Sublimasi Habaib Habaib dan praktik komodifikasi agama : analisis ideologi menurut pemikiran slavoj zizek.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Kant bahwa “meskipun bila de-ide dari akal budi bisa jadi tidak memiliki jalan representasi yang memadai [dalam dunia fenomena], ide-ide itu bisa dibangkitkan dan dimunculkan dalam pikiran dengan artian bahwa ketidakmencukupan itu bisa direpresentasikan melalui akal”. 32 Dengan kata lain, setiap fenomena dan penjelasan tentang the Thing selamanya tidak akan mampu memadai, melainkan hanya bisa menjelaskan secara logis kondisi ketakterjelasan tersebut. Itulah The Real sebagai sublime object yang merupakan rongga kosong void yang terkandung di kedalaman identitas The Symbolic subjek. Pertanyaan selanjutnya adalah jika memang The Real itu selamanya tidak mampu terwadahi oleh simbolisasi, lalu bagaimana subjek yang lack akan bisa menghindar, atau setidaknya bertahan, dari menjalani hidup baca: identitas dalam kebohongan atau kepalsuan? Bagaimana ia akan mengatasi hasratnya akan jouissance yang tersembunyi di balik fenomena? Bagaimana subjek akan mampu menanggung beban siklus tak henti dari dorongan drive? Untuk menjawabnya maka penjelasan ini harus masuk ke dalam pembahasan Lacanian tentang sublimasi.

D. Sublimasi Habaib

Sublimasi adalah pengalaman akan jouissance the experience of jouissance , yaitu momen ketika dorongan telah sampai pada objeknya di level The Imaginary dan The Symbolic: momen dimana subjek bisa menangkap atau mengalami suatu kesan impression dan menyadarinya hanya pada saat momen itu 32 Slavoj Žižek, The sublime Object, 230. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id sudah berlalu. Sementara pada level The Real, dorongan itu selamanya tidak akan sampai pada jouissance yang sesungguhnya the Thing. 33 Dengan kata lain, mengalami jouissance adalah mengalami kesan dari peristiwa bersatunya objek di level The Real dengan objek di level The Imaginary atau The Symbolic. Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa sublimasi mensyaratkan terjadinya hubungan antar objek object relations. Relasi objek ini menunjuk ada pola hubungan yang menggunakan dorongan sebagai jembatan relasional antara keduanya, antara dua objek dimana konsep sublimasi disandarkan: objek kesadaran dan ketaksadaran. Kedua objek tersebut tak lain adalah objek dari dorongan object of drive di level The Imaginary dan The Symbolic selanjutnya akan disebut objek, dan objek sublim di level The Real yang menjadi refren dari dorongan The Thing. Dan karena kenikmatan yang menjadi tujuan akhir dari dorongan itu adalah cinta yang berada diluar konseptualisasinya sendiri, sementara demi tujuan akhir itu ia harus mengalamatkanmengorbankan dirinya pada objek The Imaginary atau The Symbolic , maka sublimasi pun lebih berfokus pada objeknya dari pada cinta yang menjadi tujuan akhirnya. Objek di sini harus dipahami lebih sebagai objek yang dalam dirinya terkandung suatu ‘rentang jarak’ distance yang membelahnya menjadi dua bagian ekstrim, yaitu sebagai objek The Imaginary atau The Symbolic di satu sisi dan objek The Real The Thing di sisi lainnya. Hanya dengan menempatkannya pada jarak inilah dorongan bisa menemukan keberadaan naturalnya sebagai hasil dari relasi objek yang ditandai oleh adanya jarak antara kedua bagian ekstrim yang 33 Marc De Kesel, Eros and Ethics, 170. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dikandungnya. Di titik inilah sublimas i bekerja dengan “mengangkat objek hingga sampai pada derajat The Ting ”. 