Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi Di Kabupaten Lampung Barat

(1)

STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI

DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ARISWANDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI

Bersama ini saya menyatakan sebenarnya, bahwa tugas akhir Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi di Kabupaten Lampung Barat adalah karya dan pemikiran saya sendiri dan belum pernah diajukan daalam bentuk apapun dan oleh siapapun kepada perguruan tinggi manapun dimana karya tulis ini murni muncul dari pemikiran saya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupuntidak diterbitkan dari penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Mei 2009

Ariswandi


(3)

ABSTRAC T

ARISWANDI, Policy Strategy for Coffee Development in Lampung Barat District. Supervised by NUNUNG KUSNADI as head of committee, LUKMAN M. BAGA as member of supervision committee.

Law Number 22 Year 1999 is a milestone for shifting development paradigm in local area. The responsibility to be able to financing their own demands requires each area to maximize their potential in order to develop. Autonomous implementation has brought implication for each area to financing development within the area. Different potential in each are requires different treatment as well. Lampung Barat District as one of the largest coffee producer in this nation has yet maximized the potential of the product. Result of study shows that there is possibility the coffee could produce multiplier effect if managed and developed, thus it could even has more contribution toward local development and economy. Various strategies and policies needed to optimize this potential in order to make it as local primary product and contribute to local financing. The implemented strategy shall improve and enhance the value of coffee commodity, and increase community welfare, especially coffee farmer.


(4)

RINGKASAN

ARISWANDI, Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi di Kabupaten Lampung Barat. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI sebagai ketua, LUKMAN M. BAGA sebagai anggota komisi pembimbing.

Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu daerah otonom di Propinsi Lampung yang memiliki beragam potensi daerah. Berbagai portensi yang dimiliki tersebut perlu terus digali mendorong pembangunan ekonomi wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sektor perkebunan adalah salah satu sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kabupaten Lampung Barat. Komoditas unggulan di sektor perkebunan salah satunya adalah kopi. Lampung Barat merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Propinsi Lampung. Oleh karena itu komoditas kopi memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah di Lampung Barat. Sehubungan dengan kondisi tersebut maka perlu dirumuskan strategi kebijakan pengembangan komoditas unggulan daerah khususnya kopi agar ke depan pengembangan komoditas kopi tersebut dapat lebih berkembang dan daya saing produk lebih kompetitif.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan utama dari kajian ini adalah merumuskan strategi kebijakan pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat. Untuk menjawab tujuan utama tersebut maka tujuan spesifik dari tujuan kajian ini adalah menganalisis keunggulan komparatif komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat sehingga dapat berperan sebagai komoditas basis dalam perekonomian wilayah, menghitung besanya efek multiplier dari sisi produksi yang ditimbulkan oleh adanya pertumbuhan komoditas kopi terhadap total produksi wilayah, menganalisis faktor apa yang menyebabkan komoditas kopi tumbuh dan berkembang di Kabupaten Lampung Barat, merumuskan strategi kebijakan dan perancangan program pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat.

Berdasarkan hasil analisis LQ, komoditas kopi di Lampung Barat merupakan komoditas basis, dilihat dari produksi dan luas areal. Kabupaten Lampung Barat juga memiliki surplus produksi kopi yang menggambarkan potensi ekspor ke luar wilayah Lampung Barat. Komoditas kopi Lampung Barat juga memiliki nilai multiplier tinggi (>1) dari tahun 2003 – 2007 dibandingkan komoditas perkebunan lainnya berdasarkan analisis multiplier basis. Hal ini


(5)

menunjukan bahwa pengembangan kopi akan meningkatkan produksi wilayah. Hasil analisis shift-share menunjukan bahwa komoditas kopi memiliki pertumbuhan positif di Kabupaten Lampung Barat lebih disebabkan faktor Differential Shift yaitu faktor dukungan iklim dan kesesuaian lahan serta sosial masyarakat yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat serta faktor National Share yaitu komoditas kopi berkembang karena pengaruh perkembangan ekonomi di Propinsi Lampung.

Hasil analisis SWOT menghasilkan empat prioritas strategi kebijakan untuk mengembangkan komoditas kopi di Lampung Barat yang terdiri dari : 1. Peningkatan SDM petani kopi supaya mampu menghadapi daya saing dalam

mempertahankan perekonomian

2. Pengembangan akses pemasaran kopi melalui promosi produk

3. Penumbuhan minat pengusaha dalam dan luar daerah untuk melakukan investasi dibidang industri kopi olahan

4. Pembangunan infrastruktur penunjang pada sentra-sentra produksi kopi


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI

DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ARISWANDI

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

(9)

Judul : Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi Di Kabupaten Lampung Barat

Nama : Ariswandi

NIM : H252070185

Program Studi : Manajemen Pembangunan Daerah

Disetujui

Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Si


(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi di Kabupaten Lampung Barat” dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir Program Magister Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Ir. Lukman M. Baga, MAEc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian penulisan tesis. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis berusaha mengerjakan dan menyajikan tesis ini sebaik-baiknya. Namun demikian, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2009 Ariswandi


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Liwa pada tanggal 11 Maret 1974 merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan Bapak Hi. Amri Zakaria dan Ibu Hj. Robi’ah. Pada tahun 1986 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri 3 Kenali Kecamatan Belalau Kabupaten DATI II Lampung Utara. Tahun 1989 penulis menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Liwa Kabupaten DATI II Lampung Utara. Pendidikan SMA ditempuh penulis di SMA Negeri Way Halim Kota Madya DATI II Bandar Lampung lulus pada tahun 1992. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan sarjana strata satu pada Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dinyatakan lulus pada tahun 1997.

Pada tahun 1998, penulis diterima bekerja pada Universitas Muhammadiyah Lampung sebagai staf pengajar tetap pada Jurusan Ilmu Pemerintahan, kemudian selanjutnya penulis memperoleh kepercayaan untuk menjabat selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan pada perguruan tinggi tersebut, untuk masa bhakti 1999-2004. Pada tahun 2000-2001 sambil bekerja sebagai staf pengajar tetap di Universitas Muhammadiyah Lampung, penulis juga mengabdi sebagai asisten dosen luar biasa pada Jurusan Administrasi Negara dan Administrasi Niaga, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Bandar Lampung (UBL) untuk mata kuliah : “Sistem Politik Indonesia”. Pada tahun 2001-2003 penulis merangkap bekerja sebagai account excutive di Devisi Iklan pada Surat Kabar Harian (SKH) Radar Lampung (Jawa Post Group). Kemudian pada tahun 2003 penulis bergabung dalam Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK) kemudian dipercaya sebagai Ketua Dewan Pengurus Kabupaten Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (DPK-PPDK) Lampung Barat. Melalui partai politik tersebut, menghantarkan penulis terpilih menjadi anggota legislatif hasil pemilihan umum tahun 2004, yaitu sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Barat periode 2004-2009.

Penulis menikah dengan Pitria Astuti pada tahun 2000 dan telah dikaruniai dua anak yang bernama, Muhammad Arria Imami dan Annisa Arriyanti. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang strata dua pada Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Dan dinyatakan lulus pada bulan Mei 2009.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Kajian ... 6

1.4 Manfaat Kajian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Konsep Strategi... 8

2.2 Konsep Kebijakan ... 8

2.3 Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif ... 9

2.4 Konsep Pembangunan Ekonomi... 9

2.5 Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Komoditas Unggulan... 10

2.6 Teori Basis Ekonomi ... 11

2.7 Konsep Multiplier Basis ... 12

2.8 Teori Shift-Share... 13

2.9 Perencanaan Strategik... 14

2.10 Pengembangan Komoditas Kopi di Lampung Barat ... 16

2.11 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 18

III. METODE KAJIAN... 20

3.1 Kerangka Pemikiran ... 20

3.2 Lokasi dan Waktu Kajian... 23

3.3 Metode Kajian ... 23

3.3.1 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 24

3.3.3 Metode Perumusan Strategi ... 28

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH... 31

4.1 Kondisi Geografis dan Topografi... 31

4.2 Sosial Ekonomi ... 32

4.2.1 Kependudukan dan Ketenagakerjaan ... 32

4.2.2 Pendidikan dan Kesehatan... 35

4.2.3 Prasarana dan Sarana Daerah... 38

4.2.4 Pembangunan Ekonomi ... 41

4.2.5 Keuangan Daerah ... 43

4.3 Gambaran Umum Responden ... 45

V. GAMBARAN UMUM KOMODITAS KOPI LAMPUNG BARAT... 47

5.1 Perkembangan Komoditas Kopi di Lampung Barat ... 47

5.1.1 Luas Areal ... 47

5.1.2 Produksi... 48


(13)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 52

6.1 Analisis Keunggulan Komparatif ... 52

6.2 Analisis Multiplier Basis... 59

6.3 Analisis Keunggulan Kompetitif... 61

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN ... 67

7.1 Identifikasi Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pengembangan Kopi di Kabupaten Lampung Barat... 67

7.1.1 Identifikasi Faktor Internal ... 67

7.1.2 Identifikasi Faktor Eksternal ... 72

7.2 Rumusan Strategi Pengembangan Komoditas Kopi ... 74

7.2.1 Strategi StrengthsOpportunities (S-O)... 76

7.2.2 Strategi Strengths – Threats (S-T)... 77

7.2.3 Strategi Weaknesses – Opportunities (W-O)... 78

7.2.4 Strategi Weaknesses – Threats (W-T) ... 79

7.3 Rumusan Kebijakan ... 80

VIII. PERANCANGAN PROGRAM ... 86

8.1 Visi Pembangunan Kabupaten Lampung Barat... 86

8.2 Misi Pembangunan Kabupaten Lampung Barat ... 87

8.3 Merumuskan Rancangan Program ... 88

IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

9.1 Kesimpulan ... 90

9.2 Saran... 93 DAFTAR PUSTAKA ...


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. PDRB Kabupaten Lampung Barat Menurut Lapangan Usaha

Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003 – 2007 (Rp. juta)... 2 2. Perkembangan Produksi Kopi di Propinsi Lampung Tahun 2003 – 2007 . 3 3. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kopi

di Propinsi Lampung Tahun 2003 – 2007... 4 4. Matriks SWOT (Strenghts – Weaknesses – Opportunities – Threats) ... 29 5. Matriks Strategi, Kebijakan, Program, dan Institusi... 30 6. Jumlah Penduduk Tiap Kecamatan

di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007... 34 7. Komposisi Penduduk yang Berkerja

Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007 ... 35 8 Panjang dan Status Jalan di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2006... 39 9. Distribusi PDRB Kabupaten Lampung Barat

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2002 – 2007 (dalam persen)... 43 10 Distribusi Penerimaan Daerah Kabupaten Lampung Barat... 44 11. Luas Areal Perkebunan Kopi Per Kecamatan

di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007 ... 49 12. Produksi Kopi Per Kecamatan di Kabupaten Lampung Barat

Tahun 2007 (Ton) ... 50 13. Nilai LQ Komoditas Perkebunan Berdasarkan Produksi

di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007... 53 14. Nilai LQ Komoditas Perkebunan Berdasarkan Luas Areal

di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007... 55 15. Nilai LQ Komoditas Kopi per Kecamatan di

Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007 ... 56 16. Surplus Produksi Kopi Kabupaten Lampung Barat

Berdasarkan Indeks Location Quotient Tahun 2003- 2007 ... 58 17. Nilai Multiplier Tiga Komoditas Basis Perkebunan

di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003 – 2007 ... 60 18. Pertumbuhan Sektor Perekonomiandi Kabupaten Lampung Barat

Tahun 2004 – 2007 ... 63 19. Pertumbuhan Komoditas Perkebunan di Kabupaten Lampung Barat


(15)

20. National Share, Proportional Share dan Differential Shift

Sektor Perkebunan dan Komoditas Kopi Kabupaten Lampung Barat... 66 21. Analisis Matrik SWOT dalam Perumusan Strategi Pengembangan

Komoditas Kopi di Kabupaten Lampung Barat... 75 22. Perumusan Strategi Kebijakan, Program, Tahun dan Leding Sektor ... 89


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tahapan Managemen Strategik ... 15

2. Kerangka Pemikiran Kajian ... 22

3. Kerangka Formulasi Strategi ... 28

4. Batasan Faktor Internal dan Eksternal yang digunakan dalam Analisis SWOT... 30

5. Peta Administrasi Kabupaten Lampung Barat... 31

6. Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung Barat Tahun 2001-2006 ... 33

7. Jumlah Sekolah di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003-2007... 36

8. PDRB Kabupaten Lampung Barat Berdasarkan Harga Konstan ... 42

9. Jumlah Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan... 46

10. Jumlah Responden Berdasarkan Status Pekerjaan... 46


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan yang diambil tersebut memiliki posisi strategis dan fundamental dalam pelaksanaan pembangunan secara utuh dan terintegrasi dengan berbagai aspek baik sosial, ekonomi, politik, dan kelestarian lingkungan.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah melalui UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 telah menegaskan bahwa setiap daerah diberikan kewenangan dalam mengelola pembangunan daerahnya secara mandiri. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pembangunan dapat mendorong peningkatan partisipasi dan kreativitas masyarakat, memperbaiki alokasi sumber daya produktif serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Menurut Bratakusumah (2003) menegaskan bahwa pembangunan daerah harus memperhatikan hal-hal yang bersifat mendasar, prosesnya harus memperhitungkan kemampuan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, sumberdaya alam, keuangan dan sumberdaya lainnya. Dengan kata lain pembangunan daerah harus berbasiskan potensi atau keunggulan lokal.

Jensenn (1995) dalam ulasannya tentang model perencanaan pembangunan daerah juga menyatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah yang baik dilakukan berdasarkan pendekatan potensi atau keunggulan daerah. Dalam perspektif tersebut, maka sumberdaya yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kabupaten Lampung Barat perlu terus didorong untuk tumbuh dan berkembang sehingga ke depan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian daerah.

Dalam konteks tersebut maka Kabupaten Lampung Barat sebagai daerah otonom yang memiliki beragam potensi daerah, perlu menggali dan mengoptimalkan berbagai potensi yang ada dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(18)

Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut yaitu mendesain strategi pembangunan ekonomi daerah yang diarahkan pada upaya pemanfaatan keunggulan daerah terutama pada sektor atau komoditi lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan.

Berdasarkan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sektor pertanian merupakan sektor unggulan dan menjadi leading sector dalam perekonomian daerah Kabupaten Lampung Barat. Pada tahun 2007, PDRB sektor pertanian berdasarkan harga berlaku adalah sebesar Rp. 1.144 miliar atau sekitar 60,6 persen dari total PDRB Kabupaten Lampung Barat. Dari sejumlah tersebut, sebesar 24,2 persen dan 27,2 persen disumbang dari sub-sektor tanaman pangan dan perkebunan (BPS Kabupaten Lampung Barat, 2008).

Tabel 1. PDRB Kabupaten Lampung Barat Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2003 – 2007 (juta)

Sektor 2003 2004 2005 2006 2007

Pertanian 747.398 785.362 847.252 910.009 1.143.995 Pertambangan dan

Penggalian 16.724 16.809 20.119 23.989 28.207

Industri 30.786 31.038 31.850 39.829 68.883

Listrik, Gas dan Air

Minum 2.667 2.751 2.829 2.999 6.536

Bangunan 43.079 41.941 46.825 48.021 61.798

Perdagangan,Hotel

dan Restoran 211.300 239.183 244.360 250.091 303.256 Angkutan dan

Komunikasi 35.332 40.947 44.837 53.897 69.010

Keuangan dan

Jasa Persewaan 19.454 20.539 31.632 34.484 39.518

Jasa-jasa 82.365 91.303 93.959 137.106 165.468

PDRB 1.189.105 1.270.873 1.363.664 1.500.335 1.886.671 Sumber : BPS Kabupaten Lampung Barat, 2008

Sektor perkebunan adalah salah satu sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kabupaten Lampung Barat terutama pada beberapa komoditi unggulan lokal seperti kopi yang selama ini menjadi komoditas andalan. Lampung Barat merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Propinsi Lampung. Sementara itu Propinsi Lampung sendiri merupakan daerah sentra


(19)

penghasil kopi nasional. Oleh karena itu komoditas kopi memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Lampung Barat.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa Lampung Barat merupakan daerah penghasil kopi terbesar diantara daerah lain yang ada di Propinsi Lampung dalam kurun waktu lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2003 hingga tahun 2007. Pada tahun 2003, dari total produksi kopi yang dihasilkan di Propinsi Lampung sebesar 142.487 ton dimana sekitar 56.187 ton atau 39,4 persen dihasilkan dari Kabupaten Lampung Barat. Begitupun pada tahun berikutnya hingga tahun 2007 dimana Kabupaten Lampung Barat memberikan kontribusi yang paling besar dalam produksi kopi di Propinsi Lampung.

Tabel 2. Perkembangan Produksi Kopi di Propinsi Lampung Tahun 2003 - 2007 Produksi (ton/tahun)

No Kabupaten/Kota

2003 2004 2005 2006 2007 1. Lampung Selatan 2.375 6.622 6.616 6.130 6.142

2. Bandar Lampung 34 61 59 17 10

3. Tanggamus 52.354 45.550 45.443 45.064 45.230 4. Lampung Barat 56.187 55.868 55.927 55.994 56.227 5 Lampung Utara 10.720 12.712 12.690 12.004 12.130 6 Way Kanan 18.827 20.063 20.063 20.064 19.261

7 Tulang Bawang 312 464 456 376 381

8 Lampung Timur 731 821 821 822 670

9 Lampung Tengah 947 974 975 814 895

Jumlah 142.487 148.135 143.050 141.285 140.946 Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2008

Pada Tabel 2 terlihat adanya kecenderungan penurunan produksi kopi di wilayah Kabupaten Lampung Barat sejak tahun 2003. Pada tahun 2003 produksi kopi mencapai 56.187 ton turun menjadi 55.868 ton pada tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2007 produksi kopi sebesar 56.227 ton. Terjadinya penurunan produksi tersebut disebabkan oleh tingkat produktivitas yang rendah yaitu rata-rata sekitar 94,7 ton/Ha/tahun. Meskipun demikian, luas areal lahan perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat relatif lebih luas dibanding daerah lainnya yang ada di Propinsi Lampung. Gambaran perkembangan luas areal perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat disajikan pada Tabel 3.

Pada tahun 2003 luas areal perkebunan kopi di Lampung Barat mencapai 57.835 Ha. Luas areal ini terus meningkat pada tahun 2004 hingga 2005 meski


(20)

pada tahun 2006 dan 2007 mengalami sedikit penurunan luas areal. Pada tahun 2006 dan 2007 luas areal perkebunan kopi menjadi sebesar 59.316 Ha lebih kecil dibanding tahun 2004 dan 2005 yaitu sebesar 59.736 Ha atau turun sekitar 0,7 persen.

Tabel 3. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kopi di Propinsi Lampung Tahun 2003 - 2007

Luas Areal (Ha) No Kabupaten/Kota

2003 2004 2005 2006 2007 1. Lampung Selatan 10.314 7.871 7.871 8.230 8.192

2. Bandar Lampung 113 81 81 81 81

3. Tanggamus 51.814 54.185 54.185 54.185 54.185 4. Lampung Barat 57.835 59.736 59.736 59.316 59.316 5 Lampung Utara 15.421 15.636 15.636 15.748 15.748 6 Way Kanan 24.271 24.377 24.377 22.397 22.397

7 Tulang Bawang 682 663 663 607 607

8 Lampung Timur 1.468 1.516 1.516 1.515 1.515 9 Lampung Tengah 1.767 1.797 1.798 1.798 1.798 Jumlah 163.685 165.862 165.863 163.837 163.799 Sumber : BPS Propinsi Lampung, 2008

Pengembangan komoditas kopi sebagai komoditas unggulan daerah sangat penting dalam rangka meningkatkan produktivitas dan dayasaing. Oleh karena itu, dukungan politis pemerintah daerah sangat diperlukan dalam pengembangan komoditas kopi melalui berbagai regulasi yang diarahkan untuk menciptakan berbagai bentuk kemudahan bagi kegiatan agribisnis yang diharapkan dapat mendongkrak dayasaing komoditas. Selain itu upaya meningkatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan terus dilakukan baik pemerintah, masyarakat maupun swasta untuk aktif terlibat. Upaya-upaya ini harus dilakukan secara kontinyu mengingat komoditi tersebut memiliki peran strategis dalam pembangunan perekonomian daerah Lampung Barat selama ini yaitu tidak hanya berperan dalam memberikan pendapatan daerah, tetapi juga mampu membuka peluang kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Sehubungan dengan kondisi tersebut maka perlu dirumuskan strategi kebijakan pengembangan komoditas unggulan daerah khususnya kopi agar ke depan pengembangan komoditas kopi tersebut dapat lebih berkembang dan


(21)

daya saing produk lebih kompetitif. Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah kajian “Bagaimana Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi di Kabupaten Lampung Barat ?”.

