Faktor-Faktor yang Dapat Menghambat Proses Belajar Siswa

Dalam perkembangan profesi dan fungsi guru, serta kegiatan belajar mengajar akhir-akhir ini, harus diakui bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Namun harus diakui pula bahwa tugas dan fungsi guru dalam kegiatan belajar mengajar masih sangat penting dan tak dapat ditinggalkan sebab hanya sebagian kecil fungsi guru saja yang dapat digantikan oleh sumber belajar yang lain, yaitu fungsinya dalam menyalurkan pesan. Hal ini berarti bahwa kegiatan belajar dapat terjadi pula apabila siswa secara aktif berinteraksi dengan sumber belajar lain, salah satunya adalah dengan media pengajaran. Dengan perkataan lain, proses belajar dalam diri seseorang itu dapat terjadi melalui interaksi orang tersebut dengan guru yang mengajarnya dan atau dengan sumber-sumber belajar lainnya. Masalahnya sekarang apakah peranan media pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar di SD? Untuk menjawab pertanyaan itu perlu dirinci tahapan-tahapan yang penting dalam kegiatan belajar mengajar. Perhatikanlah kegiatan belajar mengajar di kelas Anda. Pikirkanlah dan kelompokkanlah tahapan-tahapan dalam kegiatan tersebut. Kemudian analisislah apa yang menjadi peranan media pada masing-masing tahapan tersebut?

