diinventarisir dan pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkretnya, sehingga penarikan kesimpulan dilakukan dengan
menggunakan logika berpikir deduktif.
F. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini didasarkan kepada ide, gagasan, maupun pemikiran penulis secara pribadi dari awal hingga akhir penyelesaian. Ide maupun gagasan
yang timbul karena melihat keadaan yang berkembang mengenai bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen rumah makan menurut hukum
konsumen. Artinya tulisan ini bukanlah merupakan hasil ciptaan ataupun penggambaran dari karya tulisan orang lain,dan telah dilakukan penelusuran
diperpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum USU tidak ada judul skripsi yang sama.Oleh karena itu, keaslian dari penulisan ini terjamin
adanya. Kalaupun ada terdapat skripsi yang terdahulu yang mungkin menyerupai. Akan tetapi yang menjadi pembahasan dan penelitian antara skripsi penulis dan
skripsi ini sangatlah berbeda dan tidak ada kesamaan mengenai apa yang menjadi pembahasan utama dari skripsi ini.
Kalaupun ada pendapat dan kutipan dari penulisan ini, hal tersebut merupakan semata-mata adalah sebagai faktor pelengkap dalam usaha menyusun
dan menyelesaikan penulisan ini, karena hal ini memang sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan tulisan ini.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi atas 5 lima bab, di mana masing-masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara sistematis dan
Universitas Sumatera Utara
saling berkaitan satu sama lain. Uraian singkat atas bab-bab dan sub bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA Bab ini berisi tentang gambaran umum tentang Hukum
Perlindungan Konsumen dan pelaku usaha, sejarah perkembangan perlindungan Konsumen di Indonesia,
Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen, dan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
BAB III : TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Bab ini menguraikan tentang pengertian tanggung jawab pelaku usaha, hak dan kewajiban pelaku usaha, prinsip-
prinsip tanggung jawab, product liability, dan larangan bagi pelaku usaha.
BAB IV : KEWAJIBAN PELAKU USAHA TERHADAP
PERLINDUNGAN KONSUMEN RUMAH MAKAN KAMANG JAYA
Universitas Sumatera Utara
Bab ini merupakan inti dalam tulisan ini yang menengahkan tentang upaya perlindungan hukum bagi
konsumen rumah makan kamang jaya, pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah dan instansi terkait
terhadap produk rumah makan kamang jaya, dan penyelesaian sengketa antara konsumen dengan Rumah
Makan Kamang Jaya. BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab akhir yang berisi tentang
kesimpulan yang merupakan jawaban ringkas terhadap permasalahan di dalam tulisan ini, dan saran yang
merupakan sumbangsih pemikiran penulis terhadap permasalahan tersebut.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN
KONSUMEN DI INDONESIA
A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen dan Pelaku Usaha
Universitas Sumatera Utara
Bab ini merupakan inti dalam tulisan ini yang menengahkan tentang upaya perlindungan hukum bagi
konsumen rumah makan kamang jaya, pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah dan instansi terkait
terhadap produk rumah makan kamang jaya, dan penyelesaian sengketa antara konsumen dengan Rumah
Makan Kamang Jaya. BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab akhir yang berisi tentang
kesimpulan yang merupakan jawaban ringkas terhadap permasalahan di dalam tulisan ini, dan saran yang
merupakan sumbangsih pemikiran penulis terhadap permasalahan tersebut.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN
KONSUMEN DI INDONESIA
A. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen dan Pelaku Usaha
Universitas Sumatera Utara
Istilah “konsumen” berasal dari alih bahasa dari consumer Inggris- Amerika atau consumentkonsument Belanda.
9
a. Setiap orang
Dalam peraturan perundang- undangan di Indonesia, istilah “konsumen” sebaai definisi yuridis formal
ditemukan dalam UUPK dalam Pasal 1 angka 2 yang menyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barangjasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan.