34 Sebagaimana yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya, bahwa The Real adalah suatu kondisi yang akan selalu didamba oleh Habaib, “cinta Rasul”, “membina akhlak” dan “ridho Ilahi” sebagai object petit a akan selalu mendorong mereka untuk kembali ke tatanan The Real. Namun, pergerakan ke arah The Real menjadi sebuah pencarian dan tujuan abadi, sebab The Real tidak akan pernah kembali. “Cinta Rasul”, “membina akhlak” dan “ridho Ilahi” adalah hal yang mustahil dibahasakan, ia melampaui bahasa. Sementara untuk mencapainya, ketiga Habib tersebut menggunakan bahasa, padahal bahasa selalu bermasalah, bahasa tidak pernah purna. Oleh karena itu, bahasa tidak mungkin membahasakan yang mustahil dibahasakan. Tetapi sekalipun begitu, konsep “cinta Rasul”, “membina akhlak” dan “ridho Ilahi” setidaknya telah menjadi fantasi bagi mereka. Fantasi itu telah mengajari mereka bagaimana caranya menikmati sesuatu. Jika sebelumnya mereka adalah subjek yang lack, maka fantasi itu yang akan memberikan kenikmatan total pada mereka. Fantasi itu sudah menjanjikan mereka untuk terbebas dari segala kekurangan. Dengan kata lain, mereka bisa menjadi subjek yang utuh dalam sementara waktu ketika mereka melahirkan fantasi. Untuk lebih mendalaminya lagi, pembahasan ini akan merujuk pada bagaimana Žižek menjelaskan logika esensi Hegelian, yaitu pertautan antara dua titik ekstrim yang terkandung dalam sebuah objek: bentuk form dan esensi essence. Hegel menjelaskan bahwa esensi merupakan hal tertentu, sesuatu a 34 Ibid., 173-174. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id thing , yang tak termediasi, dan hanya memungkinkan untuk menjelaskan atau menyatakan dirinya, dan terpahami, melalui ekspresinya yang termanifestasi dalam bentuk formal tertentu. Manifestasi ini bergerak dari jalinan antara berbagai materi yang menghasilkan suatu kondisi keberadaanisi, hingga secara formal menemukan bentuknya dalam realitas empiris. Di sinilah, bentuk, hadir sebagai suatu pergerakan eksternal external circumstances yang membuat realisasi dari esensi itu menjadi mungkin. Hal terpenting untuk diingat adalah bahwa proses formalisasi tersebut sama sekali tidak melibatkan suatu kondisi keberadaan yang baru, melainkan hanya menerjemahkan apa yang telah dimilikinya ke dalam wilayah formal. Jadi pada dasarnya hubungan antara bentuk dan esensi ini tak lain adalah hubungan antara bentuk dan dirinya sendiri it self: di satu sisi ia merupakan penampilan empiris dari berbagai kondisi keberadaan partikular yang tak berbentuk, di sisi lain —dengan demikian—ia juga adalah abstraksi universal dari berbagai hal yang berbeda. 35 Secara dialektis, pertautan ini menjadi kondisi dari antagonisme dan kemustahilan yang terkandung dalam setiap upaya untuk menakar atau mengkoordinasikan keduanya bentuk sebagai tesis dan esensi sebagai anti-tesis pada wilayah sintesis, yang mana itu menjadi mungkin hanya jika dengan melibatkan fantasi, konten imajiner yang mengandung daya tarik misterius pada proses ketika esensi menemukan bentuk positif aktualitasnya. Inilah apa yang Žižek sebut sebagai redoubled: seolah-olah bahwa di dalam dunia akal sehat sensible 35 Slavoj Žižek, Tarrying with The Negative, 135-136. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id yang biasa, faktual dan empiris, terkandung dunia yang berada di luar akal sehat suprasensible atau semacam ‘materialitas spiritual’. 36 Apa yang selanjutnya hadir dalam hubungan dialektis antara esensi dan bentuk ini adalah sifat keduanya yang dihasilkan dari pertautan tersebut, bahwa esensi hanya bisa dipahami sebagai potensi atau kemungkinan terkait upaya yang dikandung oleh bentuk dalam menyatakan dirinya for-itself. Sementara bentuk itu sendiri harus ditempatkan sebagai aktualitas yang pada dirinya sendiri in-itself ia tidak pernah tuntas atau sempurna. 37 Jika objek for-itself itu dikembalikan menjadi in-itself , maka yang terjadi adalah tepat seperti penjelasan Lacanian tentang poin de capiton , yaitu ketika penanda hadir tanpa petanda. 