1.2 Perumusan Masalah

Sub sektor perkebunan memiliki potensi untuk dikembangkan di Propinsi Lampung terutama pada beberapa komoditi unggulan lokal seperti kopi yang selama ini menjadi komoditas andalan. Lampung Barat merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Propinsi Lampung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung tahun 2008 ditunjukkan bahwa dalam periode tahun 2003 hingga tahun 2007 produksi kopi yang dihasilkan Kabupaten Lampung Barat cenderung mengalami peningkatan tiap tahunnya. Selain itu, produksi kopi Kabupaten Lampung Barat memberikan kontribusi terbesar terhadap total produksi kopi Propinsi Lampung dengan persentase rata-rata 39,9 persen tiap tahunnya dalam periode tersebut.

Kopi merupakan komoditas unggulan daerah Kabupaten Lampung Barat. Menurut Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007 dalam Road Map pengembangan kopi Lampung Barat menyatakan bahwa kopi merupakan komoditas unggulan daerah berdasarkan produksi dan luas areal perkebunan. Oleh karena itu, pengembangan komoditas unggulan seperti kopi harus menjadi prioritas pengembangan dalam rangka mendorong perekonomian wilayah. Hal ini juga tertuang dalam Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007-2012. Sebagai komoditas unggulan daerah, maka upaya pengembangan komoditas kopi sangat penting tidak hanya sebagai penopang perekonomian daerah, tetapi juga turut membangun perekonomian rakyat. Oleh karena itu, perlu dikaji “Bagaimana peranan komoditas kopi dalam pengembangan perekonomian wilayah Kabupaten Lampung Barat ?”

Keberadaan kopi sebagai komoditas basis di Kabupaten Lampung Barat diharapkan dapat menjadi kegiatan basis bagi perekonomian masyarakat. Berkembangnya komoditas tersebut akan mampu mendorong perkembangan sektor atau komoditas lainnya yang terkait sehingga perekonomian daerah secara keseluruhan akan tumbuh. Oleh karena itu “Bagaimana peranan komoditas kopi dalam perekonomian wilayah dilihat dari besarnya efek


(22)

multiplier yang ditimbulkan oleh berkembangnya komoditas kopi terhadap total produksi wilayah ?”.

Pengembangan komoditas unggulan daerah seperti kopi perlu mendapat perhatian khusus, mengingat semakin ketatnya persaingan antar sektor dan antar produk di masa mendatang. Adanya kecenderungan pergeseran struktur perekonomian di tingkat nasional maupun Kabupaten Lampung Barat ke depan berdampak terhadap dayasaing komoditas kopi itu sendiri. Hasil analisis tersebut dapat dijadikan dasar bagi para pengambil kebijakan (policy maker) untuk mendorong perekonomian ke arah sektor atau komoditas yang memiliki prospek untuk tumbuh dan berkembang di masa mendatang. Berdasarkan uraian tersebut maka pertanyaan yang muncul adalah “Bagaimana struktur perekonomian sehingga memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan komoditas perkebunan lainnya?”.

Upaya untuk mengembangkan komoditas Kopi sebagai komoditas unggulan daerah selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan hasil kajian yang pernah dilakukan selama ini oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat dalam Road Map Pengembangan Komoditas Kopi, usahatani Kopi dihadapkan pada berbagai kendala seperti ketersediaan bibit unggul, masalah infrastruktur serta masalah kelembagaan sehingga berdampak pada rendahnya daya saing produk dan pendapatan usahatani. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka pertanyaannya`adalah “Bagaimana rumusan strategi kebijakan dan perancangan program pengembangan ekonomi daerah berbasis komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat ?“.

1.3 Tujuan Kajian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan utama dari kajian ini adalah merumuskan strategi kebijakan pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat. Untuk menjawab tujuan utama tersebut maka tujuan spesifik dari tujuan kajian ini adalah :

1. Menganalisis keunggulan komoditas kopi sehingga dapat diketahui peranaannya dalam pengembangan perekonomian wilayah Kabupaten Lampung Barat.


(23)

2. Menghitung besanya efek multiplier dari sisi produksi yang ditimbulkan oleh adanya pertumbuhan komoditas kopi terhadap total produksi wilayah.

3. Menganalisis struktur perekonomian sehingga memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan komoditas perkebunan lainnya

4. Merumuskan strategi kebijakan dan perancangan program pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat.

1.4 Manfaat Kajian

Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Lampung Barat dalam membuat strategi, kebijakan dan rancangan program dalam pengembangan komoditas kopi sebagai mana yang telah dirumuskan dalam RPJMD Kabupaten Lampung Barat 2007-2012, yaitu mengembangkan komoditas unggulan daerah. Penelitian ini juga diharapkan menjadi referensi bagi pihak-pihak terkait lainnya dalam pengembangan perekonomian Kabupaten Lampung Barat yang berbasis komoditas kopi.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Strategi

Salam (2004) menyatakan bahwa strategi pada dasarnya adalah kemampuan organisasi mengelola sumberdaya yang dimiliki dalam menghadapi lingkungan dengan memandang dan memperhatikan kelemahan dan kekuatannya (nilai). Sedangkan David (2006) mendefinisikan strategi (strategy) adalah alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana organisasi akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan keunggulan kompetitif dan meminimalkan keterbatasan bersaing (Hunger dan Wheelen, 2003).

2.2 Konsep Kebijakan

Masih menurut David, kebijakan (policy) adalah alat untuk mencapai tujuan tahunan. Kebijakan mencakup pedoman, peraturan, dan prosedur yang dibuat untuk mendukung usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan adalah pedoman untuk pengambilan keputusan dan memberi jawaban atas situasi yang rutin dan berulang. Menurut Hunger dan Wheelen (1996) kebijakan menyediakan pedoman luas untuk pengambilan keputusan organisasi secara keseluruhan. Kebijakan juga merupakan pedoman luas yang menghubungkan perumusan strategi dan implementasi. Menurut Nindyantoro (2004) analisa kebijakan merupakan aktivitas intelektual praktis yang ditujukan untuk menilai secara kritis dan mengkomunikasikan proses kebijakan. Proses pembuatan kebijakan merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari :

1. Penyusunan agenda yang berasal dari prioritas yang diajukan pemimpin terpilih dan ditempatkan dalam agenda publik.

2. Formulasi kebijakan yang merupakan pembahasan dari alternatif kebijakan yang dirumuskan oleh pemimpin.

3. Adopsi kebijakan

4. Implementasi kebijakan oleh unit implementasi 5. Penilaian kebijakan.


(25)

2.3 Teori Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

Setiap wilayah perlu mengetahui sektor atau komoditi apa yang memiliki potensi besar (compatratif advantage) dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage) untuk dikembangkan, artinya dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah (value added) yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu relatif singkat dan sumbangan untuk perekonomian wilayah menjadi cukup besar. Produk tersebut bisa menjamin pasar untuk diekspor keluar daerah atau keluar negeri dan selanjutnya bisa mendorong sektor lain untuk turut berkembang sehingga perekonomian wilayah secara keseluruhan dapat bertumbuh karena ada saling keterkaitan antar sektor yang memberikan multiplier effect.

Dalam membuat keputusan strategik, para pengambil kebijakan juga tidak boleh melupakan unsur kompetitif. Suatu organisasi dikatakan berada dalam suasana kompetitif apabila ia mengetahui dengan siapa ia berkompetisi, mempunyai pemahaman dan pengetahuan tentang misi, tujuan, sasaran, sasaran, dan sumber daya, serta apa yang diperbuat oleh kompetitor tersebut.

Menurut Rustiadi dalam Adifa (2007), untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis atau non basis dan atau sektor/komoditi mana yang terkonsentrasi atau tersebar dapat digunakan metode Location Quotient (LQ). Hal tersebut juga dinyatakan oleh Bendavid dalam Adifa bahwa LQ adalah suatu indeks untuk mengukur tingkat spesialisasi (relatif) suatu sektor atau sub sektor ekonomi suatu wilayah tertentu. Pada metode ini dihitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada wilayah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada wilayah atas terhadap pendapatan (tenaga kerja) semua sektor di wilayah atasnya (Sahara, 2006).

2.4 Konsep Pembangunan Ekonomi

Pada hakekatnya pembangunan ekonomi merupakan proses terjadinya perubahan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik. Menurut Todaro (2000) istilah pembangunan (development) secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian untuk menciptakan dan meningkatkan produksi (PDRB) dan pendapatan per kapita. Pembangunan ekonomi pada masa lampau juga sering diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan


(26)

penyerapan tenaga kerja yang diupayakan secara terencana. Namun pada saat ini, kinerja pembangunan tidak hanya diukur berdasarkan indikator pencapaian kapasitas produksi, tetapi yang lebih penting adalah penghapusan dan pengurangan kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan, dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang.

Pendapatan serupa juga dikemukakan oleh Hess dan Ross (2000) bahwa pembangunan ekonomi memerlukan adanya perubahan struktural, mengurangi tingkat kemiskinan, adanya peningkatan derajat kesehatan, pendidikan dan kehidupan yang layak bagi masyarakat. Pembangunan ekonomi juga harus mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustained economic growth).

Dalam konteks otonomi daerah, pembangunan ekonomi diarahkan pada pemberdayaan dan pemanfaatan potensi daerah dalam rangka penguatan ekonomi lokal. Menurut Bratakusumah (2003) keberhasilan pembangunan ekonomi nasional saat ini sangat bergantung pada kemajuan pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan ekonomi daerah menekankan pada adanya kemitraan antara pemerintah daerah, pihak swasta dan masyarakat dalam mengelola sumberdaya yang tersedia untuk menciptakan lapangan kerja dan menggiatkan ekonomi daerah.