Bila dilihat dari pengertian perundang-undangan di atas, maka terdapat beberapa unsur yang membentuk pengertian tentang konsumen yaitu :
Subyek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang danatau jasa. Istilah “orang” sebetulnya
menimbulkan keraguan, hanya orang individual yang lazim disebut natuurlijke persoon atau termasuk juga badan hukum atau recht persoon.
Hal ini berbeda dengan pengertian yang diberikan untuk pelaku usaha dalam Pasal 1 angka 3 yang secara eksplisit membedakan kedua
pengertian persoon di atas dengan menyebutkan kata-kata “orang- perseorangan atau badan usaha”. Tentu yang paling tepat tidak membatasi
pengertian konsumen itu sebatas pada orang-perseorangan. Namun konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas
daripada badan hukum. b.
Pemakai
9
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000, hal.1-2.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 angka 2 UUPK. Kata “pemakai” menekankan konsumen adalah konsumen akhir ultimate costumer. Istilah
pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan tersebut, sekaligus menunjukkan, barang danatau jasa yang dipakai tidak serta
merta hasil dari transaksi jual beli. Artinya yang diartikan sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan prestasinya dengan cara
membayar uang untuk memperoleh barang danatau jasa itu. Dengan kata lain dasar hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak harus
kontraktual the privity of contract. c.
Barang danatau jasa Berkaitan dengan istilah barang danatau jasa sebagai pengganti
terminologi tersebut digunakan kata produk. Saat ini produk telah berkonotasi barang atau jasa. Semula kata produk hanya mengacu pada
pengertian barang. UUPK menggantikan barang sebagai setiap benda, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak
bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan
oleh konsumen, UUPK tidak menjelaskan perbedaan istilah-istilah “dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan”. Sementara itu jasa diartikan
sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.
d. Yang tersedia dalam masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Barang danatau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran. Dalam perdagangan yang semakin kompleks dewasa
ini, syarat itu tidak mutlak lagi dituntut oleh konsumen. e.
Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain dan makhluk hidup. Unsur yang diletakkan dalam definisi itu mencoba untuk memperluas pengertian kepentingan. Kepentingan ini tidak
sekedar ditujukan untuk diri sendiri dan keluarga, tetapi juga barang danatau jasa itu diperuntukkan bagi orang lain di luar diri sendiri dan
keluarganya, bahkan untuk makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan.
f. Barang danatau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen akhir. Batasan itu sudah biasa dipakai dalam peraturan perlindungan
konsumen di berbagai Negara. Secara teoritis hal demikian terasa cukup baik untuk mempersempit ruang lingkup pengertian konsumen, walaupun
dalam kenyataannya sulit untuk menetapkan batas-batas seperti itu.
10
Di antara ketentuan normatif itu terdapat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
diberlakukan 5 Maret 2000 satu tahun setelah diundangkan. Undang-undang ini memuat suatu definisi tentang konsumen, yaitu setiap pemakai atau pengguna
10
Ibid, hal.3.
Universitas Sumatera Utara
barang danatau jasa baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain. Batasan itu mirip dan garis besar maknanya diambil alih oleh UUPK.
11
a. Setiap orang perseorangan atau badan usaha.
Secara harfiah, konsumen diartikan sebagai seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa atau seseorang yang membeli barang tertentu atau
menggunakan jasa tertentu, juga seseorang atau sesuatu yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang.
Istilah “pelaku usaha” umumnya lebih dikenal dengan sebutan pengusaha. Pengusaha adalah setiap orang atau badan usaha yang menjalankan usaha
memproduksi, menawarkan, menyampaikan atau mendistribusikan suatu produk kepada masyarakat luas selau konsumen. Pengusaha memiliki arti yang luas, tidak
semata-mata membicarakan pelaku usaha, tetapi juga pedagang perantara atau pengusaha. Sedangkan pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 UUPK
adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan
usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Bila dilihat dari pengertian di atas, maka terdapat 4 empat unsur yang
terkandung dalam pengertian pelaku usaha yaitu :
Yang termasuk badan usaha menurut pengertian ini adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum dan tidak berbadan hukum.
11
Ibid, hal.1-2.
Universitas Sumatera Utara
b. Secara sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian.
Terdapat beberapa macam pelaku usaha yaitu : 1.
Orang perorangan 2.
Badan usaha 3.
Orang perseorangan dengan orang perseorangan lain 4.
Orang perseorangan dengan badan usaha 5.
Badan usaha dengan badan hukum. c.
Menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Terdapat batasan yang membedakan antara pelaku usaha dengan pelaku
usaha kegiatan lain, yaitu yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah mereka yang menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi. d.
Didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia.
Maksudnya adalah orang perseorangan atau badan hukum tersebut berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia. Khusus badan usaha, tidak harus didirikan dan berkedudukan di wilayah Republik Indonesia.
Pelaku usaha dan konsumen merupakan pihak yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Pelaku usaha menyadari bahwa kelangsungan hidup
usahanya tergantung pada konsumen. Demikian juga halnya konsumen yang tergantung pada pelaku usaha dalam pemenuhan kebutuhannya. Oleh karena itu,
Universitas Sumatera Utara
keseimbangan salam berbagai segi menyangkut kepentingan kedua belah pihak merupakan hal yang ideal.
Berbicara mengenai perlindungan konsumen tentunya tidak terlepas dari peraturan-peraturan yang berlaku dalam hukum positif. Perlindungan hukum
terhadap konsumen adalah sebuah penegakan hukum yang membutuhkan peraturan-peraturan berupa ancaman kepada si pelanggar. Hal ini tercermin dalam
UUPK yang merupakan suatu perundangan di Indonesia dengan kepentingan pemberian perlindungan kepada konsumen.
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.
Menurut Pasal 1 angka 1 UUPK yang dimaksud dengan perlindungan konsumen yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen memiliki cakupan yang sangat luas meliputi
perlindungan konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga ke akibat-akibat dari pemakaian barang dan
jasa itu. Cakupan perlindungan konsumen terdiri dari 2 dua aspek yaitu :
12
a. Perlindungan terhadap kemungkinan diserahkan kepada konsumen barang
danatau jasa yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati atau melanggar ketentuan undang-undang. Dalam kaitan ini termasuk
12
Janus Sidabalok, op.cit, hal.10.
Universitas Sumatera Utara
persoalan-persoalan mengenai penggunaan bahan baku, proses produksi, proses distribusi, desain produk dan sebagainya, apakah telah sesuai
dengan standar sehubungan dengan keamanan dan keselamatan konsumen atau tidak. Juga, persoalan tentang bagaimana konsumen mendapatkan
penggantian jika timbul kerugian karena memakai atau mengkonsumsi produk yang tidak sesuai.
b. Perlindungan terhadap diberlakukannya terhadap konsumen syarat-syarat
yang tidak adil. Dalam kaitan ini termasuk persoalan-persoalan promosi dan periklanan, standar kontrak, harga, layanan, purnajual dan sebagainya.
Hal ini berkaitan dengan perilaku produsen dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.
Dalam aspek yang pertama, persoalan barang yang dihasilkan dan diperdagangkan termasuk ke dalam tanggung jawab produk, yaitu tanggung jawab
yang dibebankan kepada produsen karena barang yang diserahkan kepada konsumen itu mengandung cacat di dalamnya sehingga menimbulkan kerugian
bagi konsumen yang erat kaitannya dengan ganti kerugian. Sedangkan aspek yang kedua, mencakup tentang cara konsumen memperoleh barang danatau jasa yang
termasuk ke dalam standar kontrak yang mempersoalkan syarat-syarat perjanjian yang diberlakukan oleh produsen kepada konsumen pada saat konsumen hendak
mendapatkan barang danatau jasa kebutuhannya. Batasan Hukum Perlindungan Konsumen sebagai bagian khusus dari
Hukum Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan
Universitas Sumatera Utara
dan penggunaan produk konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.
13
B. Sejarah Perkembangan Perlindungan Konsumen di Indonesia