38 Inilah penjelasan yang disediakan Hegel untuk memahami objek in-itself melalui jalan for-itself, bahwa objek adalah sebuah upaya aktualitas untuk menyatakan diri atau potensialitasnya sendiri, upaya yang hanya bertumpu pada prinsip bahwa aktualitas itu adalah mungkin. Dengan kata lain objek for-itself adalah kondisi ‘kemungkinan’ condition of possibility dari ‘kemustahilan’, dimana status dari ‘kemungkinan’ itu akan lenyap dalam aktualitas itu sendiri. 39 Pada titik inilah Žižek—via Hegel—secara implisit telah melakukan penggeledahan terhadap apa yang dimaksudkan oleh Lacan tentang sublimasi sebagai suatu pengalaman akan jouissance. Žižek menemukan bahwa ‘mengalami jouissance’ tak lain adalah mengalami ‘kondisi 36 Ibid., 138. 37 Ibid., 141. 38 Ibid., 148. 39 Ibid., 159. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kemungkinan’: pengalaman yang hanya akan dialami oleh subjek jika ia sampai pada apa yang dimaksudkan oleh Žižek sebagai ‘presupposing the positing’. 40 Dalam relasi objek yang mengandung aktivitas refleksi dari esensi ke bentuk, pengalaman akan ‘kondisi kemungkinan’ bukanlah ketika bentuk, dalam empirisitas dan positivitasnya, merupakan kehadiran yang merefleksikan esensi positing reflection, bukan juga ketika bentuk menemukan esensi transendentalnya dengan sesuatu yang bersifat external dan in-itself external reflection. 41 ‘Kondisi kemungkinan’ lebih terletak pada determinate reflection, yaitu ketika esensi—mau tidak mau —harus merefleksikan ketakterkiraannya presupposition ke dalam keterbatasan bentuk 42 yang dalam dirinya sendiri in-itself ia adalah penanda tanpa petanda. Dengan demikian yang terlahir adalah persetujuan akan keniscayaan gap baca: jarak yang menganga di antara The Real dan Simbolisasi, dimana dengan menempatkan objek sebagai satu- satunya ‘kemungkinan’ untuk sampai pada the Thing yang mustahil, apa yang dibayangkan dengan sublimasi sebagai pengalaman akan kemustahilan jouissance itu menjadi mungkin. Dengan jalan ini maka cinta sebagai ‘ketakmungkinan’ yang menjadi tujuan dari ‘dorongan’ itu bisa terbuka untuk dialami bukan sebagai cinta, tetapi sebagai ‘kemungkinan’ akan cinta. Singkatnya, selama ada dorongan, maka pasti ada ‘kemungkinan’ untuk ‘mengalami ‘jouissance’ sebagai yang tak mungkin. Inilah semangat yang dikandung oleh “but still” dalam frasa Sloterdijk. Inilah ideologi, dimana subjek adalah subjek politik ketika dalam mencari jouissance dan 40 Zuhdi Siswanto, “Patriotisme”, 43. 41 Slavoj Žižek, The sublime Object, 241. 42 Ibid., 259. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id memposisikan dirinya di tengah realitas masyarakat, ia mampu melampaui hasrat dan menyandarkan pergerakannya pada dorongan yang tak pernah usai, yang membuatnya berada selamanya dalam posisi sebagai subjek yang kekurangan. 43 43 Zuhdi Siswanto, “Patriotisme”, 44. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB IV ANALISIS KERJA IDEOLOGI DALAM PRAKTIK KOMODIFIKASI AGAMA MELALUI SUBJEK HABAIB Sebagai ujung akhir kajian, bagian ini akan membahas terkait analisis bagaimana ideologi bekerja dalam praktik komodifikasi agama melalui subjek Habaib menurut Slavoj Žižek. Dan sebagai jawaban dari rumusan masalah kedua, pembahasan ini akan dimulai dengan melihat kembali situasi yang terjadi dan dialami oleh Habaib, juga berbagai macam bentuk respons mereka terhadap upayanya dalam membangun kembali hubungan kesatuan primordialnya dengan Islam. Secara lebih spesifik, situasi yang akan dilihat dari kondisi Habaib yang telah disajikan dalam Bab Tiga adalah situasi bimbang yang kini membayangi kehidupan mereka, serta kecenderungan mereka untuk selalu menjelaskan kepada Liyan tentang dorongan dalam diri mereka.

A. Habaib dan Tindakan sebagai Ideologi