2.5 Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Komoditas Unggulan

Tantangan daerah dalam mewujudkan kemandirian ekonomi di era otonomi ke depan sangat kompleks. Daerah tidak hanya dihadapkan pada permasalahan internal seperti rendahnya dukungan sumberdaya manusia (SDM) yang andal dan infrastruktur yang kurang memadai, juga permasalahan eksternal yaitu ketatnya persaingan antar daerah dan adanya liberalisasi perdagangan bebas.

Menurut Hadianto (2007) untuk mengantisipasi kondisi tersebut, salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menjawab tantangan pengembangan wilayah, persaingan antar daerah serta antisipasi terhadap liberalisasi perdagangan bebas, namun tetap sesuai dengan prinsip desentralisasi, maka strategi pengembangan wilayah harus berbasis pada sektor/komoditas unggulan. Prioritas pada sektor/komoditas unggulan akan mengarahkan alokasi sumber


(27)

daya kepada sektor/komoditas yang diunggulkan melalui pemetaan antara sektor/komoditas unggulan dengan segala komponen pendukungnya.

Untuk mendukung upaya tersebut, maka pembangunan ekonomi daerah berbasis komoditas unggulan harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Pengembangan ekonomi wilayah dilakukan atas dasar karakteristik daerah yang bersangkutan, baik aspek ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Suatu program hanya dapat tepat dilakukan pada suatu daerah tertentu dan tidak pada daerah dengan karakteristik berbeda lainnya.

2. Pengembangan ekonomi wilayah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu. Dalam hal ini pengembangan ekonomi wilayah harus mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya.

3. Pengembangan ekonomi wilayah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi. Dengan demikian, pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan kelembagaan pengelolaan pengembangan ekonomi di daerah, mengembangkan sumber daya manusianya, menciptakan iklim usaha yang dapat menarik modal dan investasi, mendorong peran aktif swasta dan masyarakat, melakukan koordinasi terus-menerus dengan seluruh stakeholders pembangunan baik di daerah dan pusat.

2.6 Teori Basis Ekonomi

Terdapat sejumlah teori yang menerangkan mengapa terdapat perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antar daerah. Teori yang umum digunakan salah satunya adalah teori basis ekonomi (Tambunan, 2001). Teori basis ekonomi ini menjelaskan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi di sektor industri suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku serta outputnya yang diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita, dan penciptaan lapangan kerja di daerah tersebut.

Teori basis ekonomi ini telah banyak digunakan oleh para ahli untuk menganalisis dan memprediksi perubahan dalam jangka pendek dikarenakan


(28)

sifatnya yang cukup sederhana dalam menentukan struktur perekonomian regional. Menurut Hoover (1985), kegiatan-kegiatan dalam suatu wilayah dapat dibedakan menjadi kegiatan basis dan non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang pertumbuhannya akan mendorong dan menentukan pembangunan wilayah secara keseluruhan. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan yang pertumbuhannya hanya merupakan akibat dari pembangunan wilayah secara keseluruhan.

Menurut Budiharsono (1995), untuk mengetahui apakah suatu sektor/komoditas merupakan basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu : (1) metode pengukuran langsung, dan (2) metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor/komoditas mana yang merupakan basis. Metode ini digunakan untuk menentukan sektor/komoditas basis dengan tepat, akan tetapi memerlukan biaya, waktu, dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat akan hal tersebut, maka sebagian pakar ekonomi wilayah menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yaitu (1) metode melalui pendekatan asumsi; (2) Metode Location Quotient (LQ); (3) metode kombinasi 1 dan 2; dan (3) metode kebutuhan minimum. Dari keempat metode di atas, Richardson (1972) menyarankan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dalam menentukan sektor/komoditas basis.

Menurut Sahara (2006), sektor yang merupakan basis dan non basis di suatu daerah tidaklah bersifat statis melainkan dinamis, artinya pada tahun tertentu memungkinkan saja sektor tersebut secara otomatis merupakan sektor basis. Namun, pada tahun berikutnya belum tentu menjadi sektor basis. Adapun penyebab sektor basis mengalami kemajuan atau kemunduran (bergeser) setiap tahunnya. Mengalami kemajuan disebabkan karena : (1) perkembangan transportasi dan komunikasi, (2) adanya perkembangan dari pendapatan daerah, dan (3) adanya perkembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan mengalami kemunduran disebabkan karena : (1) adanya penurunan permintaan di luar daerah dan (2) merusak cadangan sumber daya.


(29)

2.7 Konsep Multiplier Basis

Multiplier (pengganda) adalah pengukuran terhadap suatu respon atau dampak dari stimulus ekonomi. Untuk melihat dan mengukur dampak suatu sektor terhadap sektor lainnya, digunakan analisis multiplier. Dari nilai pengganda tersebut dapat ditemukan efek yang akan ditentukan oleh suatu sektor tiap satuan peubah. Seperti dampak multiplier yang dipaparkan oleh Glasson (1974) bahwa peningkatan pada kegiatan basis maupun unggulan akan meningkatkan pendapatan ke dalam wilayah, selanjutnya berdampak pada peningkatan permintaan akhir yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja.

Dalam pembangunan ekonomi daerah dampak multiplier ini sangatlah penting. Dampak tersebut mampu menunjukan akibat dari peningkatan aktivitas suatu sektor ekonomi dari suatu daerah terhadap sektor lainnya, seperti arus pendapatan, konsumsi masyarakat dan pemerintah, permintaan barang dan sebagainya, sehingga pertumbuhan ekonomi wilayah dapat terwujud. Dengan teridentifikasinya sektor yang memiliki kekuatan pengganda tersebut, akan mempermudah pemerintah daerah setempat menentukan alternatif kebijakan bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

Pengukuran multiplier sangatlah beragam. Menurut Millier and Blair (1985) multiplier diukur dengan menggunakan analisis input-output. Multiplier ini mengukur seberapa besar perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap perekonomian secara keseluruhan. Pengukuran multiplier sektoral harus membutuhkan ketersediaan data input-output wilayah sebagai data based

.

Apabila data input-output tidak tersedia, maka pendekatan lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan multiplier basis. Pendekatan multiplier ini dilakukan dengan cara memperbandingkan komoditas/sektor basis dengan komoditas/sektor secara keseluruhan baik komoditas/sektor basis dan non basis.

2.8 Teori Shift-Share

Untuk memahami pergeseran struktur suatu aktivitas atau sektor serta menghitung seberapa besar share masing-masing sektor atau aktivitas tersebut di suatu wilayah tertentu dibandingkan dengan suatu referensi dengan cakupan wilayah yang lebih luas dalam bentuk dua titik waktu, dapat digunakan beberapa alat analisis, diantaranya adalah Shift-Share Analysis.


(30)

Analisis shift-share yang mengukur perubahan atau laju pertumbuhan suatu sektor/komoditas di suatu wilayah dengan wilayah nasionalnya. Variabel yang biasa dianalisis dengan menggunakan analisis ini antara lain tenaga kerja, nilai tambah atau produksi. Hasil analisis ini akan diketahui bagaimana perkembangan suatu sektor di suatu wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah tumbuh cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat menunjukan bagaimana perkembangan suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya, apakah tumbuh cepat atau lambat (Tarigan, 2003).

Komponen shift-share dapat diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponen “share” atau national share (N) adalah besarnya perubahan di tingkat wilayah seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertambahan nasional selama periode studi. Komponen ini digunakan untuk mengukur apakah sektor/komoditas itu tumbuh lebih cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan wilayah nasionalnya secara rata-rata.

Sementara komponen “shift” adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan atau perubahan indikator yang dianalisis. Penyimpangan ini positif bagi sektor. Komoditas yang tumbuh lebih cepat dan negatif untuk sektor/komoditas yang tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan di level nasionalnya.

2.9 Perencanaan Strategik

Perencanaan strategik pada dasarnya merupakan salah satu dari sekian banyak konsep perencanaan yang dikembangkan. Perencanaan merupakan suatu proses aktivitas yang berorientasi ke depan dengan memperkirakan berbagai hal agar aktivitas dimasa mendatang dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Orientasi perencanaan ke masa depan, maka perencanaan bersifat memperkirakan dan mempredikisikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional, logis dan dapat dilaksanakan (Bratakusumah, 2003).

Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN, 1999) dijelaskan bahwa perencanaan strategik merupakan proses secara sistematis yang berkelanjutan dari pembuatan keputusan yang berisiko, dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara sistematis usaha-usaha melaksanakan keputusan tersebut dan mengukur hasilnya melalui umpan balik yang terorganisasi dan sistematis.


(31)

Sementara itu menurut David (2004) perencanaan strategik untuk sektor publik memiliki karakteristik sebagai berikut ; (1) dipisahkan antara rencana strategis dengan rencana operasional. Rencana strategik memuat antara lain Visi, Misi, dan strategi arah kebijakan, sedangkan rencana operasional merupakan program atau rencana tindak; (2) penyusunan rencana strategik melibatkan secara aktif semua stakeholders di masyarakat (dengan kata lain, pemerintah bukan satu-satunya pemeran dalam proses perencanaan strategik); (3) tidak semua isu atau masalah dipilih untuk ditangani. Dalam proses perencanan strategik, ditetapkan isu-isu yang dianggap strategik atau fokus pada masalah yang paling diprioritaskan untuk ditangani; (4) kajian lingkungan internal dan eksternal secara kontinyu dilakukan agar pemilihan strategi selalu up to date berkaitan dengan peluang dan ancaman di lingkungan luar dan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan yang ada di lingkungan internal.

PERUMUSAN STRATEGI (Strategy Formulation)

Hasil : analisis lingkungan, visi-misi, tujuan dan strategi

PERENCANAAN STRATEGI (Strategy Planning)

Hasil : tahapan pencapaian tujuan dan sasaran

PERANCANGAN PROGRAM (Programming)

Hasil : rencana kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sasaran (target) Sumber : David, 2004

Gambar 1. Tahapan Managemen Strategik

Pada Gambar 1 terlihat bahwa langkah awal dalam melakukan manajemen strategik adalah merumuskan strategi umum melalui perumusan visi misi dan tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya adalah menyusun perencanaan berdasarkan analisis situasi internal dan eksternal yang menjadi landasan


(32)

penyusunan startegi. Kemudian tahap akhir yang dilakukan adalah menetapkan strategi, yaitu mengidentifikasi berbagai alternatif strategi yang akan dijalankan.

