Dari prinsip-prinsip tersebut menyimpulkan suatu dinamika perkembangan pemikiran, bahwa pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dapat
diajukan ke pengadilan. Jadi, argumentasi bahwa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya pelaksanaannya secara bertahap dan tidak dapat diajukan ke pengadilan,
sebagaimana tampil pada saat perumusan hukum DUHAM ke dalam dokumen perjanjian, tidak lagi diikuti sepenuhnya.
Penggunaan lembaga peradilan dalam pelaksanaan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya adalah melalui penggunaan prinsip non-diskriminasi. Dikatakan oleh
Katarina Tomasevski, perlunya penekanan prinsip non-diskriminasi yang merupakan prinsip hak asasi manusia yang mendasar, karena merupakan titik awal yang paling
jelas dalam melaksanakan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya Manfred Nowak 2001:235. Dilanjutkan oleh Manfred Nowak 2001:235 semua usaha untuk
menghapus diskriminasi, baik secara de jure maupun de facto, serta upaya untuk mengadopsi tindakan-tindakan khusus untuk menyediakan kesempatan bagi
kelompok-kelompok yang tidak beruntung dalam menikmati hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, memainkan peran yang penting dalam PrinsipPrinsip Limburg.
Yang dimaksudkan oleh Manfred Nowak adalah Prinsip 37 dan 38 dari Prinsip-Prinsip Limburg, yang rumusan selengkapnya adalah sebagai berikut:
37. Setelah menjadi pihak dari Kovenan ini, negara-negara harus menghilangkan diskriminasi de jure dengan menghapuskan tanpa
menunda lagi setiap undang-undang, peraturan dan praktek yang diskriminatif termasuk melakukan perbuatan atau tidak melakukan
perbuatan yang mempengaruhi dinikmatinya hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
38. Diskriminasi de facto yang terjadi sebagai akibat dari dinikmatinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang tidak seimbang, yang disebabkan oleh
kekurangan sumber daya atau lainnya, seharusnya diakhiri secepat mungkin.
3.3. Ruang Lingkup Pelanggaran Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Agar suatu pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya dapat diajukan ke pengadilan, maka harus jelas arti dan ruang lingkup pelanggaran hak-hak
ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam bagian II Pedoman Maastricht diuraikan arti pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, sebagaimana dikutip
berikut ini Ifdhal Kasim dan Johanes da Masenus Arus, ed. 2001:374-383.
Seperti halnya dengan hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya membedakan tiga tipe kewajiban yang berbeda pada negara, yakni
kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan melaksanakan, Kegagalan dalam melaksanakan salah satu kewajiban ini merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
tersebut. Kewajiban untuk menghormati, mengharuskan negara menahan diri untuk
tidak campur tangan dalam dinikmatinya hak-hak ekonomi, sosial, budaya. Jadi, hak untuk mendapatkan perumahan dilanggar, apabila negara tersangkut dalam
penggusuran paksa secara sewenang-wenang. Kewajiban untuk melindungi, mengharuskan negara untuk mencegah
pelanggaran hak tersebut oleh pihak ketiga. Sehingga kegagalan untuk memastikan agar pengusaha swasta memenuhi standar dasar tenaga kerja dapat berarti
pelanggaran terhadap hak untuk bekerja atau hak untuk mendapatkan kondisi kerja yang adil dan menyenangkan.
Kewajiban untuk melaksanakan, mengharuskan negara untuk mengambil tindakan-tindakan legislatif, administratif, anggaran, hukum dan semua tindakan lain
yang memadai guna pelaksanaan sepenuhnya dari semua hak tersebut. Dengan demikian, kegagalan negara untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada
yang membutuhkan berarti sebuah pelanggaran. Berikutnya dirumuskan, bahwa pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, dan
budaya dapat berupa Pelanggaran Melalui Tindakan Pejabat Acts of Commision dan Pelanggaran Melalui Pembiaran Acts of Omission.