2. Faktor-Faktor yang Dapat Menghambat Proses Belajar Siswa

Keberhasilan kegiatan belajar siswa termasuk siswa sekolah dasar dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat bersifat eksternal maupun internal dan kemudian dapat menjadi penghambat atau penunjang proses belajar mereka. Di antara faktor-faktor yang dianggap turut menghambat proses belajar siswa di kelas mungkin dari verbalisme, kekacauan makna, kegemaran berangan-angan atau persepsi yang tidak tepat. 1. Verbalisme Verbalisme terjadi apabila guru terlalu banyak atau hanya menggunakan kata- kata dalam menjelaskan isi pelajaran, memberikan contoh-contoh dan ilustrasi yang diperlukan. Situasi seperti tersebut di atas dengan mudah dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa, apalagi bila kata yang digunakan banyak yang terasa asing atau di luas pengetahuan siswa. Sifat pengalaman, tingkat kemahiran berbahasa, dan kosakata yang ada mungkin tidak sama bagi semua siswa. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena pengaruh lingkungan keluarga di tempat siswa dibesarkan. Ada siswa yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang banyak memberi kesempatan cukup untuk melihat dan membaca buku-buku, majalah dan koran yang baik, atau melihat program televisi 2 mengandung unsur pengetahuan dan pendidikan dan mengunjungi tempat-tempat rekreasi yang bermanfaat bersama orang tua mereka. Ada pula siswa yang di rumahnya tidak ada televisi, majalah, koran atau bahkan buku yang sangat diperlukan. Kesempatan pergi bertamasya bersama orang tua atau guru ke tempat-tempat seperti kebun binatang, pantai atau kebun raya turut memperkaya pengalaman siswa, memperluas wawasan pengetahuan dan memperkaya kosakata yang ada pada diri siswa. Kondisi semacam ini kemudian dapat mendorong mereka untuk berimajinasi dan mengembangkan kreativitasnya. Apa bila guru kurang memahami keadaan latar belakang pengalaman siswanya dan meneruskan cara menyajikan pelajaran yang sangat verbal, maka siswa akan cepat menjadi bosan dengan pelajaran itu. Oleh karena siswa tidak dapat menghindar dan meninggalkan kelas lalu ia mulai mengganggu teman di dekatnya atau lari ke dunia angan-angannya. Bila pelajaran terakhir, sebagian besar pelajaran yang dijelaskan guru luput dari perhatiannya dan segera dilupakannya. Maka alangkah sia-sianya pekerjaan guru yang telah cukup lama dipersiapkan sebelumnya dan alangkah tersiksanya si siswa. Situasi seperti ini dapat dicegah seandainya guru mempelajari dulu keadaan siswanya dan menggunakan gambar atau benda-benda lainnya untuk membantu memberikan contoh yang konkret dalam memberikan ilustrasi yang tak dapat dijelaskan hanya dengan kata-kata saja. Dengan perkataan lain, media gambar atau media lainnya dapat membantu usaha menghilangkan verbalisme dalam proses belajar. 2. Kekacauan Makna Bila berhadapan dengan situasi yang terasa asing orang cenderung menelusuri berbagai pengalaman yang pernah dialami di masa lampau. Kemudian ia mencoba menemukan situasi yang kira-kira mirip dengan apa yang sedang ia hadapi sekarang itu. Apabila perkirannya meleset atau bertolak belakang, maka nama atau istilah yang sama akan ditafsirkan sangat berbeda dari apa yang dimaksud oleh guru. Umpama bila siswa mendengar kata kuda dalam kata-kata kuda laut ia akan membayangkan kuda tunggang atau kuda penarik sado. Ia menafsirkan bahwa kuda laut itu ukurannya sebesar kuda tunggang atau kuda penarik sado. Ia menafsirkan bahwa kuda laut itu ukurannya sebesar kuda tunggang yang berkaki empat. Kuda laut hidup di laut dan ukurannya kecil. Oleh karena itu kuda laut dapat dipelihara dalam akuarium di rumah. Di sini makna kuda dalam kuda laut tidak ada hubungan dengan kuda tunggang. 3 3. Kegemaran Berangan-angan Kadang-kadang satu atau dua siswa tampak tenang mengikuti pelajaran dan tidak pernah menimbulkan kesulitan bagi guru dan kelasnya. Mereka selalu tampak mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian. Kesulitan baru tampak ketika mereka harus menjawab soal-soal tes tertulis atau lisan karena mereka tak mampu memberikan jawaban dengan benar. Mengapa hal seperti itu terjadi? Mungkin siswa tidak suka dengan pelajaran itu dan kemudian ia lari ke dunia angan-angannya. Ia tetap duduk di kelas tetapi kepalanya penuh dengan khayalan tentang mainan, sepatu, orang, permen atau perkelahian yang ia lihat ketika berjalan-jalan dengan teman-teman kemarin sore atau dari acara televisi. Meskipun ia duduk tenang di kelas tetapi ia tidak memperhatikan dan mendengarkan pelajaran yang diterangkan guru, ia asyik dengan dunia angan-angannya. Berangan-angan dapat menjadi senjata bela diri yang ampuh bagi siswa yang ingin menghindari dari suasana dan kegiatan kelas yang menjemukan. Namun kegemaran berangan-angan dapat mengganggu konsentrasi siswa ketika mengikuti pelajaran dan karenanya menghambat tercapainya tujuan pengajaran. Guru yang berpengalaman dengan cepat dapat melihat gejala tingkah laku siswa yang suka lari ke dunia angan-angannya dan ia juga akan berusaha mencari penyebabnya. Dalam hal ini media pengajaran dapat dipakai untuk membantu menciptakan suasana belajar yang menarik, dan membantu siswa dalam memusatkan perhatian. 4. Persepsi yang Kurang Tepat Kadang-kadang dua orang yang sama-sama melihat satu objek yang sama mempunyai kesan yang berbeda tentang obyek itu. Situasi seperti itu terjadi karena faktor-faktor seperti latar belakang, pengalaman, pengetahuan, tingkat kemahiran serta kosakata yang berbeda, dan bukan karena inderanya tidak berfungsi dengan baik. Hal yang sama dapat terjadi pada sejumlah siswa yang sama-sama duduk dalam satu kelas dan mengikuti pelajaran yang sama. Mereka tidak mempunyai persepsi yang sama tentang tujuan dan isi pelajaran yang dijelaskan. Bahkan persepsi mereka juga mungkin tidak sama mengenai apa yang menjadi tujuan guru mengajarkan topik tertentu. Bila ini terjadi maka siswa akan memperoleh persepsi dan pemahaman yang keliru yang kemudian akan mempengaruhi respons mereka ketika menjawab soal tes. 4 Untuk mengatasi hambatan yang timbul karena keterbatasan latar belakang pengalaman dan bahasa seperti tersebut di atas dan untuk mencegah timbulnya pemahaman yang keliru, pemanfaatan media sangat membantu. Media, karena mempunyai kelebihan kemampuan teknis, mampu menyajikan suatu peristiwa secara terpadu atau menyajikan konsep secara utuh dan benar. Media pengajaran terutama yang mengandung unsur suara dan gerak mampu membuat siswa berasa berinteraksi dengan peristiwa yang dilihatnya dan turut merasakan apa yang dialami tokoh-tokohnya. Media seperti chart dapat membantu siswa melihat hubungan antarkonsep, peristiwa dan tokoh yang ada dalam pelajaran. Dengan bantuan media seperti chart, siswa lebih mudah melihat hubungan antar berbagai komponen suatu teori atau isi suatu pelajaran. Dengan bantuan berbagai jenis media guru lebih mudah mengajarkan keterampilan menulis, membaca dan berhitung dalam konteks yang bermakna dan lebih mudah mengatasi hambatan-hambatan yang mengganggu perhatian siswa di kelas.

3. Proses Belajar-Mengajar sebagai Proses Komunikasi