Proses penyusunan strategi sendiri dilakukan melalui tiga tahapan analisis yaitu tahap masukan, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Keputusan didasarkan pada justifikasi yang dibuat secara kualitatif dan kuantitatif, terstruktur maupun tidak terstruktur, sehingga dapat diambil keputusan yang signifikan dengan kondisi yang ada.

Pertama adalah tahap masukan yang merupakan kegiatan klasifikasi data dan pra-analisis. Tahap ini merupakan kegiatan analisa terhadap faktor-faktor internal maupun eksternal yang akan dijadikan sebagai bahan pengambilan keputusan.

Tahap kedua adalah penggabungan analisis hasil tahapan pertama. Semua informasi yang diperoleh pada tahap pertama dijadikan model perumusan strategi dalam bentuk model matriks SWOT. Analisis SWOT merupakan proses identifikasi berbagai faktor secara sistematis yang digunakan untuk merumuskan berbagai alternatif strategi. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan misi, tujuan, strategi dan kebijakan organisasi. Dengan demikian para perencana harus menganalisis faktor-faktor strategis organisasi dalam kondisi yang ada saat ini. Matriks Strenghts – Weaknesses – Opportunities – Threats (SWOT) merupakan alat analisis yang penting untuk membantu mengembangkan empat tipe strategi. Keempat tipe strategi yang dimaskud adalah ; strategi S-O (Strenghts – Opportunities), Strategi W-O (Weaknesses-Opportunities), strategi S-T (Strenghts – Threats) dan strategi W-T (Weaknesses – Threats).

Strategi S-O menggunakan kekuatan internal organisasi untuk meraih peluang-peluang yang ada diluar organisasi. Strategi W-O bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal organisasi dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi S-T bertujuan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. Strategi W-T merupakan strategi untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal.


(33)

2.10 Pengembangan Komoditas Kopi di Lampung Barat

Apabila dilihat dari sisi luas areal perkebunan dan jumlah produksi, komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat menempati peringkat pertama dari 16 komoditas tanaman perkebunan yang ada. Pada tahun 2007, total luas areal usaha perebunan kopi sebesar 59.316 Ha. Areal usaha perkebunan tersebut menghasilkan jumlah produksi komoditas kopi sebesar 56.227 ton. Berdasarkan data tersebut dapat dihitung rata-rata tingkat produktivitas usaha perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat sebesar 947,92 Kg/Ha/tahun. Angka produktivitas tersebut termasuk kategori tinggi, dari angka rata-rata produktivitas kopi nasional yaitu sebesar 665,8 Kg/Ha/tahun dan rata-rata produktivitas kopi wilayah Propinsi Lampung yaitu sebesar 860,49 Kg/Ha/tahun.

Selain itu data yang ada memperlihatkan bahwa perkembangan luas areal dan produksi perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat selama lima tahun terakhir relatif stagnan atau tidak ada pertumbuhan berarti. Namun demikian, penetapan kopi sebagai komoditas unggulan Kabupaten Lampung Barat sangat sejalan dengan kebijakan pemerintah pemerintah pusat (termasuk 11 komoditas unggulan nasional) maupun kebijakan pemerintah Provinsi Lampung (termasuk 7 komoditas unggulan provinsi).

Selanjutnya dilihat dari segi kecocokan iklim dan ketersediaan lahan, tanaman kopi termasuk sangat potensial dikembangkan di Kabupaten Lampung Barat. Selain itu, tanaman kopi juga sesuai dengan budaya masyarakat setempat yang terbiasa berkebun kopi, sehingga Kabupaten Lampung Barat menjadi sangat terkenal dengan produk kopinya.

Lokasi usaha perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat tersebar di seluruh wilayah 14 kecamatan yang ada. Namun luas areal perkebunan dan produksi kopi di Kabupaten Lampung Barat didominasi oleh lima kecamatan yaitu Kecamatan Sekincau (luas areal 14.038 Ha), Kecamatan Belalau (luas areal 9.340 Ha), Kecamatan Way Tenong (luas areal 8.640 Ha), Kecamatan Sumberjaya (luas areal 7.758 Ha) dan Kecamatan Sukau (luas areal 5.335 Ha). Proporsi luas areal tanaman kopi dari lima kecamatan tersebut sebesar 45.111 Ha atau setara 76,1 persen dari total luas areal perkebunan kopi di Kabupaten Lampung Barat.

Potensi pengembangan usaha perkebunan sangat tergantung pada pada ketersediaan lahan. Kabupaten Lampung Barat masih berpeluang untuk mengembangkan luas areal tanaman perkebunan baru, termasuk komoditas kopi


(34)

sebagai unggulan daerah. Berdasarkan data, penggunaan lahan untuk usaha perkebunan kopi sebagai komoditas unggulan tiap kecamatan di Kabupaten Lampung Barat terlihat masih rendah. Secara rata-rata baru sebesar 15,9 persen dari luas wilayah kecamatan se-Kabupaten Lampung Barat yang telah termanfaatkan untuk perkebunan kopi. Namun khusus untuk Kecamatan Sekincau dan Way Tenong, angka persentase tersebut sudah cukup tinggi yaitu sudah mencapai angka 50 persen. Kondisi ini mencerminkan ada potensi besar untuk ekstensifikasi atau perluasan areal tanaman kopi di Kabupaten Lampung Barat. Selain ekstensifikasi, potensi pengembangan juga dapat dilakukan melalui upaya peningkatan produktivitas usaha perkebunan.

Kemudian dalam rangka memperbaiki citra kopi serta meningkatkan mutu dan pendapatan petani kopi di Kabupaten Lampung Barat, Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat telah melakukan penandatangan nota kesepahaman atau Memorandum of Undenstanding (MoU) dan surat perjanjian kerjasama pada tanggal 31 Januari 2007. MOU dengan PT Indocom Citra Persada Lampung, Kelompok Usaha Bersama (KUB) Kopi Robusta Lambar, dan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember Jawa Timur dilakukan di Pekon Tiga Jaya Kecamatan Sekincau Lampung Barat. Kerjasama kelembagaan ini diharapkan akan memacu lebih pesat perkembangan agribisnis kopi di Kabupaten Lampung Barat. Dalam jangka menengah sampai tahun 2012, pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat lebih diprioritaskan.

2.11 Hasil Penelitian Sebelumnya

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2008) tentang produksi, konsumsi, harga dan ekspor kopi nasional dengan menggunakan model ekonometrika menunjukan bahwa adanya prospek yang cukup besar terhadap permintaan kopi nasional baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor. Hal ini disebabkan konsumsi kopi dalam mapun luar negeri terus meningkat setiap tahunnya. Besarnya produksi kopi nasional dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan permintaan pasar tersebut.

Sitohang (1996) dalam penelitiannya mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan permintaan kopi di pasar domestik pada periode 1969-1993. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan model ekonometrika dengan pendugaan parameter dilakukan dengan menggunakan metode 3SLS. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa produksi kopi Indonesia tidak responsif


(35)

terhadap harga kopi dan komoditas substitusi di pasar domestik, harga ekspor, luas areal dan tingkat upah, kecuali kopi jenis robusta yang responsif terhadap luas areal dalam jangka panjang.

Sementara itu kajian yang dilakukan Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat (2007) tentang pengembangan komoditas kopi Lampung Barat dirumuskan bahwa untuk mendorong perkembangan komoditas kopi diperlukan dukungan kebijakan pembangunan pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat terutama di bidang investasi di samping kebijakan tersebut diharapkan akan mampu mewujudkan kepastian berusaha baik petani kopi maupun calon investor.


(36)

III. METODE KAJIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Kopi merupakan komoditas unggulan daerah Kabupaten Lampung Barat. Menurut Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Barat (2007) bahwa kopi merupakan komoditas unggulan daerah berdasarkan produksi dan luas areal perkebunan. Oleh karena itu, pengembangan komoditas unggulan seperti kopi harus menjadi prioritas pengembangan dalam rangka mendorong perekonomian wilayah. Hal ini tertuang dalam Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007 – 2012.

Kopi sebagai komoditas unggulan dilihat dari sisi volume produksi karena kopi merupakan komoditas perkebunan yang paling banyak dihasilkan dibanding komoditas perkebunan lainnya. Luasan areal perkebunan yang hampir tersebar di seluruh wilayah serta didukung oleh kesesuaian lahan dan iklim, kopi sangat potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Lampung Barat. Tanaman kopi juga merupakan tanaman khas daerah yang sudah lama dibudidayakan rakyat sebagai salah satu sumber mata pencaharian penting masyarakat selama ini.

Pengembangan komoditas kopi diharapkan dapat mendorong perekonomian wilayah. Artinya komoditas kopi diharapkan dapat dijadikan komoditas basis bagi perekonomian wilayah. Pengembangan komoditas kopi sebagai komoditas basis selayaknya dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan komoditas lainnya maupun perkembangan sektor perekonomian di Kabupaten Lampung Barat.

Analisis komoditas basis dalam kajian ini akan digunakan dengan pendekatan Location Quotient (LQ). Teknik analisis LQ merupakan metode untuk mengetahui kemampuan daerah Kabupaten Lampung Barat terhadap pengembangan komoditas kopi. Adapun teknik analisis ini didekati dengan pendekatan produksi dan luas areal melalui pemisahan antara komoditas basis dan non basis. Kemudian analisis multiplier basis mengukur besarnya efek pengganda dari pengembangan komoditas kopi sebagai komoditas basis hasil analisis LQ terhadap perekonomian wilayah. Dalam kajian ini nilai multiplier basis menggambarkan besarnya dampak produksi kopi terhadap total produksi seluruh komoditi di Kabupaten Lampung Barat. Selanjutnya untuk mengetahui


(37)

faktor-faktor apa yang faktor-faktor apa yang menyebabkan komoditas kopi tumbuh dan berkembang di Kabupaten Lampung Barat dengan adanya pergeseran struktur perekonomian sehingga memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan komoditas perkebunan lainnya digunakan analisis shift-share.

Startegi pengembangan komoditas kopi Lampung Barat perlu terus dikembangkan dalam rangka mendorong perekonomian wilayah. Startegi yang dibangun tentunya didasarkan pada karakteristik dan kondisi wilayah. Oleh karena itu, dalam kajian ini akan mencoba merumuskan bagaimana strategi yang tepat untuk mengembangkan kopi sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Barat ke depan.

Perumusan strategi pengembangan komoditas kopi dalam kajian ini dilakukan beberapa tahapan; diantaranya melakukan identifikasi mengenai faktor-faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang bersifat strategis dengan menggunakan matriks SWOT. Strategi-strategi yang muncul hasil analisis SWOT kemudian dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam penyusunan strategi kebijakan dan program-program pengembangan komoditas kopi Lampung Barat ke depan. Secara umum kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 2.


(38)

KOPI : KOMODITAS UNGGULAN

1. Ekonomi

- Areal tanaman cukup luas

- Produksi yang besar (terbesar di Propinsi Lampung)

2. Fisik

- Kesesuaian iklim dan lahan 3. Sosial Budaya

- Tanaman khas rakyat yang sudah lama dibudidayakan

Rancangan Program Pengembangan Komoditas Kopi

Lampung Barat

Ana lisis LQ Ana lisis

Shift Sha re

Ana lisis Multip lie r Ba sis

STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI 1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal

2. Analisa Strategi (Penyusunan Matriks SWOT) 3. Rumusan Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi

DASAR KAJIAN

Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007 – 2012

PERANAN KOMODITAS KOPI DALAM MEMBUAT STRATEGI KEBIJAKAN DALAM RANGKA

PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH


(39)

3.2 Lokasi dan Waktu Kajian

Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Barat dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan daerah yang memiliki komoditas unggulan kopi yang mempunyai potensi menggerakan perekonomian lokal. Lokasi penelitian difokuskan di lima wilayah kecamatan penghasil kopi terbesar di Kabupaten Lampung Barat, yaitu Kecamatan Sekincau, Belalau, Way Tenong Sumberjaya dan Kecamatan Sukau. Selain itu Kabupaten Lampung Barat dikenal sebagai daerah kopi karena merupakan daerah penghasil kopi terbesar yang ada di Provinsi Lampung. Sementara itu kajian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari bulan November 2008 hingga bulan Januari 2009.

3.3 Metode Kajian

3.3.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam kajian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan responden untuk mendapatkan informasi dan gambaran umum mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini, serta mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pengembangan komoditas kopi sebagai komoditas basis ekonomi di Kabupaten Lampung Barat.

Teknik wawancara dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan/ kuesioner yang telah disediakan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dan masukan tentang kendala dan upaya yang harus dilakukan dalam pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat. Adapun responden yang diwawancara meliputi petani kopi sebagai produsen, pedagang pengumpul/pengusaha di bidang industri pengolahan kopi, aparatur pemerintah daerah Kabupaten Lampung Barat serta dari kalangan perguruan tinggi setempat. Total responden berjumlah 30 orang.

Sementara itu data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan penelitian ini berupa dokumen-dokumen kebijakan, publikasi hasil penelitian dan berbagai referensi lainnya. Instansi-instansi tersebut antara lain Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Barat, Dinas Perkebunan Kabupaten


(40)

Lampung Barat, Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Lampung Barat, dan berbagai refrensi pustaka lainnya yang terkait.

3.3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.3.2.1 Analisis Location Quotient (LQ)

Komoditas dikatakan unggul jika komoditas tersebut merupakan komoditas yang memiliki peranan menonjol dibanding komoditas lainnya dalam sektor tersebut. Untuk melakukan penentuan komoditas mana yang menjadi unggulan digunakan dengan beberapa metode diantaranya analisis Location Quotient (LQ).

Teknik analisis Location Quotient atau LQ merupakan metode untuk mengetahui kemampuan suatu daerah terhadap pengembangan sektor atau komoditas tertentu. Adapun teknik analisis ini didekati dengan pendekatan produksi/produktivitas melalui pemisahan antara komoditas basis dan non basis.

Teknik LQ dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam komoditas yang diamati. Secara umum teknik ini memberikan suatu hasil perbandingan antara kemampuan suatu komoditas di daerah yang diteliti (dalam hal ini Kecamatan yang ada di Lampung Barat) dengan kemampuan yang sama pada daerah yang lebih luas tingkatannya (dalam hal ini Kabupaten Lampung Barat). Secara umum formula untuk menghitung LQ adalah sebagai berikut:

n in

p ip

X

X

X

X

LQ

=

dimana :

Xip = Produksi/luas areal komoditas perkebunan i di

kecamatan-kecamatan di Lampung Barat

Xin = Produksi/luas areal komoditas perkebunan i

di Kabupaten Lampung Barat

Xp = Total produksi/luas areal seluruh komoditi perkebunan

di kecamatan yang ada di Lampung Barat

Xn = Total produksi/luas areal seluruh komoditi perkebunan


(41)

Jika nilai indeks LQ > 1, maka komoditi tersebut menjadi komoditi basis atau komoditi tersebut memiliki keunggulan komparatif dan mampu mengekspor produknya ke daerah lain. Sebaliknya jika nilai indeks LQ < 1, maka sektor tersebut bukan komoditi basis dan harus mengimpor dari luar daerah.

Analisis LQ juga dapat digunakan melakukan identifikasi komoditas mana yang melakukan ekspor. Secara teoritis suatu komoditas yang mampu melakukan ekspor menunjukkan komoditas tersebut berdayasaing dan memiliki daya serap pasar yang tinggi. Identifikasi ekspor dilakukan apabila tidak tersedia data ekspor di suatu wilayah. Oleh karena itu pada penelitian ini, identifikasi ekspor dilakukan terhadap komoditas perkebunan yang ada di Kabupaten Lampung Barat. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :

in n p

ip

X

X

X

X

Ei

=

Ei = besarnya ekspor atau surplus sektor i jika LQ > 1, dan sebaliknya.

Apabila suatu hasil proporsi misalnya output suatu daerah melebihi dalam tingkat koefisen LQ maka kelebihan tersebut dianggap sektor basis/ekspor yang menjadi kontribusi bagi daerah lain dan wilayah yang lebih luas. Dengan kata lain, secara umum penilaian indikator LQ terlihat sebagai berikut :

• LQ > 1, menyatakan Kabupaten Lampung Barat berpotensi untuk mengekspor.

• LQ < 1, menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Barat mempunyai kecenderungan impor dari daerah lainnya karena sektor yang bukan basis tersebut tidak mencukupi.

• LQ = 1, menunjukan bahwa Kabupaten Lampung Barat self effesien karena seluruh permintaan di daerah tersebut harus terpenuhi.

3.3.2.2 Analisis Multiplier Basis

Analisis multiplier atau sering disebut sebagai analisis nilai pengganda menggambarkan besarnya dampak yang terjadi dari suatu aktivitas ekonomi terhadap keseluruhan kegiatan di suatu wilayah. Dalam penelitian ini nilai multiplier menggambarkan berapa besarnya dampak produksi suatu komoditi


(42)

(komoditi yang menjadi basis) terhadap total produksi seluruh komoditi di suatu wilayah (dalam hal ini Kabupaten Lampung Barat).

Model perhitungan analisis multiplier produk/komoditi ini diderivasi dari model analisis Location Quotient. Multiplier diperoleh dengan membandingkan total komoditas wilayah baik komoditas basis dan non-basis dengan komoditas basis. Secara matematik nilai multiplier produk dapat dituliskan sebagai berikut :

b nb bi

X

X

X

MP

=

+

dimana :

Xnb = Total produksi komoditas non-basis di Kabupaten Lampung Barat

Xb = Total produksi komoditas basis di Kabupaten Lampung Barat

Xbi = Produksi komoditas basis i di Kabupaten Lampung Barat

MP = Nilai multiplier komoditas basis i

Hasil analisis multiplier ini digunakan untuk menegaskan komoditas basis mana di bidang perkebunan yang memiliki multiplier paling besar terhadap total produksi sehingga perlu menjadi prioritas pengembangan ke depan.

3.3.2.3 Analisis Shift Share

Analisis shift-share yang mengukur laju pertumbuhan suatu sekto/komoditasr di suatu wilayah dengan wilayah nasionalnya (wilayah yang lebih tinggi). Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan kompetitif suatu komoditas di suatu wilayah dan menghitung seberapa besar kontribusi (share) komoditas atau kecamatan terhadap pertumbuhan komoditas-komoditas yang bersesuaian di tingkat Kabupaten Lampung Barat.

Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah produksi/luas areal. Pertambahan produksi/luas areal (Δ Er) dapat diurai menjadi komponen shift dan komponen share. Komponen “share” atau national share (N) adalah banyaknya pertambahan produksi/luas areal di tingkat kecamatan-kecamatan seandainya proporsi perubahannya sama dengan laju pertambahan nasional (Kabupaten Lampung Barat) selama periode studi. Komponen ini digunakan untuk mengukur apakah sektor perkebunan/komoditas kopi di tiap kecamatan itu tumbuh lebih


(43)

cepat atau lebih lambat dari pertumbuhan di level Kabupaten Lampung Barat secara rata-rata.

Sementara itu komponen “shift” adalah penyimpangan (deviation) dari national share dalam pertumbuhan produksi/luas areal di Kabupaten Lampung Barat. Penyimpangan ini positif bagi sektor/komoditas yang tumbuh lebih cepat dan negatif untuk sektor/komoditas yang tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan produksi/luas areal secara nasional (Kabupaten Lampung Barat). Secara matematis, formulasi shift-share ditulis sebagai berikut :

N S i,t =

[

Er,i,t-n

(

EN,t EN,t-n

)

]

-Er,i,t-n

P r,i,t =

[

(

EN,i,t EN,i,t-n

) (

− EN,t EN,t-n

)

]

×Er,i,t-n N S i,t = [ E r, i, t-n (E N,t / E N,t-n) ] - E r,i,t-n

P r,i,t = [ (E N,i,t / E N,i,t-n) – (E N,t / E N,t-n) ] x E r,i,t-n

D r,i,t = [ E r, i, t - (E N,i,t / E N,i,t-n) E r,i,t-n ]

n -t i, r, n i,t r, m i,t N, m i,t N, m i,t r,

E

D

E

E

1

E

+

=

+

Δ

+

+

Dimana :

∆ = Pertambahan, angka akhir (tahun t) dikurangi dengan angka awal (tahun t-n)

N = Kabupaten Lampung Barat

r = Kecamatan – kecamatan di Lampung Barat E = Jumlah Produksi atau Luas areal

i = Sektor perkebunan t = Tahun

t-n = Tahun Awal t+n = Tahun Proyeksi NS = National Share

P = Proportional Share D = Differential Shift


(44)

3.3.3 Metode Perumusan Strategi

Perumusan strategi pengembangan komoditas kopi sebagai komoditas basis ekonomi di Kabupaten Lampung Barat dilakukan melalui beberapa tahap analisis yaitu; pertama tahap masukan yaitu mengidentifikasi faktor – faktor internal dan eksternal yang menjadi faktor kunci; kedua tahap analisis yaitu menganalisa faktor-faktor kunci tersebut kedalam bentuk Matrik SWOT.

Setelah dilakukan perumusan strategi apa yang cocok untuk dilaksanakan, tahapan selanjutnya adalah melakukan perancangan program sesuai dengan visi, misi dan tujuan penelitian yang sudah dirumuskan. Secara umum gambaran mengenai tahapan perumusan strategi dan program disajikan pada Gambar 3.

Ta ha p Ana lisis

Stra te g i Ke b ija ka n Pe ng e m b a ng a n Ko m o dita s

Ko pi Ta ha p Ma suka n

Gambar 3. Kerangka Formulasi Strategi

Menurut David (2004) analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT adalah berupa sebuah matriks yang terdiri atas empat kuadran. Masing-masing kuadran merupakan perpaduan strategi antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Secara lengkap matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 4. Adapun langkah-langkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut :

a) Menuliskan peluang eksternal b) Menuliskan ancaman eksternal c) Menuliskan kekuatan internal d) Menuliskan kelemahan internal

e) Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasil strategi S-O dalam sel yang ditentukan

¾ Analisis Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman)

¾ Analisis Faktor Internal

(Kekuatan dan Kelemahan)

Stra te g i

Penyusunan Matriks SWOT


(45)

f) Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasil strategi W-O dalam sel yang ditentukan

g) Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil strategi S-T dalam sel yang ditentukan

h) Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil strategi W-T dalam sel yang ditentukan

Tabel 4. Matriks SWOT (Strenghts – Weaknesses – Opportunities – Threats) Faktor Internal

Faktor Eksternal

STRENGHTS (S) Kekuatan

WEAKNESSES (W) Kelemahan

OPPORTUNITIES (O) Peluang

STRATEGI S-O Menggunakan kekuatan

untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI W-O Mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan

peluang THREATS (T)

Ancaman

STRATEGI S-T Menggunakan kekuatan

untuk menghindari ancaman

STRATEGI W-T Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Sumber: David, 2004. (diolah)

Untuk menjelaskan faktor internal dan eksternal apa saja yang berpengaruh terhadap pengembangan agrobisnis kopi Kabupaten Lampung Barat, secara lengkap disajikan pada Gambar 4. Faktor internal yang dimaksud dalam kajian ini adalah komoditas kopi Kabupaten Lampung Barat. Sementara itu, faktor eksternal dalam kajian adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan agrobisnis kopi Lampung Barat yaitu diantaranya persaingan perdagangan kopi dunia, terjalinnya kemitraan, adanya permintaan pasar, minat investor serta ancaman hama penyakit dan bencana.


(46)

Faktor Internal :

Peranan Pemerintah Kabupaten: - SDM Aparatur

- SDM Kelompok Tani - SDA Kabupaten Pasar Lokal dan

Internasional

Pengusaha Lokal dan Non-Lokal

Perguruan Tinggi

Ketidakstabilan Perekonomian Nasional dan Internasional

Areal Perkebunan di hutan kawasan Persaingan

Perdagangan Kopi Dunia Faktor Eksternal :

Gambar 4. Batasan Faktor Internal dan Eksternal yang digunakan dalam Analisis SWOT

Strategi-strategi yang muncul hasil analisis SWOT kemudian dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan rekomendasi kebijakandan perancangan program-program pengembangan komoditas kopi Lampung Barat ke depan. Rekomendasi tersebut memuat berbagai alternatif kebijakan pengembangan kopi dan program-program pengembangannya.

Dalam penyusunan program pengembangan, di dalamnya termasuk juga pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu : Pemerintah Kabupaten : SDM aparatur, SDM kelompok tani, SDA Kabupaten. Pemerintah daerah sebagai policy maker yang berperan dalam membuat kebijakan pengembangan komoditas kopi di Kabupaten Lampung Barat kedepan. Secara umum, rumusan strategi kebijakan, program dan ileading sektor yang terkait tersebut disusun dalam bentuk matriks sebagai berikut :

Tabel 5. Matriks Strategi Kebijakan, Program dan Leding Sektor

No. Strategi Program Tahun Leading Sektor 1.

2. dst


(47)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4.1 Kondisi Geografis dan Topografi

Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1991 tertanggal 16 Juli 1991 dan diundangkan pada tanggal 16 Agustus 1991 dengan ibukota Liwa. Luas wilayah Kabupaten Lampung Barat sebesar 4.950,0 Km2 atau 13,99 persen dari luas wilayah Propinsi Lampung.

Wilayah Kabupaten Lampung Barat secara administratif meliputi 17 (tujuh belas) kecamatan dan terdiri dari 6 kelurahan dan 195 desa dan merupakan satu bagian dari pemekaran Kabupaten Lampung Utara. Adapun batas wilayah administratif Kabupaten Lampung Barat yaitu :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Selatan Propinsi Bengkulu dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Propinsi Sumatera Selatan. • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten

Lampung Tengah dan Kabupaten Tenggamus.

• Sebelah Selatan berbatasan dengan laut Indonesia dan Selat Sunda.


(48)

Secara geografis letak Kabupaten Lampung Barat yaitu pada koordinat 40 47’ 16’’ – 50 56’ 42’’ Lintang Selatan dan 1030 35’ 8’’ Bujur Timur. Secara topografi, Kabupaten Lampung Barat dibagi menjadi 3 (tiga) unit topografi yakni:

• Daerah dataran rendah

(ketinggian 0 sampai 600 meter dari permukaan Laut) • Daerah berbukit

(Ketinggian 600 sampai 1.000 meter dari permukaan laut) • Daerah pegunungan

(Daerah ketinggian 1.000 sampai dengan 2.000 meter dari permukaan laut) Keadaan wilayah sepanjang Pantai Pesisir Barat umumnya datar sampai berombak dengan kemiringan berkisar 3% sampai 5%. Dibagian Barat Laut Kabupaten Lampung Barat terdapat gunung-gunung dan bukit, yaitu Gunung Pugung (1.808 m), Bukit Palalawan (1.753 m), dan Bukit Tababjan (1.413 m) sedangkan di bagian selatan terdapat beberapa Gunung dan bukit yaitu Bukit Penetoh (1.166 m), Bukit Bawanggutung (1.1042 m), Gunung Sekincau (1.718 m), Pegunungan Labuan Balak (1.313 m), Bukit Sipulang (1.315 m). Di sebelah Timur dan Utara terdapat pula Gunung Pesagi (2.127 m), Gunung Subhanallah (1.623 m), Gunung Ulumajus (1.789 m), Gunung Siguguk (1.779 m), dan Bukit Penataan (1.688 m).

Kabupaten Lampung Barat memiliki dua Zone Iklim yaitu :

a) Zone A (Jumlah bulan basah + 9 bulan) terdapat di bagian barat Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, termasuk Krui dan Bintuhan

b) Zone BL (Jumlah bulan basah 7 – 9 bulan) terdapat di bagian timur Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Sedangkan curah hujan yang terjadi sepanjang tahun berkisar antara 2.500 – 3.000 milimeter setahun.

4.2 Sosial Ekonomi

4.2.1 Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Barat terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 2,03 persen, maka pada tahun 2001 jumlah penduduk Kabupaten Lampung Barat sebesar 372 ribu orang, lalu meningkat menjadi 375 ribu orang (2002), 383 ribu orang (2003), 388 ribu orang (2004), 393 ribu orang (2005) dan


(49)

410 ribu orang (2006). Rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,02 persen per tahun tersebut lebih tinggi dari rata-rata laju pertumbuhan penduduk nasional pada periode yang sama yaitu sebesar 1,27 persen per tahun.

Sumber : BPS Kab. Lampung Barat, 2006

Gambar 6. Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung Barat Tahun 2001-2006

Apabila dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Lampung Barat yang mencapai 4.950,40 Km2, kepadatan penduduknya sangat kecil. Kepadatan penduduk pada tahun 2001-2004 hanya sekitar 75 - 77 orang/km2. Sedangkan untuk tahun 2005 dan 2006 hanya meningkat menjadi79 - 83 orang per km2.

Keadaan tersebut perlu dicermati karena sangat mempengaruhi perumusan kebijakan dan program pembangunan, khususnya mengenai penyediaan sarana pendidikan, kesehatan dan fasilitas lainnya yang secara keseluruhan mempengaruhi pola pemukiman penduduk dan struktur tata ruang daerah. Penduduk yang sedikit tersebut menandakan bahwa dari sisi ketersediaan sumberdaya manusia sangat terbatas, mengingat Kabupaten Lampung Barat sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah perdesaan yang kepadatan penduduknya kecil.

Penyebaran penduduk Kabupaten Lampung Barat tidak merata antar kecamatan. Misalnya daerah yang jauh dari pusat pemerintahan seperti Kecamatan Bengkunat, Pesisir Utara, Pesisir Selatan jumlah penduduknya relatif lebih kecil dibanding kecamatan lainnya. Sebaliknya kecamatan-kecamatan yang letaknya berada di pusat atau sekitar kota pemerintahan seperti Suoh, Way Tenong, Sumber Jaya memiliki jumlah penduduk yang relatif lebih


(50)

besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi. Selengkapnya kondisi kependudukan Kabupaten Lampung Barat disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Tiap Kecamatan di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007

Luas/Area Penduduk Kepadatan/Km2 No Kecamatan

Km2 Jiwa Jiwa/Km2

1 Pesisir Selatan 699.52 20,231 28.92

2 Bengkunat 634.44 8,049 12.69

3 Bengkunat Belimbing 634.44 21,675 34.16

4 Ngambur 131.99 17,621 133.50

5 Pesisir Tengah 110.01 31,323 284.73

6 Karya Penggawa 62.46 13,181 211.03

7 Pesisir Utara 307.18 9,024 29.38

8 Lemong 327.25 14,580 44.55

9 Balik Bukit 195.50 31,497 161.11

10 Sukau 218.48 25,770 117.95

11 Belalau 395.06 36,160 91.53

12 Sekincau 270.90 35,064 129.44

13 Suoh 231.62 44,113 190.45

14 Batu Brak 189.67 12,259 64.63

15 Sumber Jaya 295.12 37,422 126.80

16 Way Tenong 185.48 39,194 211.31

17 Gedung Surian 61.34 13,560 221.06

Sumber : BPS Kab. Lampung Barat, 2007

Dilihat dari angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja dari tahun 2001 hingga tahun 2006 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 138.558 orang dan terus meningkat setiap tahunnya hingga tahun 2006 jumlah penduduk yang bekerja mencapai 157.491 orang. Angkatan kerja yang berkerja tersebut sebagian besar bekerja di sektor pertanian yaitu sekitar 79,79 persen, sektor perdagangan dan restoran 8,09 persen dan sektor jasa sebesar 5,34 persen. Sementara sektor pertambangan dan sektor listrik gas air adalah sektor yang paling sedikit jumlah penduduk Lampung Barat yang bekerja di sektor tersebut.


(51)

Tabel 7. Komposisi Penduduk yang Berkerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2007

Lapangan Usaha Komposisi Penduduk Bekerja Pertanian 79.79 Pertambangan 0.00

Industri pengolahan 1.23

Listrik gas air 0.00

Bangungan 1.75 Perdagangan 8.09

Angkutan dan komunikasi 3.04

Bank dan lembaga keuangan 0.59

Jasa 5.34 Lainnya 0.16

Sumber : BPS Kab. Lampung Barat, 2007

Berdasarkan informasi pada Tabel 7 dapat ditarik kesimpulan bahwa sektor pertanian masih menjadi primadona bagi sebagian besar penduduk Kabupaten Lampung Barat. Namun demikian dilihat dari sudut pandang yang lain, terlihat bahwa adanya ketergantungan yang sangat besar terhadap sektor pertanian. Oleh karena itu, persoalan ini perlu menjadi bagian dari strategi kebijakan dan perencanaan pembangunan Kabupaten Lampung Barat, terutama dukungan alokasi anggaran untuk pengembangan sektor pertanian. Prioritas pengembangan sektor pertanian menjadi sangat penting dalam rangka mengatasi masalah pengangguran di Kabupaten Lampung Barat ke depan.

4.2.2 Pendidikan dan Kesehatan

Peningkatan sumberdaya manusia (SDM) merupakan modal untuk penggerak pembangunan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan di samping sumberdaya alam. Pendidikan merupakan sarana untuk menciptakan SDM yang berkualitas. Oleh sebab itu, pembangunan

pendidikan merupakan faktor kunci peningkatan sumberdaya manusia di Kabupaten Lampung Barat. Tingkat pembangunan pendidikan di Kabupaten

Lampung Barat secara umum menunjukan perbaikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator utama seperti jumlah sarana pendidikan, tenaga pendidik, rasio jumlah guru per murid dan rasio jumlah sekolah per murid.


(52)

Pada tahun 2001 jumlah Sekolah Dasar (SD) sebanyak 258 sekolah meningkat menjadi 264 sekolah pada tahun 2003 dan 357 sekolah pada tahun 2007. Hal serupa juga terjadi pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada tahun 2001 jumlah SMP baik swasta maupun negeri sebanyak 34 sekolah bertambah menjadi 41 sekolah pada tahun 2003 dan pada tahun 2007 menjadi sebanyak 96 sekolah. Seiring dengan bertambahnya penduduk, maka kebutuhan terhadap sarana pendidikan juga semakin meningkat, terutama sarana pendidikan pada jenjang pendidikan lanjutan seperti Sekolah Menengah Umum (SMU). Pada tahun 2001 jumlah SMU baik negeri maupun swasta di Kabupaten Lampung Barat hanya sebanyak 9 sekolah. Kemudian meningkat menjadi 13 SMU pada tahun 2003 dan pada tahun 2007 jumlah sekolah semakin bertambah menjadi 24 SMU.

Sumber : BPS Kab. Lampung Barat, 2007

Gambar 7. Jumlah Sekolah di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2003-2007

Sementara itu, jika dilihat dari sisi rasio murid per guru pada setiap jenjang pendidikan di Kabupaten Lampung Barat selama tahun 2001 hingga 2006 tidak banyak mengalami peningkatan. Artinya jumlah murid yang terus bertambah hampir sama dengan penambahan jumlah guru yang melayani. Pada tahun 2001 rasio murid per guru untuk tingkat SD adalah sebesar 24 artinya satu orang guru melayani murid sejumlah 24 orang. Angka rasio ini tidak banyak mengalami peningkatan dimana pada tahun 2003 dan 2006 rasio murid per guru yaitu sebesar 16 dan 23. Kemudian untuk tingkat SMP, rasio murid per guru pada tahun 2001 sebesar sembilan belas artinya satu orang guru melayani murid sejumlah 19 orang. Pada tahun 2003 dan 2006 angka rasio tersebut mencapai


(53)

23 dan delapan belas. Angka rasio murid per guru untuk tingkat SMP jauh lebih baik dibandingkan untuk tingkat SD. Sedangkan untuk tingkat SMU rasio murid per guru jauh lebih baik dibanding jenjang pendidikan lainnya. Pada tahun 2001 rasio murid per guru sebesar 17 mengalami perbaikan pada tahun 2006 yaitu sebesar 15 artinya satu orang guru melayani murid sejumlah 15 orang.

Di samping rasio murid per guru, rasio murid per sekolah juga mengalami kemajuan yang cukup berarti. Sejak tahun 2001 rasio murid per sekolah untuk semua jenjang pendidikan baik SD, SMP dan SMU terus mengalami perbaikan. Untuk tingkat SD, rasio murid per sekolah pada tahun 2001 sebesar 194 mengalami perbaikan pada tahun 2003 dan 2006 yaitu masing-masing sebesar 177 dan 176. Artinya satu sekolah melayani murid sebanyak 194 orang (2001), 177 orang (2003) dan 176 orang (2006). Kemudian untuk tingkat SMP rasio murid per sekolah pada tahun 2001 sebesar 336, dan pada tahun 2003 dan 2006 menjadi 298 dan 272. Artinya satu sekolah SMP melayani murid sebanyak 336 orang (2001), 298 orang (2003) dan 272 orang (2006). Sedangkan untuk jenjang SMU, rasio murid per sekolah pada tahun 2001 sebanyak 454, 413 pada tahun 2003 dan 296 pada tahun 2006. Artinya satu sekolah SMU melayani murid sebanyak 454 orang (2001), 413 orang (2003) dan 454 orang (2006).

Dalam bidang kesehatan, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat dalam memperoleh akses atas kebutuhan pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi dalam kaitannya untuk mendukung peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan pembangunan ekonomi. Usaha ini ditujukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan rakyat, sekaligus dalam rangka usaha pembinaan dan peningkatan mutu fiskal sumberdaya manusia dan Indonesia sehat 2010.

Kabupaten Lampung Barat mengalami peningkatan kualitas kesehatan penduduk. Kemajuan ini dapat dilihat melalui beberapa indiktor seperti angka kematian bayi, kematian balita dan gizi buruk. Pada tahun 2006 angka kematian bayi menurun menjadi 20 dari 23 di tahun 2005. Sementara itu angka kematian balita juga terjadi penurunan dari 6,4/1000 kelahiran di tahun 2005 menjadi 2,5/1000 kelahiran di tahun 2006. Sedangkan untuk kasus gizi buruk terjadi sedikit penurunan menjadi 25 kasus di tahun 2006.

Namun demikian permasalahan utama di bidang kesehatan adalah terbatasnya tenaga kesehatan dan minimnya sarana prasarana kesehatan


(1)

menunjukan bahwa pengembangan kopi akan meningkatkan produksi wilayah. Hasil analisis shift-share menunjukan bahwa komoditas kopi memiliki pertumbuhan positif di Kabupaten Lampung Barat lebih disebabkan faktor Differential Shift yaitu faktor dukungan iklim dan kesesuaian lahan serta sosial masyarakat yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat serta faktor National Share yaitu komoditas kopi berkembang karena pengaruh perkembangan ekonomi di Propinsi Lampung.

Hasil analisis SWOT menghasilkan empat prioritas strategi kebijakan untuk mengembangkan komoditas kopi di Lampung Barat yang terdiri dari : 1. Peningkatan SDM petani kopi supaya mampu menghadapi daya saing dalam

mempertahankan perekonomian

2. Pengembangan akses pemasaran kopi melalui promosi produk

3. Penumbuhan minat pengusaha dalam dan luar daerah untuk melakukan investasi dibidang industri kopi olahan

4. Pembangunan infrastruktur penunjang pada sentra-sentra produksi kopi


(2)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(3)

STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI

DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

ARISWANDI

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(4)

(5)

Judul : Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi Di Kabupaten Lampung Barat

Nama : Ariswandi

NIM : H252070185

Program Studi : Manajemen Pembangunan Daerah

Disetujui

Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ir. Lukman M. Baga, MA.Ec

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Dr.Ir. Naresworo Nugroho, M.Si


(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Strategi Kebijakan Pengembangan Komoditas Kopi di Kabupaten Lampung Barat” dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir Program Magister Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS dan Ir. Lukman M. Baga, MAEc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian penulisan tesis. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis berusaha mengerjakan dan menyajikan tesis ini sebaik-baiknya. Namun demikian, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2009 Ariswandi