Pelanggaran Melalui Tindakan Pejabat adalah pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya melalui tindakan langsung negara atau pihak lain yang tidak
diatur secara memadai oleh negara. Contoh pelanggaran semacam ini termasuk: a Penghapusan secara formal atau penundaan undang-undang yang
penting bagi kelanjutan pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya yang dinikmati saat ini;
b Pengingkaran aktif atas hak tersebut bagi individu atau kelompok tertentu, apakah melalui diskriminasi berdasarkan undang-undang atau dengan
paksaan; c Dukungan aktif atas tindakan yang diambil pihak ketiga yang tidak sejalan
dengan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya; d Pemberlakuan undang-undang atau kebijakan yang jelas-jelas tidak
sejalan dengan kewajiban hukum yang sudah ada sebelumnya sehubungan dengan hak-hak ini, kecuali jika hal ini dilakukan dengan
tujuan dan akibat yang meningkatkan persamaan dan menempatkan
pelaksanaan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya bagi kelompok tertentu;
e Pelaksanaan tindakan yang berlaku surut secara sengaja yang menurunkan tingkat di mana setiap hak tersebut dijamin;
f Hambatan yang diperhitungkan, atau penghentian, terhadap kemajuan pelaksanaan secara bertahap atas hak-hak yang dilindungi Kovenan,
kecuali jika negara bertindak dalam batasan yang diizinkan oleh Kovenan atau negara bertindak begitu karena kekurangan sumber daya atau
keadaan di luar kendali force majeure;
g Pengurangan atau pengalihan pengeluaran publik khusus, ketika pengurangan atau pengalihan tersebut berakibat pada tidak dipenuhinya
hak tersebut dan tidak dibarengi oleh tindakan yang cukup untuk menjamin penghasilan minimun bagi setiap orang.
Pelanggaran Melalui Pembiaran adalah pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya melalui pembiaran atau kegagalan negara untuk mengambil tindakan
lanjutan yang perlu atas kewajiban hukum. Contoh dari pelanggaran ini termasuk: a Kegagalan untuk mengambil langkah yang tepat seperti yang diisyaratkan
oleh Kovenan; b Kegagalan untuk mengubah atau mencabut undang-undang yang jelas-
jelas tidak sesuai dengan kewajiban terhadap Kovenan; c Kegagalan untuk memberlakukan undang-undang atau melaksanakan
kebijakan-kebijakan yang dirancang untuk melaksanakan ketetapan dalam Kovenan;
d Kegagalan untuk mengatur kegiatan dari perorangan atau kelompok sehingga mencegah mereka agar tidak melakukan pelanggaran terhadap
hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya; e Kegagalan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara maksimum
ke arah pelaksanaan penuh dari Kovenan ini; f Kegagalan untuk memantau pelaksanaan hak-hak ekonomi, sosial, dan
budaya, termasuk perkembangan dan penerapan kriteria dan indikator untuk menilai kepatuhan terhadap pelaksanaanya;
g Kegagalan untuk menghilangkan dengan segera hambatan di mana negara yang bersangkutan berkewajiban untuk menghilangkannya,
sehingga memungkinkan dipenuhinya dengan segera hak-hak yang dijamin oleh Kovenan;
h Kegagalan untuk melaksanakan tanpa ditunda-tunda lagi, hak yang dikehendaki oleh Kovenan untuk segera dilaksanakan;
i Kegagalan untuk memenuhi standar minimum pencapaian yang diterima
dunia internasional secara umum yang berada dalam kekuasaan negara untuk memenuhinya;
j Kegagalan suatu negara untuk memperhitungkan kewajiban hukum
internasionalnya dalam bidang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya ketika mengadakan perjanjian bilateral dan multilateral dengan negara
lain, organisasi inyernasional, atau perusahaan multinasional.
Dengan demikian ada tiga macam pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, yakni: 1 Pelanggaran karena kegagalan negara memenuhi kewajiban
untuk menghormati, melindungi, dan melaksanakan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya; 2 Pelanggaran melalui tindakan pejabat adalah pelanggaran hak-hak
ekonomi, sosial, dan budaya melalui tindakan langsung negara atau pihak lain yang tidak diatur secara memadai oleh negara; dan 3 Pelanggaran melalui pembiaran
adalah pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya melalui pembiaran atau kegagalan negara untuk mengambil tindakan lanjutan yang perlu atas kewajiban
hukum. Mengaitkan Prinsip-prinsip Limburg dengan Pedoman Maastricht membawa
makna, bahwa pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, baik karena tidak dipenuhinya kewajiban negara, tindakan aktif, maupun pembiaran seharusnya
diatasi melalui upaya perbaikan efektif, antara lain melalui upaya perbaikan yudisial.
13
BAB IV PENEGAKAN HUKUM HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN